• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PENUTUP Pertama

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB V PENUTUP Pertama"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PENUTUP

Tesis ini adalah media sosial sebagai strategi gerakan dalam konteks demokrasi. Peneliti memandang media sosial dengan cara pandang teknorealis.

Artinya, media sosial bagai pedang bermata dua. Media sosial dapat menjadi alat yang secara konsisten mendukung pergerakan masyarakat akar rumput, tetapi secara bersamaan, media sosial juga dapat digunakan oleh pemerintah untuk melakukan pengawasan terhadap segala bentuk aktivitas masyarakat. Dengan kata lain, ketiga karakterisitik khas media sosial: bentuk, khalayak, dan konten, dapat digunakan untuk melindungi atau justru melanggar hak asasi manusia. Penelitian ini membuktikan bahwa media sosial tidak pernah netral karena fungsinya sangat bergantung pada siapa dan bagaimana media sosial digunakan. Selanjutnya, peneliti menggunakan bab ini untuk memberi penegasan ulang terkait jawaban atas ketiga rumusan masalah penelitian.

Pertama, mengapa media sosial dipilih sebagai strategi gerakan Bali Tolak Reklamasi? Pemilihan media sosial sebagai strategi gerakan merupakan hasil dari proses nalar dan refleksi para aktor. Sebagai bagian dari proses nalar, tercipta identitas kolektif nyama Bali untuk melindungi nilai ekologi-religiousitas yang terkandung dalam Teluk Benoa. Nilai ini tidak lepas dari keterkaitan Benoa dalam kehidupan sehari-hari mereka. Nalar juga mengarahkan mereka untuk memperluas jaringan dan memobilisasi dukungan tidak hanya dari masyarakat Tanjung Benoa, tetapi seluruh Bali, atau bahkan lebih luas lagi. Sedangkan refleksi menghasilkan keengganan untuk kembali merasakan dampak kerusakan lingkungan layaknya pascareklamasi Serangan. Oleh karena itu mereka memilih media sosial yang dapat secara luas dan bebas menyebarluaskan pengetahuan bersifat counter- hegemony untuk tolak reklamasi Teluk Benoa. Lebih jauh, peneliti merumuskan empat alasan utama mengapa media sosial masih saja dipilih sebagai strategi gerakan: 1) keterbatasan modal ekonomi, 2) lebih efektif menjangkau akar rumput, 3) menghindari politik redaksional dalam pembingkaian berita, dan 4)

(2)

135 media sosial telah menjadi bagian hidup sehari-hari aktor. Sejalan dengan teori Lim1, penggunaan media sosial sebagai strategi gerakan merupakan hasil sejarah panjang perjuangan kelas menengah untuk menentang kebijakan investasi rakus berkedok kemajuan pariwisata.

Kedua, bagaimana karakteristik media sosial sebagai strategi gerakan?

Penelitian ini membuktikan bahwa ketiga karakter kunci media sosial: bentuk, konten, dan khalayak, berhasil memperkuat gerakan melalui empat cara.

Pertama, media sosial secara murni digunakan sebagai instrumen kampanye oleh aktor gerakan yang kekurangan sumber daya finansial. Kedua, media sosial tidak hanya digunakan sebagai media komunikasi, namun sudah menjadi media perlawanan itu sendiri. Ketiga, konstruksi pengetahuan publik yang bersifat counter-hegemony melalui media sosial. Terakhir, keempat, pembentukan identitas kolektif melalui pembentukan ikatan lemah antaraktor. Sehingga pengguna media sosial yang terlibat dalam aktivitas protes di ruang virtual, tidak lain adalah bagian utuh dari ForBALI itu sendiri. Tidak hanya itu, penelitian ini memperlihatkan adanya limitasi dari karakteristik media sosial sebagai strategi gerakan. Media sosial memfasilitasi gerakan, tetapi pada saat yang sama juga memfasilitasi pihak lawan. Selain itu, konten dalam media sosial bersifat tidak stabil (ephemerality) sehingga bisa hilang baik secara disengaja maupun tidak.

Terakhir, tidak semua aktivitas media sosial dapat berkelanjutan di dunia nyata dan menekan perubahan isu publik menjadi agenda politik.

Berkaitan dengan sudut pandang strategi Gerakan Sosial Baru, media sosial digunakan sebagai alat untuk mengakomodasi strategi nalar dan refleksi para aktor, untuk kemudian menyebarkannya kepada netizen. Dengan kata lain, proses nalar dan refleksi yang sudah ada sebelumnya, memang megarahkan para aktor untuk memilih media sosial sebagai strategi gerakan. Namun selanjutnya, media sosial kembali menyaring hasil nalar dan refleksi itu sendiri untuk kemudian disebarkan kepada netizen. Strategi nalar ditunjukkan melalui praktik penciptaan

1 Lim, Merlyna. 2014. “Roots, Routes & Routers: Sosial Media and Urban Activism from the Arab Spring to Hong Kong”. Diambil dari: https://prezi.com/paahb5trujx2/roots-

routesrouters/?utm_campaign=share&utm_medium=copy

(3)

136 dan penyebaran konten di media sosial yang tidak lain adalah proses pendefinisian identitas diri mereka sendiri (ForBALI) siapa lawan, dan siapa kawan. Sedangkan strategi refleksi yaitu pembentukan opini publik (jejaring pengetahuan) melalui ikatan lemah aktor. Hasilnya, opini dapat beredar secara cepat dan luas. Adapun sifat para aktor yang anti berdiskusi dengan eksekutif maupun legislatif, menjadi keunikan strategi gerakan Bali Tolak Reklamasi. Media sosial kemudian tampil seolah-olah sebagai strategi paling efektif untuk menjangkau dukungan dari masyarakat akar rumput di tengah fakta bahwa tidak semua orang mampu mengakses media sosial.

Ketiga, bagaimana proses transformasi strategi gerakan dari aktivitas media sosial ke gerakan nyata? Aktivitas media sosial menciptakan ketegangan politik tersendiri. Hal ini karena media sosial memfasilitasi gerakan, tetapi pada saat yang sama juga memfasilitasi pihak lawan. Terdapat sejumlah wacana yang muncul dan kemudian berkembang menjadi perang opini di media sosial, terutama Twitter. Ketegangan memuncak ketika di akhir masa jabatannya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono justru mengesahkan Peraturan Presiden No.

51/Thn. 2014 yang mengubah status Teluk Benoa dari kawasan konservasi perairan menjadi zona penyangga. Secara tidak langsung, Presiden justru memunculkan jalan pintas untuk memuluskan rencana PT. Tirta Wahana Bali Internasional untuk mereklamasi Teluk Benoa.

Aksi nyata menjadi bagian dari strategi aktor sebagai upaya pendorong representasi demokratis. Sehingga keberlanjutan strategi dari aktivitas media sosial ke aksi nyata dipahami sebagai bentuk transformasi strategi gerakan.

Adapun aksi nyata bukan lagi dipandang sebagai strategi awal melainkan sebagai

‘akhir’ yang menunjukkan eksistensi aktor sebagai aktivis lingkungan penolak reklamasi. Adapun transformasi strategi gerakan dari aktivitas media sosial ke aksi nyata tidak selalu berhasil. Terdapat lima kondisi yang mendukung proses transformasi strategi gerakan: 1) produksi konten di media sosial mampu membangkitkan kemarahan publik; 2) kominten perlawanan yang kuat dari aktor gerakan; 3) membangun ikatan kuat antaraktor gerakan: internal dan eksternal; 4) mampu menarik perhatian media massa konvensional untuk mengangkat dan

(4)

137 membingkai isu gerakan dan 5) peluang politik. Penelitian ini membuktikan bahwa media sosial, sebagai bagian dari strategi Gerakan Sosial Baru, berhasil memobilisasi massa dan mendorong representasi demokratis.

Peneliti kemudian melakukan refleksi lebih jauh mengenai proses demokratis masyarakat akar rumput melalui media sosial. Hal ini karena pada dasarnya, ide penelitian ini berawal dari temuan survei dalam Ringkasan Eksekutif Hasil Survei Demokrasi Power, Welfare, and Democracy2 yang menyatakan bahwa tren masyarakat sipil saat ini cenderung menggunakan media sosial untuk memobilisasi dukungan akar rumput, namun belum berhasil mewujudkan representasi demokrasi. Representasi demokrasi yang dimaksud adalah mendorong perubahan isu publik menjadi agenda politik. Adapun makna demokrasi tersebut sejalan dengan definisi Beetham, yakni demokrasi sebagai persoalan kontrol popular3 terhadap urusan publik dan politik berbasis persamaan hak dan warganegara. Dengan demikian, perlu adanya aktor demokrasi yang melakukan kontrol terhadap isu publik. Dalam penelitian ini, Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi (ForBALI) diposisikan sebagai aktor alternatif4 demokrasi.

Penelitian ini membuktikan bahwa aktor alternatif menggunakan media sosial untuk mengkonsolidasikan wacana publik, memobilisasi dukungan, serta mendorong wacana publik menjadi agenda politik. Sehingga, penelitian ini berbeda dengan penelitian lain karena memposisikan media sosial sebagai bagian dari strategi gerakan dalam upaya kontrol atas isu publik, yakni rencana reklamasi Teluk Benoa oleh PT. Tirta Wahana Bali Internasional milik Tomy Winata.

Representasi demokrasi baru dapat terwujud ketika ada transformasi strategi gerakan dari aktivitas media sosial ke aksi nyata. Hal ini penting mengingat aktivitas media sosial tidak selalu berkelanjutan menjadi aksi di dunia nyata. Jika tidak berlanjut, isu publik hanya menjadi keluh kesah publik. Kritik masyarakat

2 Savirani, Amalinda, et.al. 2014. Ringkasan Eksekutif Hasil Survei Demokrasi Power, Welfare and Democracy. Yogyakarta: UGM.

3 Beetham, David. 1999. Democracy and Human Rights. Cambridge: Polity Press, hal. 5.

4 Aktor alternatif adalah aktor yang menguasai wacana publik tetapi memiliki keterbatasan untuk terlibat dalam pengambilan keputusan, biasanya aktor berada dalam ranah masyarakat sipil;

definisi aktor dalam Savirani, Amalinda, et.al. 2014. Ringkasan Eksekutif Hasil Survei Demokrasi Power, Welfare and Democracy. Yogyakarta: UGM, hal. 6.

(5)

138 pengguna media sosial hanya mengendap di ruang siber, tidak memiliki daya tekan di ruang nyata. Ketika media sosial hanya menjadi ruang penuh informasi tetapi tidak dapat mendorong perubahan politik, maka media sosial dapat dikatakan belum mampu mewujudkan representasi demokrasi. Aktivitas media sosial menjadi strategi dalam penyebaran informasi-informasi populer. Isu lingkungan di Bali telah berkembang menjadi isu populer sejak rencana pembangunan Bali International Park (BIP) di Jimbaran pada tahun 2010. Tidak hanya di Bali, isu lingkungan sudah menjadi perhatian masyarakat global seiring bertambah parahnya dampak perubahan iklim di Bumi. Tidak heran jika isu-isu kontemporer, termasuk isu lingkungan, lebih mudah menarik perhatian kalangan kelas menengah untuk memperjuangkan kepentingan lingkungan ini melalui gerakan sosial. Sedangkan aksi nyata menjadi strategi dalam mendorong perubahan isu publik menjadi agenda politik.

Gerakan lingkungan Bali Tolak Reklamasi dipahami sebagai Gerakan Sosial Baru karena tuntutan gerakan bukan seputar wacana perjuangan kelas, melainkan isu kemanusiaan kontemporer, yakni isu lingkungan. Artinya, tuntutan gerakan tidak sebatas mengusung kepentingan salah satu kelas, tetapi manusia secara luas.

Dalam gerakan Bali Tolak Reklamasi, religiovikasi yang kemudian muncul adalah: “Benoa menjadi hidup dan rumah kami”. Sesungguhnya, tidak ada gaya yang benar-benar baru dalam penggunaan media sosial sebagai strategi Gerakan Sosial Baru. Kreativitas lahir dari kemampuan para aktor mengemas cara-cara kampanye konvensional menjadi bentuk perlawanan baru yang dapat dengan mudah difasilitasi oleh media sosial. Sedangkan ForBALI, aktor alternatif penggagas gerakan lingkungan, terorganisasi secara longgar, cair, namun kompleks. Struktur memang ada, namun tidak kaku, tidak formal, bahkan aktivitas gerakan memang tidak berfokus pada mekanisme horizontal atau vertikal layaknya struktur organisasi pada umumnya. Hal paling menonjol dalam partisipasi aktor adalah sifat sukarela dari berbagai kalangan, tidak hanya elit penggerak ForBALI. Sehingga, aksi protes berjalan spontan, sangat dinamis, bahkan cenderung tidak dapat diprediksi oleh para aktor gerakan itu sendiri.

(6)

139 Penelitian ini belum bisa menyatakan secara tegas mengenai kemampuan media sosial untuk mendorong representasi demokratis. Jawaban yang didapatkan masih abu-abu. Maksudnya, jika dilihat hanya dari variabel perubahan isu, yakni perubahan dari isu publik menjadi agenda politik, media sosial dapat dikatakan telah berhasil mewujudkan representasi demokrasi pada kasus reklamasi Teluk Benoa. Hal ini karena isu sudah lebih dulu terkonsolidasi menjadi agenda publik di media sosial. Namun, media sosial belum mampu mendorong representasi demokratis ketika dilihat dari sisi partisipasi akar rumput yang masih terkesan elitis. Religiovikasi tampaknya baru berakar kuat pada sebagian aktor saja. Tidak betul-betul diresapi oleh setiap lapisan masyarakat adat. Dengan demikian, bentuk demokrasi masih sulit dikategorikan. Jelasnya, dalam kasus gerakan Bali Tolak Reklamasi, aktor alternatif memiliki akar massa yang kuat, berhasil menjangkau akar rumput, namun tidak serta merta menciptakan inisiatif massa untuk melawan.

Massa cenderung pasif dan menjadi objek mobilisasi, meskipun sudah ada pertanda hadirnya sifat volunteerism dalam gerakan ini.

Berkaitan dengan hal itu, terdapat saran bagi penelitian selanjutnya untuk lebih melihat fenomena penggunaan media sosial sebagai strategi gerakan dalam sudut pandang demokrasi. Demokrasi menjadi konsep yang rumit karena banyak variabel yang terkait di dalamnya, seperti bentuk institusi, partisipasi, deliberasi pada isu populis, kapasitas aktor baik dominan maupun alternatif, dan sebagainya.

Penelitian selanjutnya dapat diarahkan untuk menemukan model demokrasi yang saat ini terjadi di tengah penggunaan media sosial yang sangat massif oleh masyarakat akar rumput.

Pada akhirnya, tesis dalam penelitian ini adalah: “Posisi media sosial sebagai strategi Gerakan Sosial Baru berperan memfasilitasi strategi nalar dan refleksi dalam mobilisasi dukungan. Selain itu, media sosial mampu mendorong representasi demokratis ketika berhasil bertransformasi menjadi aksi nyata sebagai strategi untuk mengubah isu publik menjadi agenda politik”.

***

Referensi

Dokumen terkait

Tumpuan penulisan adalah berkaitan dengan beberapa aspek penting iaitu epidemik HIV/AIDS, masalah dadah yang berkaitan dengan HIV, statistik HIV/AIDS yang berpunca

Timbal di udara bagian pengecatan memiliki kadar yang lebih tinggi yaitu 0,000522 ppm, sedangkan kadar Pb di ruang pengecatan mobil sebesar 0,065372 ppm, dan kadar Pb darah

Surabaya sebagai ibukota di Jawa Timur dan juga sebagai kota terbesar kedua di Indonesia merupakan tempat yang cocok untuk dibangun Pusat Pelatihan Batik.. Diharapkan

Aspek-aspek pertimbangan telah dapat dicakupi oleh media pembelajaran menggunakan media spesimen Echinodermata pada materi dunia hewan jika melihat hasil penilaian tim

Industri media online merupakan industri yang membutuhkan tingkat kreativitas tinggi, dimana mereka ditantang untuk menghasilkan output yang menarik dan berbeda dengan yang

tanaman di kondisi lahan yang sulit diolah dan tidak subur baik secara fisik dan mekanis dibutuhkan kombinasi jenis yang sangat terbatas yaitu alternatif

Marjin pemasaran pada saluran pemasaran batang jangelan kering II di Kecamatan Karangtengah Kabupaten Wonogiri sebesar Rp.3.000/kg.Farmer share sebesar 70% yang

Kenapa Inggris membantu Perancis untuk mendapatkan kembali wilayah jajahan Perancis? Hal Kenapa Inggris membantu Perancis untuk mendapatkan kembali wilayah jajahan Perancis?