• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu sumber dari pendapatan di Indonesia sendiri adalah berasal dari pajak. Pajak memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan negara, khususnya dalam melaksanakan pembangunan, karena pajak merupakan pendapatan nasional yang paling potensial dan menempatkan persentase tertinggi dalam anggaran Indonesia dibandingkan dengan pendapatan lain (www.pajak.go.id) . Pemerintah menginginkan pajak yang tinggi karena pajak adalah salah satu sumber penerimaan penting yang digunakan untuk membiayai pengeluaran negara, baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan. Sebaliknya, perusahaan menginginkan pajak yang rendah karena pajak menjadi beban yang dapat mengurangi laba bersih perusahaan (Suandy, 2016).

Berdasarkan dua sudut pandang yang berbeda antara pihak pemerintah dengan perusahaan,menyebabkan adanya indikasi perusahaan untuk melakukan penghindaran pajak, karena perusahaan menginginkan laba yang tinggi sedangkan pajak merupakan beban yang akan menurunkan tingkat laba didalam perusahaan. Banyaknya perusahaan yang cenderung melakukan penghindaran pajak (tax avoidance) disebabkan sistem pajak di Indonesia memberikan wewenang kepada wajib pajak untuk menghitung, membayar, dan melaporkan seluruh pajak yang menjadi kewajibannya yang sering disebut sebagai self assesment system (Supadmi, 2009). Penerapan self assessment system diatur dalam Undang-Undang perpajakan pasal 12. Penerapan Undang- Undang ini akan memberikan kesempatan bagi perusahaan untuk mengurangi jumlah pajak yang harus dibayarkan kepada negara (Astuti dan Aryani, 2016)

(2)

Tabel 1.1

Penerimaan Negara Tahun 2015-2018 (Dalam Miliar Rupiah) Sumber

penerimaan

2015 2016 2017 2018

Penerimaan

perpajakan Rp 1.240.418 Rp 1.539.166 Rp 1.495.893 Rp 1.548.485 Penerimaan

bukan pajak Rp 255.628 Rp 245.083

Rp 311.216 Rp. 349.158 Jumlah Rp 1.496.046 Rp 1.784.249 Rp 1.807.109 Rp 1.897.616 Sumber :https://www.bps.go.id/

Berdasarkan dari Tabel 1.1 membuktikan bahwa peranan yang berasal dari penerimaan pajak setiap tahunnya sangat dominan dan merupakan pemasukan negara yang paling besar jika dibandingkan dengan penerimaan bukan pajak.

Hal tersebut menunjukkan bagaimana pemerintah sangat bergantung pada penerimaan perpajakan sebagai sumber pendanaan bagi perekonomian negara, dan dipelukan langkah untuk bisa mengoptimalkan penerimaan yang berasal dari pajak, untuk terwujudnya suatu percepatan pembangunan nasional.

Namun upaya untuk mengoptimalkan penerimaan pajak ini mengalami banyak kendala, salah satunya adalah adanya aktivitas penghindaran pajak atau biasa disebut tax avoidance.

Penghindaran pajak (tax avoidance) adalah suatu upaya yang dilakukan untuk menghindari pajak secara legal atau tidak melanggar peraturan perpajakan. Dilakukan oleh wajib pajak dengan berusaha mengurangi jumlah pajak dengan mencari kelemahan-kelemahan atau grey area dalam regulasi (Praditasari dan Setiawan, 2017). Fenomena mengenai kasus tax avoidance pada sektor property, real estate dan konstruksi bangunan berasal dari PPh Final pasal 4 ayat 2 dan yang berasal dari pajak pertambahan nilai (PPN), sedangkan pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah berasal dari bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) sebesar 5%. Direktorat Jenderal Pajak menemukan adanya suatu potencial loss (potensi kehilangan)

(3)

berasal dari penerimaan pajak yang disebabkan tidak dilaporkannya transaksi yang sebenarnya, hal tersebut terjadi karena pajak yang dibayarkan menggunakan transaksi berbasis nilai jual objek pajak (NJOP) bukan yang berbasiskan transaksi sebenarnya. Pertumbuhan realisasi penerimaan pajak dari sektor property, real estate dan building construction yang mengalami pertumbuhan yang positif namun pertumbuhan tersebut melambat dari tahun 2017 ke tahun 2018. Hal ini tidak selaras dengan pertumbuhan ekonomi pada perusahaan tersebut yang menunjukkan kenaikan pertumbuhan di awal tahun 2018 dan pertumbuhan tersebut tidak diikuti meningkatnya effective taxes rate.

Penghindaran pajak (tax avoidance) menggambarkan adanya hubungan antara principal (pemilik) dan agent (manajer) dalam teori keagenan. Pada teori agensi hubungan keagenan muncul ketika seseorang (principal) mempekerjakan orang lain (agent) untuk memberikan wewenangnya dalam pengambilan keputusan kepada agent (Jensen dan Meckling, 1979). Dalam teori agensi terdapat konflik kepentingan antara manajemen (agent) dan pemilik/pemegang saham (principal) ketika manajer menginginkan laba yang tinggi namun pembayaran pajak lebih rendah, sedangkan pemegang saham menghindari perilaku penghindaran pajak karena perilaku ini dapat menimbulkan risiko bagi perusahaan.

Beberapa faktor yang memengaruhi praktik tax avoidance diantaranya karakter eksekutif yang dapat tercemin pada risiko perusahaan. Praktik tax avoidance pada perusahaan cenderung dilakukan berdasarkan kebijakan perusahaan yang diambil oleh seorang pimpinan sebagai pengambil keputusan.

Pemimpin perusahaan biasanya memiliki dua karakter, yaitu risk taker dan risk averse. Pemimpin perusahaan yang memiliki karakter risk taker dan risk averse tercermin pada besar kecilnya risiko perusahaan yang Budiman dan Setiyono (2012). Menurut Coles et al. (2006) menyatakan bahwa risiko perusahaan (corporate risk) merupakan cermin dari policy yang diambil oleh pemimpin perusahaan. Policy yang diambil pimpinan perusahaan bisa mengindikasikan apakah mereka memiliki karakter risk taker atau risk averse. Semakin tinggi corporate risk maka eksekutif akan semakin memiliki karakter risk taker,

(4)

demikian juga semakin rendah corporate risk maka eksekutif akan memiliki karakter risk averse. Pimpinan perusahaan sebagai pihak pengambil keputusan seringkali terlibat dalam kegiatan penghindaran pajak (tax avoidance) di mana perilaku ini dapat menimbulkan polemik dalam perusahaan. Namun faktanya pimpinan perusahaan memiliki pengaruh dalam pengambilan keputusan, tidak terkecuali keputusan untuk melalukan tax avoidance. Penelitian terkait karakter eksekutif dilakukan oleh Budiman dan Setiyono (2012)yang menunjukkan bahwa karakter eksekutif secara signifikan memiliki pengaruh positif terhadap penghindaran pajak. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Rangkuti et al. (2014) menunjukkan bahwa karakter eksekutif memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap penghindaran pajak (tax avoidance).

Faktor selanjutnya adalah pertumbuhan penjualan. Peran pertumbuhan penjualan (sales growth) dalam suatu perusahaan dapat dikatakan sangat penting untuk manajemen modal kerja dan bagi kelangsungan suatu perusahaan. Hal tersebut disebabkan semakin tinggi tingkat penjualan suatu perusahaan akan menggambarkan semakin baik pula kinerja dari perusahaan, apabila semakin rendah tingkat penjualan suatu perusahaan maka hal tersebut menunjukkan buruknya kinerja perusahaan tersebut. Menurut Dewinta dan Setiawan (2016) penjualan yang semakin meningkat dapat mengakibatkan perusahaan memeroleh profit yang lebih tinggi, yang mana akan menyebabkan pembayaran pajak juga turut meningkat, oleh karena itu perusahaan akan cenderung untuk melakukan praktik tax avoidance. Berdasarkan penelitian terkait dengan pertumbuhan penjualan yang dilakukan oleh (Oktamawati, 2019) yang menyatakan bahwa pertumbuhan penjualan berpengaruh terhadap tax avoidance. Namun hasil tersebut berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh (Swingly dan Sukartha, 2015) menunjukkan bahwa pertumbuhan penjualan (sales growth) tidak berpengaruh terhadap tax avoidance.

Faktor selanjutnya adalah ukuran perusahaan, menurut Hormati (2009) ukuran perusahaan adalah sebagai skala atau nilai yang dapat mengklasifikasikan suatu perusahaan ke dalam kategori besar atau kecil, berdasarkan total asset, log size, nilai pasar saham, rata-rata tingkat penjualan,

(5)

dan jumlah penjualan. Semakin besar total aset mengindikasikan semakin besar pula ukuran perusahaan tersebut. Menurut Rego (2003), semakin besar ukuran perusahaannya, maka transaksi yang dilakukan akan semakin kompleks, sehingga memungkinkan perusahaan untuk memanfaatkan celah-celah yang ada untuk melakukan tindakan tax avoidance dari setiap transaksi. Selain itu perusahaan yang beropersi lintas negara memiliki kecenderungan untuk melakukan tindakan tax avoidance yang lebih tinggi dibandingkan perusahaan yang beroperasi lintas domestik, karena mereka bisa melakukan transfer laba ke perusahaan yang berada di lain negara, dimana negara tersebut memungut tarif pajak yang lebih rendah dibandingkan negara lainnya. Penelitian terkait ukuran perusahaan dilakukan oleh Jasmine dan Paulus (2017) menunjukkan hasil bahwa ukuran perusahaan berpengaruh terhadap penghindaran pajak (tax avoidance). Namun pada penelitian yang dilakukan oleh Cahyono et al. (2016) menunjukkan hasil yang berbeda bahwa ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap tax avoidance.

Objek penelitian ini menggunakan perusahaaan sektor property, real estate, dan konstruksi bangunan periode 2017-2018. Alasan pemilihan perusahaan sektor property, real estate, dan konstruksi bangunan karena pada sektor ini mengalami perkembangan yang cukup pesat (Kontan.co.id, 2019).

Perkembangan pada sektor ini merupakan imbas dari adanya pembangunan infrastruktur sehingga mampu menarik investor untuk menginvestasikan dananya kepada perusahaan tersebut, dan mendorong kegiatan di berbagai sektor ekonomi, memengaruhi perkembangan sektor keuangan, serta berdampak pada pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja. Namun dengan berkembangnya sektor property, real estate, dan konstruksi bangunan tidak diimbangi dengan meningkatnya effective taxes rate (Hanafi dan Harto, 2014).

Penelitian ini dilakukan mengacu pada penelitian terdahulu yaitu yang dilakukan Rizki dan Fuadi (2019). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah sebagai berikut:

1. Pengukuran variabel dependen yaitu tax avoidance pada penelitian sebelumnya menggunakan rumus ETR (Effective Tax Rate) namun pada

(6)

penelitian kali ini tax avoidance diproksikan dengan rumus Cash Effective Tax Rate karena dapat menunjukkan pajak yang benar-benar telah dibayar.

2. Populasi dari sampel yang digunakan pada penelitian sebelumnya adalah perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama tahun 2010-2014, sedangkan pada penelitian kali ini populasi dari sampel merupakan perusahaan property, real estate, dan konstruksi bangunan untuk periode 2017 sampai dengan 2018.

Berdasarkan hal-hal tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Pengaruh karakter eksekutif, pertumbuhan penjualan dan ukuran perusahaan Terhadap Tax Avoindance (Studi empiris pada perusahaaan sektor property, real estate, dan konstruksi bangunan tahun 2017-2018)”

B. Rumusan Masalah

1. Apakah karakter eksekutif berpengaruh terhadap tax avoidance pada perusahaan sektor property, real estate, dan konstruksi bangunan?

2. Apakah pertumbuhan penjualan berpengaruh terhadap tax avoidance pada perusahaan sektor property, real estate, dan konstruksi bangunan?

3. Apakah ukuran perusahaan berpengaruh terhadap tax avoidance pada perusahaan sektor property, real estate, dan konstruksi bangunan?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk membuktikan secara empiris pengaruh karakter eksekutif terhadap tax avoidance pada perusahaan sektor property, real estate, dan konstruksi bangunan.

2. Untuk membuktikan secara empiris pengaruh pertumbuhan penjualan terhadap tax avoidance pada perusahaan sektor property, real estate, dan konstruksi bangunan.

3. Untuk membuktikan secara empiris pengaruh ukuran perusahaan terhadap tax avoidance pada perusahaan sektor property, real estate, dan konstruksi bangunan.

(7)

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan mampu memberikan kontribusi bagi ilmu akuntansi khususnya di bidang perpajakan,dan menambah informasi maupun wawasan dalam pengaruh karakter eksekutif, pertumbuhan penjualan, ukuran perusahaan terhadap tax avoidance pada perusahaan property, real estate dan konstruksi bangunan yang terdaftar pada BEI periode 2017-2018. Selain itu penelitian ini dapat dijadikan referensi maupun acuan untuk penelitian yang akan datang mengenai penghindaran pajak (Tax Avoidance).

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dan perbandingan untuk penelitian selanjutnya dan memberikan manfaat kepada pihak-pihak yang berkepentingan khususnya Direktorat Jenderal Pajak agar dapat membuat suatu regulasi yang lebih baik terkait praktik penghindaran pajak.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat dan menambah wawasan ilmu pengetahuan di bidang perpajakan khususnya dalam hal sosialisasi perpajakan, pelayanan fiskus, pelaksanaan

Ketiga pendekatan baru untuk menuju ketahanan pangan Indonesia berkelanjutan, strategi umum pembangunan ketahanan pangan adalah untuk: (1) mengembangkan kapasitas

Secara umum keselamatan kerja dapat dikatakan sebagai ilmu dan penerapannya yang berkaitan Secara umum keselamatan kerja dapat dikatakan sebagai ilmu dan

Rijken mengatakan bahwa klausula eksonerasi adalah klausul yang dicantumkan di dalam suatu perjanjian dengan mana satu pihak menghindarkan diri untuk memenuhi

Tunjukkan bahwa cadangan yang diperlukan dengan menggabung 2 perusahaan asuransi adalah selalu kurang dari cadangan dari 2 perusahaan terpisah jika tingkat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan dan wawasan akademik bagi pengembangan ilmu pengetahuan dalam bidang perpajakan terutama yang

Penguatan kapasitas kelembagaan akan terarah pada adanya tata aturan yang mengikat seluruh anggota (one for all). Menurut pasal 2 Peraturan Menteri Desa No. 4 tahun 2015

Diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan informasi baik bagi kalangan akademis untuk menambah wawasan dalam bidang ilmu hukum, khususnya yang berkaitan dengan