• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN

5.7 Pengaruh Pengetahuan terhadap Pemberian ASI Eksklusif

Pengetahuan merupakan segala sesuatu yang diketahui oleh manusia atau kepandaian dari manusia dan segala sesuatu yang ada dalam pikiran seseorang untuk mengenal dan mengetahui berbagai hal. Hasil analisis univariat diperoleh bahwa kebanyakan ibu menyusui di Kecamatan Woyla Barat memiliki pengetahuan yang kurang yaitu 54,6% dari 97 orang ibu yang diteliti. Hal ini mengindikasikan bahwa informasi yang diterima masih kurang, atau kurangnya minat ibu untuk meningkatkan pengetahuannya. Pengetahuan yang dimiliki ibu tentang ASI eksklusif berdampak pada perilaku ibu dalam pemberian ASI eksklusif.

Dari hasil analisis bivariat dengan menggunakan uji Chi-Square didapatkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan pemberian ASI eksklusif (p<0,001). Hal ini berarti bahwa semakin baik pengetahuan seseorang tentang kesehatan, maka akan semakin tinggi keinginan untuk hidup sehat. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Mulianda (2010) bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu dengan pemberian ASI eksklusif

Dalam penelitian ini menunjukan bahwa tingkat pengetahuan responden tentang ASI merupakan faktor resiko pemberian ASI eksklusif. Semakin baik pengetahuan tentang ASI eksklusif maka ibu-ibu akan semakin sadar tentang betapa pentingnya pemberian ASI eksklusif serta manfaatnya bagi ibu dan bayi, demikian pula sebaliknya.

Senada dengan hasil penelitian diatas, penelitian terdahulu juga menyebutkan bahwa pengetahuan mempunyai pengaruh terhadap pemberian ASI eksklusif, dalam penelitiannya Rohani (2005) menjelaskan bahwa akan terjadi peningkatan pemberian ASI eksklusif jika disertai dengan peningkatan pengetahuan. Namun hasil ini berbeda dengan penelitian Nurhuda dan Mahmudah (2010) yang menyebutkan bahwa tingkat pengetahuan tentang ASI tidak ada pengaruhnya dengan praktek pemberian ASI ekslusif.

Bila dilihat dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan, kebanyakan ibu menyusui tidak mengetahui bahwa bayi yang diare tetap harus diberikan ASI. Hal ini menunjukkan bahwa ibu menyusui tidak mengetahui bahwa dengan tetap memberikan ASI saat bayi diare akan menghindari terjadinya dehidrasi pada bayi

tersebut. Ada anggapan dari ibu menyusui bahwa bila bayi diare tetap diberi ASI maka diarenya tidak akan berhenti dan akan memperparah kondisi bayi.

Pengetahuan merupakan awal dari perubahan perilaku. Artinya jika ingin mengubah perilaku ibu menyusui, maka mulailah dari meningkatkan pengetahuan ibu hamil terlebih dahulu. Peningkatan pengetahuan ini dapat dilakukan dengan memberikan informasi seluas-luasnya kepada ibu menyusui akan pentingnya pemberian ASI eksklusif.

Pengetahuan ini dapat diperoleh secara formal maupun informal. Bila dikaitkan dengan tingkat pendidikan maka dapat dikatakan bahwa tingkat pendidikan ibu yang rendah mengakibatkan kurangnya pengetahuan ibu dalam menghadapi masalah, terutama dalam pemberian ASI eksklusif. Ibu-ibu yang mempunyai tingkat pendidikan yang lebih tinggi umumnya terbuka menerima perubahan atau hal-hal baru guna pemeliharaan kesehatannya ( Depkes RI 1996). Pendidikan juga akan membuat seseorang terdorong untuk ingin tahu mencari pengalaman sehingga informasi yang diterima akan menjadi pengetahuan.

Pendidikan adalah upaya persuasif atau pembelajaran kepada masyarakat agar masyarakat mau melakukan tindakan-tindakan atau praktik untuk memelihara (mengatasi masalah) dan meningkatkan kesehatannya. Perubahan atau tindakan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan yang dihasilkan oleh pendidikan kesehatan ini di dasarkan pengetahuan dan kesadarannya melalui proses pembelajaran sehingga perilaku tersebut diharapkan akan berlangsung lama (long lasting) dan menetap karennna di dasari oleh kesadaran.

Pendidikan diperkirakan ada kaitannya dengan pengetahuan ibu menyusui dalam memberikan ASI eksklusif, hal ini dihubungkan dengan tingkat pengetahuan ibu bahwa seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas dibandingkan dengan tingkat pengetahuan yang rendah (Notoatmodjo, 2003).

Dalam penelitian ini, tingkat pendidikan responden yang didapatkan sebagian besar berlatar belakang pendidikan SD dan SMP. Tentu kenyataan ini sejalan dengan yang telah dikemukakan di atas bahwa pendikan responden berkaitan dengan pengetahuan dan dibuktikan dengan hasil penelitian didapatkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan pemberian ASI eksklusif (p<0,001).

Di samping itu mayoritas responden adalah ibu rumah tangga yang umumnya hanya di rumah dan sangat terbatas aksesnya untuk keluar. Pekerjaan ibu juga diperkirakan dapat mempengaruhi pengetahuan dan kesempatan ibu dalam memberikan ASI eksklusif. Pengetahuan responden yang bekerja lebih baik bila dibandingkan dengan pengetahuan responden yang tidak bekerja. Semua ini disebabkan karena ibu yang bekerja di luar rumah memiliki akses yang lebih baik terhadap informasi, termasuk mendapatkan informasi tentang ASI eksklusif (Depkes RI, 1999).

Bila ditilik dari segi umur dan paritas maka 67 % responden berada pada rentang dewasa awal dan umumnya telah memiliki anak lebih dari satu orang. Seharusnya keadaan ini justru sangat mendukung untuk pemberian ASI eksklusif.

Umur ibu sangat menentukan kesehatan maternal karena berkaitan dengan kondisi kehamilan, persalinan, nifas serta cara mengasuh juga menyusui bayinya. Ibu yang berumur kurang dari 20 tahun masih belum matang dan belum siap secara jasmani dan sosial dalam menghadapi kehamilan, persalinan, serta membina bayi yang dilahirkan, sedangkan ibu yang berumur 20-35 tahun disebut juga masa reproduksi sehat, di mana pada masa ini diharapkan ibu telah mampu untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dengan tenang secara emosional terutama dalam menghadapi persalinan, nifas dan merawat bayi. Semakin meningkatnya umur dan tingkat kematangan maka kekuatan seseorang dalam berpikir dan bekerja juga akan lebih baik ( Hurlock, 1997).

Pada primipara dengan usia 35 tahun ke atas dimana produksi hormon relatif berkurang, mengakibatkan proses laktasi menurun, sedangkan pada usia remaja perkembangan fisik, psikologis maupun sosialnya belum siap sehingga dapat mengganggu keseimbangan psikologis dan dapat mempengaruhi dalam produksi ASI.

Husaini ( 2001) mengatakan bahwa umur 35 tahun lebih, ibu melahirkan termasuk beresiko karena pada usia ini erat katannya dengan anemia gizi yang dapat mempengaruhi produksi ASI yang dihasilkan.

Dari segi paritas yang dapat dilihat adalah pengalaman pemberian ASI eksklusif, menyusui pada kelahiran anak sebelumnya, kebiasaan menyusui dalam keluarga serta pengetahuan tentang manfaat ASI berpengaruh terhadap keputusan ibu untuk memberikan ASI eksklusif atau tidak. Seorang ibu dengan bayi pertamanya mungkin akan mengalami masalah ketika menyusui hanya karena tidak tahu cara-cara

yang sebenarnya dan bila ibu mendengar ada pengalaman menyusui yang kurang baik yang dialami oleh orang lain mungkin akan membuat ibu menjadi ragu untuk menyusui.

Paritas diperkirakan ada kaitannya dengan arah pencarian informasi tentang pengetahuan menyusui dalam memberikan ASI eksklusif. Hal ini dihubungkan dengan pengaruh pengalaman sendiri maupun orang lain terhadap pengetahuan yang dapat mempengaruhi perilaku saat ini atau kemudian (Arini, 2012).