• Tidak ada hasil yang ditemukan

Determinan Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Woyla Barat Kabupaten Aceh Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Determinan Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Woyla Barat Kabupaten Aceh Barat"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

DETERMINAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS WOYLA BARAT KABUPATEN ACEH BARAT

TAHUN 2013

TESIS

Oleh KHAIRUNNISAK

107032224/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KSEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

DETERMINAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS WOYLA BARAT KABUPATEN ACEH BARAT

TAHUN 2013

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh KHAIRUNNISAK

107032224/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KSEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

Judul Tesis : DETERMINAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS WOYLA BARAT KABUPATEN ACEH BARAT TAHUN 2013

Nama Mahasiswa : Khairunnisak Nomor Induk Mahasiswa : 107032224

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Kesehatan Reproduksi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Ir. Evawany Y Aritonang, M.Si) (dr. Ria Masniari Lubis, M.Si

Ketua Anggota

)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

(4)

Telah diuji

pada Tanggal : 24 Agustus 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Ir. Evawany Y Aritonang, M.Si Anggota : 1. dr. Ria Masniari Lubis, M.Si

(5)

PERNYATAAN

DETERMINAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS WOYLA BARAT KABUPATEN ACEH BARAT

TAHUN 2013

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, September 2013

(6)

ABSTRAK

Cakupan pemberian ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Woyla Barat Kabupaten Aceh Barat belum mencapai target yang ditetapkan yaitu 60%. Pada tahun 2012 cakupan pemberian ASI eksklusif 23% dari 154 bayi yang berusia 0-6 bulan. Hal ini menunjukkan bahwa cakupan pemberian ASI eksklusif masih rendah.

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh faktor yang menentukan (determinan) yang meliputi dukungan suami/ibu/ibu mertua, keterpaparan informasi, kewenangan mengambil keputusan, situasi untuk bertindak, pengetahuan, sikap, panutan dan budaya di wilayah kerja Puskesmas Woyla Barat Kabupaten Aceh Barat tahun 2013. Jenis penelitian ini adalah survei explanatory dengan populasi mencakup seluruh ibu yang mempunyai bayi usia > 6 bulan sampai dengan 1 tahun yang berjumlah 157 orang. Setelah memperhatikan kriteria inklusi yang telah ditentukan maka jumlah sampel pada penelitian ini menjadi 97 orang. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, dianalisis dengan uji regresi logistik berganda pada (α) = 0,05.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu yang memberikan ASI eksklusif 33%. Dari hasil analisis didapatkan faktor yang menentukan (determinan) pemberian ASI eksklusif adalah pengetahuan, sikap dan budaya. Pengetahuan merupakan determinan yang paling kuat memiliki pengaruh terhadap pemberian ASI eksklusif.

Disarankan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat untuk meningkatkan program promosi dan sosialisasi tentang ASI eksklusif, demikian juga Kepala Puskesmas agar dapat meningkatkan pencapaian target ASI eksklusif dengan meningkatkan kemampuan konseling, penyuluhan serta dievaluasi setiap bulannya.

(7)

ABSTRACT

The coverage of exclusive breastfeeding in the working area of Woyla Barat Health Center, Aceh Barat District has not reached the target set of 60%. Of the 154 babies of 0 - 6 months old in 2012, the coverage of exclusive breastfeeding was 33%. This shows that the coverage of exclusive breastfeeding is still low.

The purpose of this explanatory survey study was to analyze the influence of the determining factors including supports from husband/mother and/or mother-in-law, exposure to information, decision making authority, situation for action, knowledge, attitude, role model, and culture in the working area of Woyla Barat Health Center, Aceh Barat District in 2013. The population of this study was all of the 157 mothers who have 6 months to 1 year old baby. After looking at the criteria of inclusion set, it was decided to select 97 of the mothers to be the samples for this study. The data for this study were obtained through questionaire-based interviews. The data obtained were analyzed through multiple logistic regression test at a = 0.05.

The result of this study showed that 33% of the mothers administered exclusive breastfeeding. The determinant of exclusive breastfeeding were knowledge, attitude and culture. Knowledge was the most influencing determinant on the exclusive breastfeeding.

The management of Aceh Barat District Health Office is suggested to improve the Exclusive Breastfeeding Promotion and Socialization Program. The Head of Health Center should be able to increase the achievement of the exclusive breastfeeding target by improving the counseling ability and extension through monthly evaluation.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadhirat Allah SWT, atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul “Determinan Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Woyla Barat Kabupaten Aceh Barat.”

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DMT&H, M.Sc, (CTM), Sp. A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes, selaku Pembantu Dekan I Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

(9)

5. dr. Ria Masniari Lubis, M.Si selaku pembimbing yang telah memberikan perhatian, dukungan dan pengarahan hingga tesis ini selesai.

6. Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes dan Asfriyati, S.K.M, M.Kes, selaku Tim Penguji yang telah bersedia menguji dan memberikan masukan guna penyempurnaan tesis ini.

7. Seluruh staf pengajar Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang sangat berarti selama penulis mengikuti pendidikan.

8. Keluarga tercinta yang selalu memberikan motivasi, dukungan dan do’a pada penulis dalam penyusunan tesis ini.

9. Seluruh teman-teman satu angkatan yang telah menyumbangkan masukan dan saran serta kritikan untuk kesempurnaan tesis ini.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih terdapat kekurangan, untuk itu kritik dan saran yang mendukung sangat penulis harapkan. Akhirnya penulis menyerahkan semua kepada Allah SWT untuk memohon Ridho-Nya, semoga tesis penelitian ini dapat bermanfaat bagi dunia pendidikan dan kesehatan.

Medan, September 2013 Penulis

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Khairunnisak dilahirkan di Bireuen Propinsi Aceh pada tanggal 06 Oktober 1979 beragama Islam, penulis anak pertama dari enam bersaudara dengan status menikah dan anak dari pasangan M. Hasan dan Hafni Zahara.

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 9

1.3. Tujuan Penelitian ... 9

1.4. Hipotesis ... 9

1.5. Manfaat Penelitian ... 9

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1. Air Susu Ibu (ASI) ... 10

2.2. Asi Eksklusif dan Manfaat ASI Eksklusif ... 18

2.3. Optimalisasi dalam Pemberian ASI Eksklusif ... 20

2.4. Pemberian ASI Eksklusif oleh Wanita Karier ... 25

2.5. Perilaku ... 26

2.6. Teori yang Berhubungan dengan Determinan Perilaku ... 27

2.7. Landasan Teori ... 36

2.8. Kerangka Konsep ... 37

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 39

3.1. Jenis Penelitian ... 39

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 39

3.3. Populasi dan Sampel ... 39

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 40

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 42

3.6. Metode Pengukuran ... 42

3.7. Metode Analisis Data ... 45

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 46

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 46

4.2. Analisis Univariat ... 47

(12)

4.4. Analisis Multivariat ... 63

BAB 5. PEMBAHASAN ... 66

5.1. Pengaruh Dukungan terhadap Pemberian ASI Eksklusif... 66

5.2. Pemberian ASI Tidak Eksklusif ... 71

5.3. Pengaruh Dukungan Suami, Ibu/ibu Mertua terhadap Pemberian ASI Ekslusif ... 74

5.4. Pengaruh Informasi terhadap Pemberian ASI Ekslusif ... 79

5.5. Kewenangan Mengambil Keputusan ... 82

5.6. Situasi untuk Bertindak ... 84

5.7. Pengaruh Pengetahuan terhadap Pemberian ASI Ekslusif ... 85

5.8. Pengaruh Sikap terhadap Pemberian ASI Ekslusif ... 90

5.9. Panutan ... 91

5.10. Budaya ... 93

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 97

6.1. Kesimpulan ... 97

6.2. Saran ... 97

(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1. Variabel dan Defenisi Operasional ... 38

4.1. Pemberian ASI oleh Responden ... 48

4.2. Karakteristik Responden yang Memberikan ASI Eksklusif ... 48

4.3. Karakteristik Responden yang tidak Memberikan ASI Eksklusif ... 50

4.4. Dukungan Suami/Ibu/Ibu Mertua dalam Pemberian ASI Eksklusif .... 50

4.5. Jawaban Responden tentang Dukungan Suami/Ibu/Ibu Mertua dalam Pemberian ASI ... 52

4.6. Keterpaparan Informasi tentang ASI Eksklusif ... 54

4.7. Jawaban Responden tentang Keterpaparan Informasi tentang ASI Eksklusif ... 54

4.8. Kewenangan Responden dalam Mengambil Keputusan untuk Pemberian ASI Eksklusif... 55

4.9. Situasi Responden Bertindak dalam Pemberian ASI Eksklusif ... 56

4.10. Jawaban Responden tentang Situasi untuk Bertindak dalam Pemberian ASI Eksklusif... 56

4.11. Pengetahuan Responden tentang Pemberian ASI Eksklusif... 57

4.12. Jawaban Responden mengenai Pengetahuan tentang Pemberian ASI Eksklusif ... 57

4.13. Sikap Responden tentang Pemberian ASI Eksklusif ... 58

4.14. Jawaban Responden tentang Sikap dalam Pemberian ASI Ekslusif .... 59

4.15. Panutan Responden dalam Pemberian ASI Eksklusif ... 60

(14)

4.17. Jawaban Responden tentang Budaya Berkaitan dengan Pemberian

ASI Eksklusif ... 61 4.18. Determinan Pemberian ASI Eksklusif oleh Responden ... 62 4.19. Hasil Analisis Multivariat Menggunakan Uji Regresi Logistik

(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. ... K

uesioner Determinan ... 101

2. ... H asil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 108

3. ... H asil Uji Statistik Univariat ... 114

4. ... H asil Uji Statistik Bivariat ... 118

5. ... H asil Uji Statistik Multivariat ... 126

6. Master Tabel ... 127

7. Surat Izin Survei Pendahuluan ... 131

8. Surat Izin Uji Kuesioner ... 132

9. Permohonan Izin Penelitian ... 133

10. Surat Pemberian Izin Penelitian ... 134

(17)

ABSTRAK

Cakupan pemberian ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Woyla Barat Kabupaten Aceh Barat belum mencapai target yang ditetapkan yaitu 60%. Pada tahun 2012 cakupan pemberian ASI eksklusif 23% dari 154 bayi yang berusia 0-6 bulan. Hal ini menunjukkan bahwa cakupan pemberian ASI eksklusif masih rendah.

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh faktor yang menentukan (determinan) yang meliputi dukungan suami/ibu/ibu mertua, keterpaparan informasi, kewenangan mengambil keputusan, situasi untuk bertindak, pengetahuan, sikap, panutan dan budaya di wilayah kerja Puskesmas Woyla Barat Kabupaten Aceh Barat tahun 2013. Jenis penelitian ini adalah survei explanatory dengan populasi mencakup seluruh ibu yang mempunyai bayi usia > 6 bulan sampai dengan 1 tahun yang berjumlah 157 orang. Setelah memperhatikan kriteria inklusi yang telah ditentukan maka jumlah sampel pada penelitian ini menjadi 97 orang. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, dianalisis dengan uji regresi logistik berganda pada (α) = 0,05.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu yang memberikan ASI eksklusif 33%. Dari hasil analisis didapatkan faktor yang menentukan (determinan) pemberian ASI eksklusif adalah pengetahuan, sikap dan budaya. Pengetahuan merupakan determinan yang paling kuat memiliki pengaruh terhadap pemberian ASI eksklusif.

Disarankan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat untuk meningkatkan program promosi dan sosialisasi tentang ASI eksklusif, demikian juga Kepala Puskesmas agar dapat meningkatkan pencapaian target ASI eksklusif dengan meningkatkan kemampuan konseling, penyuluhan serta dievaluasi setiap bulannya.

(18)

ABSTRACT

The coverage of exclusive breastfeeding in the working area of Woyla Barat Health Center, Aceh Barat District has not reached the target set of 60%. Of the 154 babies of 0 - 6 months old in 2012, the coverage of exclusive breastfeeding was 33%. This shows that the coverage of exclusive breastfeeding is still low.

The purpose of this explanatory survey study was to analyze the influence of the determining factors including supports from husband/mother and/or mother-in-law, exposure to information, decision making authority, situation for action, knowledge, attitude, role model, and culture in the working area of Woyla Barat Health Center, Aceh Barat District in 2013. The population of this study was all of the 157 mothers who have 6 months to 1 year old baby. After looking at the criteria of inclusion set, it was decided to select 97 of the mothers to be the samples for this study. The data for this study were obtained through questionaire-based interviews. The data obtained were analyzed through multiple logistic regression test at a = 0.05.

The result of this study showed that 33% of the mothers administered exclusive breastfeeding. The determinant of exclusive breastfeeding were knowledge, attitude and culture. Knowledge was the most influencing determinant on the exclusive breastfeeding.

The management of Aceh Barat District Health Office is suggested to improve the Exclusive Breastfeeding Promotion and Socialization Program. The Head of Health Center should be able to increase the achievement of the exclusive breastfeeding target by improving the counseling ability and extension through monthly evaluation.

(19)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pemberian ASI (Air Susu Ibu) secara eksklusif sampai usia 6 bulan pertama kehidupan merupakan suatu misi primer dalam program kesehatan masyarakat dunia yang direkomendasikan oleh World Health Organization (WHO). Menurut WHO, ASI eksklusif berarti pemberian ASI tanpa makanan dan minuman tambahan lain pada bayi berumur nol sampai enam bulan. Bahkan air putih pun tidak diberikan dalam tahap ASI eksklusif ini. Pada tahun 2001 World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa ASI eksklusif selama enam bulan pertama hidup bayi adalah yang terbaik. Dengan demikian, ketentuan sebelumnya bahwa ASI eksklusif itu cukup empat bulan sudah tidak berlaku lagi.

(20)

tempat sarana umum (Depkes, 2010). Pemberian ASI eksklusif sampai 6 bulan dan dapat dilanjutkan sampai usia 2 tahun juga mendapat perhatian serius dari pemerintah dan kembali dituangkan dalam Kepmenkes RI. No. 450/MENKES/IV/2004.

Pemberian ASI memainkan peran penting dalam survival anak di negara-negara berkembang dimana ia menyumbang dalam sistem imunitas dan meningkatkan resistensi terhadap penyakit. Manfaat pemberian ASI eksklusif sangat luas dan beragam terutama bagi ibu dan bayi serta keluarga. Bagi ibu dan bayi, pemberian asi eksklusif akan menumbuhkan jalinan kasih sayang yang mesra antara ibu dan bayi baru lahir. Hal ini merupakan awal dari keuntungan menyusui secara eksklusif. Bagi keluarga, pemberian ASI eksklusif akan membawa manfaat dari aspek ekonomi, psikologi dan kemudahan (Arini, 2012).

(21)

karena faktor pengetahuan ibu tentang resiko pemberian makanan tambahan masih rendah dan didukung oleh adanya kebiasaan keluarga memberikan makanan tambahan pada bayi yang berusia kurang dari 6 bulan.

Dari hasil penelitian United Nation Child’s Fund (UNICEF) dari tahun 2003 hingga 2008 didapati proporsi bayi Indonesia yang mendapat ASI ekslusif selama 6 bulan pertama ialah sebanyak 32% dan didapati 50% anak diberikan ASI sampai usia 23 bulan. Tetapi bila dibandingkan dengan negara berkembang lain seperti Bangladesh didapati 43% anak diberikan asi eksklusif selama 6 bulan dan 91% anak mendapat ASI sampai usia 23 bulan(UNICEF, 2008).

Hal senada juga didukung dengan hasil Riskesdas 2010 menunjukkan persentase bayi yang mendapatkan ASI eksklusif sampai dengan 6 bulan hanya 15,3%. Pemberian ASI kurang dari 1 jam setelah bayi lahir tertinggi di Nusa Tenggara Timur (56,2%) dan terendah di Maluku (13%). Sebagian besar proses menyusui dilakukan pada kisaran waktu 1- 6 jam setelah bayi lahir, namun masih ada 11,1 % yang dilakukan setelah 48 jam (Riskesdas, 2010).

(22)

saluran pernafasan akut yang sebernarnya dapat dicegah dengan pemberian ASI eksklusif.

Banyak faktor yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif pada bayi usia 0-6 bulan. Penelitian Syafiq (2010) menyatakan bahwa kegagalan ASI eksklusif adalah karena faktor predisposisi yaitu pengetahuan dan pengalaman ibu yang kurang dan faktor pemungkin penting yang menyebabkan terjadinya kegagalan adalah karena ibu tidak difasilitasi melakukan IMD. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengetahuan dan pengalaman ibu sangat menentukan dalam pemberian ASI eksklusif pada bayinya.

Hal ini sesuai dengan teori Thought and Feeling yang dikemukakan oleh WHO (1980) bahwa yang menyebabkan seseorang itu berperilaku tertentu adalah karena empat (4) alasan pokok, yaitu (1) pemikiran dan perasaan yang terdiri dari pengetahuan, persepsi, sikap, kepercayaan, penilaian terhadap objek, (2) orang penting sebagai referensi, (3) sumber-sumber daya, dan (4) budaya (Notoatmodjo, 2010).

(23)

Mengacu pada teori Behavior Intention yang dikemukakan oleh Snehendu B. Kar (1980) dalam Notoatmodjo (2010), menyatakan bahwa perilaku kesehatan itu merupakan fungsi dari (a) niat seseorang untuk bertindak sehubungan dengan kesehatan atau perawatan kesehatan (b) dukungan sosial dari masyarakat sekitarnya seperti suami, istri, orang tua, mertua, (c) ada atau tidaknya informasi tentang kesehatan atau fasilitas kesehatan (d) Kewenangan atau kebebasan mengambil keputusan, serta (e) situasi yang memungkinkan untuk bertindak atau tidak bertindak.

Penelitian Josefa (2011), mengemukakan bahwa dukungan sosial, peraturan tempat persalinan, faktor sosial budaya, maraknya promosi susu formula, faktor lingkungan dan faktor psikologis ibu memiliki hubungan yang signifikan (p<0,05) dengan perilaku pemberian ASI eksklusif, sedangkan pengetahuan (p = 0,537) dan status pekerjaan (p = 0,091) tidak berhubungan secara signifikan dengan perilaku pemberian ASI eksklusif.

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Aceh tahun 2011 diketahui sebanyak 40,21% bayi yang diberikan ASI eksklusif, terjadi peningkatan dari tahun 2010 (28,96%), tetapi dirasakan masih sangat rendah bila dibandingkan dengan target pencapaian ASI eksklusif tahun 2012 sebesar 60%. Data dari Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh tahun 2011 menyebutkan bahwa jumlah bayi dengan ASI eksklusif sebesar 50,06 % dari 7.875 bayi usia 0-6 bulan (Dinkes Aceh Barat, 2011).

(24)

data akurat mengenai cakupan ASI eksklusif di Kabupaten Aceh Barat (Dinkes Aceh Barat, 2011) sedangkan untuk tahun 2011 hanya 10,2% bayi yang mendapatkan ASI eksklusif (Dinkes Aceh Barat, 2012)

Puskesmas Woyla Barat termasuk salah satu Unit Pelaksana Teknik Daerah (UPTD) di Kabupaten Aceh Barat dan merupakan puskesmas rawat jalan yang berada paling barat dari wilayah Kabupaten Aceh Barat yang berjarak ± 52 km dari Ibu kota Kabupaten yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Aceh Jaya. Wilayah kerja puskesmas ini meliputi 24 desa. Cakupan pemberian ASI eksklusif di Wilayah Puskesmas Woyla Barat untuk tahun 2010 tidak ada laporan sedangkan pada tahun 2011 didapatkan data bahwa dari 172bayi yang berusia 0-6 bulan, tidak ada satupun yang mendapatkan ASI eksklusif (Dinkes Aceh Barat, 2011). Data yang diperoleh untuk tahun 2012, terdapat hanya 36 bayi (23%) dari 154 bayi yang mendapatkan ASI eksklusif (Dinkes Aceh Barat, 2012).

(25)

Survei pendahuluan yang penulis lakukan terhadap 10 orang ibu yang memiliki bayi usia >6 bulan di wilayah Puskesmas Woyla barat di dapatkan kenyataan bahwa tidak ada seorang pun ibu yang memberikan ASI secara eksklusif pada bayinya. Mereka beralasan bahwa sudah menjadi kebiasaan di tempat mereka bahwa bayi diberi makanan tambahan walaupun usia bayi belum mencapai 6 bulan. Mereka juga mengatakan bahwa ibu dan ibu mertuanya juga melakukan hal yang sama di masa lalu. Disamping itu ada kebudayaan yang berlaku dimana saat turun mandi anak (± usia 40 hari) mereka mencicipkan kepada bayinya berbagai macam rasa seperti manis, asin, asam dan sebagainya yang berasal dari makanan yang biasa dimakan orang dewasa.

(26)

Di sisi lain, sebenarnya peran suami pun sangat dibutuhkan pada saat ini, namun ungkapan” anak adalah urusan perempuan” sepertinya masih berlaku di masyarakat ini. Umumnya para suami belum mau ikut campur dalam hal mengurus anak termasuk memberikan dukungan untuk memberikan ASI saja sampai usia bayi mencapai 6 bulan. Peranan suami dirasakan masih sangat rendah dan masih banyak suami yang menganggap bahwa hal tersebut bukan tanggung jawab suami namun sepenuhnya merupakan tanggung jawab istri.

Keadaan ini juga didukung oleh pengetahuan ibu sendiri yang kurang memahami tentang pentingnya ASI eksklusif, hasil wawancara tentang ASI eksklusif didapatkan bahwa mereka mengatakan bahwa mereka takut kalau ASI saja yang diberikan tidak mencukupi kebutuhan bayi. Bila anak mereka sakit seperti mencret mereka malah menghentikan pemberian ASI dan memberi bayinya air tajin (air nasi). Kenyataan yang terjadi pada ibu-ibu ini merupakan salah satu penghalang tercapainya program ASI eksklusif. Oleh karena itu perlu upaya untuk meningkatkan pemahaman dan kemauan ibu dalam memberikan ASI eksklusif pada masa yang akan datang.

(27)

1.2 Permasalahan

Masih rendahnya cakupan pemberian ASI eksklusif pada bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Woyla Barat diduga berkaitan erat dengan perilaku ibu dalam memberikan ASI eksklusif.

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk menganalisis pengaruh faktor yang menentukan (determinan) yang meliputi faktor dukungan suami,ibu/ibumertua, keterpaparan informasi, kewenangan mengambil keputusan, situasi untuk bertindak, pengetahuan, sikap, panutan dan budaya terhadap pemberian ASI eksklusif pada bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Woyla Barat Kabupaten Aceh Barat.

1.4 Hipotesis

Faktor dukungan suami, ibu/ibu mertua, keterpaparan informasi, kewenangan mengambil keputusan, situasi untuk bertindak, pengetahuan, sikap, panutan dan budaya berpengaruh terhadap pemberian ASI eksklusif pada bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Woyla Barat Kabupaten Aceh Barat.

1.5 Manfaat Penelitian

(28)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Air Susu Ibu (ASI)

ASI merupakan suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa dan garam-garam organik yang diproduksi oleh kedua belah payudara ibu, sebagai makanan utama bagi bayi (Soetjiningsih, 2007).

Menurut Arief (2009) ASI bukan minuman, namun ASI merupakan satu-satunya makanan tunggal paling sempurna dan cukup mengandung seluruh zat gizi yang dibutuhkan bayi hingga berusia 6 bulan . Secara alamiah, ASI dibekali enzim pencerna susu sehingga organ pencernaan bayi mudah mencerna dan menyerap gizi ASI. Memberikan hanya ASI saja untuk bayi usia 0-6 bulan merupakan pilihan yang sangat tepat karena secara fisiologi dan anatomi, sistim pencernaan bayi usia dini belum memiliki cukup enzim pencerna makanan, oleh karena itu berikan pada bayi ASI saja hingga usia 6 bulan, tanpa tambahan minuman atau makanan apapun.

(29)

dan sudah pasti memboroskan dana rumah tangga karena harga susu formula yang mahal. Jadi memberikan hanya ASI saja pada bayi usia 0-6 bulan dapat memberikan banyak manfaat bagi bayi, ibu dan secara ekonomi dapat membantu menghemat pengeluaran rumah tangga yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan lain. 2.1.1 Pembentukan Air Susu

Proses pembentukan ASI pada seorang ibu yang menyusui dipengaruhi oleh reflek prolaktin dan refleks let down yang masing-masing berperan sebagai pembentukan dan pengeluaran air susu. Refleks prolaktin berperan untuk membuat kolostrum menjelang akhir kehamilan, namun jumlah kolostrum terbatas karena prolaktin dihambat oleh estrogen dan progesteron yang kadarnya tinggi. Setelah partus estrogen dan progesteron berkurang, ditambah dengan adanya isapan bayi yang merangsang hipotalamus menekan pengeluaran faktor-faktor yang menghambat sekresi prolaktin dan merangsang pengeluaran faktor-faktor yang memacu sekresi prolaktin akan merangsang adenohipofise (hipofise anterior) sehingga keluar prolaktin. Hormon prolaktin ini merangsang sel-sel alveoli yang berfungsi untuk membuat air susu. Pada ibu menyusui, prolaktin akan meningkat dalam keadaan stres atau pengaruh psikis, anastesi, operasi dan rangsangan puting susu, hubungan kelamin, obat-obatan tranqulizer hipotalamus seperti reserpin, klorpromazin dan fenotiazid. Sedangkan keadaan–keadaan yang menghambat pengeluaran prolaktin adalah gizi ibu yang jelek dan obat-obatan seperti ergot, I-dopa.

(30)

Hormon oksitoksin diangkut ke uterus melalui aliran darah yang menimbulkan kontraksi pada uterus sehingga terjadi involusi dari organ tersebut. Oksitosi sampai kealveoli dan memengaruhi sel mioepitelium. Kontraksi dari sel akan memeras air susu keluar dari alveoli dan masuk ke duktulus yang akan mengalir melalui duktus laktiferus masuk ke mulut bayi. Faktor-faktor yang dapat meningkatkan refleks let down adalah melihat bayi, mendengarkan suara bayi, mencium bayi dan memikirkan bayi, sedangkan yang menghambat adalah keadaan bingung/pikiran kacau, takut, merasa sakit atau malu ketika menyusui, dan cemas (Soetjiningsih, 2007).

2.1.2 Komposisi ASI

Air Susu Ibu diproduksi secara alami oleh payudara ibu dan sebagai makanan dasar lengkap bagi bayi selama beberapa bulan pertama kehidupan sang bayi. Berdasarkan stadium laktasi komposisi ASI dibagi menjadi 3 bagian yaitu kolostrum, ASI transisi/peralihan, dan ASI matur. Kolostrum adalah cairan emas, cairan pelindung yang kaya zat anti infeksi dan berprotein tinggi yaitu 10-17 kali lebih banyak dibanding ASI matur, serta kadar karbohidrat dan lemak yang rendah. Volume kolostrum antara 150-300 ml/24 jam, volume tersebut mendekati kapasitas lambung bayi yang baru berusia 1-2 hari dan kolostrum harus diberikan pada bayi.

(31)

satu-satunya makanan yang paling baik dan cukup untuk bayi sampai umur 6 bulan (Roesli, 2000).

Menurut Siregar (2004), Air Susu Mature, yang disekresi pada hari ke 10 dan seterusnya, dikatakan komposisinya relatif konstan, tetapi ada juga yang mengatakan bahwa dari minggu ke 3 sampai ke 5 komposisi ASI baru konstan.ASI merupakan makanan yang dianggap aman bagi bayi dan merupakan satu-satunya makanan yang harus diberikan selama 6 bulan pertama bagi bayi. ASI merupakan makanan yang mudah di dapat, selalu tersedia, siap diberikan pada bayi tanpa persiapan yang khusus dengan temperatur yang sesuai untuk bayi (Kusumawati, 2010).

Dari penelitian Kusumawati (2010), dinyatakan air susu matur merupakan cairan putih kekuning-kuningan, karena mengandung casienat, riboflavin dan karotin. Air susu matur tidak menggumpal bila dipanaskan dan volume yang disekresi adalah sekitar 300 – 850 ml/24 jam dan terdapat anti mikrobakterial factor meliputi antibodi terhadap bakteri dan virus. Cell (phagocyle, granuloyle, macrophag, lymhocycle type T),enzim (lysozime, lactoperoxidese),protein (lactoferrin, B12 Ginding Protein), faktor resisten terhadap staphylococcus dan complement ( C3 dan C4).

2.1.3 Aspek Gizi ASI

(32)

tergantung dari isapan bayi pada hari-hari pertama kelahiran. Walaupun sedikit, namun cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi. Oleh karena itu, kolostrum harus diberikan pada bayi. Selain itu kolostrum juga mengandung protein, vitamin A yang tinggi dan mengandung karbohidrat dan lemak rendah, sehingga sesuai dengan kebutuhan gizi bayi pada hari-hari pertama kelahirannya. Manfaat kolostrum lainnya adalah membantu mengeluarkan mekonium yaitu kotoran bayi yang pertama berwarna hitam kehijauan.

Setelah 2-4 hari setelah melahirkan, payudara ibu mulai mensekresi ASI transisi selanjutnya memasuki tahap ASI matur. Baik kolostrum maupun ASI mempunyai kelebihan dan keunggulan masing-masing yang tidak tergantikan di waktu yang lain. Adapun keunggulan ASI dari aspek gizi adalah ASI mudah dicerna karena ASI mengandung enzim-enzim untuk mencernakan zat-zat gizi yang terdapat dalam ASI tersebut. ASI mengandung zat-zat gizi berkualitas tinggi yang berguna untuk pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan bayi/anak. Selain mengandung protein yang tinggi, ASI memiliki perbandingan antara Whei dan Caesin yang sesuai untuk bayi. Rasio Whei dengan Caesin merupakan salah satu keunggulan ASI dibanding dengan susu sapi. ASI mengandung Whei lebih banyak yaitu 65:35. Komposisi ini menyebabkan protein ASI lebih mudah diserap, sedangkan pada susu sapi mempunyai perbandingan Whei:Casein adalah 20:80, sehingga tidak mudah diserap.

(33)

sejenis asam amino kedua yang terbanyak dalam ASI yang berfungsi sebagai neuro-transmitter dan berperan penting untuk proses maturasi sel otak. Percobaan pada binatang menunjukkan bahwa defisiensi taurin akan berakibat terjadinya gangguan pada retina mata. Kandungan AA dan DHA dalam ASI juga sangat menakjubkan. Decosahexanoic Acid (DHA) dan Arachidonic Acid (AA) adalah asam lemak tak

jenuh rantai panjang (polyunsaturated fatty acids) yang diperlukan untuk pembentukan sel-sel otak yang optimal. Jumlah DHA dan AA dalam ASI sangat mencukupi untuk menjamin pertumbuhan dan kecerdasan anak. Disamping itu DHA dan AA dalam tubuh dapat dibentuk/disintesa dari substansi pembentuknya (precursor), yaitu masing-masing dari Omega 3 (asam linolenat) dan Omega 6 atau asam linoleat (Arif, 2009).

2.1.4 Manfaat ASI

(34)

tubuh terhadap alergi. Sedangkan immunoglobulin pada tubuh manusia baru terbentuk setelah bayi berusia beberapa minggu. Oleh sebab itu apabila bayi lahir langsung diberi ASI, kemungkinan terserang alergi relatif kecil.

Pemberian ASI juga dapat mempererat hubungan dengan ibu, ASI bagi seorang bayi selain untuk memenuhi kebutuhan gizinya, juga untuk lebih mengenal ibunya dan mendapatkan rasa nyaman. Belaian ibu pada saat menyusui anak akan membuatnya merasa aman dan terlindung. Manfaat lain terhadap bayi adalah dapat memperbagus gigi dan bentuk rahang, pemberian ASI dapat mengurangi kerusakan pada gigi dan bentuk rahang serta dapat mengurangi kegemukan/obesitas. Hal ini terjadi karena zat mineral yang terdapat dalam ASI hanya sedikit, jika dibandingkan dengan mineral yang terdapat pada susu sapi, sehingga bayi cenderung cepat haus dan orang tua cenderung memberikan kembali susu botol/sapi. Akibatnya bayi akan kelebihan kalori sehingga bayi tersebut menjadi gemuk (obesitas).

(35)

ASI terlebih dahulu. Semakin sering menyusukan semakin banyak produksi ASI, beda dengan susu bubuk apabila semakin sering diberikan kepada bayi semakin cepat habis (mahal). ASI justru sebaliknya, semakin sering dihisap semakin banyak ASI diproduksi, khususnya pada tahun pertama menyusui.

Selain manfaat bagi bayi, ternyata proses menyusui juga memberi manfaat yang sangat berarti bagi sang ibu. Dengan menyusui mampu memberi member kepuasan batin, ibu-ibu yang berhasil menyusui anaknya akan merasa senang dan puas karena dapat memenuhi kebutuhan bayi dan melaksanakan tugas mulianya sebagai seorang ibu. Manfaat lain adalah lebih praktis dan ekonomis, pemberian ASI lebih praktis dan murah, karena tidak merepotkan, yakni ibu tidak perlu mensterilkan botol, menyiapkan air hangat dan sebagainya. Disamping itu tidak perlu mengeluarkan biaya yang cukup mahal untuk membeli susu kaleng.

(36)

kehamilan, bila tanda-tanda haid muncul ibu tetap dianjurkan menggunakan alat kontrasepsi. Keuntungan lain bila ibu terus menyusui bayinya akan mencegah pembengkakan payudara yang akan menimbulkan perasaan nyaman dan si ibu terhindar dari rasa nyeri akibat bendungan ASI di payudara ibu. Untuk ibu yang sibuk selama bekerja, ASI dapat dipompa dan disimpan ditempat yang aman (pada gelas dan disimpan di lemari es atau termos), dan segera diberikan kepada bayi dengan sendok bila bayi haus. Pemberian ASI yang telah di simpan ini dapat dilakukan oleh siapa saja yang ada di rumah tanpa harus menunggu si ibu yang masih bekerja. (UNICEF, 2001).

2.2 ASI Eksklusif dan Manfaat ASI Eksklusif

ASI Eksklusif adalah pemberian hanya ASI saja pada bayi umur 0-6 bulan, tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih, dan makanan padat seperti pisang, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan nasi tim (Roesli, 2004, dalam Arini, 2012).

(37)

Manfaat pemberian ASI eksklusif sangat luas dan beragam, tidak hanya bagi ibu dan bayi, namun juga berimbas pada keluarga, lingkungan tempat tinggal, tempat kerja orangtua. Bagi ibu dan bayi, pemberian ASI eksklusif menyebabkan mudahnya terjalin ikatan kasih sayang yang mesra antara ibu dan bayi baru lahir. Hal ini merupakan awal dari keuntungan menyusui secara eksklusif. Bagi bayi tidak ada pemberian yang lebih berharga dari ASI yang hanya dapat diberikan oleh seorang ibu sebagai makanan terbaik bagi bayinya. Selain dapat meningkatkan kesehatan dan kepandaian secara optimal, ASI juga membuat anak potensial memiliki perkembangan sosial yang baik (Roesli, 2004 dalam Arini, 2012).

Menurut Arini (2012) adapun manfaat ASI eksklusif bagi keluarga dapat dilihat dari aspek ekonomi,psikologis dan kemudahan. Ditinjau dari segi ekonomi pemberian eksklusif dapat menghemat pengeluaran belanja keluarga. ASI tidak perlu dibeli, sehingga dana yang seharusnya digunakan untuk susu formula dapat digunakan untuk keperluan lain. Selain itu, penghematan juga disebabkan karena bayi yang diberikan ASI lebih jarang sakit sehingga mengurangi biaya berobat.

(38)

Masih menurut Arini (2012) bahwa secara tidak langsung pemberian ASI eksklusif juga memberi manfaat bagi negara diantaranya yaitu merupakan tindakan yang dapat berefek pada penghematan devisa untuk pembelian susu formula, perlengkapan menyusui, serta biaya menyiapkan susu. oleh karena bayi jarang sakit maka dapat menghemat biaya sakit terutama sakit muntah, mencret, dan sakit saluran napas, penghematan obat-obatan, tenaga dan sarana kesehatan. Pemberian ASI eksklusif juga dapat menciptakan generasi penerus bangsa yang tangguh dan berkualitas untuk membangun negara karena anak yang mendapat ASI dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Di samping itu manfaat yang tidak kalah pentingnya adalah sebagai langkah awal untuk mengurangi bahkan menghindari kemungkinan terjadinya “generasi yang hilang” khususnya bagi Indonesia.

2.3. Optimalisasi dalam Pemberian ASI Eksklusif

WHO mempunyai alasan yang kuat untuk merekomendasikan waktu selama 0- 6 bulan untuk memberikan ASI eksklusif . Para ahli menyatakan bahwa manfaat ASI akan meningkat jika bayi hanya diberi ASI saja selama 6 bulan pertama kehidupannya. Peningkatan itu sesuai dengan pemberian ASI eksklusif, serta lamanya pemberian ASI bersama-sama dengan makanan padat setelah bayi berumur 6 bulan. Pedoman internasional yang menganjurkan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama didasarkan pada bukti ilmiah tentang manfaat ASI bagi daya tahan hidup, pertumbuhan, dan perkembangan bayi (Yuliarti, 2010).

(39)

1. ASI adalah satu-satunya makanan dan minuman yang dibutuhkan bayi hingga umur 6 bulan.

ASI adalah makanan bernutrisi dan berenergi tinggi yang mudah dicerna. ASI dirancang untuk system pencernaan bayi yang sensitif. Protein dan lemak pada ASI lebih mudah dicerna oleh bayi. ASI mengandung paling tidak 100 bahan yang tidak ditemukan dalam susu sapid an tidak dapat dibuat di laboratorium. Pada bulan-bulan pertama, saat bayi dalam kondisi yang paling rentan, ASI ekslusif membantu melindungi bayi dari diare, sindrom SID (sudden infant death) atau kematian mendadak, infeksi telinga dan penyakit infeksi lainnya.

(40)

3. Memberikan kesempatan pada sistem pencernaan bayi agar berkembang menjadi lebih matang

Pada umur 6-9 bulan, baik secara pertumbuhan maupun secara psikologis, biasanya bayi siap menerima makanan padat. Makanan padat yang diberikan sebelum sistem pencernaan bayi siap untuk menerimanya mengakibatkan makanan tersebut tidak dapat dicerna dengan baik dan dapat menyebabkan reaksi yang tidak menyenangkan (misalnya, gangguan pencernaan, timbulnya gas, konstipasi/sembelit dan sebagainya).

Tubuh bayi belum memiliki protein pencernaan yang lengkap. Asam lambung dan pepsin dibuang pada saat kelahiran. Jumlah asam lambung dan pepsin baru meningkat mendekati jumlah untuk orang dewasa pada saat bayi berumur 3-4 bulan. Sampai umur sekitar 6 bulan, jumlah enzim amylase yang diproduksi oleh pancreas belum cukup untuk mencerna makanan kasar. Enzim pencerna karbohidrat, seperti maltase, isomaltase dan sukrase belum mencapai tingkat orang dewasa sebelum bayi umur 7 bulan. Sebelum umur 6-9 bulan, jumlah lipase dan bile salts juga sedikit sehingga pencernaan lemak belum mencapai level orang dewasa.

4. Mengurangi risiko alergi makanan

(41)

yang utuh termasuk protein dan bakteri patogen dapat masuk ke dalam aliran darah. Hal ini menguntungkan bagi bayi yang mendapatkan ASI karena zat antibody yang ada pada ASI dapat masuk langsung melalui aliran darah. Hal ini juga berarti protein-protein lain yang makanan selain ASI (yang mungkin dapat menyebabkan bayi menderita alergi) dan bakteri patogen yang dapat menyebabkan berbagai penyakit dapat masuk. Selama 4-6 bulan pertama umur bayi, saat usus masih terbuka, organ pencernaan bayi dilapisi oleh antibody (slgA) dari ASI. Antibody ini menyediakan kekebalan pasif yang mengurangi terjadinya penyakit dan reaksi alergi sebelum penutupan usus terjadi. Pada umur sekitar 6 bulan, bayi mulai memproduksi antibody sendiri dan penutupan usus biasanya terjadi pada saat yang sama.

5. Membantu melindungi bayi dari anemia karena kekurangan zat besi.

Pengenalan suplmen zat besi dan makanan yang mengandung zat besi terutama pada umur 6 bulan pertama dapat mengurangi efisiensi penyerapan zat besi pada bayi. Bayi yang sehat dan lahir cukup bulan yang diberi ASI ekslusif selama 6-9 bulan menunjukkan kecukupan kandungan hemoglobin dan zat besi yang normal. 6. Menunda pemberian makanan padat membantu para ibu menjaga suplai ASI

(42)

makan banyak makanan padat atau makan makanan padat pada umur lebih muda cenderung lebih cepat disapih.

7. Pemberian makanan padat terlalu dini dapat menyebabkan obesitas di kemudian hari

Pemberian makanan padat padat terlalu dini sering dihubungkan dengan meningkatnya kandungan lemak dan berat badan pada anak-anak.

8. Bayi belum dapat mengontrol dengan baik otot-otot tenggorokan dan lidah

Karena itulah proses menelan jadi sulit dan dapat menyebabkan bayi tersedak. Reflex lidah masih sangat kuat dan dapat menyebabkan pemberian makanan padat menjadi sulit.

Satu hal yang penting, rekomendasi agar menunda memberikan MPASI pada bayi kurang dari 6 bulan bukan hanya berlaku untuk bayi yang mendapat ASI ekslusif. Bayi yang tidak mendapatkan ASI (susu formula atau mixed) sebaiknya juga diberi MPASI setelah umur 6 bulan.

ASI memberi semua energi dan gizi (nutrisi) yang dibutuhkan bayi selama 6 bulan pertama hidupnya. Pemberian ASI eksklusif mengurangi tingkat kematian bayi yang disebabkan berbagai penyakit yang umum menimpa anak-anak, seperti diare dan radang paru-paru serta mempercepat pemulihan bila sakit dan membantu menjarangkan kelahiran.

(43)

menurun drastis. Ada banyak faktor yang mempengaruhi penurunan tersebut, salah satunya adalah higienitas makanan. Setelah lebih dari 6 bulan, bayi dapat diberikan makanan pendamping ASI (MP ASI), selain pemberian ASI (Yuliarti, 2010).

2.4. Pemberian ASI Eksklusif oleh Wanita Karier

Salah satu kendala tidak tercapainya pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan menurut sebagian wanita adalah karena pekerjaan. Namun banyak juga ibu bekerja yang memutuskan untuk tetap menyusui. Masalahnya pemberian ASI eksklusif merupakan satu-satunya makanan terbaik untuk bayi dan harus diberikan selama 6 bulan pertama, tetapi perusahaan biasanya hanya memberikan kebijakan cuti selama 3 bulan, bahkan ada yang kurang. Tentu saja hal tersebut masih jauh dari ketentuan pemberian ASI eksklusif. Jika diambil 1 bulan di awal maka ibu hanya memiliki kesempatan 2 bulan untuk fokus pada bayinya (Yuliarti, 2010).

(44)

mengalami penyakit serius; misalnya penyakit jantung atau kanker, galaktosemia, eklampsia, nefritis radang buah pinggang, TBC aktif, HIV, luka herpes pada payudara dan kekurangan gizi parah.

Persiapan psikologis juga tidak dapat diabaikan untuk keberhasilan pemberian ASI eksklusif ini. Ada berbagai alasan yang digunakan oleh para ibu untuk menolak memberikan ASI eksklusif, misalnya takut kariernya akan terganggu dan khawatir badannya tak bagus lagi. Pada kenyataannya, hal tersebut tidaklah benar. Jika ditinjau dari sisi psikologis, ASI justru menciptakan hubungan keterikatan emosional antara ibu dan anak.

Persiapan sosiologis pun tidak kalah pentingnya. Agar pemberian ASI eksklusif dapat berjalan lancar, harus ada upaya khusus dan tidak boleh malas. Ibu harus menyisihkan waktu untuk memeras ASI atau menyusui anaknya. Di rumah, perlu adanya dukungan dari suami, orang tua, saudara, dan anak yang lebih besar dalam hal melancarkan kelangsungan pemberian ASI. Suami turut berperan dalam mendukung atau membantu pekerjaan istri di rumah, misalnya ketika pagi hari istrinya harus menyusui, suami dapat memandikan anak pertama mereka. Selama ibu menyusui, suami harus mengambil alih tugas-tugas domestik lainnya (yuliarti, 2010).

2.5 Perilaku

(45)

perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (ransangan dari luar) yang dapat diamati dan mempunyai frekuensi spesifik, durasi dan tujuan baik disadari maupun tidak (Rantonius, 2000). Perilaku merupakan aksi dari individu terhadap reaksi dari hubungan dengan lingkungannya (Suryani, 2003).

Secara lebih operasional perilaku dapat diartikan sebagai suatu respons organisme atau seseorang terhadap rangsangan (stimulus) dari luar subjek tersebut (Notoatmodjo, 2007). Respons ini berbentuk 2 macam yaitu bentuk pasif dan bentuk aktif. Bentuk pasif adalah respons internal yaitu yang terjadi di dalam diri manusia dan tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain (covert behaviour), misalnya berfikir, tanggapan atau sikap bathin dan pengetahuan sedangkan bentuk aktif yaitu apabila perilaku itu dapat jelas diobservasi secara langsung. Misalnya ibu yang memberi ASI kepada anaknya. Oleh karena perilaku ini sudah tampak dalam bentuk tindakan yang nyata maka disebut overt behavior.

2.6 Teori yang Berhubungan dengan Determinan Perilaku 1. Teori Behavior Intention

Teori ini dikembangkan oleh Snehendu Kar (1980) berdasarkan analisisnya bahwa perilaku itu merupakan fungsi dari :

a. Niat seseorang untuk bertindak sehubungan dengan kesehatan atau perawatan kesehatannya (behavior intention).

b. Dukungan sosial dari masyarakat sekitarnya (social-support).

(46)

kelompok lain. Sarafino menambahkan bahwa orang-orang yang menerima dukungan sosial memiliki keyakinan bahwa mereka dicintai, bernilai dan merupakan bagian dari kelompok yang dapat menolong mereka ketika membutuhkan bantuan. Taylor (2003) juga menambahkan bahwa dukungan sosial sebagai informasi yang dapat diterima dari orang lain bahwa individu tersebut dicintai, diperhatikan, dihargai dan bernilai dan juga merupakan bagian dari jaringan komunikasi dan saling dibutuhkan yang didapatkan dari orang tua, suami atau orang yang dicintai.

Dalam pemberian ASI eksklusif, dukungan sosial sangat dibutuhkan oleh seorang ibu terutama dari suami, orang tua/mertua. Menurut Harymawan (2007), dukungan sosial dari suami antara lain, suami memperhatikan kesehatan istrinya, membantu kegiatan istrinya, dan mengharapkan kesehatan anaknya sedangkan dukungan orangtua/mertua terhadap ibu yang menyusui dapat berupa tempat bertanya bagi ibu, berbagi cerita, meminta pengalaman, dan mencontoh dalam berbagai hal. Penelitian Mery Ramadani (2010) menunjukkan hasil bahwa dukungan suami memiliki hubungan yang signifikan dengan perilaku ibu dalam pemberian ASI eksklusif, dimana ibu yang mendapat dukungan suami berpeluang 2 kali lebih besar untuk memberikan ASI eksklusif dibandingkan dengan ibu yang tidak mendapat dukungan suami.

(47)

Menurut Liliweri (2007) fungsi utama dan pertama dari informasi adalah menyampaikan pesan (informasi) atau menyebarkan luaskan informasi kepada orang lain. Informasi adalah pesan yang disampaikan melalui suatu proses komunikasi dari penyampai pesan (komunikator) kepada penerima pesan (komunikan).

Menurut Notoatmodjo (2011) informasi merupakan fungsi penting untuk membantu mengurangi rasa cemas seseorang. Semakin banyak informasi dapat memengaruhi atau menambah pengetahuan seseorang dan dengan pengetahuan menimbulkan kesadaran yang akhirnya seseorang akan berperilaku sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya. Jadi berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa keputusan yang diambil ibu menyusui dalam memberikan ASI secara eksklusif juga sangat tergantung dari informasi yang diterima.

(48)

petugas kesehatan tentang pentingnya ASI eksklusif ternyata juga sulit menerapkan pemberian ASI eksklusif tersebut.

d. Otonomi pribadi yang bersangkutan dalam hal ini mengambil tindakan atau keputusan (personal autonomy).

Pengambilan keputusan adalah hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Setiap waktu individu melakukan proses memilih untuk mengambil keputusan, mulai dari memilih hal-hal yang sederhana hingga pilihan hidup yang memiliki dampak besar bagi kehidupan. Penggunaan istilah pengambilan keputusan (Decision Making) biasanya identik dengan sebuah kepemimpinan atau kegiatan manajerial dalam suatu kelompok atau organisasi, namun bila dipikirkan secara lebih mendalam sebenarnya setiap orang adalah pemimpin yang harus mengambil keputusan bagi dirinya sendiri dan kehidupannya.

Akhmad Sudrajad (2010) memaparkan pengertian pengambilan keputusan menurut beberapa ahli :

1). George F Terry, pengambilan keputusan adalah pemilihan alternatif perilaku (kelakuan) dari dua atau lebih alternatif yang ada.

(49)

3). James A.F stoner, pengambilan keputusan adalah proses yang digunakan untuk memilih suatu tindakan sebagai cara pemecahan masalah.

Dari definisi beberapa ahli tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa pengambilan keputusan merupakan suatu proses penentuan akhir yang terbaik dari dua atau lebih alternatif untuk mencapai sebuah sasaran. Oleh sebab itu pengambilan keputusan dapat mempengaruhi perilaku dan kehidupan individu terutama bagi ibu menyusui untuk memberikan ASI eksklusif kepada bayinya.

e. Situasi yang memungkinkan untuk bertindak atau tidak bertindak (action situation).

Faktor situasional adalah kondisi sesaat yang muncul pada tempat dan waktu tertentu. Kemunculannya terpisah antara pelayanan maupun konsumen (Asseal, 2008).

Sedangkan menurut Belik (2005) , mendefinisikan situasi sebagai semua faktor yang utama terhadap tempat dan situasi yang tidak menurut pengetahuan seseorang (intra individu) dan stimulasi ( alternatif pilihan ) dan memiliki bukti dan pengaruh sistimatis pada prilaku saat itu .

(50)

2. Teori Thought and Feeling

Tim kerja dari Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO (1990) menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang itu berperilaku tertentu adalah karena adanya empat (4) alasan pokok. Pemikiran dan perasaan (Thought and Feeling) yakni dalam bentuk pengetahuan, persepsi, sikap,

kepercayaan-kepercayaan, dan penilaian-penilaian seseorang terhadap objek (dalam hal ini adalah objek kesehatan).

a. Pengetahuan

Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain. Seorang anak memperoleh pengetahuan bahwa api itu panas setelah memperoleh pengalaman, tangan atau kakinya kena api. Seorang ibu akan mengimunisasikan anaknya setelah melihat anak tetangganya menderita penyakit polio karena tidak mendapatkan imunisasi polio.

(51)

b. Kepercayaan

Kepercayaan sering diperoleh dari orang tua, kakek, atau nenek. Seseorang menerima kepercayaan itu berdasarkan keyakinan dan tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu. Misalnya wanita hamil tidak boleh makan telur agar tidak kesulitan waktu melahirkan.

c. Sikap

Sikap menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap objek. Sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau dari orang lain yang paling dekat. Struktur sikap terdiri atas tiga komponen yang saling menunjang : Komponen kognitif, merupakan representasi apa yang dipercayai oleh individu pemilik sikap, komponen kognitif berisi kepercayaan yang dimiliki individu mengenai sesuatu. Komponen afektif, merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional. Aspek emosional inilah yang biasanya berakar paling dalam sebagai komponen sikap dan merupakan aspek yang paling bertahan terhadap pengaruh-pengaruh yang mungkin mengubah sikap seseorang. Komponen konatif, merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki oleh seseorang dan berisi tendensi atau kecenderungan untuk bertindak terhadap sesuatu dengan cara tertentu (Wawan, 2010).

d. Orang penting sebagai referensi

(52)

untuknya, maka apa yang ia katakan atau perbuat cenderung untuk dicontoh. Untuk anak-anak sekolah misalnya, maka gurulah yang menjadi penutan perilaku mereka. Orang-orang yang dianggap penting ini sering disebut kelompok referensi (reference group), antara lain guru, alim ulama, kepala adat (suku), kepala desa, dan sebagainya. Dalam pemberian ASI eksklusif, orang yang menjadi panutan bagi ibu dapat berasal dari keluarga, tenaga kesehatan, maupun teman. Disamping itu bagi ibu-ibu juga ada kecenderungan mencontoh iklan-iklan yang susu formula. Sehingga muncul kebanggaan bila mampu memberikan susu formula bagi bayinya. Hasil penelitian Josefa (2011) juga menunjukkan bahwa hampir semua ibu yang jadi responden sudah memberikan MP-ASI berupa susu formula pada bayi yang berusia kurang dari 6 bulan.

e. Sumber-sumber daya (resources)

Sumber daya disini mencakup fasilitas, uang, waktu, tenaga, dan sebagainya. Semua itu berpengaruh terhadap perilaku seseorang atau kelompok masyarakat. Pengaruh sumber daya terhadap perilaku dapat bersifat positif maupun negatif. Misalnya pelayanan puskesmas, dapat berpengaruh positif terhadap perilaku penggunaan puskesmas tetapi juga dapat berpengaruh sebaliknya.

(53)

ekskklusif dibandingkan dengan yang bukan di fasilitas kesehatan. Namun hasil penelitian Solihah (2010) di Kabupaten Garut, menyebutkan bahwa tempat persalinan tidak mempengaruhi berhasil tidaknya ibu menyusui dalam memberikan ASI eksklusif pada bayinya maupun pada pemberian ASI pada satu jam pertama setelah lahir.

f. Budaya

Perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai dan penggunaan sumber-sumber dalam suatu masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup (way of life) yang pada umumnya disebut kebudayaan. Kebudayaan ini terbentuk dalam waktu yang lama sebagai akibat dari kehidupan suatu masyarakat bersama. Kebudayaan selalu berubah, baik lambat maupun cepat, sesuai dengan peradaban umat manusia. Kebudayaan atau pola hidup masyarakat di sini merupakan kombinasi dari semua yang telah disebutkan di atas. (Notoatmodjo, 2010).

(54)

2.7 Landasan Teori

Teori Thought and Feeling yang dikemukakan oleh WHO (1984) dalam Notoatmodjo (2010) menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang itu berperilaku tertentu adalah karena ada alasan (1) pemikiran dan perasaan (thought and feeling) yang terdiri pengetahuan, persepsi, sikap, (2) orang penting sebagai

[image:54.612.165.494.308.454.2]

referensi/panutan (personal reference), (3) Sumber-sumber daya (resources), kebudayaan (culture). Secara skematis dapat di ilustrasikan sebagai berikut :

Gambar 2.1 WHO ”Thought and Feeling Teori” (1984)

Sementara itu Snehendu B. Kar (1980) dalam teori Behavior Intention menganalisis perilaku kesehatan dengan bertitik tolak bahwa perilaku itu merupakan fungsi dari (a) niat seseorang untuk bertindak sehubungan dengan kesehatan atau perawatan kesehatan (behavior intenttion), (b) dukungan sosial dari masyarakat sekitarnya (social-support), (c) ada atau tidaknya informasi tentang kesehatan atau fasilitas kesehatan (accessebility of information), (d) otonomi pribadi yang bersangkutan dalam hal ini mengambil tindakan atau keputusan (personal autonomy),

Pemikiran dan perasaan

Kebudayaan

Orang penting sebagai referensi/panutan Sumber-sumber daya

(55)
[image:55.612.171.510.171.345.2]

(e) situasi yang memungkinkan untuk bertindak atau tidak bertindak (action situation). Secara matematis dan skematis model ini dirumuskan sebagai berikut :

Gambar 2.2 Snehandu B. Kar Model (1980)

2.8 Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian ini didasarkan pada teori Thought and Feeling yang dikemukakan oleh WHO (1984) dan teori Behavior Intention yang dikemukakan oleh Snehandu B. Kar (1980) . Skema kerangka konsep dapat dilihat pada gambar berikut :

Niat

Perilaku Dukungan sosial (dukungan

suami, ibu/ibu mertua ) Keterpaparan informasi

(56)
[image:56.612.113.526.133.367.2]

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.3 Kerangka Konsep Penelitian

Sumber : WHO ”Thought and Feeling Teori” (1984), dan Snehendu B. Kar ” Behavior Intention”, 1980.

Kerangka konsep merupakan hubungan atau keterkaitan antara variabel penyebab (independen) dengan variabel efek/akibat (dependen) (Notoatmodjo, 2010). Dari kerangka konsep yang dikemukakan terlihat bahwa yang menjadi variabel independen adalah dukungan sosial yaitu dukungan suami, ibu/ibu mertua, keterpaparan informasi, kewenangan mengambil keputusan, situasi untuk bertindak, pengetahuan, sikap, budaya dan orang yang menjadi panutan. Variabel-variabel ini diadopsi dari teori Thought and Feeling yang dikemukakan oleh WHO (1984) dan teori Behavior Intention yang dikemukakan oleh Snehandu B. Kar (1980) sedangkan yang menjadi variabel dependen adalah pemberian ASI eksklusif.

Pemberian ASI Eksklusif

Panutan Pengetahuan Sikap Budaya

Situasi untuk bertindak

Dukungan suami, ibu/ibu mertua

(57)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah survei explanatory, yang bertujuan menganalisis determinan perilaku pemberian ASI eksklusif pada bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Woyla Barat Kabupaten Aceh Barat. Survei explanatory adalah penelitian yang perlu dilakukan analisis terhadap data yang dikumpulkan, seberapa besar hubungan antar variabel melalui pengujian hipotesis (Setiadi, 2012).

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Woyla Barat Kabupaten Aceh Barat. Waktu penelitian berlangsung selama 6 (enam ) bulan terhitung mulai bulan Januari sampai Juni 2013.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu menyusui yang memiliki bayi usia > 6 bulan sampai dengan 1 tahun di Puskesmas Woyla Barat Kabupaten Aceh Barat yang berjumlah 157 orang (data bulan Januari 2013)

3.3.2 Sampel

(58)

susunya normal, (3) ibu yang tidak memiliki penyakit yang ditularkan melalui pemberian ASI, (4) ibu yang memiliki ASI (5) ibu yang masih memiliki suami, ibu/ibu mertua pada saat bayi berusia 0-6 bulan.

Selama penelitian berlangsung ternyata terdapat 2 bayi yang menderita bibir sumbing, 5 ibu yang puting susunya masuk ke dalam (tidak normal), 12 ibu tidak memiliki ASI dan 41 ibu tidak lagi memiliki suami,ibu/ibu mertua dengan rincian 3 ibu tidak memiliki suami, 16 tidak memiliki ibu, 9 ibu tidak memiliki ibu mertua dan 13 ibu tidak memiliki ibu/ibu mertua. Oleh karena 60 calon responden tersebut tidak memenuhi syarat yang telah ditentukan maka dikeluarkan dan tidak dilibatkan dalam penelitian. Berdasarkan hal tersebut jumlah ibu yang memenuhi syarat untuk menjadi responden dalam penelitian ini berjumlah 97 orang.

3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer

Data primer dihimpun melalui wawancara oleh peneliti terhadap responden berpedoman kepada kuesioner penelitian, meliputi umur ibu, pendidikan ibu, pekerjaan ibu, pendapatan keluarga, paritas, dukungan suami,orangtua/mertua, keterpaparan informasi, kewenangan/kebebasan mengambil keputusan,situasi untuk bertindak, pengetahuan, sikap , budaya, panutan dan pemberian ASI eksklusif.

3.4.2Data Sekunder

(59)

3.4.3 Uji Validitas dan Reliabilitas

Instrumen penelitian untuk pengumpulan data primer berupa kuesioner, sebelum digunakan dalam penelitian terlebih dahulu dilakukan uji validitas dan reliabilitas kuesioner terhadap 20 orang ibu bayi usia >6 bulan di wilayah kerja Puskesmas Johan Pahlawan, Aceh Barat.

1. Uji Validitas

Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur (instrumen) dalam mengukur suatu data (Ghozali, 2005). Untuk mengetahui validitas suatu instrumen (dalam kuesioner) dilakukan dengan menghitung korelasi antara skor r masing-masing pertanyaan dalam suatu variabel. Teknik korelasi yang digunakan adalah Corrected Item-Total Correlation, dengan kriteria ;

a. Bila r-hitung > r-tabel (0,444) pada α = 0,05 dk=n-2, maka pertanyaan valid b. Bila r-hitung < r-tabel (0,444) pada α = 0,05 dk=n-2, maka pertanyaan tidak

valid 2. Uji Reliabilitas

Setelah semua pertanyaan valid, analisis dilanjutkan dengan uji reliabilitas. Pertanyaan dikatakan reliabel jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu (Ghozali, 2005). Untuk mengetahui reliabilitas suatu pertanyaan dengan melihat nilai Alpha Cronbach :

(60)

Seluruh pertanyaan sudah dilakukan uji validitas dan releabilitas, dan sudah memenuhi ketentuan yang berlaku (Lampiran 3)

3.5 Variabel dan Definisi Operasional

Tabel 3.1. Variabel dan Definisi Operasional No Variabel Definisi Operasional

Variabel Independen

1 Dukungan suami, ibu/ibu mertua

Saran dan bantuan dari pihak suami, orangtua/mertua dalam pemberian ASI eksklusif

2 Keterpaparan informasi Keterangan yang diperoleh responden tentang ASI eksklusif

3 Kewenangan mengambil keputusan

Kebebasan responden untuk mengambil keputusan dalam pemberian ASI eksklusif 4 Situasi untuk bertindak Situasi dan kondisi yang dialami responden

untuk bisa atau tidak memberikan ASI eksklusif

5 Pengetahuan Segala sesuatu yang diketahui responden mengenai ASI eksklusif

6 Sikap Ide, pendapat dan perasaan responden terhadap ASI eksklusif

7 Panutan Orang yang dipercaya dan memberi pengaruh pada ibu dalam pemberian ASI Eksklusif

8 Budaya Adanya larangan atau anjuran dalam pemberian ASI eksklusif

Variabel Dependen

1 Pemberian ASI Eksklusif Pemberian ASI saja selama 6 bulan.

3.6 Metode Pengukuran 3.6.1 Variabel Dependen

(61)

sementara bila semua pertanyaan memperoleh jawaban “tidak”, maka pemberian ASI dikategorikan”eksklusif”.

3.6.2 Variabel Independen

1. Pengukuran variabel dukungan suami, ibu/ibu mertua terdiri dari 8 pertanyaan positif dan 2 pertanyaan negatif . Pertanyaan positif dengan 3 pilihan jawaban yaitu ya,sering (skor = 3), kadang-kadang (skor = 2), dan tidak pernah (skor = 1), sebaliknya pertanyaan negatif dengan 3 pilihan jawaban yaitu ya,sering (skor = 1), kadang-kadang (skor = 2), dan tidak pernah (skor = 3). Dikategorikan kurang mendukung bila nilai yang diperoleh <75% (nilai 10-24) dari total skor maksimal dan dikategorikan mendukung bila nilai yang diperoleh ≥75% (nilai 25-30) dari total skor maksimal dengan skala ukur ordinal.

2. Pengukuran variabel keterpaparan informasi terdiri dari 8 pertanyaan positif dan 2 pertanyaan negatif melalui wawancara. Pertanyaan positif terdiri dari dua pilihan jawaban yaitu ya (skor = 1), dan tidak (skor = 0), pertanyaan negatif terdiri dari dua pilihan jawaban yaitu ya (skor = 0), dan tidak (skor = 1). Dikategorikan kurang bila nilai yang diperoleh <75% (nilai 0-7) dari total skor maksimal, baik bila nilai yang diperoleh ≥75% (nilai 8-10) dari total skor maksimal dengan skala ukur ordinal.

(62)

4. Pengukuran variabel situasi untuk bertindak dengan mengajukan 3 pertanyaan positif dan 2 negatif melalui wawancara. Untuk pertanyaan positif terdiri dari dua pilihan jawaban yaitu ya (skor = 1), dan tidak (skor = 0), sedangkan untuk pertanyaan negatif, setiap jawaban ya (skor = 0), dan tidak (skor = 1). Dikategorikan kurang bila nilai yang diperoleh <75% (nilai 0-3) dari total skor maksimal, baik bila nilai yang diperoleh ≥75% (nilai 4-5) dari total skor maksimal dengan skala ukur ordinal.

5. Pengukuran variabel pengetahuan terdiri dari 5 pertanyaan melalui wawancara dengan 2 pilihan jawaban “ya” dan “tidak”. Setiap jawaban benar diberi nilai 1 dan nilai salah diberi nilai 0. Dikategorikan kurang bila jawaban yang benar <75% (nilai 0-3), dikategorikan baik bila ≥75% (nilai 4-5) dengan skala ukur ordinal.

(63)

7. Pengukuran variabel panutan terdiri dari 2 pertanyaan melalui wawancara. Pertanyaan pertama mempunyai 2 pilihan jawaban “ada dan tidak ada” . untuk jawaban “ada” diberi nilai 1 dan “tidak ada” diberi nilai 0. Untuk pertanyaan kedua mempunyai 2 pilihan jawaban “ya dan tidak”. Untuk jawaban “ya” diberi nilai 1 dan “tidak” diberi nilai 0. Dikategorikan ada panutan dalam pemberian ASI eksklusif jika diperoleh nilai 2 dan dikategorikan tidak ada panutan dalam pemberian ASI eksklusif jika diperoleh nilai < 2. Pengukuran variabel ini menggunakan skala ukur nominal.

8. Pengukuran variabel budaya terdiri dari 5 pertanyaan negatif melalui wawancara dengan 2 pilihan jawaban “ya” dan “tidak”. Setiap jawaban ya diberi nilai 0 dan tidak diberi nilai 1. Dikategorikan tidak mendukung bila nilai yang diperoleh <75% (nilai 0-3), dikategorikan mendukung bila ≥75% (nilai 4-5) dengan skala ukur ordinal.

3.7 Metode Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini meliputi:

a. Analisis univariat, yaitu untuk menjelaskan setiap variabel penelitian dengan penyajian dalam tabel distribusi frekuensi.

b. Analisis bivariat, yaitu untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh masing-masing variabel independen dengan dependen, dengan menggunakan uji chi square pada tingkat kemaknaan (α) = 0,05

(64)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

Kecamatan Woyla Barat adalah bagian dari Kabupaten Aceh Barat dengan luas wilayah 123,04 km2

a. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Sungai Mas dengan batas-batas wilayah :

b. Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Bubon c. Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Aceh Jaya d. Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Woyla Induk

Kecamatan Woyla Barat terdiri dari 24 desa dengan jumlah penduduk 7.542 jiwa. Sarana kesehatan utama yang terdapat di Kecamatan Woyla Barat adalah Puskesmas rawat jalan. Sarana kesehatan lainnya yang terdapat di wilayah Puskesmas Woyla Barat adalah 2 unit Puskesmas Pembantu (Pustu), 8 unit polindes/poskesdes. Sedangkan tenaga kesehatan yang bertugas di Puskesmas Woyla Barat terdiri dari 2 orang dokter umum, 32 orang bidan, 16 orang perawat, 1 orang analis, 1 orang asisten apoteker, 1 orang sanitarian (Puskesmas Woyla Barat, 2012).

(65)

bayi (23%) dari 154 bayi yang mendapatkan ASI eksklusif (Dinkes Aceh Barat, 2012).

Di Kecamatan Woyla Barat, pelayanan kesehatan sudah dilaksanakan dengan baik oleh petugas kesehatan. Sebagaimana laporan dari kepala Puskesmas bahwa kegiatan pokok Puskesmas berjalan lancar sesuai dengan perencanaan termasuk pemberian promosi kesehatan kepada ibu hamil dan menyusui. Namun demikian masyarakat khususnya ibu hamil dan menyusui yang menjadi sasaran penyuluhan kesehatan masih kurang tertarik dengan kegitan penyuluhan tersebut sehingga peserta penyuluhan tergolong sedikit. Hal ini tentunya akan berdampak pada minimnya informasi yang diterima oleh ibu hamil dan menyusui tentang ASI eksklusif. Penyuluhan kesehatan juga telah dilakukan oleh bidan yang bertugas di desa melalui kegiatan posyandu, namun kegiatan ini kurang mendapat dukungan dari ibu hamil dan menyusui. Bahkan menurut sebagian ibu menyusui, kegiatan posyandu itu hanya untuk ibu yang mempunyaianak usia 1-5 tahun, sehingga mereka jarang mengikuti penyuluhan yang diberikan dalam kegiatan posyandu.

4.2 Analisis Univariat

4.2.1 Pemberian ASI Eksklusif

(66)
[image:66.612.116.526.138.199.2]

Tabel 4.1. Pemberian ASI oleh Responden

No Pemberian ASI n %

1 Eksklusif 32 33,0

2 Tidak Eksklusif 65 67,0

Jumlah 97 100,0

[image:66.612.114.525.306.703.2]

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa 65 responden yang tidak memberikan ASI eksklusif sebagian besar memberikan pisang dan air putih kepada bayinya yaitu 72%, selebihnya diberi nasi lembek,susu formula,madu, teh dan kopi.

Tabel 4.2. Karakteristik Responden yang Memberikan ASI Eksklusif

No Karakteristik Responden Jumlah (%)

1 Umur

≤ 30 Tahun (Dewasa awal) 18 56,25

> 30 Tahun (Dewasa menengah ) 14 43,75

Total 32 100,0

2 Pendidikan

SD 8 25

SMP SMA PT 10 9 5 31,25 28,13 15,6

Total 32 100,0

3 Pekerjaan

IRT 22 68,75

Tani 5 15,6

Honorer PNS 1 4 3,13 12,5

Total 32 100,0

4 Pendapatan Keluarga

≥ 1.400.000 28 87.5

< 1.400.000 4 12,5

(67)

Tabel 4.2 (Lanjutan)

No Karakteristik Responden Jumlah (%)

5 Jumlah Anak 1 anak 2 anak 3 anak 4 anak 9 10 12 1 28,13 31,25 37,5 12,5

Total 32 100,00

6 Umur kehamilan Aterm (36-40 minggu)

32 100,00

Total 32 100,00

6 Tempat lahir anak Dukun RS Bidan 3 8 21 9,38 25 65,63

Total 32 100,0

[image:67.612.112.526.138.426.2]
(68)
[image:68.612.113.527.195.673.2]

36-40 minggu dan menurut tempat lahir yang paling banyak melahirkan dengan bantuan bidan sebanyak 21 respoden (65,63 %).

Tabel 4.3. Karakteristik Responden yang tidak Memberikan ASI Eksklusif

No Karakteristik Responden Jumlah (%)

1 Umur

≤ 30 Tahun (Dewasa awal) 37 56,92

> 30 Tahun (Dewasa menengah ) 28 43,07

Total 65 100,0

2 Pendidikan

SD 18 27,69

SMP SMA PT 24 16 7 36,92 24,61 10,76

Total 65 100,0

3 Pekerjaan

IRT 46 70,77

Tani 12 18,46

PNS 7 10,76

Total 65 100,0

4 Pendapatan Keluarga

≥ 1.400.000 51 78,46

< 1.400.000 14 21,53

Total 65 100,0

5 Jumlah Anak 1 anak 2 anak 3 anak 4 anak 16 26 18 5 24,62 40 27,69 7,69

(69)

Tabel 4.3 (Lanjutan)

No Karakteristik Responden Jumlah (%)

6 Umur kehamilan Aterm (36-40 minggu)

65 100,00

Total 65 100,00

6 Tempat lahir anak Dukun

RS Bidan

34 2 29

52,30 3,08 44,61

Total 65 100,0

Dari tabel 4.3 di atas dapat dilihat bahwa karakteristik responden berdasarkan umur yang paling banyak adalah umur ≤ 30 tahun sebanyak 37 orang (56,92 %) . Responden berdasarkan pendidikan terbanyak adalah SMP 24 orang (36,92 %), berdasarkan pekerjaan yang paling banyak adalah ibu rumah tangga (IRT) mencapai 46 ora

Gambar

Gambar 2.1 WHO ”Thought and Feeling Teori” (1984)
Gambar 2.2 Snehandu B. Kar Model (1980)
Gambar 2.3 Kerangka Konsep Penelitian
Tabel 4.1. Pemberian ASI oleh Responden
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan responden dengan fungsi keluarga sehat yang tidak memberikan ASI eksklusif sejumlah 15 (22.7%), dan yang memberikan ASI eksklusif sebesar 35 (53.0%).Berdasarkan

Ada hubungan antara dukungan suami dengan pemberian ASI eksklusif dimana ibu yang mendapat dukungan dari suami mempunyai kecenderungan untuk memberikan ASI secara eksklusif sebesar

Ada hubungan antara dukungan suami dengan pemberian ASI eksklusif dimana ibu yang mendapat dukungan dari suami mempunyai kecenderungan untuk memberikan ASI secara eksklusif sebesar

dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Kawangkoan didapatkan sebagian besar responden tidak memberikan ASI eksklusif pada bayinya saat bekerja sehingga terdapat hubungan yang

Dari capaian ASI eksklusif di Sumatera Selatan tahun 2017 didapatkan Kabupaten Muara Enim sebagai Kabupaten yang memiliki angka pemberian ASI eksklusif rendah yaitu sebesar

merupakan usia paling tepat untuk menjalani kehamilan dan persalinan sekaligus merawat bayi dengan memberikan ASI eksklusif, bukan berarti usia &lt; 20/&gt;35 tahun

Ada hubungan antara dukungan suami dengan pemberian ASI eksklusif dimana ibu yang mendapat dukungan dari suami mempunyai kecenderungan untuk memberikan ASI secara eksklusif sebesar

mendapatkan dukungan lebih memilih untuk memberikan ASI Eksklusif dibandingkan dengan tidak memberikan ASI Eksklusif (Ferawati, 2010). Ibu yang memberikan ASI Eksklusif