16 PEMANFAATAN DAUN KUMIS KUCING (Orthosiphon spicatus B.B.S.)
SEBAGAI ANTIGLAUKOMA
Siska1, Hadi Sunaryo1, Jamaliah1
1Fakultas MIPA Jurusan Farmasi UniversitasMuhammadiyah Prof. DR. HAMKA
Jl. Delima II/IV Perumnas Klender, Jakarta Timur e-mail : siska.uhamka@yahoo.com
ABSTRACT
The effect of the ethanolic extract of Orthosiphon spicatus leaves on the intraocular pressure of glaucoma rats have been investigated. Glaucoma was induced by treating the animal with prednisolone acetat eyedrop 1% every 5 minute for one hour. A number of 30 rats were divided into 6 group. Three groups of animals were treated with the extract at doses of 12, 36, and 108 mg/200 g BW orally. As comparison, a group of normal control animals, a group of negative control animals and another treated with acetazolamide (4,5 mg/200 g bw) were used. Results showed that the extract reduced intraocular pressure of glaucoma rats especially at dose of 36 mg/ 200 g BW.
Keywords : glaucoma, Orthosiphon spicatus B.B.S, intraocular pressure PENDAHULUAN
Jamu dan obat tradisional merupakan komoditi perdagangan yang memiliki nilai ekonomi yang dapat memperkuat perekonomian bangsa Indonesia. Berbagai macam penyakit dan keluhan ringan maupun berat diobati dengan memanfaatkan ramuan dari tumbuh-tumbuhan tertentu yang mudah didapat di sekitar pekarangan rumah dan hasilnya pun sangat memuaskan. Kelebihan dari pengobatan dengan menggunakan ramuan tumbuhan secara tradisional ialah lebih aman dan juga harganya yang dapat terjangkau oleh masyarakat menengah, serta kualitasnya tidak kalah dengan bahan kimia. Kelebihan lainnya adalah mudah dikerjakan (dibuat) oleh siapa saja dalam keadaan mendesak sekalipun (Thomas, 1992).
Salah satu tanaman yang sering digunakan sebagai obat adalah tanaman kumis kucing (Orthosiphon spicatus B. B. S.). Di Indonesia, daun kumis kucing yang kering (simplisia) dipakai sebagai
obat yang memperlancar pengeluaran air kemih (diuretik) sedangkan di India untuk mengobati rematik. Masyarakat menggunakan kumis kucing sebagai obat tradisional sebagai upaya penyembuhan batuk, encok, masuk angin dan sembelit (Dalimarta, 2003). Tanaman ini juga bermanfaat untuk pengobatan radang ginjal, batu ginjal, kencing manis, albuminuria dan penyakit syphilis (Arief, 2005).
Dilihat dari berbagai khasiat tanaman kumis kucing di atas, ternyata sampai saat ini belum pernah ditemukan adanya penelitian tentang khasiat tanaman kumis kucing sebagai obat untuk menurunkan tekanan bola mata (TIO) pada penyakit glaukoma. Sejauh ini, hanya obat-obat sintetik (kimiawi) yang dapat digunakan untuk menurunkan tekanan bola mata (TIO) pada glaukoma, salah satunya adalah obat diuretik golongan karbonik anhidrase inhibitor yaitu asetazolamida. Glaukoma menempati posisi nomor dua setelah katarak sebagai penyebab
17 kebutaan mata di Indonesia, sebab 1,2
juta penderita penyakit kebutaan mata, 0,2 % di antaranya mengalami buta karena glaukoma. Glaukoma adalah suatu keadaan di mana tekanan bola mata (TIO) seseorang demikian tinggi atau tidak normal sehingga mengakibatkan kerusakan saraf optik dan mengakibatkan gangguan pada sebagian atau seluruh lapang pandangan atau buta. Glaukoma akan terjadi bila cairan mata di dalam bola mata pengalirannya terganggu. Tekanan bola mata dikatakan normal jika berkisar antara 10 mmHg hingga 20 mmHg. Sementara tekanan di atas 21 mmHg dicurigai terindikasi glaucoma (Ilyas, 1997 dan Rodjiman, 1984). Penderita gloukoma membutuhkan pengobatan seumur hidup, biaya untuk pengobatan relatif mahal dan efek samping obat kemungkinaan juga akan meningkat. Oleh sebab itu perlu kiranya suatu pengobatan alternatif yang dapat membantu mengatasi penyakit tersebut. Penelitian tentang khasiat kumis kucing sebagai antiglaukoma sejauh ini belum pernah dilakukan. Untuk itu, perlu dilakukan penelitian terhadap efek diuretik dari ekstrak etanol 70% daun kumis kucing (Orthosiphon spicatus B. B. S.) terhadap penurunan tekanan bola mata (TIO).
METODOLOGI Bahan dan Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Tonometer Schiotz, sonde lambung, timbangan untuk tikus dan alat-alat gelas. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun kumis kucing yang diperoleh dan telah dideterminasi di Balitro Cimanggu Bogor, asetazolamida, prednisolone tetes mata, aquadest. Tikus putih jantan galur Wistar berumur 2-3 bulan dengan bobot 250-350 gram diperoleh dari Balai
Penelitian dan Pengembangan Departemen Kesehatan RI.
Pelaksanaan Penelitian Determinasi Simplisia
Simplisia yang digunakan adalah daun kumis kucing (Orthosiphon spicatus B. B. S.) yang diperoleh dan dideterminasi di Balitro Cimanggu, Bogor.
Pembuatan Ekstrak Daun Kumis Kucing
Daun kumis kucing dikumpulkan lalu dibersihkan dari kotoran yang melekat dan dicuci dengan air, kemudian ditiriskan dan diangin-anginkan di udara terbuka hingga kering. Setelah kering, dihaluskan sampai menjadi serbuk dengan bantuan blender. Kemudian diayak dengan derajat halus yang sesuai. Serbuk diekstraksi dengan cara maserasi yaitu serbuk simplisia sebanyak 1 kg direndam dengan etanol 70% dalam toples yang berwarna gelap bermulut lebar sampai seluruh simplisia tersebut terendam. Perendaman dilakukan selama 3 hari sambil dilakukan pengadukkan. Hasil perendaman disaring dengan kertas saring. Maserat yang didapat dipekatkan dengan rotary evaporator pada suhu di bawah 55oC pada putaran 57 rpm, hingga diperoleh ekstrak kental etanol 70% daun kumis kucing.
Pengujian Efek Antiglaukoma
Tikus diinduksi dengan tetes mata prednisolon asetat 1% sebanyak 12 tetes selama 1 jam. Hewan yang sudah diberi perlakuan dikelompokkan menjadi 6 kelompok, tiap kelompok terdiri dari 5 ekor tikus. Tiga kelompok hewan masing-masing diberi ekstrak etanol daun kumis kucing dosis 12 mg/200 gbb, 36 mg/200 gbb, dan 108 mg/200 gbb. Satu kelompok hewan diberikan asetazolamid dosis 4,5 mg/200 gbb, dua kelompok hewan lainnya sebagai kontrol normal dan kontrol negatif.
18 Tiga puluh menit kemudian setelah
penginduksian selesai, tikus diberi ekstrak atau asetazolamid. Setelah 1 jam dari pemberian ekstrak atau asetazolamid, dilakukan pengukuran tekanan bola mata tikus dengan tonometer Schiotz. Nilai tekanan bola mata adalah nilai skala dengan angka yang sama, yang didapat dari pengukuran sebanyak 3 kali dengan satuan mmHg. Data tekanan bola mata yang diperoleh dihitung prosentase penurunan tekanan bola mata dari seluruh kelompok kemudian diuji statistik menggunakan Anova satu arah (one way
anova) dilanjutkan dengan uji beda nyata
terkecil dengan probabilitas (p>0,05) (William, 1987).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil karakteristik dan uji kandungan kimia serta pengukuran tekanan bola mata dapat dilihat pada Tabel 1, 2, 3 dan Gambar 1.
Dari 15 kg daun kumis kucing segar diperoleh sebanyak 1,15 kg serbuk daun kumis kucing. Serbuk daun kumis kucing dimaserasi dengan etanol 70% dan didapat ekstrak kering sebanyak 122,5 g. Induksi glaukoma menggunakan tetes mata prednisolon asetat 1% sebanyak 12 tetes selama 1 jam berhasil menaikkan tekanan bola mata rata-rata sebesar 20,34 mmHg.
Dosis ekstrak daun kumis kucing mampu menurunkan tekanan bola mata (p<0,05). Penurunan tekanan bola mata pada ekstrak daun kumis kucing dosis 12 mg/200 gbb sebesar 31,71%, ekstrak dosis 36 mg/200 gbb sebesar 55,84%, dan ekstrak dosis 108 mg/200 gbb sebesar 63,59%. Penurunan tekanan bola mata pada ekstrak dosis 32 mg/200 gbb sebanding dengan kontrol normal, pada ekstrak dosis 16 mg/200 gbb penurunan tekanan bola mata masih di atas tekanan
bola mata kelompok normal, sedangkan pada ekstrak dosis 108 mg/200 gbb penurunan tekanan bola mata di bawah tekanan bola mata kelompok normal. Jika dibandingkan dengan kelompok yang diberi asetazolamid dosis 4,5 mg/200 gbb penurunan tekanan bola mata kelompok uji lebih kecil. Hal ini menunjukkan penurunan tekanan bola mata dengan menggunakan ekstrak belum dapat menyamai kemampuan Asetazolamid dalam menurunkan tekanan bola mata. Pemilihan metode induksi dengan tetes mata prednisolon asetat 1% karena metode ini merupakan metode yang paling mudah digunakan untuk mendapatkan kondisi glaukoma eksperimental. Prednisolon adalah obat dari golongan kortikosteroid yang digunakan untuk pengobatan radang.
Penggunaan jangka panjang
kortikosteroid mengakibatkan peningkatan tekanan intraokular atau glaukoma dengan kerusakan pada saraf optik, cacat di dalam tajam penglihatan dan lapang pandangan. Kortikosteroid-kortikosteroid bekerja melalui phospholipase A2 yang merupakan protein-protein yang bersifat mencegah, secara bersama memanggil atau menghubungi lipocortins. Protein-protein ini merupakan pengendali biosintesis pemicu radang seperti prostaglandin-prostaglandin dan leukotriena-leukotriena dengan menghambat pelepasan dan pembebasan asam arakidonat. Pembebasan asam arakidonat dari fosfolipid-fosfolipid yang disebabkan oleh phospholipase A2 inilah yang menghasilkan suatu kenaikan di dalam tekanan intraokular.
Metode yang digunakan untuk mengukur tekanan bola mata tikus adalah dengan metode tidak langsung dengan menggunakan tonometer Schiotz. Tonometer Schiotz merupakan alat yang praktis dan sederhana. Pengukuran
19 tekanan bola mata dinilai secara tidak
langsung yaitu dengan teknik melihat daya tekan alat pada kornea, oleh karena itu dinamakan juga tonometri indentasi Schiotz. Dengan tonometer Schiotz dilakukan indentasi (penekanan) terhadap permukaan kornea.
Asetazolamid dipilih sebagai obat pembanding karena asetazolamid merupakan salah satu antiglaukoma yang terbukti efektif menurunkan tekanan bola mata. Obat ini berguna untuk pengobatan kronis glaukoma tetapi tidak digunakan untuk serangan akut. Untuk serangan akut, dipilih pilokarpin karena kerjanya yang cepat. Mekanisme kerja asetazolamid yang termasuk ke dalam golongan diuretik yaitu dengan menghambat enzim karbonik anhidrase pada tubuli proksimal dengan cara menghambat reabsorpsi bikarbonat. Enzim karbonik anhidrase banyak terdapat di mata, terutama pada bola mata. Pemberian penghambat enzim ini akan mengurangi kadar Na+ di cairan bola mata yang selanjutnya akan mengurangi jumlah cairan disertai penurunan tekanan intraokuler (Katzung, 2001).
Penurunan tekanan bola mata oleh ekstrak etanol daun kumis kucing berhubungan dengan khasiatnya sebagai diuretik. Terjadinya diuresis akan mengurangi cairan ekstrasel dan mengurangi kadar natrium di dalamnya termasuk di cairan bola mata. Potensi ekstrak etanol daun kumis kucing dalam menurunkan tekanan bola mata lebih kecil dibandingkan dengan asetazolamid dosis 4,5 mg/200 gbb. Oleh sebab itu,
mekanisme kerja ekstrak etanol daun kumis kucing harus diteliti lebih lanjut apakah memiliki mekanisme kerja yang sama dengan asetazolamid atau memiliki mekanisme kerja yang lainnya.
KESIMPULAN
Pemberian ekstrak etanol daun kumis kucing dapat menurunkan tekanan bola mata tikus glaukoma dengan dosis optimum sebesar 36 mg/200 gBB. Efek antiglaukoma ekstrak etanol daun kumis kucing lebih rendah dari efek asetazolamid pada dosis 4,5 mg/gbb.
DAFTAR PUSTAKA
Dalimartha S. 2003. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Jilid 2. Trubus Agriwidya. Jakarta. 126-130. Arief H. 2005. Tumbuhan Obat dan
Khasiatnya, Seri 2. Cetakan I. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta. 65.
Ilyas S. 1997. Glaukoma: Tekanan Bola Mata Tinggi. Balai Penerbitan FKUI. Jakarta. 3, 40-43.
Katzung BG. 2001. Farmakologi Dasar dan Klinik. Buku 1. Salemba Medika. Jakarta. 259-260.
Thomas N.S. 1992. Tanaman Obat
Tradisional 2. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. 9.
Rodjiman, dkk. 1984. Ilmu Penyakit Mata.
Airlangga University Press.
Surabaya. 139,141-142.
William C.S. 1987. Statistika untuk Biologi, Farmasi, Kedokteran, dan Ilmu yang Bertautan. Terjemahan: Suroso. Penerbit ITB. Bandung. 127-141.
20 LAMPIRAN
Tabel 1. Hasil penapisan fitokimia
No. Penapisan Fitokimia Jenis Ekstrak Kental 1. Alkaloid + 2. Flavonoid + 3. Tanin + 4. Saponin + 5. Steroid/Triterpenoid +
Tabel 2. Hasil karakterisasi ekstrak
No. Jenis Hasil
1. Bentuk Cair
2. Bau Khas
3. Rasa Khas
4. Warna Hijau legam
Tabel 3. Hasil pengukuran tekanan bola mata
Kelompok
Tekanan Bola Mata (mmHg)
Rata-rata (mmHg) ± SD Ulangan 1 2 3 4 5 Kontrol normal 16,9 16,5 16,5 16,5 15,1 16,30±0,69 Kontrol negatif 34,4 37,2 37,2 37,2 37,2 36,64±1,25 Kontrol positif 10,0 9,0 9,0 9,0 9,0 9,20±0,45 Dosis I (12 mg/200 gBB) 25,8 21,9 25,8 25,8 25,8 25,02±1,74 Dosis II (36 mg/200 gBB) 15,6 15,6 15,6 18,5 15,6 16,18±1,29 Dosis III (108 mg/200 gBB) 13,1 13,1 14,3 13,1 13,1 13,34±0,54