• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGETAHUAN GURU TENTANG PENGGUNAAN KIT IPA DI SEKOLAH DASAR SE- KECAMATAN TAPA KABUPATEN BONE BOLANGO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGETAHUAN GURU TENTANG PENGGUNAAN KIT IPA DI SEKOLAH DASAR SE- KECAMATAN TAPA KABUPATEN BONE BOLANGO"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PENGETAHUAN GURU TENTANG PENGGUNAAN KIT IPA DI SEKOLAH DASAR SE- KECAMATAN TAPA

KABUPATEN BONE BOLANGO

GamarAbdullah

Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar FIP Universitas Negeri Gorontalo ABSTRAK

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, dimana ketersediaan KIT IPA sebagai media pembelajaran merupakan faktor penunjang keberhasilan proses pembelajaran IPA. Guru sebagai tenaga pendidik harus mempunyai pengetahuan dalam menggunakannya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat pengetahuan guru tentang penggunaan KIT IPA pada (1) dimensi fakta; (2) dimensi istilah; (3) dimensi konsep; (4) dimensi prosedur, dan (5) dimensi prinsip. Penelitian ini dilaksanakan di SD se-Kecamatan Tapa Kab. Bone Bolango pada bulan Januari-April 2012.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah instrumen yaitu tes pengukuran pengetahuan guru tentang penggunaan KIT IPA. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengetahuan guru SD se- Kecamatan Tapa tentang penggunaan KIT IPA masih perlu ditingkatkan, hal ini ditunjukkan oleh rata- rata hasil tes pengetahuan guru masih dalam kategori cukup yaitu 64.35. Dari kelima dimensi pengetahuan guru, yaitu fakta, istilah, konsep, prosedur dan prinsip, dimensi istilah yang memiliki nilai rata-rata yang paling rendah yaitu 58.65, kemudian disusul oleh dimensi prinsip yaitu 61.70. Dimensi prosedur memiliki nilai rata-rata 63.74 dan hanya dimensi fakta dan konsep yang memiliki nilai di atas rata-rata masing-masing yaitu 71.93 dan 76.61.

Kata kunci: pengetahuan, media pembelajaran, KIT IPA PENDAHULUAN

Pendidikan bangsa tidak lepas dari peran besar seorang guru. Guru adalah salah satu faktor menentukan dalam konteks meningkatkan mutu pendidikan dan menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas karena guru adalah garda terdepan yang berhadapan langsung dan berinteraksi dengan peserta didik dalam proses pembelajaran. Mutu pendidikan yang baik dapat dicapai dengan guru yang profesional dengan segala kompetensi yang dimiliki. Dengan lahirnya Undang-undang RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen, Pemerintah Republik Indonesia dengan sangat jelas memberi perhatian tinggi untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui peningkatan mutu guru. Guru yang bermutu dalam pengertian undang-undang tersebut adalah guru yang mempunyai empat kompetensi, yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial.

Terciptanya “meaningful learning experience” atau suatu pengalaman belajar yang bermakna sebagai hasil dari suatu kegiatan pembelajaran ini tidak terlepas dari peran media terutama dari kedudukan dan fungsinya. Media pembelajaran bermanfaat untuk melengkapi, memelihara dan bahkan meningkatkan kualitas dan proses pembelajaran, meningkatkan hasil belajar, aktivitas dan motivasi belajar peserta didik. Pemanfaatan media dalam proses belajar mengajar ini sangatlah penting dilaksanakan pada tingkat SD sebab pada masa ini peserta didik masih berfikir kongkrit, belum mampu berpikir abstrak.

Beberapa temuan penting dari berbagai riset antara lain bahwa keterampilan dan pengetahuan guru cenderung berpengaruh besar terhadap prestasi peserta didik dibanding dengan variabel lain seperti pengalaman guru, ukuran kelas, dan rasio guru-peserta didik. Penguasaan materi dan keterampilan mengajarkan materi akan menentukan keberhasilan peningkatan mutu pembelajaran peserta didik (Yarmani, 2003:176). Pengetahuan dan keterampilan guru merupakan syarat utama yang diperlukan dalam menggunakan media pada pembelajaran. Nilai dan manfaat yang diharapkan bukan pada medianya, tetapi dampak dari penggunaan media oleh guru terhadap peserta didik, tidak hanya pada saat proses pembelajaran tetapi juga pada saat terjadinya interaksi belajar peserta didik dengan lingkungannya (Sudjana, 2007: 6).

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau Sains merupakan salah satu mata pelajaran di Sekolah Dasar (SD) yang dalam pembelajarannya memerlukan penyampaian konsep dengan benar juga membutuhkan penerapan keterampilan proses dan pembuktian bagi peserta didik. Sampai saat ini, konten sains bagi kebanyakan guru diberikan melalui metode ceramah dan kegiatan pembuktian di laboratorium, dengan sedikit fokus terhadap pemberian pengalaman dalam melakukan penelitian atau aplikasi IPA dalam konteks teknologi. Guru IPA SD hendaknya memiliki kompetensi dalam melangsungkan pembelajaran yang menitikberatkan pada kegiatan observasi dan mendeskripsikan

(2)

kejadian, memanipulasi objek dan sistem, serta melakukan identifikasi terhadap pola yang ada di alam yang berhubungan dengan cakupan bidang studi IPA. Guru-guru ini juga harus melibatkan peserta didik dalam memanipulasi kegiatan yang mengarahkan pada pengembangan konsep melalui kegiatan investigasi dan analisis terhadap pengalaman.

Dari hasil pengamatan peneliti, salah satu kelemahan pembelajaran IPA pada kebanyakan SD selama ini adalah bahwa pembelajaran tersebut lebih menekankan pada penguasaan sejumlah fakta dan konsep, dan kurang memfasilitasi peserta didik agar memiliki hasil belajar yang komprehensif. Pembelajaran IPA masih lebih menekankan pada penguasaan sejumlah konsep dan kurang menekankan pada penguasaan kemampuan dasar kerja ilmiah atau keterampilan proses IPA.

Pembelajaran IPA yang baik salah satunya ditunjang dengan penggunaan KIT IPA.

Komponen Instrumen Terpadu (KIT) IPA adalah istilah untuk alat peraga atau alat yang digunakan untuk percobaan dalam pembelajaran IPA di SD. Ketersediaan KIT IPA sebagai media pembelajaran merupakan faktor penunjang keberhasilan proses pembelajaran IPA. Hal ini juga dapat dilihat dari analisis standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran IPA di SD diperoleh bahwa kurang lebih 60% materi pembelajaran yang dapat dibelajarkan dengan bantuan KIT IPA. Tetapi tidak langsung berhenti di situ. Guru sebagai tenaga pendidik harus mempunyai kemampuan dasar dalam merencanakan dan melaksanakan suatu proses pembelajaran dengan menggunakan peralatan tersebut. Disamping itu, diperlukan juga pengetahuan dan keterampilan guru dalam menggunakan media pembelajaran IPA tersebut.

Pengetahuan guru tentang punggunaan KIT IPA akan memungkinkan intensitas penggunaan media pembelajaran tersebut meningkat. Guru yang paham akan cenderung menggunakan peralatan tersebut dalam menunjukkan fakta serta membangun konsep IPA pada peserta didik selama proses pembelajaran. Dengan demikian, siswa akan lebih mudah dan terbuka menerima konsep baru yang dijelaskan oleh gurunya. Sebaliknya, guru yang tidak bisa menggunakan KIT IPA, tentunya tidak dapat memberdayakan media tersebut dalam proses pembelajaran. Padahal, peralatan tersebut telah tersedia di sekolah masing-masing. KIT IPA seakan-akan hanya menjadi pajangan saja. KIT IPA tidak dapat diberdayakan dengan baik sesuai dengan tujuan awal pembuatannya.

Sekarang ini pihak pemerintah telah mengadakan KIT IPA, bahkan telah menatar sebagian guru kelas SD tentang bagaimana menggunakan media tersebut. Namun demikian, masih banyak guru yang belum menggunakan bahkan belum mengetahui cara penggunaan media pembelajaran IPA tersebut. Seperti di Kecamatan Tapa Kabupaten Bone Bolango, guru-guru yang telah dilatih mengunakan KIT IPA baru mencapai 31.58 %.

Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai tingkat pengetahuan guru tentang penggunaan KIT IPA di SD se-Kecamatan Tapa Kabupaten Bone Bolango. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat pengetahuan guru tentang penggunaan KIT IPA pada (1) dimensi fakta; (2) dimensi istilah; (3) dimensi konsep; (4) dimensi prosedur dan (5) dimensi prinsip. Pembagian dimensi pengetahuan ini mengacu pada Merril (1983: 285).Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi peningkatan mutu pembelajaran di SD khususnya pada mata pelajaran IPA.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian ini dilaksanakan di seluruh SD yang berada Kecamatan Tapa Kabupaten Bone Bolango. Proses penelitian ini diselesaikan dalam empat bulan, yaitu Januari-April 2012. Sumber data pada penelitian ini adalah seluruh guru kelas, termasuk kepala sekolah dan tidak termasuk guru mata pelajaran Pendidikan Agama dan Pendidikan Jasmani yang berjumlah 57 orang guru yang tersebar pada 8 (delapan) SD di Kecamatan Tapa Kab. Bone Bolango. Dari hasil observasi awal, telah diketahui komposisi guru-guru tersebut yang meliputi usia, masa kerja dan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Gambar 1.

(3)

Gambar 1. Komposisi subjek penelitian meliputi usia, masa kerja dan tingkat pendidikan

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data deskriptif tentang pengetahuan guru dalam menggunakan KIT IPA di SD. Data ini diperoleh dengan menggunakan instrumen tes untuk mengukur tingkat pengetahuan guru tersebut. Menurut Arikunto (2005: 342), kualitas pengetahuan pada masing-masing tingkat pengetahuan dapat dilakukan dengan kriteria, yaitu (1) tingkat pengetahuan (76 – 100%); (2) tingkat pengetahuan cukup (56 – 75%) dan tingkat pengetahuan kurang (< 56%).Data dianalisis dengan pendekatan induktif. Teknik analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi 3 (tiga) cara yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.

HASIL

Instrumen tes pengetahuan dibagi menjadi 5 (lima) dimensi yaitu (1) fakta, (2) istilah, (3) konsep, (4) prosedur dan (5) prinsip. Fakta adalah asosiasi antara objek, peristiwa atau simbol yang ada atau mungkin ada di dalam lingkungan riil atau imajinasi. Konsep adalah sekelompok objek, peristiwa atau simbol yang memiliki karakteristik umum dan sama dan diidentifikasi dengan nama yang sama. Pengalaman indrawi dalam berhadapan dengan lingkungan sekitar dan kegiatan pikiran dalam mengolah informasi tentang lingkungan sekitar menghasilkan gagasan atau ide yang merupakan isi dari kegiatan mengetahui dan konsep merupakan salah satu bentuk gagasan.

Prosedur adalah langkah yang ditempuh untuk mencapai tujuan, memecahkan masalah tertentu atau membuat sendiri. Sedangkan prinsip adalah hubungan sebab akibat antara konsep-konsep. Berikut ini akan dipaparkan hasil tes pengetahuan guru yang mencakup hal-hal tersebut di atas.

Deskripsi Data Penelitian

Hasil penelitian telah memaparkan tingkat pengetahuan guru pada masing-masing dimensi pengetahuan yaitu fakta, istilah, konsep, prosedur dan prinsip. Berikut ini akan dipaparkan hasil tes pengetahuan guru yang mencakup hal-hal tersebut di atas.

0 10 20 30 40 50 60 70

21 – 30 31 – 40 41 – 50 50 –60 1 – 10 11 – 20 21 – 30 31 – 40 D-II S1 Rentang usia Rentang masa kerja Tingkat

Pendidikan

P er sen tase (% )

(4)

Gambar 2. Grafik tingkat pengetahuan guru tentang penggunaan KIT IPA ditinjau dari dimensi pengetahuan

Jika dibandingkan antara kelima dimensi pengetahuan guru, yaitu fakta, istilah, konsep, prosedur dan prinsip maka akan dihasilkan Gambar 2 seperti di atas. Di antara kelima dimensi tersebut, dimensi istilah yang memiliki nilai rata-rata yang paling rendah yaitu 58.65, kemudian disusul oleh dimensi prinsip yaitu 61.70. Dimensi prosedur memiliki nilai rata-rata 63.74 dan hanya dimensi fakta dan konsep yang memiliki nilai di atas rata-rata (64.35) masing-masing yaitu 71.93 dan 76.61. Dari perolehan nilai tersebut dapat disimpulkan bahwa, pengetahuan guru tentang penggunaan KIT IPA yang termasuk pada kategori baik adalah dimensi konsep. Sedangkan berdasarkan kategori penilaian, empat dimensi pengetahuan yang lain, yaitu fakta, istilah, prosedur dan prinsip termasuk dalam kategori cukup.

Hasil tes pengetahuan guru yang telah dijaring dengan instrumen secara keseluruhan diperoleh bahwa nilai rata-rata pengetahuan guru adalah 64.35. Jika menurut kriteria yang dikemukakan oleh Arikunto (2005: 342), rata-rata pengetahuan guru tentang penggunaan KIT IPA adalah pada kategori cukup. Grafik pada Gambar 3 menunjukkan tingkat pengetahuan guru mengenai penggunaan KIT IPA. Sebanyak 10 orang guru atau 17.54 % guru mempunyai pengetahuan yang kurang, 37 orang guru atau 64.91 % guru memiliki pengetahuan yang cukup dan sisanya yaitu 10 orang atau 17.54 % guru memiliki pengetahuan yang baik. Hal ini dapat menunjukkan seberapa besar tingkat pengetahuan guru dalam menggunakan KIT IPA. Kenyataan ini menunjukkan bahwa pengetahuan guru tentang penggunaan KIT IPA masih perlu ditingkatkan

.

Gambar 3. Grafik tingkat pengetahuan guru tentang penggunaan KIT IPA di SD se-Kecamatan Tapa (Keterangan: baik 76-100%, cukup 56-75%, dan kurang < 56%)

0 20 40 60 80 100

Fakta Istilah Konsep Prosedur Prinsip 71,93

58.64

76,61

63,74 61,70

Nilai rta-rata

Dimensi Pengetahuan

0 10 20 30 40 50 60 70

Baik Cukup Kurang

17,54

64,91

17,54

Jumlah guru (%)

Kriteria Penilaian

(5)

PEMBAHASAN

Penggunaan KIT IPA dalam pembelajaran akan sangat membantu peserta didik karena mata pelajaran ini berhubungan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan proses penemuan. Dengan penggunaan KIT IPA dalam proses pembelajaran akan lebih menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah.

Pembelajaran IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. Karena lebih menekankan pada pemberian pengalaman belajar ataupun pembelajaran inkuiri yang melibatkan keterampilan proses IPA maka kehadiran KIT IPA dalam pembelajaran sangat penting. Namun, tidak cukup sampai di situ, pengetahuan guru tentang penggunaan KIT IPA adalah jauh penting.

Guru-guru di SD se-Kecamatan Tapa Kabupaten Bone Bolango masih bertindak sebagai guru kelas atau belum bertindak sebagai guru mata pelajaran seperti halnya pada mata pelajaran agama dan pendidikan jasmani. Sebagaimana diketahui, guru kelas seharusnya memiliki pengetahuan yang komprehensif tentang mata pelajaran atau materi apa saja yang akan diajarkan.

Begitupun khususnya dengan mata pelajaran IPA. Guru kelas hendakknya mempunyai kompetensi dalam membelajarkan IPA diantaranya adalah kemampuan menggunakan KIT IPA sebagai alat peraga dalam membelajarkan IPA.

Tidak hanya sampai di situ, guru-guru SD yang ada di Kecamatan Tapa sebagaian besar sudah berusia di atas 40 tahun dan memiliki masa kerja di atas 20 tahun. Idealnya, dengan umur dan masa kerja tersebut, guru-guru telah memiliki banyak pengalaman dalam dunia pendidikan seperti bagaimana proses pembelajaran yang baik dapat dilaksanakan. Kemungkinan yang terjadi di lapangan berkaitan dengan umur berkaitan erat dengan kesegaran ilmu yang diperoleh guru-guru tersebut. Khususnya untuk mata pelajaran IPA yang ilmunya terus berkembang, pengetahuan guru- guru tersebut perlu disegarkan kembali, seperti dengan mengikutkan mereka pada kegiatan pelatihan.

Hasil tes pengetahuan guru dalam menggunakan KIT IPA ini secara umum dapat memberi gambaran bagaimana pengetahuan guru itu sendiri khususnya pada mata pelajaran IPA. Tingkat pendidikan guru ternyata bisa membedakan tingkat pengetahuan guru tentang penggunaan KIT IPA.

Jika ditinjau dari tingkat pendidikan guru, terdapat perbedaan rata-rata nilai yang diperoleh guru.

Jumlah guru yang berpendidikan Diploma II (DII) yang berjumlah 33 orang dan guru yang berpendidikan Strata 1 (S1) berjumlah 24 orang. Dari hasil tes, ditunjukkan bahwa nilai rata-rata yang diperoleh guru berpendidikan DII sedikit lebih rendah dibandingkan dengan guru berpendidikan S1 masing-masing 62.55 dan 66.83 (Gambar 4). Tetapi faktor tingkat pendidikan ini tidak sepenuhnya dapat dijadikan penyebab terdapatnya perbedaan pengetahuan guru tersebut. Sebagian guru memang sudah berpendidikan Strata 1 (S1) tetapi mereka memiliki latar ilmu yang berbeda-beda, tidak semata-mata pada jurusan IPA. Hal ini yang seharusnya diperhatikan sebagai guru kelas. Guru- guru harusnya lebih banyak belajar sendiri, memperdalam ilmu pengetahuannya walaupun tidak melalui pendidikan formal tersebut.

Gambar 4 Grafik rata-rata presentasi nilai yang diperoleh guru berdasarkan tingkat pendidikan dan keikutsertaan dalam pelatihan penggunaan KIT IPA.

60 61 62 63 64 65 66 67

Diploma II Strata 1 Tidak Pernah Pernah Tingkat Pendidikan Keikutsertaan dalam

Pelatihan Penggunaann KIT IPA

62,55

66,83

64,00 65,11

Nilai rata-rata

(6)

Begitupun halnya dengan faktor keikutsertaan guru dalam pelatihan penggunaan KIT IPA.

Dari 57 orang guru yang menjadi sampel dalam penelitian ini, ada 39 orang guru yang belum pernah mengikuti pelatihan tentang penggunaan KIT IPA (Gambar 4). Jika ditinjau dari fakta yang ada, hanya terdapat sedikit perbedaan nilai rata-rata antara guru yang belum pernah mengikuti pelatihan dan yang pernah mengikuti pelatihan, masing-masing yaitu 64.00 dan 65.11.

Dalam hal tingkat pengalaman mengikuti pelatihan penggunaan KIT IPA, guru yang pernah mengikuti pelatihan KIT IPA berbeda tingkat pengetahuannya dengan guru yang tidak pernah mengikuti pelatihan. Begitu pun dengan guru yang senantiasa menggunakan KIT IPA dalam pembelajaran akan lebih baik pengetahuannya dibandingkan dengan guru yang membelajarkan IPA secara tradisional saja, seperti dengan menggunakan metode ceramah. Guru akan lebih tahu walaupun ia hanya mendapatkan pengetahuan dengan belajar sendiri. Karena pada dasarnya, KIT IPA dilengkapi dengan buku petunjuk penggunaan, yang dapat digunakan secara praktis. Jadi, seharusnya tidak ada alasan bagi guru untuk tidak mengetahui cara penggunaan KIT IPA.

Sebagian kecil guru (31.58 %) telah mengikuti pelatihan penggunaan KIT IPA. Idealnya pelatihan tersebut dapat menambah pengetahuan guru. Pelatihan berkaitan erat dengan informasi terbaru. Informasi akan memberikan pengaruh pada pengetahuan seseorang. Meskipun seseorang memiliki pendidikan yang rendah tetapi jika ia mendapatkan informasi yang baik maka hal itu akan dapat meningkatkan pengetahuannya. Tetapi kenyataan yang diperoleh dari lapangan ditunjukkan bahwa pelatihan yang telah mereka peroleh tidak terlalu membedakan tingkat pengetahuan tentang penggunaan KIT IPA jika dilihat dari tes yang diberikan (Gambar 4). Perbandingan nilai rata-rata antara guru yang belum pernah mengikuti pelatihan dan sudah pernah mengikuti pelatihan yaitu 64.00 dan 65.11. Hal ini dapat saja disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya karena kurang dimanfaatkannya KIT IPA sehingga pengetahuan yang mereka miliki tersebut kurang dapat teraplikasikan. Oleh karena itu, perlu penyegaran kembali bagi guru-guru tersebut dalam hal penggunaan KIT IPA.

Penggunaan KIT IPA dalam telah dikembangkan berdasarkan proses pembelajaran tertentu.

Ini berarti bahwa proses pembelajaranlah yang menentukan sarana pembelajaran dan bukan sebaliknya. Percobaan pada umumnya tidak mendominasi proses pembelajaran dan diselesaikan hanya dalam waktu 15 sampai 20 menit. Tetapi kenyataan di lapangan ditunjukkan bahwa salah satu alasan guru tidak menggunakan KIT IPA dalam pembelajaran karena menyita waktu. Tidak sesuai dengan petunjuk yang ada pada pedoman yang diberikan. Hal ini disebebkan karena kurangnya pengetahuan guru tentang penggunaan peralatan tersebut.

Keberadaan buku pedoman penggunaan KIT IPA seharusnya dapat membantu guru-guru tersebut. Guru-guru yang belum pernah mengikuti pelatihan mengalami kesulitan saat akan menggunakan KIT IPA meskipun ada buku pedoman penggunaannya tersebut. Padahal buku pedoman yang ada itu sudah sangat jelas dan sangat rinci membahas prosedur kerja, konsep maupun metode pembelajaran yang akan digunakan. Berkaitan dengan ini, hal lain yang perlu dikaji adalah motivasi guru dalam menambah ilmu pengetahuan sendiri.

Tetapi, walaupun sudah membaca buku pedoman tersebut, dalam penggunaan alat peraga tersebut diperlukan suatu latihan yaitu pengasahan keterampilan dalam merangkai, merancang dan menggunakan perlatan tersebut. Pengetahuan dengan membaca sangat kurang jika dibandingkan dengan pengalaman yang diperoleh dari latihan. Terlebih lagi, sebelum menggunakan peralatan tersebut, guru-guru harus mengetahui atau mengenal dengan baik spesifikasi ataupun kegunaannya.

Pengetahuan tentang penggunaan KIT IPA dalam penelitian ini dibedakan menjadi lima dimensi yaitu dimensi fakta, dimensi istilah, dimensi konsep, dimensi prosedur dan dimensi prinsip.

Kelima dimensi pengetahuan ini dapat saja diperoleh dengan membaca dan latihan. Pengetahuan dan pemahaman tentang konsep dasar IPA akan mempermudah pemahaman tentang penggunaan peralatan tersebut. Tetapi, tidak hanya sampai disitu, kelima dimensi tersebut sangat berkaitan.

Penggunaan KIT IPA secara baik menuntut adanya pengetahuan tentang prosedur secara baik pula.

Prosedur yang baik dapat terlaksana jika guru mengetahui prinsip dan konsep IPA yang terkait.

Begitupun dengan fakta. Fakta dapat menjadi dasar untuk melaksanakan suatu percobaan ataupun hasil dari suatu percobaan. Sedangkan istilah, berkaitan dengan semua dimensi tersebut.

Dari hasil tes yang dilakukan dimensi prosedur memiliki skor yang paling rendah. Dimensi ini merupakan dimensi yang sangat menunjukkan tingkat penguasaan guru terhadap penggunaan KIT IPA. Hal ini dapat saja terjadi karena banyaknya percobaan yang dapat dilakukan dengan menggunakan peralatan tersebut. Hal ini disebabkan karena suatu komponen peralatan KIT IPA dapat saja dipergunakan untuk beberapa percobaan dengan prosedur yang berbeda.

(7)

Disamping itu, jika dikaji lebih lanjut tingkat pengetahuan guru ini erat kaitannya dengan kinerja dan motivasi kerja guru. Guru yang berkinerja tentunya akan menunjukkan kinerja terbaiknya, begitupun dengan guru yang mempunyai motivasi kerja tinggi juga akan lebih berusaha untuk senantiasa menambah pengetahuannya sendiri. Pengetahuan guru yang masih rendah dapat disebabkan karena kurangnya motivasi belajar dan minat baca guru terhadap buku pedoman yang tersedia. Sedangkan pengetahuan guru tentang penggunaan KIT IPA dapat ditingkatkan dengan menggunakan fasilitas yang telah ada termasuk peralatan KIT IPA dan buku pedoman penggunaannya.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dan penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa tingkat pengetahuan guru SD se-Kecamatan Tapa tentang penggunaan KIT IPA pada (1) dimensi fakta berada pada kategori cukup, yaitu 71.93; (2) dimensi istilah berada pada kategori cukup, yaitu 58.65; (3) dimensi konsep berada pada kategori baik yaitu 76.61; (4) dimensi prosedur berada pada kategori cukup, yaitu 63.74 dan dimensi prinsip berada pada kategori cukup, yaitu 61.70.

SARAN

Sehubungan dengan kesimpulan yang disebutkan di atas, maka disarankan hal-hal sebagai berikut.

1. Pengetahuan guru-guru tentang penggunaan KIT IPA masih rendah. Hal ini dapat menjadi perhatian dimana pengetahun guru tersebut perlu ditingkatkan lagi antara lain dengan diadakannya pelatihan bagi guru-guru tersebut.

2. Peningkatan pengetahuan guru tentang penggunaan KIT IPA dapat dilakukan oleh guru yang bersangkutan dengan beberapa cara diantaranya dengan membaca buku pedoman yang ada, buku-buku yang berkaitan dengan konsep IPA terkait, dan juga dengan berlatih menggunakan KIT IPA yang ada dengan mengacu pada buku pedomaan penggunaan KIT IPA yang ada.

Berkaitan dengan ini, hal lain yang perlu dikaji adalah motivasi guru dalam menambah ilmu pengetahuan sendiri. Sehingga dapat menjadi salah satu alternatif solusi dari masalah yang ada.

3. Untuk lebih dapat menjadikan guru lebih profesional di bidangnya, sebaiknya guru SD juga dijadikan sebagai guru mata pelajaran, terutama untuk kelas tinggi (kelas IV, V dan VI). Dengan demikian, guru akan lebih mudah meningkatkan pengetahuan di bidang yang akan dibelajarkannya.

(8)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2005. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan dan Praktik. Edisi 6. Jakarta:

Rineka Cipta

Bloom, Benyamin. et al. 1981. Taxonomi of Educational The Classification of Educational Goals:

Hand Book I, Cognitive Domayn. New York: Longman.

Carin, Athur A and Robert B. Sund. 1989. Teaching Science Teaching Discovery. Melbourne:

Merril Publishing Company.

Merril, M. David. 1983. Component Display Theory: dalam Charles M. Reigeluth (ed). Instructional Design Theories and Models, An Overview of Their Curent Status. New Jerse: London Lawrence Erlbaum Associates Publishers Hillsdale.

Miarso,Yusufhadi. 2004. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta: Prenada Media.

Sudjana, Nana. 2007. Media Pengajaran. Bandung: Sinar Baru Algesindo.

Tim SEQIP. 2002. Buku IPA Guru, Kelas IV, V dan VI. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah. Direktorat Pendidikan Taman Kanak-kanak dan Sekolah Dasar Bagian Proyek Peningkatan Mutu Pelajaran IPA (SEQIP).

Yamin, Martinis dan Maisah. 2010. Standarisasi Kinerja Guru. Jakarta: Gaung Persada Press.

Yarmani dan Tono Sugihartono. 2003. Peningkatan Kemampuan Keterampilan Guru Merancang LKS dalam Meningkatkan Kemampuan Siswa Memecahkan Masalah Pesawat Sederhana pada Pembelajaran IPA di Kelas V Sekolah Dasar. Jurnal Penelitian UNIB, Vol IX No. 3 Novembar 2003 hal. 176-181. ISSN 0852-405X.

Gambar

Gambar 2.    Grafik tingkat pengetahuan guru tentang penggunaan KIT IPA       ditinjau dari dimensi pengetahuan
Gambar 4     Grafik  rata-rata  presentasi  nilai  yang  diperoleh  guru  berdasarkan  tingkat  pendidikan  dan keikutsertaan dalam pelatihan penggunaan KIT IPA

Referensi

Dokumen terkait

Meningkatkan kecerdasan anak – anak panti asuhan di bidang tekhnologi informasi dan komunikasi dengan adanya pembimbingan dan pelatihan komputer di Panti Asuhan Muhammadiyah Putri

Menyusun daftar pertanyaan atas hal-hal yang belum dapat dipahami dari kegiatan mengmati dan membaca yang akan diajukan kepada guru berkaitan dengan materi Respon Bangsa

Desa atau nama lainnya, yang selanjutnya disebut desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat

Menurut konstruktivisme, mahasiswa membangun pengetahuan mereka sendiri dengan menguji ide-ide berdasarkan pengetahuan sebelumnya dan pengalaman, menerapkan ide-ide ini dengan

Manfaat teoritis , tujuan penelitian sejarah adalah: 1) untuk memahami peristiwa yang terjadi pada masa lalu, bagaimana pengalaman masyarakat pada proses islamisasi di.. 7

Salah satunya adalah dengan melakukan transfer pricing.Ketika perusahaan asing menjadi pemegang saham pengendali, pemegang saham pengendali asing dapat menjual

Dalam modul ini akan dibahas tentang hipotesis dalam sebuah pengambilan suatu sampel, untuk dapat mengambil kesimpulan / keputusan suatu parameter populasi yang

[r]