• Tidak ada hasil yang ditemukan

DARURAT KEKERASAN SEKSUAL DI LINGKUNGAN KAMPUS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "DARURAT KEKERASAN SEKSUAL DI LINGKUNGAN KAMPUS"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

DARURAT KEKERASAN SEKSUAL DI LINGKUNGAN KAMPUS

`Kasus kekerasan seksual tidak hanya terjadi di lingkungan masyarakat saja, namun lebih dari itu pelecehan seksual kerapkali masuk ke ranah pendidikan dan menimpa mahasiswa. Angka kekerasan seksual pun kian hari kian meningkat. Menurut data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mencatat kekerasan seksual pada anak dan perempuan mencapai angka tertinggi pada tahun 2020 yakni sekitar 7.191 kasus. Sementara pada 2020, jumlah kasus kekerasan pada anak dan perempuan mencapai 11.637 kasus.1 Berkaca pada data tersebut, kasus kekerasangan seksual tidak dapat dianggap sebelah mata.

Lingkungan kampus yang idealnya menjadi tempat untuk belajar kehidupan dan kemanusiaan justru menjadi tempat dimana nilai-nilai kemanusiaan direnggut dan dilanggar.

Lingkungan kampus yang didominasi oleh kaum ‘intelektual’ dengan panjangnya gelar yang disandang ternyata tidak berbanding lurus dengan perilaku menghargai nilai dan martabat terkhusus perempuan sebagai sesama manusia. Mengingat semakin meningkatnya kekerasan seksual yang terjadi pada ranah komunitas termasuk perguruan tinggi secara langsung atau tidak langsung akan berdampak pada kurang optimalnya penyelenggaraan Tridharma Perguruan Tinggi dan menurunkan kualitas pendidikan tinggi maka Mentri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makariem menetapkan Peraturan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi. Payung hukum tersebut menjadi pedoman dan acuan dalam pencegahan dan penangangan kekerasan seksual di lingkungan kampus yang sebelumnya belum diakomodir oleh paraturan-peraturan yang konkrit.

Menurut Pasal 1 Ayat 1 Permendikbud tersebut, kekerasan seksual adalah setiap perbuatan merendahkan, menghina, melecehkan, dan/atau menyerang tubuh, dan/atau fungsi reproduksi seseorang, karena ketimpangan relasi kuasa dan/atau gender, yang berakibat atau dapat berakibat penderitaan psikis dan/atau fisik termasuk yang mengganggu kesehatan reproduksi seseorang dan hilang kesempatan melaksanakan pendidikan tinggi dengan aman danoptimal. Kekerasan Seksual tersebut mencakup tindakan yang dilakukan secara verbal, nonfisik, fisik, dan/atau melalui teknologiinformasi dan komunikasi. Berdasarkan definisinya kekerasan dapat dikategorikan menjadi dua yaitu kekerasan fisik dan verbal. Kekerasan fisik

1 Dikutip dari https://www.merdeka.com/peristiwa/kemenpppa-catat-kekerasan-seksual-tertinggi-sebanyak- 7191-kasus.html pada 7 November 2021 Pukul 20.30 WIB

(2)

merupakan kekerasan yang terjadi secara langsung atau berupa sentuhan seperti memukul, menampar dan sebagainya. Sedangkan kekerasan verbal merupakan kekerasan dengan menggunakan kata atau suara, seperi berteriak, membentak, bersiul dan lainnya.

Sayangnya, beberapa hari setelah ditetapkan, masih banyak kasus-kasus kekerasan seksual yang menimpa mahasiswa dan mirisnya pelakunya sendiri adalah orang terdekat korban. Salah satunya adalah dosennya sendiri. Sebut saja kasus salah seorang mahasiswi Universitas Riau dari jurusan Ilmu Hubungan Internasional FISIP justru mengalami tindak kekerasan seksual di lingkup kampus.

Kejadian tersebut terjadi pada hari Rabu tanggal 27 Oktober 2021 pukul 12.30 WIB.

Pada saat itu korban ingin menemui bapak Syafri Harto (Pelaku) untuk melakukan bimbingan proposal skripsi. Korban melakukan bimbingan dalam ruang dekan Fakuktas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Riau. Pada hari itu di ruangan tersebut hanya terdapat dua orang yaitu korban dan pelaku. Ketika awal bimbingan, bapak Syafri Harto menanyakan hal-hal pribadi kepada korban. Dalam percakapan tersebut beberapa kali pelaku mengatakan kata-kata yang tidak pantas dan tidak nyaman bagi korban seperti kata “I love you”. Setelah bimbingan proposal tersebut selesai, korban yang hendak berpamitan dan bersalaman dengan pelaku, tiba-tiba pelaku menggenggam bahu korban dan mendekatkan badannya kepada korban.

Kemudian pelaku mendekatkan kepalanya dan mencium pipi kiri dan kening korban. Sontak hal tersebut membuat korban sangat ketakutan dan langsung menundukan kepalanya. Tidak berhenti sampai disitu, selanjutnya pelaku mendongakkan kepala korban berkata “mana bibir? mana bibir?”. Atas perbuatan pelaku tersebut, membuat korban merasa terhina dan ketakutan karena merasa dilecehkan oleh pelaku.

Namun yang lebih membuat geramnya adalah setelah kejadian tersebut korban yang mencoba menghubungi salah satu dosen hubungan internasional untuk meminta perlindungan, justru malah tidak diberikan perlindungan dan perhatian atas kasus tersebut.

Dosen tersebut mencoba mempertemukan pelaku dan korban dan melakukan penekanan kepada korban agar kasus ini tidak terungkap. Selain itu, Dosen tersebut mengatakan kepada korban untuk tetap bersabar dan tabah tanpa perlu mempermasalahkan kasus pelecehan seksual yang terjadi padanya sehingga diduga mencoba mengahalang-halangi korban untuk mendapatkan keadilan.

Selain itu, baik dosen maupun pelaku berulangkali menyalahkan korban sehingga korban merasa sangat terintimidasi dan tertekan. Akhirnya korban merasa tidak mendapatkan

(3)

perlindungan dan kepedulian dari pihak fakultas terhadap kejadian yang menimpanya. Sebab diduga terdapat bebarapa pihak yang mencoba melindungi pelaku bahkan mengancam korban untuk tidak boleh speak up dan menceritakan kejadian ini kepada orang lain.

Jika menelisik lebih dalam, sebenarnya perbuatan yang dialami korban sudah diatur dalam Permendibud. Perbuatan tersebut dikategorikan sebagai bentuk kekerasan seksual

“menyentuh, mengusap, meraba, memegang, memeluk, mencium dan/atau menggosokkan bagian tubuhnya pada tubuh Korban tanpa persetujuan Korban” sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 5 Ayat 2 Huruf l. Jika pelaku terbukti melakukan tindakan tersebut maka akan mendapatkan sanksi.

Tidak berhenti sampai di sana, kasus kekerasan seksual juga menimpa mahasiswi salah satu perguruan tinggi ternama di Palopo. Berbeda dengan kasus sebelumnya yang menjadi pelakunya adalah dosen, pada kasus ini pelakunya malah seniornya sendiri. Oknum mahasiswa yang berinisial FA dilaporkan melakukan pemerkosaan terhadap juniornya.

Kejadian berawal pada Sabtu pagi tanggal 30 Oktober 2021, di Hotel Labombo Palopo.

Gadis berusia 19 tahun asal Kabupaten Luwu itu, mengaku direnggut kesuciannya secara paksa oleh seniornya. Korban mengaku, hubungannya dengan pelaku hanya sebatas senior.

Belum ada hubungan asmara antara keduanya. Korban juga mengenal baik kakak seniornya itu.

Kejadian itu berawal ketika FA selaku seniornya korban, minta tolong ditemani ke hotel untuk mengambil laptop. Korban yang mengenal sosok pelaku sebagai orang yang baik, tidak menaruh curiga terhadap tindakan yang dilakukan oleh pelaku. Setibanya di hotel, pelaku diperkosa oleh seniornya. Korban yang masih semester 3 itu mengaku, kasus tersebut telah diketahui kedua orangtua korban dan pelaku. Keluarga keduanya juga telah membicarakan secara kekeluargaan. Namun menurut korban, tidak ada kesepakatan yang terjadi. Saat ini, korban telah melaporkan insiden yang dialaminya kepada unit PPA Polres Palopo dan pelaku telah dijemput polisi untuk dimintai keterangan.

Kasus kekerasan seksual secara umum masih dianggap hanya sebatas tindakan asusila, bukan tindakan kejahatan yang melanggar hak dan kemanusiaan korban.

Bagaimanapun bentuk kekerasan seksual dapat menimbulkan dampak traumatis bagi korban.

Secara psikologis korban kekerasan seksual dapat mengalami kecemasan, depresi, gangguan stress pasca trauma (PTSD), ketakutan hingga munculnya keinginan untuk bunuh diri. Secara sosial korban kekerasan seksual juga berisiko mendapatkan stigma negatif dan victim blaming dari masyarakat.

(4)

Mengingat banyaknya dampak buruk imbas dari kekerasan seksual, maka salah satu cara yang dapat dilakukan untuk memutus mata rantai kasus kekerasan seksual di kampus adalah dengan mengimplementasikan peraturan khususnya Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi. Sebab peraturan saja tidak cukup untuk mengakomodir kepentingan korban jika nihil implementasi.

Adapun salah satu implementasi Permendikbud ristek No 30 tahun 2021 Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual dan Lingkungan Perguruan Tinggi di kampus adalah perguruan tinggi wajib melakukan pencegahan dan penanganan seksual di kampus dengan cara memberikan pembelajaran yang dapat dilakukan dengan kegiatan Seminar atau Webinar, merumuskan kebijakan yang dapat mendukung pencengahan dan penanganan kekerasan seksual di kampus, membatasi kegiatan mahasiswa diluar waktu perkuliahan, dan membatasi kegiatan diluar kampus.

Selain itu, perguruan tinggi berkewajiban untuk melakukan penanganan kekerasan seksual melalui mekanisme pendampingan, pelindungan, pengenaan sanksi administratif, dan pemulihan korban. Perguruan tinggi wajib untuk melalukan pencegahan kekerasan seksual melalui pembelajaran, penguatan tata kelola, dan penguatan budaya komunitas mahasiswa, pendidik dan tenaga kependidikan.

Dengan dikeluarkannya aturan ini tentu kita berharap agar perguruan tinggi hendaknya menjadikan Permendikbud ini sebagai suatu dasar atau pedoman bagi setiap perguruan tinggi ketika menyusun suatu kebijakan dan mengambil tindakan pencegahan serta penanganan kekerasan seksual baik itu di lingkungan kampus maupun di luar lingkungan kampus. Selain itu diharapkan dapat menumbuhkan kehidupan kampus yang manusiawi, tidak merendahkan gender, dan menerapkan budaya saling menghargai satu sama lain, baik itu di kalangan mahasiswa maupun di kalangan dosen dan tenaga pendidik lainnya. Jangan sampai ada korban-korban pelecehan seksual lainnya.

Oleh karena itu, agar kasus kekerasan seksual tidak terjadi lagi, UKM PHP selaku organisasi yang menjunjung tinggi kemanusiaan dan harkat dan martabat manusia, menuntut kepada pihak kampus terkhususnya pihak Universitas Andalas untuk :

1. Mendorong pihak kampus untuk menerapkan secara konkrit permendikbud tersebut dalam melakukan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan kampus.

(5)

2. Segera membentuk satuan tugas dalam melakukan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan kampus.

3. Meminta kepada pihak kampus untuk segera membuat regulasi tersendiri seperti peraturan rektor di universitas andalas sebagai tindak lanjut dari permendibud tersebut.

4. Kepada pihak kampus, diharapkan agar melaksanakan setiap kewajiban perguruan tinggi yang terdapat di dalam Permendikbud untuk melakukan penanganan kekerasan seksual melalui mekanisme pendampingan, pelindungan, pengenaan sanksi administratif, dan pemulihan korban.

5. jika terdapat tindakan kekerasan seksual di lingkungan kampus, Pihak kampus diharapkan memberikan sanksi yang tegas terhadap para pelaku, sehingga memberikan efek jera kepada para pelaku agar tindakan atau perbuatan tersebut tidak terulang kembali.

6. Kepada pihak kampus, diharapkan dapat meningkatkan keamanan di lingkungan kampus, sehingga dapat memberikan rasa aman dan kenyamanan bagi setiap mahasiswa, pendidik, dan tenaga kependidikan yang terdapat di lingkungan kampus.

7. Terakhir, kepada pihak kampus untuk dapat memberikan perlindungan, pendampingan, pemulihan dan perhatian khususnya kepada korban kekerasan seksual.

Sumber :

Narda, Rahel Chaterine. 2021. Nadiem Terbitkan Aturan Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Kampus. (Diunduh Pada 4 November 2021)

https://nasional.kompas.com/read/2021/10/27/11162451/nadiem-terbitkan-aturan-pencegahan-dan- penanganan-kekerasan-seksual-di-lingkungan-kampus

Mulyana. 2021. Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi. (Diunduh Pada 4 November 2021)

https://www.ainamulyana.com/2021/10/permendikbudristek-nomor-30-tahun-2021.html

Referensi

Dokumen terkait

Tindakan perekrutan, pangangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, atau penerimaan

Komponen penting untuk pencegahan terjadinya kekerasan berikutnya maupun hukuman bagi kejahatan kekerasan seksual adalah memastikan penerapan dan kepatuhan terhadap hukum yang

Berkaitan dengan sanksi pidana, meskipun KUHP belum secara spesifik mengatur tentang tindak pidana kekerasan seksual, pelaku pelecehan seksual di perguruan tinggi

Dengan demikian, relasi kuasa yang timpang ini tidak hanya bersumber dari relasi gender, tetapi juga termanifestasi dalam bentuk relasi yang lain antara korban dan

02 Nilai Kinerja Anggaran Balai Besar penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (berdasarkan regulasi yang berlaku) 31. 02 Nilai Pembangunan

Dengan kondisi politik, sosial, ekonomi dan geografis yang ber- beda, Indonesia sebagai negara tetangga Singapura juga telah menerapkan reformasi pendidikan dengan

Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa kulit yang telah diberi perlakuan finishing tersebut memiliki mutu yang baik dengan nilai permeabilitas uap air berada pada kisaran 380

Hasil yang pertama adalah tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0,05) besar gaya pada gigi insisivus kedua, kaninus, dan premolar pertama rahang bawah antara pemakaian