Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan
INDONESIA YANG BERDAULAT, MANDIRI DAN BERKEPRIBADIAN
BERLANDASKAN GOTONG ROYONG
Menghadirkan kembali negara untuk melindungi
segenap bangsa dan memberikan
rasa aman Membangun
Indonesia dari pinggiran
Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerak sektor-
sektor strategis ekonomi domestik
Membangun tata kelola pemerintahan
yang bersih, efektif, demokratis
dan terpercaya Melakukan
revolusi karakter bangsa Memperteguh
kebhinekaan dan memperkuat restorasi sosial Meningkatkan
produktivitas rakyat dan daya
saing di pasar Internasional Memperkuat kehadiran negara dalam melakukan reformasi sistem
dan penegakan hukum
Meningkatkan kualitas manusia
Gambar II.1 – Diagram Agenda Prioritas Menuju Pencapaian Visi Pembangunan Nasional Tahun 2015 - 2019 (Nawacita)
NAWACITA
L ANDASAN H UKUM
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-Pokok Agraria
Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang
Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa
UU No. 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.
UU No 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial
L ANDASAN H UKUM ( LANJUTAN …)
PP No. 6 tahun 2007 jo PP No. 3 tahun 2008 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan;
PP No. 28 tahun 2011 tentang Pengelolaan KSA dan KPA;
PP No. 45 tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan;
Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri RI, Menteri Kehutanan RI, Menteri Pekerjaan Umum RI dan Kepala Badan Pertanahan Nasional RI Nomor 79 Tahun 2014, Nomor PB.3/Menhut-II/2014, Nomor 17/PRT/M/2014 dan
Nomor 8/SKB/X/2014 Tentang Tata Cara Penyelesaian Penguasaaan Tanah di dalam Kawasan Hutan;
Permenhut No. P. 88/Menhut-II/2014 tentang Hutan Kemasyarakatan;
Permenhut No. P. 89/Menhut-II/2014 tentang Hutan Desa;
Permenhut No. P. 39/Menhut-II/2013 tentang Pemberdayaan Masyarakat Setempat Melalui Kemitraan Kehutanan;
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang
Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa
LANDASAN HUKUM (LANJUTAN …)
Permenhut No. P.55/Menhut-II/2011 jo No. P.31/Menhut-II/2013 tentang Tata Cara Permohonan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil
Hutan Kayu Pada Hutan Tanaman Rakyat dalam Hutan Tanaman;
dan
Permendagri No. 42 Tahun 2015 ttg Pelaksanaan Koordinasi
Penanganan Konflik Sosial
Konflik Tenurial Hutan adalah berbagai bentuk perselisihan atau pertentangan klaim
penguasaan, pengelolaan, pemanfaatan, dan penggunaan kawasan hutan
Tenure berasal kata dalam bahasa latin “tenere” yang mencakup arti memelihara, memegang atau memiliki. Land tenure berarti sesuatu yang dipegang dalam hal ini termasuk hak dan kewajiban dari pemangku lahan (“holding or possessing” = pemangkuan atau penguasaan).
Konflik adalah suatu tindakan salah satu pihak yang
berakibat menghalangi, menghambat, atau menggangu pihak
lain dimana hal ini dapat terjadi antar kelompok masyarakat
ataupun dalam hubungan antar pribadi(Antonius et al., 2002):
ISU KONFLIK
1.
KONFLIK/FRIKSI SOSIAL:
a. TAHUN 2014 TERDAPAT 40 kasus inkuiri nasional (komnas ham) b. INTENSITAS KONFLIK MENINGKAT: 369 kasus konflik agraria dgn
luas 1.281.660 ha melibatkan 139.874 KK th 2013, sebelumnya 198 kasus konflik agraria th 2012 (KONSORSIUM PEMBARUAN AGRARIA- KPA).-
2. KLAIM HUTAN (HAK) ADAT/ WILAYAH ADAT
+ 3,7 JUTA HA WILAYAH ADAT YG SEBAGIAN BERADA DLM KAWASAN HUTAN
3. KESENJANGAN PENGELOLAAN HUTAN
4. KESEJAHTERAAN RENDAH (KEMISKINAN DAN KELANGKAAN
PANGAN, PENDIDIKAN, KESENJANGAN PENGELOLAAN, AKSES
INFORMASI)
TIPOLOGI KONFLIK
1.Konflik masyarakat dengan Pemerintah
a.Klaim kawasan hutan
b.Perambahan kawasan hutan 2. Konflik masyarakat dengan perusahaan
3. Konflik antar pemegang izin
4. Konflik antar pemerintah
LINGKUP PENANGANAN KONFLIK
a.permohonan penanganan konflik tenurial kawasan hutan
b.pemetaan konflik tenurial kawasan hutan
c.penyelesaian konflik tenurial kawasan hutan d.monitoring dan evaluasi Penyelesaian konflik
tenurial kawasan hutan
PERMASALAHAN/KONFLIK DI KHDTK
• Penataan Batas Kawasan
• Penetapan/pengukuhan
• Okupasi KHDTK oleh masyarakat setempat yang merusak plot-plot penelitian
• Pengunjung yang tidak resmi sering mengunjungi KHDTK Kaliurang untuk Tracking dan Preweding atau KHDTK lainnya
• Illegal Logging
• Okupasi KHDTK oleh masyarakat setempat untuk perladangan dan perkebunan
• Dan lain-lain
latar belakang
KELEMBAGAAN PENANGANAN KONFLIK
1.
SEKRETARIAT PENGADUAN
2.
TIM INDEPENDEN PENANGANAN KONFLIK TENURIAL KAWASAN HUTAN (Tim IPKTKH) paling banyak 3 (tiga) orang dengan kompetensi ahli di bidang antropologi, hukum dan/atau sosial kemasyarakatan
3.
TIM ASESOR PENANGANAN KONLIK
TENURIAL KAWASAN HUTAN yg telah
mengikuti pendidikan pelatihan
pemetaan konflik
PENYELESAIAN KONFLIK
1. LITIGASI
2. NON LITIGASI (DIALOG/
NEGOSIASI, MEDIASI, ARBITRASE)
3. PENGAKUAN HAK
4. PERLUASAN AKSES
MELALUI PERHUTANAN
SOSIAL
TARGET PENANGANAN KONFLIK
1. Pemberian akses pemanfaatan/kemitraan
2. Penyelesaian ganti rugi sesuai kesepakatan kedua belah pihak baik melalui mediasi maupun pengadilan;
3. Pengambilan keputusan oleh Menteri LHK dengan mempertimbangkan kepentingan perlindungan lingkungan, serta keselamatan warga
4. Penerapan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku di Republik Indonesia
TATA CARA PERMOHONAN PENANGANAN KONFLIK
•
Perseorangan/Badan Hukum/MHA mengajukan permohonan
penanganan konflik tenurial
kawasan hutan kepada Menteri LHK melalui Sekretariat yang membidangi penanganan
pengaduan kasus LHK
•
Permohonan dapat dilakukan secara langsung maupun online dengan mengisi formulir
permohonan
•
Sekretariat menyampaikan kepada
Direktur Jenderal yang menangani
konflik tenurial
LANJUTAN
Dirjen membentuk Tim Independen
Penanganan konflik tenurial kawasan hutan (IPKTKH) yang bertugas menelaah data awal konflik dan melaporkan hasilnya kepada
Dirjen
Berdasarkan laporan IPKTKH, Dirjen membentuk Tim Asesor yang memiliki
sertifikat kompetensi, apabila belum tersedia Dirjen menetapkan Asesor Independen
Asesor bertugas berdasarkan pedoman
asesmen konflik tenurial kawasan hutan
PENYELESAIAN KONFLIK TENURIAL
•
Hasil asesmen disampaikan kepada Dirjen untuk dibahas oleh Tim IPKTKH dan dianalisis, dan
hasilnya disampaikan kepada Dirjen
•
Hasil analisis Tim mengusulkan penyelesaian melalui:
•
a. Penegakan hukum, Dirjen melapor ke Menteri
•
b. Perhutanan sosial, Dirjen menugaskan Tim IPKTKH untuk melakukan fasilitasi
penyelesaian konflik
•
c. Mediasi, Dirjen menunjuk mediator yang bersertifikat
•
Dalam hal penyelesaian melalui Perhutanan Sosial, dokumen yang ada dapat digunakan sebagai dasar pengembalian hutan adat,
penerbitan hak kelola Hutan Desa, Izin Hutan
Kemasyarakat, Izin Hutan Tanaman Rakyat dan
Kemitraan Kehutanan
SKEMA - SKEMA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PERHUTANAN SOSIAL
Hutan Tanaman Rakyat (HTR): P.55/Menhut- II/2011
Hutan Kemasyarakatan (HKm):P.88/Menhut- II/2014
Hutan Desa (HD):P.89/Menhut-II/2014
Kemitraan
Kemitraan Berdasarkan P. 39/Menhut-II/2013 Tentang Pemberdayaan Masyarakat Setempat Melalui Kemitraan Kehutanan, Dalam Pasal (6 )
ayat (1 ) menyatakan bahwa Kemitraan merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh Pengelola Hutan (BUMN/BUMD/KHDTK), Pemegang Izin
dan KPH.
PERMENHUT N O . P.39/MENHUT-II/2013
Maksud pemberdayaan masyarakat melalui kemitraan: Pengembangan kapasitas dan memberikan akses
masyarakat setempat dalam rangka kerjasama dengan Pemegang izin, Pengelola Hutan dan KPH
Tujuan: Terwujudnya masyarakat
setempat untuk mendapatkan manfaat secara langsung, melalui penguatan
kapasitas dan pemberian akses, ikut
serta dalam mewujudkan pengelolaan
hutan lestari
R UANG L INGKUP K EMITRAAN
Pelaku Kemitraan Kehutanan
Fasilitasi
Pelaksanaan Kemitraan Kehutanan
Pembinaan dan Pengendalian
Insentif
PRINSIP-PRINSIP KEMITRAAN KEHUTANAN
Kesepakatkan
Kesetaraan
Saling Menguntungkan
Lokal spesifik
Kepercayaan
Transparansi
Partisipasi
PERSYARATAN - PERSYARATAN
Luasan Area Kemitraan Kehutanan paling luas 2 (dua) Ha, untuk setiap keluarga
Bermitra untuk memungut hasil hutan bukan kayu (HHBK), pernyataan di atas tidak berlaku
Masyarakat setempat calon mitra Pengelola Hutan dan pemegang izin harus memenuhi persyaratan:
a. Masyarakat setempat yang berada di dalam/sekitar hutan
b. Masyarakat setempat lintas desa ditetapkan oleh Camat/lembaga adat setempat
c. Mata pencaharian pokok tergantung pada lahan garapan/pungutan hasil
d. Mempunyai potensi untuk pengembangan
usaha
VERIFIKASI DAN PENETAPAN
FASILITASI: oleh Dirjen/Kepala Badan/Ka Dinas
Fasilitasi meliputi: sosialisasi, pembentukan kelompok, pembangunan/penguatan
kelembagaan, pelaksanaannya dapat dibantu oleh LSM, Perguruan Tinggi, Penyuluh
Kehutanan, Penyuluh Kehutanan Swasta dll
Area Kemitraan: areal konflik dan areal yang berpotensi konflik serta memiliki potensi
menjadi sumber penghidupan
Fasilitasi terbangunya kesepakatan bentuk-
bentuk kemitraan
TATA CARA PELAKSANAAN KEMITRAAN KEHUTANAN
UPT Eselon I terkait bersama Dinas Provinsi/
Kabupaten yang membidangi kehutanan melakukan fasilitasi terbangunya
kesepakatan kemitraan antara pengelola hutan dengan masyarakat setempat
Kesepakatan tersebut dituangkan dalam naskah kemitraan kehutanan, selanjutnya dituangkan dalam naskah perjanjian yang ditandatangani oleh Pengelola Hutan dan
masyarakat serta diketahui oleh Kepala Desa/
Camat/Lembaga Adat dan pejabat kehutanan setempat
Tata cara penyusunan naskah kemitraan
kehutanan dan naskah perjanjian sebagai
berikut
PEMBINAAN DAN PENGENDALIAN
Pengelola Hutan melaporkan kepada Ka Dishut
Kabupaten - Ka Dishut Provinsi -> Menteri LHK (6 bulan sekali)
Pembinaan dan pengendalian untuk menjamin
terselenggaranya kemitraan kehutanan yang efektif
Pembinaan meliputi: bimbingan, pelatihan, arahan dan supervisi
Pengendalian: melakukan monitoring dan evaluasi
INSENTIF, SANKSI DAN PENDANAAN
INSENTIF: Pengelola, Pemegang Izin dan KPH yang telah melaksanakan kemitraan kehutanan dapat diberikan insentif sesuai peraturan perundang-undangan
SANKSI : Pengelola, Pemegang Izin dan KPH yang tidak melaksanakan kemitraan
kehutanan diberikan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan
PENDANAAN : Biaya fasilitasi, pembinaan dan pengendalian dibebankan pada APBN, APBD dan sumber lainya yg tidak mengikat
Biaya pelaksanaan kemitraan menjadi
tanggungjawab Pengelola dan swadaya
masyarakat
26