• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODOLOGI. Penulis menggunakan penelitian kuantitatif dan kualitatif menurut Sugiyono (2016)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III METODOLOGI. Penulis menggunakan penelitian kuantitatif dan kualitatif menurut Sugiyono (2016)"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

38

BAB III METODOLOGI

3.1 Metodologi Pengumpulan Data

Penulis menggunakan penelitian kuantitatif dan kualitatif menurut Sugiyono (2016) dikarenakan keperluan data yang penulis butuhkan untuk perancangan. Metode pengumpulan data yang penulis pakai untuk penelitian kuantitatif adalah dengan menyebarkan kuesioner online kepada target audience. Sedangkan metode pengumpulan data untuk penelitian kualititatifnya adalah melalui wawancara terhadap psikolog dan dosen desain komunikasi visual, serta focus group discussion terhadap target audience secara online. Penulis melakukan penelitian kualitatif tersebut pada aplikasi seperti Zoom, Google Meet, Whatsapp, dan Line yang akan didokumentasikan serta penulis ketik kembali menjadi trankrip. Selain itu, penulis juga melakukan studi eksisting dan studi referensi. Tahap terakhir setelah data terkumpul adalah dengan menyusunnya kembali berdasarkan kebutuhan target audiens menggunakan metode top five dari IDEO (2012) dalam buku Human- Centered Design. Metode ini bertujuan untuk menentukan akar dan prioritas masalah yang terjadi.

3.1.1. Wawancara dengan Psikolog

Penulis melakukan wawancara dengan ibu Dini Santiko Budi S.Psi. yang

merupakan seorang psikolog. Wawancara dilaksanakan online melalui aplikasi

Zoom pada bulan September 2020 yang dilanjutkan pada fitur chat di Whatsapp.

(2)

39 Wawancara ini bertujuan untuk mendapatkan informasi seputar target audience dan kebutuhannya.

Gambar 3.1. Wawancara dengan Psikolog

Selama wawancara berlangsung, ibu Dini selalu menghimbau penulis untuk membuat konten informasi yang menitikberatkan fokusnya pada target audience, yakni anak introver usia 8-12 tahun. Beliau menempatkan posisi orang tua sebagai fasilitator dan pendukung potensi anak. Selain itu, beliau juga menyarankan penulis untuk memilih kata-kata yang mudah dimengerti anak introver dalam menyampaikan informasi.

3.1.2. Focus Group Discussion dengan Target Audience

Pertama-tama, penulis menghubungi nomor telepon responden yang sesuai kriteria

untuk menjadi peserta Focus Group Discussion atau FGD. Pesertanya antara lain

anak introver yang bernama Bilal, Fiqi, dan Fergie; Anak ekstrover sebagai

pembanding ekstremnya yang bernama Aabidah, Zahfa, dan Fachri; Orang tua anak

introver yang berhasil mengarahkan potensi anaknya bernama Retno, Leny, dan

Hadi; Serta Orang tua anak introver yang masih berusaha mengarahkan potensi

anaknya bernama Endah dan Dini. Wawancara dilakukan secara daring melalui

(3)

40 Google Meet pada bulan November 2020 untuk mengetahui kebutuhan informasi dan kecenderungan visual target audiens.

Gambar 3.2. Wawancara FGD

Selama FGD, penulis mendapatkan informasi-informasi penting seputar data yang penulis butuhkan untuk merancang media informasi. Pertanyaan terstruktur terdiri dari pengetahuan peserta wawancara terhadap masalah, pendapat, pengalaman, dan harapan di masa depannya. Tujuan FGD ini adalah mempertemukan pendapat dari berbagai perspektif demi tercapainya solusi terbaik bagi target audiens.

3.1.3. Wawancara dengan Target Audiens

Penulis melakukan wawancara terhadap Kayla Sabia, target audience yang duduk

di kelas 6 SD Al-Zahra Indonesia. Wawancara dilakukan secara online pada bulan

Mei 2020. Sebelum wawancara, penulis telah memastikan kecenderungan

kepribadian Kayla yang introver dengan mencari referensi dan pendapat dari orang-

orang terdekat Kayla. Di awal wawancara, penulis juga memvalidasikannya

(4)

41 kembali dengan memberi deskripsi dan gambaran kepribadian introver untuk ditanyakan langsung kepada Kayla.

Gambar 3.3. Wawancara dengan Target Audiens

Melalui wawancara ini, penulis dapat mengetahui latar belakang, minat, dan teknik pendekatan yang tepat bagi target audiens. Kayla menjelaskan aspek-aspek kesehariannya yang ia sukai dan yang tidak ia sukai. Penulis juga mendapatkan wawasan baru berupa saran dari Kayla untuk membuat media informasi dalam wujud buku interaktif.

3.1.4. Wawancara dengan Orang Tua Anak Introver

Wawancara penulis lakukan pada bulan September 2020 melalui fitur chat di Line

kepada ibu Eliza Nurwita. Penulis mewawancarai beliau sebagai orang tua anak

introver yang telah berhasil mendukung anak sesuai potensinya. Ibu Eliza memiliki

anak introver bernama Zaki yang merupakan seorang atlet karate dan sudah

menginjak tingkat pendidikan SMA. Dari wawancara tersebut, penulis dapat

mengetahui suka duka, perjuangan, dan harapan seorang orang tua kepada anak

introvernya.

(5)

42 3.1.5. Wawancara dengan Dosen Desain Komunikasi Visual

Wawancara dilakukan secara online kepada Dodi Nursaiman, M.Ds., selaku dosen desain komunikasi visual di Universitas Multimedia Nusantara. Beliau memiliki dua orang anak yang salah satunya merupakan target audience penulis, yaitu anak introver usia 10 tahun. Penulis menanyakan perspektif beliau sebagai desainer sekaligus seorang ayah. Wawancara dilakukan pada bulan Juni 2020 untuk mengumpulkan data terkait pola asuh dan pengatahuan minat anak.

Gambar 3.4. Wawancara dengan Dosen Desain Komunikasi Visual

Dari wawancara tersebut, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa kesulitan yang paling menonjol bagi anak introver adalah berinteraksi sosial.

Mereka juga memerlukan suatu stimulan atau fasilitas untuk dapat mengetahui potensi minatnya sendiri. Stimulan ini dapat berupa eksperimen yang membiarkan anak mengkaji dan menguji kemampuan dirinya.

Ditinjau dari aspek desain, penulis disarankan untuk menggunakan bentuk-

bentuk yang realistis. Warna yang digunakan pun adalah warna primer dan

sekunder dengan kontras yang jelas. Hal ini ditinjau dari perilaku anak yang lebih

menyukai ilmu pasti untuk dapat menerima informasi lebih mudah. Pak Dodi juga

menganjurkan penulis untuk memanfaatkan media cetak dibanding media

(6)

43 elektronik. Media cetak dinilai lebih unggul dalam memberi anak kebebasan ekspresi dan eksplorasi.

3.1.6. Kuesioner

Penulis menggunakan teknik purposive sampling dengan menyebar kuesioner melalui Google Forms kepada target audience baik secara langsung maupun melalui perantara. Dengan rumus slovin, penulis menargetkan sample hingga 156 responden dari 6.277.494 populasi anak usia 8-12 tahun di daerah JABODETABEK. Penentuan Margin of error sejumlah 8% untuk memperbesar kemungkinan target audiens anak introver usia 8-12 tahun.

Gambar 3.5. Kalkulasi Sample Menggunakan Rumus Slovin

Pada langkah pertama, penulis menyebar kuesioner kepada target audiens untuk disebarkan juga kepada teman-teman terdekatnya. Kedua, penulis menyebar kuesioner kepada orang tua dan guru yang memiliki keterkaitan dengan anak berusia 8-12 tahun khususnya berkepribadian introver. Jumlah responden yang terkumpul berjumlah 170 orang dari 156 target sample dengan 49 orang di dalamnya termasuk target audiens perancangan.

Target audience menunjukkan bahwa pengetahuan mereka terkait

kepribadannya diketahui secara mandiri. Mereka juga tidak mengetahui bahwa

(7)

44 potensi anak introver berbeda dengan anak ekstrover. Target audience juga menunjukkan kecenderungannya yang malu atau takut untuk bertanya terkait potensi diri walaupun mereka tertarik untuk mengetahuinya lebih lanjut. Untuk menentukan medianya, sebanyak 55.6% target audience tertarik dan 40% target audiens mempertimbangkan perancangan buku terkait potensi mereka.

Gambar 3.6. Pengetahuan Potensi Anak Introver

Gambar 3.7. Ketertarikan Media Informasi Buku

Penulis juga menemukan wawasan bahwa media informasi terkait topik

peranangan di Indonesia terbilang kurang. Alasannya antara lain kekurangan media

dan ahli yang membahas topik, pembawaan yang kurang menarik, dan penjelasan

yang tidak detail.

(8)

45

Tabel 3.1. Jawaban Kuesioner Kendala terhadap Media Informasi terkait Topik di

Indonesia

Extreme Mainstream Out of Context

1. Belum terlalu banyak informasi karena sekarang lbh banyak yg di pertontonkan dunia hiburan saja.

2. Belum tersosialisasi dengan baik, masih kalangan terbatas.

3. Belum pernah menemukan media yang membahas masalah ini.

4. Kurang menarik.

5. Saya saja blm mengetahuinya dengan jelas.

6. Terus terang saya belum terlalu mencari tahu.

7. Karna kurang pengetahuan.

8. Tidak banyak yang membahas topik ini.

9. Masih sedikit.

10. Jarang melihat yang membahas psikologi anak.

1. Sudah cukup baik.

2. Karena menarik untuk dilihat dan dibaca bila melalui media TV, YouTube dan website.

3. Suka lihat

adanya informasi dari Instagram tentang hal ini.

4. Membantu anak introver

mengembangkan potensi dirinya.

5. Sudah banyak media sebagai contoh untuk mengasah potensi.

6. Sudah cukup baik.

7. Mudah di akses.

8. Baik dalam menyampaikan bahwa anak introver bisa meyakinkan diri untuk menjadi diri sendiri dan menjadi percaya diri.

9. Penjelasan yang sangat lengkap

1. Karena anak introver lebih mandiri.

2. Gpp.

3. Anak-anak di Indonesia mempunyai caranya sendiri untuk bergaul.

4. Kembali ke jaman sekarng.

5. Karena saya jadi tahu potensi diri introver.

6. Baru terpikirkan untuk

mengetahui lebih banyak.

7. Karena saya dapat belajar banyak dari media sosial.

8. Jadi lebih tahu apa itu introver.

9. Media informasi

yang membahas

potensi diri anak

sangat baik karna

informasi berisi

hal positif dalam

pemahaman dan

pengembangan

potensi anak

introver.

(9)

46 11. Masih sedikit

informasi tentang anak introvert.

12. Karna saya belum mengetahui pontesi diri anak introver, saya juga pernasaran.

13. Jarang melihat buku atau video yg menjelaskan tentang anak introver kecuali di Youtube ya itu pun tidak detail.

14. Kurang banyak membahas mengenai hal tersebut.

15. Kurangnya media yg menerangkan atau memberi informasi tentang hal tersebut.

16. Saya belum mengetahuinya.

17. Karena kurang nya wawasan informasi yg ada dari media media yang ada.

18. Tidak detail materinya jadi tidak puas.

19. Informasi yang diberi hanya berasal dari

dan mudah dipahami.

10. Kursus online jg juga sekarang sudah banyak yang gratis.

11. Mudah dimengerti.

12. Mudah dipahami.

13. Informasi dan referensi saat ini mudah diakses.

10. Belum ada keinginan untuk ingin lebih tau tentang introvert, hanya sekedar paham dan mengerti saja untuk seterusnya mengarahkan anak sesuai bakatnya.

11. Sama semuanya.

12. More people have to find out his self, and more people does not care about any else.

13. Hai kakak.

14. Terus terang saya belum terlalu mencari tahu.

15. Karena kurang pengetahuan.

16. Nggak tahu.

(10)

47 pengalaman

bukan ahli.

20. Jarang melihat di toko buku, sih.

Kesimpulan dari data kuesioner adalah pengetahuan target audiens terkait potensinya terbilang rendah, tidak sampai setengahnya atau hanya 22 dari 49 responden mengetahui potensinya sebagai anak introver. Buku sebagai media informasi adalah opsi yang menarik bagi audiens agar mereka dapat lebih memahami dan mengembangkan potensinya. Target audiens menginginkan penjelasan terkait topik yang mendalam dengan pembawaan yang menarik.

3.1.7. Studi Eksisting

Penulis melakukan studi eksisting dengan menganalisa konten dan karya desain yang telah ada di internet. Studi eksisting penulis teliti untuk dijadikan acuan bagi perancangan media informasi. Penulis mengambil beberapa contoh studi eksisting yaitu sebagai berikut:

3.1.7.1. Aku Seorang Introver

Buku Aku seorang Introver diterbitkan oleh komunitas online @iCampusIndonesia

pada tahun 2020. Buku ini menargetkan mahasiswa atau dewasa awal dengan

kepribadian introver yang memiliki ketertarikan dalam pengembangan diri. Selain

mendapatkan buku, pembaca yang membelinya juga mendapatkan sebuah planner

pengembangan diri untuk diisi.

(11)

48

Gambar 3.9. Buku Aku Seorang Introver

(Dokumentasi Pribadi)

Walaupun buku ditulis khusus untuk membantu orang introver, namun orang yang bukan introver pun masih dapat menikmatinya untuk sekedar mendapatkan pengetahuan umum terhadap pribadi introver. Buku ini mengenalkan pribadi introver dan bakatnya kepada pembaca. Selain itu, buku ini juga memberikan semangat baru terhadap orang-orang introver untuk menggapai hidup yang lebih baik dengan informasi di dalamnya.

Secara karakter, buku sudah merepresentasikan visual yang baik untuk target audiens-nya yaitu mahasiswa. Namun pengembangan visualnya tidak konsisten karena tidak ada supergrafis atau color palette tertentu. Bahasa yang dipakai pun berkesan subjektif dan banyak mengalami pengulangan.

Tabel 3.2. Tabel SWOT Aku Seorang Introver

Strength Weakness

• Interaktif dengan bonus planner pengembangan diri.

• Promosi buku lebih mudah karena ditulis oleh komunitas

• Pengembangan visual tidak

konsiste dan gaya bahasa

subjektif.

(12)

49 online yang sudah memiliki

pengikut banyak. • Cover buku terlalu frontal sehingga memberi kesan memojokkan bagi orang introver yang membacanya di publik.

Opportunity Threat

• Penggunaan ebook untuk meraih massa yang lebih banyak.

• Pembelian buku yang kian meningkat tiap tahunnya.

• Promosi dapat memanfaatkan pelestarian buku lokal.

• Anak SD introver di Jabodetabek tidak tertarik dengan buku tebal.

• Munculnya kompetitor.

3.1.7.2. Introvert Doodles

Introvert Doodles adalah sebuah website yang dirancang oleh seorang introver sendiri, Maureen Marzi Wilson. Website ini berisi nasihat dan cerita pendek tentang kehidupan seorang introver di masa kini. Konten berbasis ilustrasi ini membahas interaksi seorang introver dengan orang lain, diri sendiri, dan lingkungan di sekelilingnya.

Gambar 3.10. Website Introvert Doodles (https://introvertdoodles.com/)

(13)

50 Menjadi seorang introver di dunia yang kompleks ini tidak selalu menjadi kesendirian. Di mata orang introver, perihal ini adalah sebuah petualangan sekaligus perjalanan hidup. Marzi melihat potensi tersebut untuk ia jadikan inspirasi momen yang jenaka dan apa adanya.

Visual yang dipakai sangat merepresentasi orang dengan kepribadian introver karena banyak memakai ikon-ikon seperti tanaman, tempat tidur, dan pengembangan hobi yang sesuai dengan kecenderungan orang introver. Teknik menggambar Marzi membuat website terasa lebih personal kepada target audiens- nya.

Tabel 3.3. Tabel SWOT Introvert Doodles

Strength Weakness

• Perspektif pengarang sebagai introver akurat.

• Karya diterbitkan secara kontinu.

• Website berbasis di Amerika Serikat, sehingga beberapa narasi tidak sesuai dengan target Indonesia khususnya anak SD.

• Bahasa tidak sesuai target Indonesia karena memakai bahasa Inggris.

Opportunity Threat

• Website existing terkait introver di Indonesia tidak memiliki niche anak SD.

• Penyampaian informasi di website existing Indonesia mengenai introver tidak seeksploratif luar negeri.

• Anak SD introver di Jabodetabek

tidak memiliki fasilitas yang

cukup untuk mengakses website.

(14)

51 3.1.8. Studi Referensi

Penulis melakukan studi referensi untuk dijadikan inspirasi daam perancangan media informasi. Studi harus memiliki relevansi dengan kebutuhan sekaligus keinginan target audience. Maka dari itu, penulis memilih beberapa contoh studi referensi sebagai berikut:

3.1.8.1.Gambaran Diriku yang Sukses

Buku ini merupakan bagian dari Ten Ten Series yang diterbitkan oleh PT. Elex Media Komputindo. Secara keseluruhan, Ten Ten Series adalah kumpulan cerita istimewa agar audiensnya dapat menggunakan waktu mereka dengan membaca bacaan yang bermanfaat. Topik yang dibahas dalam buku ini adalah persiapan masa depan dengan memperkenalkan anak terhadap berbagai macam profesi.

Gambar 3.11. Buku Gambaran Diriku yang Sukses

(https://www.tokopedia.com/gb-magz/ten-ten-series-gambaran-diriku-yang-sukses-100-percaya- diri)

Isi pembahasan disampaikan secara deskriptif namun tetap ringan dibaca.

Bahasa yang digunakan dalam buku adalah bahasa yang anak ucapkan sehari-hari.

Konten dikemas menjadi bentuk buku komik anak yang penuh dengan warna-warna

cerah.

(15)

52 Tabel 3.4. Tabel SWOT Gambaran Diriku yang Sukses

Strength Weakness

• Media komik yang relevan dengan kesukaan anak-anak.

• Mudah dijangkau, dapat dibeli di toko buku atau toko online.

• Gaya bahasa komunikatif dan dekat dengan bahasa anak sehari-hari.

• Gaya ilustrasi tidak sesuai dengan target audiens laki-laki.

• Dimensi buku 22x15 cm yang cukup besar dan tebal dengan berat 430 gr, tidak sesuai target audiens ysng masih SD.

Opportunity Threat

• Konten dapat ditingkatkan dengan menampilkan beberapa fitur yang interaktif.

• Munculnya kompetitor.

• Pengaruh orang tua yang tidak menyukai anak baca komik.

3.1.8.2.Me, A Compendium

Buku ini dirancang untuk membantu anak mengekspresikan segala sesuatu tentang dirinya. Buku impor ini dirancang oleh Wee Society, sebuah creative studio pada tahun 2016. Pembaca dapat mengeksplorasi buku dengan menggambar dan menuliskan konten interaktifnya.

Gambar 3.12. Buku Me, A Compendium

(https://cdn.shopify.com/s/files/1/0173/5090/products/Compendium_Book_Hero_1024x576_7f37 14e1-3046-4643-8d78-280e6bc16656_1024x1024.jpg?v=1470267737)

(16)

53 Buku ini memberi penulis inspirasi perancangan terkait variasi interaksi yang diciptakannya. Terlebih untuk anak introver dengan ketertarikan mereka terhadap proses eksplorasi diri, menggambar, dan menulis. Ibarat teman, buku ini dapat dijadikan sahabat baik mereka.

Tabel 3.5. Tabel SWOT

Me, A Compendium

Strength Weakness

• Interaktif dengan audiens.

• Dapat mengasah daya imajinasi, kreativitas, dan kemampuan terpendam audiens.

• Buku membuat audiens lebih mengenal dirinya sendiri.

• Informasi kurang komunikatif karena hanya berisi kalimat anjuran.

• Menggunakan bahasa inggris yang tidak sesuai dengan audiens Indonesia.

Opportunity Threat

• Buku dapat melahirkan suatu komunitas di internet berisi submisi dari audiensnya.

• Buku dapat diisi oleh lebih dari satu orang, menciptakan pengalaman baru untuk mengisi buku bersama-sama.

• Munculnya kompetitor.

• Target audiens tidak tertarik dengan konsep mengisi buku, hanya ingin membaca konten informasi.

3.2. Metodologi Perancangan

Berdasarkan teori Landa (2011) yang dijabarkan dalam buku Graphic Design

Solutions, metode perancangan karya yang penulis akan memuat beberapa poin

sebagai berikut:

(17)

54 3.2.1. Orientasi

Penulis mengumpulkan masalah dan isu yang dihadapi target audiens dalam kehidupan sehari-harinya. Proses ini dapat dimulai dengan mencari informasi dari target audiens dan narasumber yang kredibel. Data tersebut akan menjadi fondasi dari poin-poin metode perancangan selanjutnya.

3.2.2. Analisis

Penulis memulai tahap ini dengan mempelajari data yang telah dikumpulkan. Data dipahami dan ditelusuri untuk didapatkan inti permasalahannya menggunakan mindmap dan metode top five pada buku Human-Centered Design IDEO (2012).

Inti permasalahan ini akan melahirkan solusi tepat dengan menyusun strategi perancangan yang sesuai dengan data.

3.2.3. Konsep

Tersusunnya strategi perancangan akan menjadi penentu konsep dan bentuk dari media informasi. Dimulai dengan membuat moodboard, sketsa, dan digitalisasi visualnya.

3.2.4. Desain

Pada tahap desain, penulis dapat menyusun media informasi untuk dapat

diproduksikan. Dimulai dari merangkai konten dan bentuk dari media informasi

yang disesuaikan dengan target audiens.

(18)

55 3.2.5. Implementasi

Perancangan media informasi telah siap produksi dilengkapi dengan perhitungan

biayanya. Setelah itu, media informasi dapat diimplementasikan dan dimanfaatkan

dengan baik bagi target audiens.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini menggunakan 3 variabel yang terdiri dari dua variabel independen yaitu Variation Seeking Behavior (X1) dan Persepsi Harga (X2) serta satu variabel

Pada pembuatan film dokumenter Lives Beyond Pandemic, penulis dan tim memilih satu subjek sebagai sumber informasi yang dibutuhkan pada film, yaitu Muhamad Zainal

Menteri Keuangan Nomor 481/KMK.071/1999 menetapkan standar tingkat solvabilitas perusahaan asuransi berdasarkan perhitungan Risk Based Capital atau rasio antara

Hipotesis yang diuji dalam penelitian ini adalah pengaruh variabel bebas kepemimpinan kepala sekolah (X 1 ), dan peran komite sekolah (X 2 ), terhadap variabel

“Metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme , digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrument

Tahap ini dilakukan agar peneliti dapat memahami keadaan perusahaan yang sebenarnya dan memahami proses pengadaan bahan baku dan supplier yang bekerjasama dengan

Misalnya dalam meneliti perilaku masyarakat pesisir maka sumber data dari penelitian itu adalah orang yang melakukan atau orang yang hidup di masyarakat pesisir

Jika residual mempunyai varian yang sama disebut homoskedastisitas dan jika tidak sama maka akan disebut heteroskedastisitas, Salah satu cara untuk mengetahui ada