• Tidak ada hasil yang ditemukan

ISOLASI DAN UJI TOKSISITAS SENYAWA METABOLIT SEKUNDER DARI EKSTRAK n-heksana KULIT BATANG MEDANG LENDIR (Litsea glutinosa (Lour.) C.B.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ISOLASI DAN UJI TOKSISITAS SENYAWA METABOLIT SEKUNDER DARI EKSTRAK n-heksana KULIT BATANG MEDANG LENDIR (Litsea glutinosa (Lour.) C.B."

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

ISOLASI DAN UJI TOKSISITAS SENYAWA METABOLIT SEKUNDER DARI EKSTRAK n-HEKSANA KULIT BATANG

MEDANG LENDIR (Litsea glutinosa (Lour.) C.B.Rob)

Bingah Nursyifa1*, Hilwan Yuda Teruna2 1Mahasiswa Program S1 Kimia

2Dosen Bidang Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau Kampus Binawidya, Pekanbaru, 28293,

Indonesia

*bingah.nuursyifa5646@student.unri.ac.id

ABSTRACT

Medang lendir (Lisea glutinosa) is a plant in the Lauraceae family which is commonly found in tropical and sub-tropical regions. This plant is widely used as traditional medicine and its bark is used to repel mosquitoes by burning it. This study aims to isolate the bark of medang lendir and test the toxicity activity of the isolated compounds. A secondary metabolite (called LG-H-03) has been isolated from the bark by the chromatotron method from combined fraction of 4 and 5 of n-hexane extracts.

The compound was characterized by UV-Vis and FT-IR spectroscopy, which showed the presence of the OH, aliphatic C-H, methyl (CH3), C=O, C=C, and C-O (alcohol) groups. Melting point obtained was 118-120oC. Toxicity test showed that LG-H-03 was non-toxic with LC50 value 367 ppm.

Keywords: isolate, Litsea glutinosa,toxicity

ABSTRAK

Medang lendir (Litsea glutinosa) merupakan tumbuhan dari (famili: Lauraceae) yang banyak ditemukan di daerah yang beriklim tropis dan subtropis. Tumbuhan ini banyak dimanfaatkan sebagai obat tradisional dan kulit batangnya digunakan untuk mengusir nyamuk dengan cara membakarnya. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan isolasi terhadap kulit batang medang lendir dan menguji aktivitas toksisitas dari senyawa yang berhasil diisolasi. Senyawa metabolit sekunder telah diisolasi dari kulit batang medang lendir menggunakan metode kromatografi radial dari fraksi gabungan 4 dan 5 ekstrak n-

(2)

heksana. Karakterisasi senyawa dilakukan dengan analisis spektroskopi UV-Vis dan FT-IR yang menunjukkan adanya gugus OH, C-H alifatik, CH3 (metil), C=O, C=C, dan C-O (alkohol). Titik leleh diperoleh pada rentang 118-120˚C. Uji toksisitas menunjukkan senyawa LG-H-03 tidak toksik dengan nilai LC50 sebesar 367 ppm.

Kata kunci: isolasi, Litsea glutinosa, toksisitas

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki hutan tropis terbesar di dunia. Diperkirakan sekitar 30.000 tumbuhan ditemukan di dalam hutan tropika Indonesia, dan sekitar 1.260 spesies di antaranya diketahui berkhasiat sebagai obat (Achmad, 1995).

Namun belum semua spesies telah dikembangkan dan digunakan sebagai obat. Kandungan senyawa dari metabolit sekunder seperti alkaloid, flavonoid, steroid, saponin, terpenoid dan fenolik memiliki peran sebagai bioaktivitas untuk khasiat obat. Salah satu tumbuhan yang memiliki beragam bioaktivitas untuk obat adalah tumbuhan medang lendir dari genus Litsea.

Litsea adalah genus pohon yang tumbuh hijau, dapat berganti daun dan tumbuh belukar yang termasuk (famili : Lauraceae). Genus ini terdiri dari ± 622 spesies yang tersebar di Australia tropis dan subtropis, Selandia Baru, Amerika Utara, Amerika Selatan, dan Asia. Lebih dari 100 penelitian dengan teknik modern

telah dikonfirmasi penggunaan tumbuhan dari genus Litsea dalam diare dan komplikasinya, sebagai agen antibakteri dan antijamur, antioksidan dan antidepresan. Bioaktivitas yang dianggap penting telah ditemukan dalam literatur (Chen et.al., 1998) yang menunjukkan kemanjuran tumbuhan genus litsea sebagai agen sitotoksik dan anti-HIV dalam literatur (Zhang et.al., 2005).

Hubungan ini memberikan ulasan komprehensif senyawa Litsea yang relevan secara farmakologis yang dikarakterisasi sejauh ini dan studi yang mendukung penggunaannya sebagai tanaman obat (Agrawal et al., 2011).

Medang lendir (Litsea glutinosa) dari Lauraceae dapat ditemukan di daerah beriklim tropis. Tumbuhan ini di Indonesia tersebar di Sumatera dan Kalimantan, dan dapat ditemukan di berbagai negara Asia yang beriklim tropis dan subtropis. Jenis tumbuhan ini sudah banyak dimanfaatkan sebagai obat tradisional oleh beberapa suku pedalaman di Indonesia, salah satunya adalah etnis

(3)

Talang Mamak. Talang Mamak adalah suku pedalaman dari Provinsi Riau yang memanfaatkan tumbuhan disekitarnya sebagai obat. Mereka memanfaatkan kulit batang dari medang lendir untuk mengusir nyamuk dengan cara membakarnya (Yuanmizesfi, 2017).

L. glutinosa (Lour.) C.B. Rob.

memiliki kegunaan etno-obat untuk diare, disentri, dan rematik. Tumbuhan ini juga digunakan sebagai antispasmodik dan penyembuhan luka (Yusuf et.al, 2009). Kulit pohon ini juga digunakan dalam persiapan tonik energi (Haque et.al., 2014). Penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh (Yuanmizesfi, 2017) terhadap kulit batang medang lendir menunjukkan adanya aktivitas toksisitas, dengan menggunakan metode BSLT (Brine Shrimp Lethality Test) dan diperoleh nilai LC50 sebesar 1,476 ppm. Tumbuhan L. glutinosa juga memiliki beragam bioaktivitas, penelitian ini menggunakan bagian kulit batangnya untuk diisolasi dan diuji aktivitas toksisitasnya. Dengan isolasi senyawa yang berbeda dari penelitian sebelumnya, dilakukan uji toksisitas kembali guna memperbanyak pencarian senyawa antikanker yang dapat dijadikan pengetahuan dan dapat dikembangkan oleh ahli dalam

bidangnya.

Salah satu metode awal untuk uji toksisitas adalah Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). BSLT merupakan salah satu metode yang banyak digunakan untuk pencarian senyawa antikanker baru yang berasal dari tanaman. Metode pengujian ini didasarkan pada bahan aktif senyawa dari tumbuhan yang bersifat toksik dan mampu membunuh larva A. salina dengan parameter LC50. Suatu ekstrak dinyatakan bersifat toksik menurut metode ini jika memiliki LC50 kurang dari 1000 ppm.

Jika hasil uji menunjukkan bahwa ekstrak tumbuhan bersifat toksik maka dapat dikembangkan ke penelitian lebih lanjut untuk mengisolasi senyawa sitotoksik tumbuhan sebagai usaha pengembangan obat alternatif antikanker. Metode BSLT telah terbukti memiliki korelasi dengan aktivitas antikanker. Selain itu, metode ini juga mudah dikerjakan, murah, cepat, dan cukup akurat (Meyer et al., 1982).

METODOLOGI PENELITIAN a. Alat dan bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah satu set alat destilasi, satu set alat kromatografi vakum cair, bejana kromatografi, satu set alat flash chromatography, 1 set alat kromatografi radial model 7924T, neraca analitik, alat pengukur titik leleh Fisher John (SMP

(4)

11-Stuart®), ultrasonik (Kery Pulsatron), lampu ultraviolet (254 dan 366 nm), FTIR (FTIR Shimadzu, IR Prestige-21), Spektrofotometer UV (Genesys 10s UV- Vis v4.0022L9N175013), pipet mikro dan peralatan gelas yang biasa dipakai di Laboratorium kimia.

Bahan-bahan yang digunakan dalam dalam penelitian ini adalah kulit batang tumbuhan Litsea glutinosa, etil asetat, n-heksana, metanol, pereaksi Meyer, pereaksi Dragendroff, plat KLT GF254, silika gel 60 GF254, silika gel 70- 230 mesh, alumunium foil dan akuades.

Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah A. salina.

b. Isolasi metabolit sekunder

Senyawa metabolit sekunder diisolasi dari kulit batang medang lendir menggunakan metode kromatografi radial terhadap subfraksi hasil flash chromatography dari fraksi gabungan 4 dan 5 dari ekstrak n-heksana yang telah dilakukan oleh Yuanmizesfi (2017).

Preparasi untuk kromatografi radial dimulai dari menyiapkan plat kromatografi radial menggunakan silika gel dengan ketebalan 2 mm. Silika gel ditimbang sebanyak 63 g, kemudian diberi aquadest sebanyak 112 mL untuk dijadikan bubur silika gel. Bubur silika dengan cepat dituangkan ke atas plat

kromatografi radial yang telah diberi pembatas menggunakan selotip. Plat kemudian diratakan dan dikeringkan selama 3-7 hari. Sebelum digunakan plat dipanaskan menggunakan oven dengan suhu 50oC selama 2 jam, setelah itu plat diratakan kembali menggunakan besi pengikis plat kromatografi radial.

Setelah satu set dari alat kromatografi radial siap digunakan, sampel yang telah dilarutkan dengan pelarut nonpolar dimasukkan pada plat kromatografi radial. Eluen yang digunakan pada kromatografi radial adalah n-heksana : etil asetat secara bergradien dengan kepolaran meningkat.

Biarkan hingga ada eluen yang menetes keluar dari kromatografi radial dan eluatnya ditampung dengan vial yang telah diberi nomor. Pemisahannya dapat diamati dengan lampu UV. Pelarut diuapkan pada suhu kamar hingga kering lalu dilakukan uji KLT menggunakan pelarut yang sesuai. Noda hasil KLT pada plat ditandai dengan menggunakan pensil dan diamati dengan lampu UV λ254/366 nm.

Subfraksi yang memiliki nilai Rf yang sama dapat digabungkan. Hasil penggabungan subfraksi yang membentuk padatan atau kristal selanjutnya dilakukan rekristalisasi dengan tujuan untuk memisahkan kristal dengan zat

(5)

pengotornya agar kristal menjadi murni.

Kristal yang telah dilakukan rekristalisasi dilakukan analisis kemurnian dengan pengujian KLT dan pengukuran titik leleh menggunakan alat Fisher-Johns.

Pada pengujian KLT, kemurnian senyawa ditentukan dari profil KLT yang menunjukkan satu noda dan kemurnian dari pengukuran titik leleh ditentukan melalui rentang suhu ketika kristal mulai meleleh sampai habis meleleh ≤ 2oC.

c. Karakterisasi senyawa

Senyawa murni yang sudah diisolasi dianalisis dan dikarakterisasi dengan spektrofotometer UV-Vis dan FTIR.

d. Uji toksisitas dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)

Uji toksisitas dilakukan terhadap senyawa murni hasil isolasi. Hewan uji yang digunakan pada metode ini adalah Artemia salina. Benih telur dari A. salina dimasukkan kedalam wadah yang berisi air laut yang diberi sekat antara wadah yang gelap dan wadah yang disinari dengan lampu 5 watt, lalu dibiarkan selama 48 jam. Sampel sebanyak 2 mg dilarutkan dalam 2 mL etil asetat (larutan induk, dengan konsentrasi 1000 µg/mL).

Konsentrasi sampel yang diuji yaitu 100 µg/mL, 10 µg/mL dan 1 µg/mL yang

masing-masing dibuat dengan cara pengenceran bertingkat. Vial terlebih dahulu dilakukan kalibrasi menggunakan aquades sebanyak 5 mL terhadap 9 buah vial. Sampel dipipet kedalam masing- masing vial sebanyak 0,5 mL, lalu diuapkan hingga pelarutnya mengering.

Selanjutnya, kedalam masing-masing vial ditambahkan 50 µL DMSO dan sedikit air laut. Sebanyak 10 ekor larva udang yang telah disiapkan dimasukkan kedalam vial uji dan ditambah air laut hingga batas kalibrasi 5 mL. Vial uji didiamkan selama 24 jam. Jumlah larva yang mati dihitung, untuk melihat tingkat toksisitasnya.

Pengujian dilakukan sebanyak tiga kali pengulangan dengan perlakuan sama untuk masing-masing konsentrasi. Data yang diperoleh dianalisis untuk menentukan nilai LC50 dengan metode kurva menggunakan tabel analisis probit.

HASIL DAN PEMBAHASAN

a. Isolasi senyawa metabolit sekunder

Tumbuhan medang lendir (L.

glutinosa) dilakukan identifikasi sampel dengan uji fitokimia terlebih dahulu. Uji fitokimia menunjukkan hasil positif terhadap senyawa alkaloid, flavonoid, terpenoid dan fenolik. Senyawa metabolit sekunder dari kulit batang medang lendir (L. glutinosa) diisolasi menggunakan

(6)

metode kromatografi radial terhadap subfraksi hasil flash chromatography dari fraksi gabungan 4 dan 5 dari ekstrak n-heksana. Metode kromatografi radial dipilih karena mempunyai pola pemisahan yang bagus dibandingkan metode kromatografi lainnya. Preparasi kromatografi radial dimulai dari menyiapkan plat untuk kromatografi radial menggunakan silika gel sebanyak 63 g yang diberi aquades sebanyak 112 mL dengan ketebalan 2 mm. Setelah satu set alat kromatografi radial siap digunakan, sampel yang telah dilarutkan dengan pelarut nonpolar dimasukkan pada plat kromatografi radial.

Eluen yang digunakan pada kromatografi radial adalah n-heksana : etil asetat secara bergradien dengan kepolaran meningkat, dimulai dari n-heksana : etil asetat (9:1) sampai etil asetat 100%. Biarkan hingga ada eluen yang menetes keluar dari kromatografi radial dan eluatnya ditampung dengan vial yang telah diberi nomor.

Pemisahannya dapat diamati dengan lampu UV. Pita yang terlihat dengan lampu UV adalah sebanyak 3 buah, dan setelah ditambah kepolarannya dengan perbandingan n-heksana : etil asetat (8:2) menjadi 5 buah pita. Kromatografi radial dilakukan sampai pita yang terlihat pada

lampu UV tidak terlihat lagi. Hasil dari kromatografi radial diperoleh 162 vial.

Hasil kromatografi radial pada vial diuapkan pada suhu kamar hingga kering lalu dilakukan uji KLT menggunakan pelarut yang sesuai. Pengujian KLT dilakukan untuk melihat nilai retardation factor (Rf)dari tiap subfraksi yang diuji.

Setelah dilakukan pengujian KLT dengan eluen n-heksana : etil asetat (7:3) terhadap hasil kromatografi radial pada vial 1-70, hasil KLT menunjukkan adanya subfraksi yang memiliki nilai Rf yang sama pada vial 28-36 dan dilakukan penggabungan lalu didapatkan padatan kotor. Padatan dilakukan rekristalisasi dan hasil dari rekristalisasi diperoleh kristal berwarna kuning pucat dan diberi kode senyawa LG-H-03.

Untuk menguji kemurnian dari senyawa LG-H-03 dilakukan pengujian KLT dan pengukuran titik leleh.

Pengujian KLT dilakukan dengan eluen n-heksana : etil asetat (7:3) dan hasil KLT menunjukkan adanya 1 noda pada plat KLT yang artinya senyawa tersebut sudah murni. Titik leleh senyawa LG-H-03 diperoleh pada suhu 118-120˚C.

Kemurnian untuk pengukuran titik leleh ditentukan melalui rentang suhu ketika kristal mulai meleleh sampai habis meleleh ≤ 2oC.

(7)

b. Karakterisasi Senyawa dengan Spektroskopi UV-Vis dan FT-IR

Senyawa LG-H-03 yang telah murni dikarakterisasi menggunakan spektroskpi UV-Vis dan FT-IR. Analisis dilakukan untuk menunjukkan gugus fungsi yang terdapat pada suatu senyawa.

Karakterisasi senyawa dari spektroskopi UV-Vis menunjukkan adanya serapan maksimum pada (λmaks, metanol) 208;

231; 281 dan 357 nm. Hal ini menunjukkan adanya ikatan rangkao C=C alifatik terkonjugasi dan pada serapan 281 nm memungkinkan adanya gugus kromofor C=O. Spektrum IR dari senyawa LG-H-03 menunjukkan serapan melebar pada bilangan gelombang 3289 cm-1 yang mengindikasikan adanya

vibrasi dari gugus OH, bilangan gelombang 2856-2957 cm-1 menandakan adanya serapan vibrasi C-H alifatik (alkana), serapan juga terjadi pada bilangan gelombang 1453 cm-1 dan 1375 cm-1 yang menunjukkan adanya gugus CH3 (metil). Pada bilangan gelombang 1731 cm-1 mengindikasikan adanya gugus C=O. Serapan bilangan gelombang 1517- 1603 cm-1 menunjukkan adanya ikatan C=C. Pada bilangan gelombang 1375 cm-

1 mengindikasikan adanya gugus ikatan OH dan pada serapan bilangan gelombang 1207-1271 cm-1 yang menunjukkan adanya ikatan C-O (alkohol). Hasil analisis spektroskopi IR dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Spektrum FT-IR senyawa LG-H-03.

600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000 2200 2400 2600 2800 3000 3200 3400 3600 3800

1/cm 52,5

55 57,5 60 62,5 65 67,5 70 72,5 75 77,5 80 82,5 85 87,5 90 92,5 95 97,5 100 102,5 105 107,5 110 112,5

%T

3282,02 2957,97 2930,00 2871,17 1734,08 1674,28 1603,88 1515,15 1457,28 1377,23 1271,14 1238,35 1209,42 1169,88 1124,55 1033,89 822,68

LGH-03-Smooth

(8)

c. Uji Toksisitas dengan metode BSLT (Brine Shrimp Lethality Test)

Uji toksisitas yang dilakukan terhadap senyawa LG-H-03 dengan menggunakan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) menunjukkan nilai LC50 sebesar 367 ppm. Dari data hasil toksisitas yang didapatkan, diketahui sampel yang diuji menunjukkan hasil LC50 >200 ppm sehingga sampel yang diuji dinyatakan tidak toksik.

KESIMPULAN

Senyawa LG-H-03 berhasil diisolasi dari ekstrak n-heksana kulit batang tumbuhan medang lendir (L.glutinosa) pada hasil kromatotron.

Senyawa LG-H-03 dikarakterisasi dengan spektroskopi UV-Vis dan FT-IR yang menunjukkan adanya gugus OH, C- H alifatik, CH3 (metil), C=O, C=C, dan C-O (alkohol). Uji toksisitas dilakukan terhadap senyawa LG-H-03 dengan metode Bhrine Shrimp Lethality Test (BSLT). Hasil uji toksisitas dari senyawa LG-H-03 tidak menunjukkan adanya aktivitas toksik karena nilai LC50 >200 ppm yaitu 367 ppm.

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, S.A. 1995. Eksplorasi kimia tumbuhan hutan tropis indonesia:

beberapa data mikromolekuler tumbuhan Lauraceae sebagai komplemen etnobotani. Prosiding Seminar Etnobotani Tanggal 24- 25 Januari 1995: 8-12.

Agrawal, N., Choudhary, A.S., Sharma, M.C. & Dobhal, M.P. 2011.

Chemical constituents of plants from the genus Litsea. Chemistry

& Biodiversity. 8: 223–243.

Chen, I.S., Lai-Yuan, I.L., Duh, C.Y. &

Tsai, I.L. 1998. Cytotoxic butanolides from Litsea akoensis.

Phytochemistry. 49: 745.

Haque, T., Uddin, M.Z., Saha, M.L., Maxid, M.A. & Hassan, M.A.

2014. Propagation, antibacterial activity and phytochemical profiles of Litsea glutinosa (Lour.) C.B.Rob. Journal of Biology Science. 23(2): 165–171.

Meyer, B.N., Ferrigni, N.A., Putnam, J.E., Jacobsen, L.B., Nichols, D.E.

& Mclaughlin, J.L. 1982. Brine Shrimp : A Convenient General Bioassay for Active Plant Constituents. Journal of Medicinal Plant Research. 45: 31–34.

Yuanmizesfi, E. 2017. Isolasi dan penentuan struktur senyawa metabolit sekunder dari ekstrak n- heksana kulit batang medang

(9)

lendir Litsea glutinosa (Lour.) C.B.Rob. Skripsi. Universitas Riau, Pekanbaru.

Yusuf, M., Begum, J., Hoque, M.N. &

Choudhury, J.U. 2009. Medicinal Plants of Bangladesh-Revised and Enlarged. Bangladesh Council of Scientific and Industrial Research. 794.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan golongan senyawa metabolit sekunder pada jaringan kayu batang tumbuhan paliasa (Kleinhovia hospita L.) dari ekstrak

Telah dilakukan penelitian mengenai analisis senyawa metabolit sekunder dan uji toksisitas pada batang tanaman bawang laut (Proiphys amboinensis (L.) Herb.)

Senyawa metabolit sekunder yang berhasil diisolasi dari fraksi etil asetat kulit kayu eboni adalah senyawa fenolik dan berpotensi sebagai senyawa antioksidan dan

Telah dilakukan penelitian mengenai analisis senyawa metabolit sekunder dan uji toksisitas pada batang tanaman bawang laut (Proiphys amboinensis (L.) Herb.)

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diisolasi dari daun Coleus scutellarioides, Linn, Benth dapat disimpulkan bahwa senyawa metabolit sekunder yang terdapat dalam

maka dari itu pada penelitian ini dilakukan isolasi dan uji toksisitas senyawa metabolit sekunder terhadap tumbuhan paku ahaka dari ekstrak n- heksana yang

Oleh karena itu, dalam penelitian ini dilakukan isolasi dan identifikasi senyawa metabolit sekunder dari ekstrak etil asetat pada daun sambiloto dengan menggunakan cara

Tujuannya adalah untuk mengetahui golongan senyawa metabolit sekunder yang diperoleh, dan diidentifikasi lebih lanjut dengan uji spektroskopi FTIR untuk mengetahui