• Tidak ada hasil yang ditemukan

DETERMINAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS WOYLA BARAT KABUPATEN ACEH BARAT TAHUN 2013 TESIS. Oleh KHAIRUNNISAK /IKM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "DETERMINAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS WOYLA BARAT KABUPATEN ACEH BARAT TAHUN 2013 TESIS. Oleh KHAIRUNNISAK /IKM"

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

DETERMINAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS WOYLA BARAT KABUPATEN ACEH BARAT

TAHUN 2013

TESIS

Oleh KHAIRUNNISAK

107032224/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KSEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2013

(2)

DETERMINAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS WOYLA BARAT KABUPATEN ACEH BARAT

TAHUN 2013

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh KHAIRUNNISAK

107032224/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KSEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2013

(3)

Judul Tesis : DETERMINAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS WOYLA BARAT KABUPATEN ACEH BARAT TAHUN 2013

Nama Mahasiswa : Khairunnisak Nomor Induk Mahasiswa : 107032224

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Kesehatan Reproduksi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Ir. Evawany Y Aritonang, M.Si) (dr. Ria Masniari Lubis, M.Si

Ketua Anggota

)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

Tanggal Lulus : 24 Agustus 2013

(4)

Telah diuji

pada Tanggal : 24 Agustus 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Ir. Evawany Y Aritonang, M.Si Anggota : 1. dr. Ria Masniari Lubis, M.Si

2. Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes 3. Asfriyati, S.K.M, M.Kes

(5)

PERNYATAAN

DETERMINAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS WOYLA BARAT KABUPATEN ACEH BARAT

TAHUN 2013

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, September 2013

Khairunnisak 107032224

(6)

ABSTRAK

Cakupan pemberian ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Woyla Barat Kabupaten Aceh Barat belum mencapai target yang ditetapkan yaitu 60%. Pada tahun 2012 cakupan pemberian ASI eksklusif 23% dari 154 bayi yang berusia 0-6 bulan.

Hal ini menunjukkan bahwa cakupan pemberian ASI eksklusif masih rendah.

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh faktor yang menentukan (determinan) yang meliputi dukungan suami/ibu/ibu mertua, keterpaparan informasi, kewenangan mengambil keputusan, situasi untuk bertindak, pengetahuan, sikap, panutan dan budaya di wilayah kerja Puskesmas Woyla Barat Kabupaten Aceh Barat tahun 2013. Jenis penelitian ini adalah survei explanatory dengan populasi mencakup seluruh ibu yang mempunyai bayi usia > 6 bulan sampai dengan 1 tahun yang berjumlah 157 orang. Setelah memperhatikan kriteria inklusi yang telah ditentukan maka jumlah sampel pada penelitian ini menjadi 97 orang. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, dianalisis dengan uji regresi logistik berganda pada (α) = 0,05.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu yang memberikan ASI eksklusif 33%. Dari hasil analisis didapatkan faktor yang menentukan (determinan) pemberian ASI eksklusif adalah pengetahuan, sikap dan budaya. Pengetahuan merupakan determinan yang paling kuat memiliki pengaruh terhadap pemberian ASI eksklusif.

Disarankan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat untuk meningkatkan program promosi dan sosialisasi tentang ASI eksklusif, demikian juga Kepala Puskesmas agar dapat meningkatkan pencapaian target ASI eksklusif dengan meningkatkan kemampuan konseling, penyuluhan serta dievaluasi setiap bulannya.

Kata Kunci : Determinan, ASI Eksklusif

(7)

ABSTRACT

The coverage of exclusive breastfeeding in the working area of Woyla Barat Health Center, Aceh Barat District has not reached the target set of 60%. Of the 154 babies of 0 - 6 months old in 2012, the coverage of exclusive breastfeeding was 33%.

This shows that the coverage of exclusive breastfeeding is still low.

The purpose of this explanatory survey study was to analyze the influence of the determining factors including supports from husband/mother and/or mother-in- law, exposure to information, decision making authority, situation for action, knowledge, attitude, role model, and culture in the working area of Woyla Barat Health Center, Aceh Barat District in 2013. The population of this study was all of the 157 mothers who have 6 months to 1 year old baby. After looking at the criteria of inclusion set, it was decided to select 97 of the mothers to be the samples for this study. The data for this study were obtained through questionaire-based interviews.

The data obtained were analyzed through multiple logistic regression test at a = 0.05.

The result of this study showed that 33% of the mothers administered exclusive breastfeeding. The determinant of exclusive breastfeeding were knowledge, attitude and culture. Knowledge was the most influencing determinant on the exclusive breastfeeding.

The management of Aceh Barat District Health Office is suggested to improve the Exclusive Breastfeeding Promotion and Socialization Program. The Head of Health Center should be able to increase the achievement of the exclusive breastfeeding target by improving the counseling ability and extension through monthly evaluation.

Keywords: Determinant, Exclusive Breastfeeding

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadhirat Allah SWT, atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul

“Determinan Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Woyla Barat Kabupaten Aceh Barat.”

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DMT&H, M.Sc, (CTM), Sp. A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes, selaku Pembantu Dekan I Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara sekaligus Ketua Komisi Pembimbing yang telah banyak membimbing penulis dalam penyusunan tesis ini.

(9)

5. dr. Ria Masniari Lubis, M.Si selaku pembimbing yang telah memberikan perhatian, dukungan dan pengarahan hingga tesis ini selesai.

6. Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes dan Asfriyati, S.K.M, M.Kes, selaku Tim Penguji yang telah bersedia menguji dan memberikan masukan guna penyempurnaan tesis ini.

7. Seluruh staf pengajar Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang sangat berarti selama penulis mengikuti pendidikan.

8. Keluarga tercinta yang selalu memberikan motivasi, dukungan dan do’a pada penulis dalam penyusunan tesis ini.

9. Seluruh teman-teman satu angkatan yang telah menyumbangkan masukan dan saran serta kritikan untuk kesempurnaan tesis ini.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih terdapat kekurangan, untuk itu kritik dan saran yang mendukung sangat penulis harapkan. Akhirnya penulis menyerahkan semua kepada Allah SWT untuk memohon Ridho-Nya, semoga tesis penelitian ini dapat bermanfaat bagi dunia pendidikan dan kesehatan.

Medan, September 2013 Penulis

Khairunnisak 107032224/IKM

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Khairunnisak dilahirkan di Bireuen Propinsi Aceh pada tanggal 06 Oktober 1979 beragama Islam, penulis anak pertama dari enam bersaudara dengan status menikah dan anak dari pasangan M. Hasan dan Hafni Zahara.

Pendidikan formal penulis dimulai dari pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 1 Peusangan tahun 1986, tahun 1995 penulis menamatkan SLTP 1 Peusangan dan melanjutkan ke SLTA 2 Bireuen pada tahun 1995, menamatkan kuliah di Akademi Keperawatan Banda Aceh pada tahun 2001. Penulis melanjutkan pendidikan S1 Keperawatan di PSIK USU pada tahun 2005-2007. Penulis bekerja di Prodi Keperawatan Meulaboh Poltekkes Kemenkes Aceh. Pada tahun 2010-2013 penulis menempuh pendidikan di Program Studi S-2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Peminatan Kesehatan Reproduksi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 9

1.3. Tujuan Penelitian ... 9

1.4. Hipotesis ... 9

1.5. Manfaat Penelitian ... 9

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1. Air Susu Ibu (ASI) ... 10

2.2. Asi Eksklusif dan Manfaat ASI Eksklusif ... 18

2.3. Optimalisasi dalam Pemberian ASI Eksklusif ... 20

2.4. Pemberian ASI Eksklusif oleh Wanita Karier ... 25

2.5. Perilaku ... 26

2.6. Teori yang Berhubungan dengan Determinan Perilaku ... 27

2.7. Landasan Teori ... 36

2.8. Kerangka Konsep ... 37

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 39

3.1. Jenis Penelitian ... 39

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 39

3.3. Populasi dan Sampel ... 39

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 40

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 42

3.6. Metode Pengukuran ... 42

3.7. Metode Analisis Data ... 45

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 46

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 46

4.2. Analisis Univariat ... 47

4.3. Analisis Bivariat ... 61

(12)

4.4. Analisis Multivariat ... 63

BAB 5. PEMBAHASAN ... 66

5.1. Pengaruh Dukungan terhadap Pemberian ASI Eksklusif... 66

5.2. Pemberian ASI Tidak Eksklusif ... 71

5.3. Pengaruh Dukungan Suami, Ibu/ibu Mertua terhadap Pemberian ASI Ekslusif ... 74

5.4. Pengaruh Informasi terhadap Pemberian ASI Ekslusif ... 79

5.5. Kewenangan Mengambil Keputusan ... 82

5.6. Situasi untuk Bertindak ... 84

5.7. Pengaruh Pengetahuan terhadap Pemberian ASI Ekslusif ... 85

5.8. Pengaruh Sikap terhadap Pemberian ASI Ekslusif ... 90

5.9. Panutan ... 91

5.10. Budaya ... 93

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 97

6.1. Kesimpulan ... 97

6.2. Saran ... 97

DAFTAR PUSTAKA ... 99 LAMPIRAN

(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1. Variabel dan Defenisi Operasional ... 38

4.1. Pemberian ASI oleh Responden ... 48

4.2. Karakteristik Responden yang Memberikan ASI Eksklusif ... 48

4.3. Karakteristik Responden yang tidak Memberikan ASI Eksklusif ... 50

4.4. Dukungan Suami/Ibu/Ibu Mertua dalam Pemberian ASI Eksklusif .... 50

4.5. Jawaban Responden tentang Dukungan Suami/Ibu/Ibu Mertua dalam Pemberian ASI ... 52

4.6. Keterpaparan Informasi tentang ASI Eksklusif ... 54

4.7. Jawaban Responden tentang Keterpaparan Informasi tentang ASI Eksklusif ... 54

4.8. Kewenangan Responden dalam Mengambil Keputusan untuk Pemberian ASI Eksklusif... 55

4.9. Situasi Responden Bertindak dalam Pemberian ASI Eksklusif ... 56

4.10. Jawaban Responden tentang Situasi untuk Bertindak dalam Pemberian ASI Eksklusif... 56

4.11. Pengetahuan Responden tentang Pemberian ASI Eksklusif... 57

4.12. Jawaban Responden mengenai Pengetahuan tentang Pemberian ASI Eksklusif ... 57

4.13. Sikap Responden tentang Pemberian ASI Eksklusif ... 58

4.14. Jawaban Responden tentang Sikap dalam Pemberian ASI Ekslusif .... 59

4.15. Panutan Responden dalam Pemberian ASI Eksklusif ... 60

4.16. Budaya dalam Pemberian ASI Eksklusif... 60

(14)

4.17. Jawaban Responden tentang Budaya Berkaitan dengan Pemberian

ASI Eksklusif ... 61 4.18. Determinan Pemberian ASI Eksklusif oleh Responden ... 62 4.19. Hasil Analisis Multivariat Menggunakan Uji Regresi Logistik

Ganda ... 64

(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. WHO “Thought and Feeling Teori” ... 36 2.2. Snehandu B. Kar Model (1980) ... 37 2.3. Kerangka Konsep Penelitian ... 38

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. ... K

uesioner Determinan ... 101

2. ... H asil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 108

3. ... H asil Uji Statistik Univariat ... 114

4. ... H asil Uji Statistik Bivariat ... 118

5. ... H asil Uji Statistik Multivariat ... 126

6. Master Tabel ... 127

7. Surat Izin Survei Pendahuluan ... 131

8. Surat Izin Uji Kuesioner ... 132

9. Permohonan Izin Penelitian ... 133

10. Surat Pemberian Izin Penelitian ... 134

11. Surat Selesai Melaksanakan Penelitian ... 135

(17)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pemberian ASI (Air Susu Ibu) secara eksklusif sampai usia 6 bulan pertama kehidupan merupakan suatu misi primer dalam program kesehatan masyarakat dunia yang direkomendasikan oleh World Health Organization (WHO). Menurut WHO, ASI eksklusif berarti pemberian ASI tanpa makanan dan minuman tambahan lain pada bayi berumur nol sampai enam bulan. Bahkan air putih pun tidak diberikan dalam tahap ASI eksklusif ini. Pada tahun 2001 World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa ASI eksklusif selama enam bulan pertama hidup bayi adalah yang terbaik. Dengan demikian, ketentuan sebelumnya bahwa ASI eksklusif itu cukup empat bulan sudah tidak berlaku lagi.

Mengingat pentingnya pemberian ASI bagi tumbuh kembang yang optimal baik fisik maupun mental dan kecerdasan bayi, maka pemerintah sangat memberi perhatian terhadap pemberian ASI eksklusif ini. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pada pasal 128 disebutkan bahwa (1) Setiap bayi berhak mendapatkan air susu ibu eksklusif sejak dilahirkan selama 6 (enam) bulan, kecuali atas indikasi medis, (2) Selama pemberian air susu ibu, pihak keluarga, Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat harus mendukung ibu bayi secara penuh dengan penyediaan waktu dan fasilitas khusus, dan (3) Penyediaan fasilitas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diadakan di tempat kerja dan

(18)

tempat sarana umum (Depkes, 2010). Pemberian ASI eksklusif sampai 6 bulan dan dapat dilanjutkan sampai usia 2 tahun juga mendapat perhatian serius dari pemerintah dan kembali dituangkan dalam Kepmenkes RI. No. 450/MENKES/IV/2004.

Pemberian ASI memainkan peran penting dalam survival anak di negara- negara berkembang dimana ia menyumbang dalam sistem imunitas dan meningkatkan resistensi terhadap penyakit. Manfaat pemberian ASI eksklusif sangat luas dan beragam terutama bagi ibu dan bayi serta keluarga. Bagi ibu dan bayi, pemberian asi eksklusif akan menumbuhkan jalinan kasih sayang yang mesra antara ibu dan bayi baru lahir. Hal ini merupakan awal dari keuntungan menyusui secara eksklusif. Bagi keluarga, pemberian ASI eksklusif akan membawa manfaat dari aspek ekonomi, psikologi dan kemudahan (Arini, 2012).

Selain dampak negatif yang dapat terjadi pada si ibu, pemberian ASI yang tidak eksklusif juga memberi dampak yang tidak baik bagi bayi. Adapun dampak yang dapat terjadi pada bayi yang tidak mendapat ASI eksklusif memiliki risiko kematian karena diare 3,94 kali lebih besar dibandingkan bayi yang mendapat ASI eksklusif (Kemenkes, 2010). Hal ini sejalan dengan hasil riset WHO pada tahun 2005 menyebutkan bahwa 42 persen penyebab kematian balita di dunia yang terbesar adalah malnutrisi (58%). ''Malnutrisi seringkali terkait dengan asupan ASI, sedangkan riset WHO pada tahun 2000 menyebutkan bahwa kurang dari 15% bayi di seluruh dunia diberi ASI eksklusif selama 4 bulan dan seringkali pemberian makanan pendamping ASI tidak sesuai dan tidak aman. Hal ini sesuai dengan penelitian Sarah Saputri (2011) yang menyebutkan bahwa faktor kegagalan pemberian ASI eksklusif

(19)

karena faktor pengetahuan ibu tentang resiko pemberian makanan tambahan masih rendah dan didukung oleh adanya kebiasaan keluarga memberikan makanan tambahan pada bayi yang berusia kurang dari 6 bulan.

Dari hasil penelitian United Nation Child’s Fund (UNICEF) dari tahun 2003 hingga 2008 didapati proporsi bayi Indonesia yang mendapat ASI ekslusif selama 6 bulan pertama ialah sebanyak 32% dan didapati 50% anak diberikan ASI sampai usia 23 bulan. Tetapi bila dibandingkan dengan negara berkembang lain seperti Bangladesh didapati 43% anak diberikan asi eksklusif selama 6 bulan dan 91% anak mendapat ASI sampai usia 23 bulan(UNICEF, 2008).

Hal senada juga didukung dengan hasil Riskesdas 2010 menunjukkan persentase bayi yang mendapatkan ASI eksklusif sampai dengan 6 bulan hanya 15,3%. Pemberian ASI kurang dari 1 jam setelah bayi lahir tertinggi di Nusa Tenggara Timur (56,2%) dan terendah di Maluku (13%). Sebagian besar proses menyusui dilakukan pada kisaran waktu 1- 6 jam setelah bayi lahir, namun masih ada 11,1 % yang dilakukan setelah 48 jam (Riskesdas, 2010).

Rendahnya cakupan ASI eksklusif di Indonesia dibandingkan dengan negara berkembang lainnya dan negara-negara ASEAN tentu menyumbang akibat yang tidak baik bagi kesehatan bayi. Menurut Kemenkes 2010, menyusui dampaknya sangat signifikan dalam menurunkan angka kematian anak. Oleh karena itu sangat dianjurkan untuk memberikan ASI eksklusif pada bayi usia 0-6 bulan. Demikian juga yang diungkapkan oleh WHO (2005) bahwa hampir 90% kematian anak balita terjadi di negara berkembang dan 40% lebih kematian disebabkan oleh diare dan infeksi

(20)

saluran pernafasan akut yang sebernarnya dapat dicegah dengan pemberian ASI eksklusif.

Banyak faktor yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif pada bayi usia 0- 6 bulan. Penelitian Syafiq (2010) menyatakan bahwa kegagalan ASI eksklusif adalah karena faktor predisposisi yaitu pengetahuan dan pengalaman ibu yang kurang dan faktor pemungkin penting yang menyebabkan terjadinya kegagalan adalah karena ibu tidak difasilitasi melakukan IMD. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengetahuan dan pengalaman ibu sangat menentukan dalam pemberian ASI eksklusif pada bayinya.

Hal ini sesuai dengan teori Thought and Feeling yang dikemukakan oleh WHO (1980) bahwa yang menyebabkan seseorang itu berperilaku tertentu adalah karena empat (4) alasan pokok, yaitu (1) pemikiran dan perasaan yang terdiri dari pengetahuan, persepsi, sikap, kepercayaan, penilaian terhadap objek, (2) orang penting sebagai referensi, (3) sumber-sumber daya, dan (4) budaya (Notoatmodjo, 2010).

Dari hasil penelitian deskriptif terhadap ibu-ibu yang melahirkan di RS Maldives didapatkan hasil bahwa kelompok yang memberikan ASI eksklusif memiliki pengetahuan yang adekuat dibanding yang tidak dan bermakna secara statistik. Kelompok ini juga memiliki sikap yang positif dan dukungan keluarga yang lebih tinggi dibandingkan kelompok yang tidak memberikan ASI secara eksklusif tapi hubungan ini tidak bermakna secara statistik (Shafiq, 2000).

(21)

Mengacu pada teori Behavior Intention yang dikemukakan oleh Snehendu B.

Kar (1980) dalam Notoatmodjo (2010), menyatakan bahwa perilaku kesehatan itu merupakan fungsi dari (a) niat seseorang untuk bertindak sehubungan dengan kesehatan atau perawatan kesehatan (b) dukungan sosial dari masyarakat sekitarnya seperti suami, istri, orang tua, mertua, (c) ada atau tidaknya informasi tentang kesehatan atau fasilitas kesehatan (d) Kewenangan atau kebebasan mengambil keputusan, serta (e) situasi yang memungkinkan untuk bertindak atau tidak bertindak.

Penelitian Josefa (2011), mengemukakan bahwa dukungan sosial, peraturan tempat persalinan, faktor sosial budaya, maraknya promosi susu formula, faktor lingkungan dan faktor psikologis ibu memiliki hubungan yang signifikan (p<0,05) dengan perilaku pemberian ASI eksklusif, sedangkan pengetahuan (p = 0,537) dan status pekerjaan (p = 0,091) tidak berhubungan secara signifikan dengan perilaku pemberian ASI eksklusif.

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Aceh tahun 2011 diketahui sebanyak 40,21% bayi yang diberikan ASI eksklusif, terjadi peningkatan dari tahun 2010 (28,96%), tetapi dirasakan masih sangat rendah bila dibandingkan dengan target pencapaian ASI eksklusif tahun 2012 sebesar 60%. Data dari Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh tahun 2011 menyebutkan bahwa jumlah bayi dengan ASI eksklusif sebesar 50,06 % dari 7.875 bayi usia 0-6 bulan (Dinkes Aceh Barat, 2011).

Demikian pula halnya dengan Kabupaten Aceh Barat yang merupakan salah satu dari 23 kabupaten/kota yang ada di wilayah Propinsi Aceh. Berdasarkan informasi dari Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat, pada tahun 2010, tidak ada

(22)

data akurat mengenai cakupan ASI eksklusif di Kabupaten Aceh Barat (Dinkes Aceh Barat, 2011) sedangkan untuk tahun 2011 hanya 10,2% bayi yang mendapatkan ASI eksklusif (Dinkes Aceh Barat, 2012)

Puskesmas Woyla Barat termasuk salah satu Unit Pelaksana Teknik Daerah (UPTD) di Kabupaten Aceh Barat dan merupakan puskesmas rawat jalan yang berada paling barat dari wilayah Kabupaten Aceh Barat yang berjarak ± 52 km dari Ibu kota Kabupaten yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Aceh Jaya. Wilayah kerja puskesmas ini meliputi 24 desa. Cakupan pemberian ASI eksklusif di Wilayah Puskesmas Woyla Barat untuk tahun 2010 tidak ada laporan sedangkan pada tahun 2011 didapatkan data bahwa dari 172 bayi yang berusia 0-6 bulan, tidak ada satupun yang mendapatkan ASI eksklusif (Dinkes Aceh Barat, 2011). Data yang diperoleh untuk tahun 2012, terdapat hanya 36 bayi (23%) dari 154 bayi yang mendapatkan ASI eksklusif (Dinkes Aceh Barat, 2012).

Hal ini menunjukkan bahwa cakupan ASI eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Woyla Barat masih rendah dan jauh dari target yang diharapkan. Oleh karena itu perlu adanya upaya untuk meningkatkan cakupan ASI eksklusif tersebut melalui perubahan perilaku ibu dalam pemberian ASI eksklusif. Dari berbagai hasil penelitian tentang determinan pemberian ASI eksklusif, peneliti ingin mengkaji determinan pemberian ASI eksklusif berdasarkan teori Thought and feeling yang dikemukakan oleh WHO (1990) dan teori Behavior Intention yang dikemukakan oleh Snehendu B. Kar (1980).

(23)

Survei pendahuluan yang penulis lakukan terhadap 10 orang ibu yang memiliki bayi usia >6 bulan di wilayah Puskesmas Woyla barat di dapatkan kenyataan bahwa tidak ada seorang pun ibu yang memberikan ASI secara eksklusif pada bayinya. Mereka beralasan bahwa sudah menjadi kebiasaan di tempat mereka bahwa bayi diberi makanan tambahan walaupun usia bayi belum mencapai 6 bulan.

Mereka juga mengatakan bahwa ibu dan ibu mertuanya juga melakukan hal yang sama di masa lalu. Disamping itu ada kebudayaan yang berlaku dimana saat turun mandi anak (± usia 40 hari) mereka mencicipkan kepada bayinya berbagai macam rasa seperti manis, asin, asam dan sebagainya yang berasal dari makanan yang biasa dimakan orang dewasa.

Kebiasaan lain yang biasanya berlaku adalah berkumpulnya ibu dan ibu mertua dari sebelum sampai kelahiran si bayi. Setelah bayi lahir maka tugas pengasuhan ibu dan bayi diambil alih sepenuhnya oleh ibu dan ibu mertua sampai selesai masa nifas. Pada masa pengasuhan masa nifas inilah ibu dan bayi sering mendapat tindakan yang salah diantaranya adalah bayi diberikan makanan dan minuman yang dianggap baik oleh ibu dan ibu mertua namun keliru dari segi kesehatan. Ibu bayi pun biasanya tidak berdaya menghadapi hal ini, walaupun ada di antara ibu bayi yang mengetahui bahwa hal ini salah namun mereka tidak berani menentang karena akan dianggap berdosa atau kualat kepada orang tua dan bila terjadi apa-apa pada si bayi maka ibu bayi akan di salahkan sebagai efek dari menentang kebiasaan yang berlaku.

(24)

Di sisi lain, sebenarnya peran suami pun sangat dibutuhkan pada saat ini, namun ungkapan” anak adalah urusan perempuan” sepertinya masih berlaku di masyarakat ini. Umumnya para suami belum mau ikut campur dalam hal mengurus anak termasuk memberikan dukungan untuk memberikan ASI saja sampai usia bayi mencapai 6 bulan. Peranan suami dirasakan masih sangat rendah dan masih banyak suami yang menganggap bahwa hal tersebut bukan tanggung jawab suami namun sepenuhnya merupakan tanggung jawab istri.

Keadaan ini juga didukung oleh pengetahuan ibu sendiri yang kurang memahami tentang pentingnya ASI eksklusif, hasil wawancara tentang ASI eksklusif didapatkan bahwa mereka mengatakan bahwa mereka takut kalau ASI saja yang diberikan tidak mencukupi kebutuhan bayi. Bila anak mereka sakit seperti mencret mereka malah menghentikan pemberian ASI dan memberi bayinya air tajin (air nasi).

Kenyataan yang terjadi pada ibu-ibu ini merupakan salah satu penghalang tercapainya program ASI eksklusif. Oleh karena itu perlu upaya untuk meningkatkan pemahaman dan kemauan ibu dalam memberikan ASI eksklusif pada masa yang akan datang.

Berdasarkan fakta dan data yang telah dipaparkan, peneliti tertarik untuk menganalisis pengaruh faktor yang menentukan (determinan) yang meliputi faktor dukungan sosial (dukungan suami dan ibu/ibu mertua), keterpaparan informasi, kewenangan mengambil keputusan (otonomi), situasi untuk bertindak, pengetahuan, sikap, orang yang menjadi rujukan/panutan dan budaya terhadap pemberian ASI eksklusif pada bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Woyla Barat Kabupaten Aceh Barat.

(25)

1.2 Permasalahan

Masih rendahnya cakupan pemberian ASI eksklusif pada bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Woyla Barat diduga berkaitan erat dengan perilaku ibu dalam memberikan ASI eksklusif.

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk menganalisis pengaruh faktor yang menentukan (determinan) yang meliputi faktor dukungan suami,ibu/ibumertua, keterpaparan informasi, kewenangan mengambil keputusan, situasi untuk bertindak, pengetahuan, sikap, panutan dan budaya terhadap pemberian ASI eksklusif pada bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Woyla Barat Kabupaten Aceh Barat.

1.4 Hipotesis

Faktor dukungan suami, ibu/ibu mertua, keterpaparan informasi, kewenangan mengambil keputusan, situasi untuk bertindak, pengetahuan, sikap, panutan dan budaya berpengaruh terhadap pemberian ASI eksklusif pada bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Woyla Barat Kabupaten Aceh Barat.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat untuk mengambil kebijakan dalam rangka merubah prilaku ibu untuk meningkatkan cakupan pemberian ASI eksklusif.

(26)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Air Susu Ibu (ASI)

ASI merupakan suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa dan garam- garam organik yang diproduksi oleh kedua belah payudara ibu, sebagai makanan utama bagi bayi (Soetjiningsih, 2007).

Menurut Arief (2009) ASI bukan minuman, namun ASI merupakan satu- satunya makanan tunggal paling sempurna dan cukup mengandung seluruh zat gizi yang dibutuhkan bayi hingga berusia 6 bulan . Secara alamiah, ASI dibekali enzim pencerna susu sehingga organ pencernaan bayi mudah mencerna dan menyerap gizi ASI. Memberikan hanya ASI saja untuk bayi usia 0-6 bulan merupakan pilihan yang sangat tepat karena secara fisiologi dan anatomi, sistim pencernaan bayi usia dini belum memiliki cukup enzim pencerna makanan, oleh karena itu berikan pada bayi ASI saja hingga usia 6 bulan, tanpa tambahan minuman atau makanan apapun.

Masih menurut Arief (2009) bahwa seorang ibu tidak perlu meragukan keunggulan ASI dan tidak perlu khawatir bayinya akan kekurangan gizi karena di dalam ASI mengandung zat gizi ASI yang sempurna sehingga membuat bayi tidak akan kekurangan zat gizi yang dibutuhkan selama tumbuh kembangnya. Akan tetapi hal yang sangat penting untuk diperhatikan adalah makanan ibu harus bergizi guna mempertahankan kuantitas dan kualitas ASI. Memberikan susu formula sebelum bayi berusia 6 bulan bukanlah pilihan yang tepat, malah akan meningkatkan risiko diare,

(27)

dan sudah pasti memboroskan dana rumah tangga karena harga susu formula yang mahal. Jadi memberikan hanya ASI saja pada bayi usia 0-6 bulan dapat memberikan banyak manfaat bagi bayi, ibu dan secara ekonomi dapat membantu menghemat pengeluaran rumah tangga yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan lain.

2.1.1 Pembentukan Air Susu

Proses pembentukan ASI pada seorang ibu yang menyusui dipengaruhi oleh reflek prolaktin dan refleks let down yang masing-masing berperan sebagai pembentukan dan pengeluaran air susu. Refleks prolaktin berperan untuk membuat kolostrum menjelang akhir kehamilan, namun jumlah kolostrum terbatas karena prolaktin dihambat oleh estrogen dan progesteron yang kadarnya tinggi. Setelah partus estrogen dan progesteron berkurang, ditambah dengan adanya isapan bayi yang merangsang hipotalamus menekan pengeluaran faktor-faktor yang menghambat sekresi prolaktin dan merangsang pengeluaran faktor-faktor yang memacu sekresi prolaktin akan merangsang adenohipofise (hipofise anterior) sehingga keluar prolaktin. Hormon prolaktin ini merangsang sel-sel alveoli yang berfungsi untuk membuat air susu. Pada ibu menyusui, prolaktin akan meningkat dalam keadaan stres atau pengaruh psikis, anastesi, operasi dan rangsangan puting susu, hubungan kelamin, obat-obatan tranqulizer hipotalamus seperti reserpin, klorpromazin dan fenotiazid. Sedangkan keadaan–keadaan yang menghambat pengeluaran prolaktin adalah gizi ibu yang jelek dan obat-obatan seperti ergot, I-dopa.

Refleks let down merupakan reflek yang berasal dari rangsangan isapan bayi dilanjutkan ke neurohipofise (hipofise posterior) yang mengeluarkan oksitosin.

(28)

Hormon oksitoksin diangkut ke uterus melalui aliran darah yang menimbulkan kontraksi pada uterus sehingga terjadi involusi dari organ tersebut. Oksitosi sampai kealveoli dan memengaruhi sel mioepitelium. Kontraksi dari sel akan memeras air susu keluar dari alveoli dan masuk ke duktulus yang akan mengalir melalui duktus laktiferus masuk ke mulut bayi. Faktor-faktor yang dapat meningkatkan refleks let down adalah melihat bayi, mendengarkan suara bayi, mencium bayi dan memikirkan

bayi, sedangkan yang menghambat adalah keadaan bingung/pikiran kacau, takut, merasa sakit atau malu ketika menyusui, dan cemas (Soetjiningsih, 2007).

2.1.2 Komposisi ASI

Air Susu Ibu diproduksi secara alami oleh payudara ibu dan sebagai makanan dasar lengkap bagi bayi selama beberapa bulan pertama kehidupan sang bayi.

Berdasarkan stadium laktasi komposisi ASI dibagi menjadi 3 bagian yaitu kolostrum, ASI transisi/peralihan, dan ASI matur. Kolostrum adalah cairan emas, cairan pelindung yang kaya zat anti infeksi dan berprotein tinggi yaitu 10-17 kali lebih banyak dibanding ASI matur, serta kadar karbohidrat dan lemak yang rendah.

Volume kolostrum antara 150-300 ml/24 jam, volume tersebut mendekati kapasitas lambung bayi yang baru berusia 1-2 hari dan kolostrum harus diberikan pada bayi.

ASI transisi/peralihan adalah ASI yang keluar setelah kolostrum sebelum menjadi ASI yang matang, kadar protein semakin rendah sedangkan karbohidrat dan lemak semakin tinggi dengan volume yang makin meningkat. ASI matur merupakan ASI yang keluar sekitar hari ke -14 sampai seterusnya, dengan komposisi yang relatif konstan. Pada ibu yang sehat dengan produksi ASI yang cukup, ASI merupakan satu-

(29)

satunya makanan yang paling baik dan cukup untuk bayi sampai umur 6 bulan (Roesli, 2000).

Menurut Siregar (2004), Air Susu Mature, yang disekresi pada hari ke 10 dan seterusnya, dikatakan komposisinya relatif konstan, tetapi ada juga yang mengatakan bahwa dari minggu ke 3 sampai ke 5 komposisi ASI baru konstan.ASI merupakan makanan yang dianggap aman bagi bayi dan merupakan satu-satunya makanan yang harus diberikan selama 6 bulan pertama bagi bayi. ASI merupakan makanan yang mudah di dapat, selalu tersedia, siap diberikan pada bayi tanpa persiapan yang khusus dengan temperatur yang sesuai untuk bayi (Kusumawati, 2010).

Dari penelitian Kusumawati (2010), dinyatakan air susu matur merupakan cairan putih kekuning-kuningan, karena mengandung casienat, riboflavin dan karotin.

Air susu matur tidak menggumpal bila dipanaskan dan volume yang disekresi adalah sekitar 300 – 850 ml/24 jam dan terdapat anti mikrobakterial factor meliputi antibodi terhadap bakteri dan virus. Cell (phagocyle, granuloyle, macrophag, lymhocycle type T),enzim (lysozime, lactoperoxidese),protein (lactoferrin, B12 Ginding Protein), faktor resisten terhadap staphylococcus dan complement ( C3 dan C4).

2.1.3 Aspek Gizi ASI

ASI mengandung banyak zat-zat gizi yang sangat dibutuhkan oleh bayi.

Adapun aspek gizi ASI ditinjau dari tahap produksi ASI yang pertama sekali adalah kolostrum. Kolostrum adalah ASI yang pertama kali keluar mengandung zat kekebalan terutama IgA (Immunoglobulin A) untuk melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi terutama diare. Jumlah kolostrum yang diproduksi bervariasi

(30)

tergantung dari isapan bayi pada hari-hari pertama kelahiran. Walaupun sedikit, namun cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi. Oleh karena itu, kolostrum harus diberikan pada bayi. Selain itu kolostrum juga mengandung protein, vitamin A yang tinggi dan mengandung karbohidrat dan lemak rendah, sehingga sesuai dengan kebutuhan gizi bayi pada hari-hari pertama kelahirannya. Manfaat kolostrum lainnya adalah membantu mengeluarkan mekonium yaitu kotoran bayi yang pertama berwarna hitam kehijauan.

Setelah 2-4 hari setelah melahirkan, payudara ibu mulai mensekresi ASI transisi selanjutnya memasuki tahap ASI matur. Baik kolostrum maupun ASI mempunyai kelebihan dan keunggulan masing-masing yang tidak tergantikan di waktu yang lain. Adapun keunggulan ASI dari aspek gizi adalah ASI mudah dicerna karena ASI mengandung enzim-enzim untuk mencernakan zat-zat gizi yang terdapat dalam ASI tersebut. ASI mengandung zat-zat gizi berkualitas tinggi yang berguna untuk pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan bayi/anak. Selain mengandung protein yang tinggi, ASI memiliki perbandingan antara Whei dan Caesin yang sesuai untuk bayi. Rasio Whei dengan Caesin merupakan salah satu keunggulan ASI dibanding dengan susu sapi. ASI mengandung Whei lebih banyak yaitu 65:35.

Komposisi ini menyebabkan protein ASI lebih mudah diserap, sedangkan pada susu sapi mempunyai perbandingan Whei:Casein adalah 20:80, sehingga tidak mudah diserap.

Komposisi lain yang terkandung di dalam ASI yang juga sangat bermanfaat untuk gizi bayi adalah komposisi taurin, DHA dan AA pada ASI. Taurin adalah

(31)

sejenis asam amino kedua yang terbanyak dalam ASI yang berfungsi sebagai neuro- transmitter dan berperan penting untuk proses maturasi sel otak. Percobaan pada binatang menunjukkan bahwa defisiensi taurin akan berakibat terjadinya gangguan pada retina mata. Kandungan AA dan DHA dalam ASI juga sangat menakjubkan.

Decosahexanoic Acid (DHA) dan Arachidonic Acid (AA) adalah asam lemak tak

jenuh rantai panjang (polyunsaturated fatty acids) yang diperlukan untuk pembentukan sel-sel otak yang optimal. Jumlah DHA dan AA dalam ASI sangat mencukupi untuk menjamin pertumbuhan dan kecerdasan anak. Disamping itu DHA dan AA dalam tubuh dapat dibentuk/disintesa dari substansi pembentuknya (precursor), yaitu masing-masing dari Omega 3 (asam linolenat) dan Omega 6 atau asam linoleat (Arif, 2009).

2.1.4 Manfaat ASI

Berdasarkan tinjauan dari aspek kandungan zat gizi yang terkandung di dalam ASI yang sangat bermanfaat terutama bagi bayi maka seharusnya tidak ada tawar menawar untuk pemberian ASI eksklusif selama 0-6 bulan dan diteruskan sampai anak berusia 2 tahun, kecuali terdapat keadaan-keadaan khusus pada bayi dan ibu yang tidak memungkinkan atau tidak diperbolehkan secara medis. Dari aspek manfaat maka dapat diuraikan diantaranya adalah ASI dapat memberi perlindungan terhadap infeksi dan diare, ASI mengandung berbagai zat antibodi yang mampu melindungi tubuh terhadap infeksi serta zat-zat lain yang dapat menghancurkan dinding sel bakteri. Fungsi yang lain adalah perlindungan terhadap alergi, salah satu zat yang terkandung dalam ASI adalah immunoglobulin yang mampu melindungi

(32)

tubuh terhadap alergi. Sedangkan immunoglobulin pada tubuh manusia baru terbentuk setelah bayi berusia beberapa minggu. Oleh sebab itu apabila bayi lahir langsung diberi ASI, kemungkinan terserang alergi relatif kecil.

Pemberian ASI juga dapat mempererat hubungan dengan ibu, ASI bagi seorang bayi selain untuk memenuhi kebutuhan gizinya, juga untuk lebih mengenal ibunya dan mendapatkan rasa nyaman. Belaian ibu pada saat menyusui anak akan membuatnya merasa aman dan terlindung. Manfaat lain terhadap bayi adalah dapat memperbagus gigi dan bentuk rahang, pemberian ASI dapat mengurangi kerusakan pada gigi dan bentuk rahang serta dapat mengurangi kegemukan/obesitas. Hal ini terjadi karena zat mineral yang terdapat dalam ASI hanya sedikit, jika dibandingkan dengan mineral yang terdapat pada susu sapi, sehingga bayi cenderung cepat haus dan orang tua cenderung memberikan kembali susu botol/sapi. Akibatnya bayi akan kelebihan kalori sehingga bayi tersebut menjadi gemuk (obesitas).

Kelebihan lain yang dimiliki oleh ASI dibandingkan produk susu formula terbaik manapun adalah mampu memberi perlindungan dalam penyempurnaan otak, ASI mampu memproduksi hormon tixoid yang dapat melindungi otak bayi.

Walaupun bayi mampu memproduksi hormon tersebut namun kemampuannya terbatas. Selain hal tersebut asam lemak yang terkandung pada ASI sangat berperan dalam proses pertumbuhan dan penyempurnaan sel-sel otak. Selain itu dengan ASI bayi selalu mendapat susu yang segar, ASI yang masih tersimpan dalam payudara ibu, selalu bersih, aman, segar, dan tidak pernah basi. Bagi ibu pekerja, sekembali dari bekerja, ASI dapat diberikan langsung kepada bayi, ibu tidak perlu membuang

(33)

ASI terlebih dahulu. Semakin sering menyusukan semakin banyak produksi ASI, beda dengan susu bubuk apabila semakin sering diberikan kepada bayi semakin cepat habis (mahal). ASI justru sebaliknya, semakin sering dihisap semakin banyak ASI diproduksi, khususnya pada tahun pertama menyusui.

Selain manfaat bagi bayi, ternyata proses menyusui juga memberi manfaat yang sangat berarti bagi sang ibu. Dengan menyusui mampu memberi member kepuasan batin, ibu-ibu yang berhasil menyusui anaknya akan merasa senang dan puas karena dapat memenuhi kebutuhan bayi dan melaksanakan tugas mulianya sebagai seorang ibu. Manfaat lain adalah lebih praktis dan ekonomis, pemberian ASI lebih praktis dan murah, karena tidak merepotkan, yakni ibu tidak perlu mensterilkan botol, menyiapkan air hangat dan sebagainya. Disamping itu tidak perlu mengeluarkan biaya yang cukup mahal untuk membeli susu kaleng.

Ibu-ibu yang menyusui tidak perlu khawatir akan bentuk tubuh yang cenderung gemuk pada masa kehamilan. Dengan menyusui akan mengembalikan bentuk tubuh, apabila ibu-ibu menyusui bayinya dengan baik dan teratur maka tubuh yang bertambah besar selama kehamilan akan kembali seperti semula dengan cepat.

Hari-hari pertama saat menyusui maka rahim akan berkontraksi saat bayi menghisap puting susu. Kontraksi tersebut akan mempercepat pengembalian bentuk rahim dan mengeluarkan darah serta jaringan yang tidak diperlukan dalam rahim. Manfaat lain dari menyusui bagi ibu dapat menunda masa subur (efek KB) karena pemberian ASI dapat membantu menjarangkan kelahiran dengan cara menunda terjadinya evolusi dan haid, namun itu tidak berarti bahwa dengan menyusui tidak akan terjadi

(34)

kehamilan, bila tanda-tanda haid muncul ibu tetap dianjurkan menggunakan alat kontrasepsi. Keuntungan lain bila ibu terus menyusui bayinya akan mencegah pembengkakan payudara yang akan menimbulkan perasaan nyaman dan si ibu terhindar dari rasa nyeri akibat bendungan ASI di payudara ibu. Untuk ibu yang sibuk selama bekerja, ASI dapat dipompa dan disimpan ditempat yang aman (pada gelas dan disimpan di lemari es atau termos), dan segera diberikan kepada bayi dengan sendok bila bayi haus. Pemberian ASI yang telah di simpan ini dapat dilakukan oleh siapa saja yang ada di rumah tanpa harus menunggu si ibu yang masih bekerja.

(UNICEF, 2001).

2.2 ASI Eksklusif dan Manfaat ASI Eksklusif

ASI Eksklusif adalah pemberian hanya ASI saja pada bayi umur 0-6 bulan, tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih, dan makanan padat seperti pisang, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan nasi tim (Roesli, 2004, dalam Arini, 2012).

Menurut Azrul Azwar (2004) dalam Arini (2012), ASI eksklusif sangat penting untuk peningkatan SDM kita di masa yang akan datang, terutama dari segi kecukupan gizi sejak dini. Memberikan ASI secara eksklusif sampai bayi barusia 6 bulan akan menjamin tercapainya pengembangan potesial kecerdasan anak secara optimal. Hal ini karena selain sebagai nutrient yang ideal dengan komposisi yang tepat serta disesuaikan dengan kebutuhan bayi, ASI juga mengandung nutrien-nutrien khusus yang diperlukan otak bayi agar tumbuh optimal.

(35)

Manfaat pemberian ASI eksklusif sangat luas dan beragam, tidak hanya bagi ibu dan bayi, namun juga berimbas pada keluarga, lingkungan tempat tinggal, tempat kerja orangtua. Bagi ibu dan bayi, pemberian ASI eksklusif menyebabkan mudahnya terjalin ikatan kasih sayang yang mesra antara ibu dan bayi baru lahir. Hal ini merupakan awal dari keuntungan menyusui secara eksklusif. Bagi bayi tidak ada pemberian yang lebih berharga dari ASI yang hanya dapat diberikan oleh seorang ibu sebagai makanan terbaik bagi bayinya. Selain dapat meningkatkan kesehatan dan kepandaian secara optimal, ASI juga membuat anak potensial memiliki perkembangan sosial yang baik (Roesli, 2004 dalam Arini, 2012).

Menurut Arini (2012) adapun manfaat ASI eksklusif bagi keluarga dapat dilihat dari aspek ekonomi,psikologis dan kemudahan. Ditinjau dari segi ekonomi pemberian eksklusif dapat menghemat pengeluaran belanja keluarga. ASI tidak perlu dibeli, sehingga dana yang seharusnya digunakan untuk susu formula dapat digunakan untuk keperluan lain. Selain itu, penghematan juga disebabkan karena bayi yang diberikan ASI lebih jarang sakit sehingga mengurangi biaya berobat.

Dari aspek psikologis,kebahagiaan keluarga bertambah karena kelahiran lebih jarang sehingga suasana kejiwaan ibu lebih baik dan dapat membina hubungan kasih sayang dengan bayi. Sementara bila ditinjau dari aspek kemudahan menyusui sangat praktis karena dapat diberikan di mana saja dan kapan saja. Keluarga tidak perlu repot menyiapkan air masak, botol, dan dot yang harus dibersihkan. Tidak perlu meminta pertolongan orang lain.

(36)

Masih menurut Arini (2012) bahwa secara tidak langsung pemberian ASI eksklusif juga memberi manfaat bagi negara diantaranya yaitu merupakan tindakan yang dapat berefek pada penghematan devisa untuk pembelian susu formula, perlengkapan menyusui, serta biaya menyiapkan susu. oleh karena bayi jarang sakit maka dapat menghemat biaya sakit terutama sakit muntah, mencret, dan sakit saluran napas, penghematan obat-obatan, tenaga dan sarana kesehatan. Pemberian ASI eksklusif juga dapat menciptakan generasi penerus bangsa yang tangguh dan berkualitas untuk membangun negara karena anak yang mendapat ASI dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Di samping itu manfaat yang tidak kalah pentingnya adalah sebagai langkah awal untuk mengurangi bahkan menghindari kemungkinan terjadinya “generasi yang hilang” khususnya bagi Indonesia.

2.3. Optimalisasi dalam Pemberian ASI Eksklusif

WHO mempunyai alasan yang kuat untuk merekomendasikan waktu selama 0- 6 bulan untuk memberikan ASI eksklusif . Para ahli menyatakan bahwa manfaat ASI akan meningkat jika bayi hanya diberi ASI saja selama 6 bulan pertama kehidupannya. Peningkatan itu sesuai dengan pemberian ASI eksklusif, serta lamanya pemberian ASI bersama-sama dengan makanan padat setelah bayi berumur 6 bulan. Pedoman internasional yang menganjurkan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama didasarkan pada bukti ilmiah tentang manfaat ASI bagi daya tahan hidup, pertumbuhan, dan perkembangan bayi (Yuliarti, 2010).

Adapun alasan ASI eksklusif diberikan sampai bayi berusia 6 bulan adalah

(37)

1. ASI adalah satu-satunya makanan dan minuman yang dibutuhkan bayi hingga umur 6 bulan.

ASI adalah makanan bernutrisi dan berenergi tinggi yang mudah dicerna. ASI dirancang untuk system pencernaan bayi yang sensitif. Protein dan lemak pada ASI lebih mudah dicerna oleh bayi. ASI mengandung paling tidak 100 bahan yang tidak ditemukan dalam susu sapid an tidak dapat dibuat di laboratorium.

Pada bulan-bulan pertama, saat bayi dalam kondisi yang paling rentan, ASI ekslusif membantu melindungi bayi dari diare, sindrom SID (sudden infant death) atau kematian mendadak, infeksi telinga dan penyakit infeksi lainnya.

2. Memberikan perlindungan yang lebih baik pada bayi terhadap berabgai penyakit Bayi mendapatkan imunitas melalui ASI selama mereka terus disusui, namun kekebalan terbesar diperoleh saat bayi mendapat ASI ekslusif. ASI diperoleh saat bayi mendapat ASI ekslusif. ASI mengandung lebih dari 50 faktor imunitas yang sudah dikenal dan mungkin lebih banyak lagi yang masih tidak diketahui. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa bayi yang diberi ASI ekslusif selama 4 bulan akan mengalami infeksi telinga 40% lebih sedikit ketimbang bayi yang diberi ASI ditambah makanan tambahan lain. Kemungkinan terjadinya penyakit pernapasan selama masa kanak-kanak secara signifikan berkurang bila bayi mendapat ASI ekslusif sedikitnya selama 15 minggu dengan catatan makanan padat tidak diberikan selama periode ini. Pemberian MPASI terlalu dini bak membuka pintu gerbang masuknya berbagai jenis kuman, apalagi jika tidak disajikan secara higienis.

(38)

3. Memberikan kesempatan pada sistem pencernaan bayi agar berkembang menjadi lebih matang

Pada umur 6-9 bulan, baik secara pertumbuhan maupun secara psikologis, biasanya bayi siap menerima makanan padat. Makanan padat yang diberikan sebelum sistem pencernaan bayi siap untuk menerimanya mengakibatkan makanan tersebut tidak dapat dicerna dengan baik dan dapat menyebabkan reaksi yang tidak menyenangkan (misalnya, gangguan pencernaan, timbulnya gas, konstipasi/sembelit dan sebagainya).

Tubuh bayi belum memiliki protein pencernaan yang lengkap. Asam lambung dan pepsin dibuang pada saat kelahiran. Jumlah asam lambung dan pepsin baru meningkat mendekati jumlah untuk orang dewasa pada saat bayi berumur 3-4 bulan. Sampai umur sekitar 6 bulan, jumlah enzim amylase yang diproduksi oleh pancreas belum cukup untuk mencerna makanan kasar. Enzim pencerna karbohidrat, seperti maltase, isomaltase dan sukrase belum mencapai tingkat orang dewasa sebelum bayi umur 7 bulan. Sebelum umur 6-9 bulan, jumlah lipase dan bile salts juga sedikit sehingga pencernaan lemak belum mencapai level orang dewasa.

4. Mengurangi risiko alergi makanan

Berbagai catatan menunjukkan bahwa memperpanjang pemberian ASI ekslusif dapat memperendah angka terjadinya alergi makanan. Sejak lahir sampai umur antara 4-6 bulan, bayi memiliki apa yang disebut “usus yang terbuka”. Ini berarti jarak yang ada di antara sel-sel pada usus kecil akan membuat makromolekul

(39)

yang utuh termasuk protein dan bakteri patogen dapat masuk ke dalam aliran darah. Hal ini menguntungkan bagi bayi yang mendapatkan ASI karena zat antibody yang ada pada ASI dapat masuk langsung melalui aliran darah. Hal ini juga berarti protein-protein lain yang makanan selain ASI (yang mungkin dapat menyebabkan bayi menderita alergi) dan bakteri patogen yang dapat menyebabkan berbagai penyakit dapat masuk. Selama 4-6 bulan pertama umur bayi, saat usus masih terbuka, organ pencernaan bayi dilapisi oleh antibody (slgA) dari ASI. Antibody ini menyediakan kekebalan pasif yang mengurangi terjadinya penyakit dan reaksi alergi sebelum penutupan usus terjadi. Pada umur sekitar 6 bulan, bayi mulai memproduksi antibody sendiri dan penutupan usus biasanya terjadi pada saat yang sama.

5. Membantu melindungi bayi dari anemia karena kekurangan zat besi.

Pengenalan suplmen zat besi dan makanan yang mengandung zat besi terutama pada umur 6 bulan pertama dapat mengurangi efisiensi penyerapan zat besi pada bayi. Bayi yang sehat dan lahir cukup bulan yang diberi ASI ekslusif selama 6-9 bulan menunjukkan kecukupan kandungan hemoglobin dan zat besi yang normal.

6. Menunda pemberian makanan padat membantu para ibu menjaga suplai ASI Berbagai studi menunjukkan bahwa makanan padat dapat menggantikan porsi susu dalam menu makan bayi. Semakin banyak makanan padat yang dimakan oleh bayi, semakin sedikit susu yang dia serap dari ibunya. Jika susu yang diserap dari ibu semakin sedikit, berarti produksi ASI juga makin sedikit. Bayi yang

(40)

makan banyak makanan padat atau makan makanan padat pada umur lebih muda cenderung lebih cepat disapih.

7. Pemberian makanan padat terlalu dini dapat menyebabkan obesitas di kemudian hari

Pemberian makanan padat padat terlalu dini sering dihubungkan dengan meningkatnya kandungan lemak dan berat badan pada anak-anak.

8. Bayi belum dapat mengontrol dengan baik otot-otot tenggorokan dan lidah

Karena itulah proses menelan jadi sulit dan dapat menyebabkan bayi tersedak.

Reflex lidah masih sangat kuat dan dapat menyebabkan pemberian makanan padat menjadi sulit.

Satu hal yang penting, rekomendasi agar menunda memberikan MPASI pada bayi kurang dari 6 bulan bukan hanya berlaku untuk bayi yang mendapat ASI ekslusif.

Bayi yang tidak mendapatkan ASI (susu formula atau mixed) sebaiknya juga diberi MPASI setelah umur 6 bulan.

ASI memberi semua energi dan gizi (nutrisi) yang dibutuhkan bayi selama 6 bulan pertama hidupnya. Pemberian ASI eksklusif mengurangi tingkat kematian bayi yang disebabkan berbagai penyakit yang umum menimpa anak-anak, seperti diare dan radang paru-paru serta mempercepat pemulihan bila sakit dan membantu menjarangkan kelahiran.

Perlu diketahui bahwa semakin lama bayi mendapatkan ASI saja maka semakin menguntungkan bayi. Bayi akan terhindar dari pengaruh pemberian makanan di luar ASI, apalagi jika setelah eksklusif selama 6 bulan, status gizi anak

(41)

menurun drastis. Ada banyak faktor yang mempengaruhi penurunan tersebut, salah satunya adalah higienitas makanan. Setelah lebih dari 6 bulan, bayi dapat diberikan makanan pendamping ASI (MP ASI), selain pemberian ASI (Yuliarti, 2010).

2.4. Pemberian ASI Eksklusif oleh Wanita Karier

Salah satu kendala tidak tercapainya pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan menurut sebagian wanita adalah karena pekerjaan. Namun banyak juga ibu bekerja yang memutuskan untuk tetap menyusui. Masalahnya pemberian ASI eksklusif merupakan satu-satunya makanan terbaik untuk bayi dan harus diberikan selama 6 bulan pertama, tetapi perusahaan biasanya hanya memberikan kebijakan cuti selama 3 bulan, bahkan ada yang kurang. Tentu saja hal tersebut masih jauh dari ketentuan pemberian ASI eksklusif. Jika diambil 1 bulan di awal maka ibu hanya memiliki kesempatan 2 bulan untuk fokus pada bayinya (Yuliarti, 2010).

Yuliarti (2010) menambahkan bahwa pada dasarnya terdapat 3 (tiga) aspek penting bagi ibu menyusui yang ingin tetap berkarir meliputi persiapan secara fisik, psikologis dan sosiologis. Persiapan secara fisik bahwa seorang ibu yang bekerja dan memutuskan untuk tetap memberikan ASI tentu harus di dukung oleh kondisi fisik yang benar-benar sehat. Secara medis, terdapat pengecualian untuk kondisi-kondisi yang memang tidak memungkinkan ibu memberikan ASI eksklusif pada bayinya.

Adapun kondisi ibu yang dapat menghambat proses menyusui adalah adanya infeksi dada atau abses payudara, kanker payudara atau kanker lainnya,ibu yang sedang menjalani proses terapi radiasi serta produksi ASI yang sedikit sehingga tidak mencukupi kebutuhan bayi. Di samping itu juga terdapat masalah-masalah kesehatan yang dialami oleh ibu sehingga disarankan untuk tidak menyusui yaitu ibu yang

(42)

mengalami penyakit serius; misalnya penyakit jantung atau kanker, galaktosemia, eklampsia, nefritis radang buah pinggang, TBC aktif, HIV, luka herpes pada payudara dan kekurangan gizi parah.

Persiapan psikologis juga tidak dapat diabaikan untuk keberhasilan pemberian ASI eksklusif ini. Ada berbagai alasan yang digunakan oleh para ibu untuk menolak memberikan ASI eksklusif, misalnya takut kariernya akan terganggu dan khawatir badannya tak bagus lagi. Pada kenyataannya, hal tersebut tidaklah benar. Jika ditinjau dari sisi psikologis, ASI justru menciptakan hubungan keterikatan emosional antara ibu dan anak.

Persiapan sosiologis pun tidak kalah pentingnya. Agar pemberian ASI eksklusif dapat berjalan lancar, harus ada upaya khusus dan tidak boleh malas. Ibu harus menyisihkan waktu untuk memeras ASI atau menyusui anaknya. Di rumah, perlu adanya dukungan dari suami, orang tua, saudara, dan anak yang lebih besar dalam hal melancarkan kelangsungan pemberian ASI. Suami turut berperan dalam mendukung atau membantu pekerjaan istri di rumah, misalnya ketika pagi hari istrinya harus menyusui, suami dapat memandikan anak pertama mereka. Selama ibu menyusui, suami harus mengambil alih tugas-tugas domestik lainnya (yuliarti, 2010).

2.5 Perilaku

Perilaku adalah segala bentuk pengalaman dan interaksi individu dengan lingkungannya, khususnya yang menyangkut pengetahuan dan sikap tentang kesehatan serta tindakannya yang berhubungan dengan kesehatan (Sarwono, 2003).

Perilaku juga dapat mempengaruhi lingkungan, pelayanan kesehatan dan bahkan berpengaruh kepada keturunan (Notoatmodjo, 2007). Menurut Skinner (1938)

(43)

perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (ransangan dari luar) yang dapat diamati dan mempunyai frekuensi spesifik, durasi dan tujuan baik disadari maupun tidak (Rantonius, 2000). Perilaku merupakan aksi dari individu terhadap reaksi dari hubungan dengan lingkungannya (Suryani, 2003).

Secara lebih operasional perilaku dapat diartikan sebagai suatu respons organisme atau seseorang terhadap rangsangan (stimulus) dari luar subjek tersebut (Notoatmodjo, 2007). Respons ini berbentuk 2 macam yaitu bentuk pasif dan bentuk aktif. Bentuk pasif adalah respons internal yaitu yang terjadi di dalam diri manusia dan tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain (covert behaviour), misalnya berfikir, tanggapan atau sikap bathin dan pengetahuan sedangkan bentuk aktif yaitu apabila perilaku itu dapat jelas diobservasi secara langsung. Misalnya ibu yang memberi ASI kepada anaknya. Oleh karena perilaku ini sudah tampak dalam bentuk tindakan yang nyata maka disebut overt behavior.

2.6 Teori yang Berhubungan dengan Determinan Perilaku 1. Teori Behavior Intention

Teori ini dikembangkan oleh Snehendu Kar (1980) berdasarkan analisisnya bahwa perilaku itu merupakan fungsi dari :

a. Niat seseorang untuk bertindak sehubungan dengan kesehatan atau perawatan kesehatannya (behavior intention).

b. Dukungan sosial dari masyarakat sekitarnya (social-support).

Dukungan sosial menurut Sarafino (2006) adalah perasaan kenyamanan, perhatian, penghargaan atau bantuan yang diterima dari orang atau

Referensi

Dokumen terkait

yang baik tentang ASI eksklusif namun tidak semua. responden memberikan ASI eksklusif,

Ada hubungan antara dukungan suami dengan pemberian ASI eksklusif dimana ibu yang mendapat dukungan dari suami mempunyai kecenderungan untuk memberikan ASI secara eksklusif sebesar

Ada hubungan antara dukungan suami dengan pemberian ASI eksklusif dimana ibu yang mendapat dukungan dari suami mempunyai kecenderungan untuk memberikan ASI secara eksklusif sebesar

dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Kawangkoan didapatkan sebagian besar responden tidak memberikan ASI eksklusif pada bayinya saat bekerja sehingga terdapat hubungan yang

Berdasarkan tabel diatas didapatkan ibu menyusui ASI Eksklusif yang bekerja mayoritas 30 responden dan ibu menyusui ASI Eksklusif yang tidak bekerja mayoritas 19

Ada hubungan antara dukungan suami dengan pemberian ASI eksklusif dimana ibu yang mendapat dukungan dari suami mempunyai kecenderungan untuk memberikan ASI secara eksklusif sebesar

Dukungan suami baik namun tidak memberikan ASI eksklusif sebanyak 15 (38,5 %), dan dukungan suami cukup yang tidak memberikan ASI eksklusif 13 (81,2 %), responden yang

Hasil penelitian bahwa responden yang tidak memberikan ASI eksklusif pada bayinya sebanyak 43 (91.5%) responden.Hal ini menggambarkan bahwa bayi yang di wilayah kerja