• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengawasan BAWASLU Terhadap Netralitas Aparatur Sipil Negara Pada. Pilkada Kota Bukittinggi Tahun 2020 SKRIPSI. Pada Program Studi Hukum Tata Negara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengawasan BAWASLU Terhadap Netralitas Aparatur Sipil Negara Pada. Pilkada Kota Bukittinggi Tahun 2020 SKRIPSI. Pada Program Studi Hukum Tata Negara"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

Pengawasan BAWASLU Terhadap Netralitas Aparatur Sipil Negara Pada Pilkada Kota Bukittinggi Tahun 2020

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Hukum Pada Program Studi Hukum Tata Negara

Oleh:

SINTIA MEILINDA

(1317.009)

DOSEN PEMBIMBING :

ALI RAHMAN,SH,MH

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA

FAKULTAS SYARIAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI BUKITTINGGI

(2)
(3)

SURAT PERNYATAAN ORSINALITAS

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Sintia Meilinda

NIM : 1317.009

Tempat/Tanggal Lahir : Bukittinggi/29 Mei 1998 Program Studi : Hukum Tata Negara (Siyasah) Fakultas : Syariah

Judul Skripsi : Pengawasan BAWASLU Terhadap Netralitas Aparatur Sipil Negara Pada Pilkada Kota Bukittinggi Tahun 2020

Menyatakan dengan in sesungguhnya bahwa karya ilmiah (skripsi) penulis dengan judul di atas adalah benar asli karya penulis.Apabila di kemudian hari terbukti bahwa skripsi ini bukan karya sendiri, maka penulis bersedia diproses sesuai hukum yang berlaku dan gelar kesarjanaan penulis hingga batas waktu yang tidak ditentukan.Demikian pernyataan ini penulis buat dengan sesungguhnya untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.

Bukittinggi, 31 Mei 2021

Yang menyatakan

Sintia Meilinda

(4)

Abstrak

Skripsi ini berjudul “Pengawasan BAWASLU Terhadap Netralitas Aparatur Sipil Negara Pada Pilkada Kota Bukittinggi Tahun 2020” yang ditulis oleh Sintia Meilinda, NIM 1317009, Program Studi Hukum Tata Negara (Siyasah) Fakultas Syariah Insitut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi.

Skripsi ini ditulis karena adanya kasus pelanggaran netralitas ASN pada pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kota Bukittinggi pada tahun 2020.Pada kasus ini laporan yang masuk melalui Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kota Bukittinggi ada satu laporan yang masuk dan kemudian diproses oleh pihak Bawaslu Kota Bukittinggi. Sesuai dengan Undang – Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara bahwa dijelaskan salah satu asas yang harus ada dalam diri ASN adalah Netralitas. Maknanya adalah ASN dimanapun berada harus netral dan tidak memihak kepada salah satu pasangan calon dengan cara apapun dan dalam situasi manapun. Karna ASN bertanggung jawab dalam melayani negara sehingga netralitas merupakan asas yang wajib dipegang setiap pegawai ASN di manapun berada.

Penelitian ini menggunakan metode wawancara dan observasi langsung ke lapangan. Sumber data sekunder dalam penelitian ini adalah pimpinan dan anggota Bawaslu Kota Bukittinggi dengan melalui proses dokumentasi, wawancara dan observasi. Adapun dalam menganalisis data, penulis menggunakan metode analisis historis dan deskriptif.

Berdasarkan hasil penelitian dapat ditemukan bahwa selama proses Pilkada Kota Bukittinggi tahun 2020 ditemukan adanya kasus pelanggaran netralitas ASN dalam bentuk ikut berkampanye mendukung salah satu pasangan calon. Hal ini merupakan kasus pertama selama pelaksanaan Pilkada Kota Bukittinggi. Mengingat sebelumnya pada Pilkada Kota Bukittinggi tahun 2010 dan 2015 tidak ditemukan adanya kasus pelanggaran netralitas ASN. Sehingga pada kasus di Pilkada Kota Bukittinggi tahun 2020 sudah di proses dan telah disampaikan melalui Komite Aparatur Sipil Negara (KASN) untuk diproses lebih lanjut.

(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan Ridha-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat berserta salam penulis kirimkan buat arwah jujungan umat yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah membawa umat-Nya dari alam kebodohan sampai kepada alam yang berilmu pengetahuan.

Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Hukum pada Program Studi Hukum Tata Negara (Siyasah) di IAIN Bukittinggi.Penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada masa penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Rektor Insitut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi, Ibu Dr. Ridha Ahida, M.Hum beserta Bapak – Bapak Wakil Rektor, Bapak Dr. H. Asyari, S.Ag, M.Si, Bapak Dr. Novi Hendri, M.Ag dan Bapak Dr. Miswardi, SH, M.Hum yang telah memberikan fasilitas kepada penulis selama menjalani pendidikan di IAIN Bukittinggi.

2. Dekan Fakultas Syariah Insitut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi, Bapak Dr. H. Ismail, M.Ag beserta Bapak – Bapak Wakil Dekan, Bapak Dr. Nofiardi, M.Ag, Bapak Dr. Busyro, M.Ag, dan Bapak Fajrul Wadi, S.Ag, M.Hum, serta Ketua Program Studi Hukum Tata Negara Bapak Dr.

(6)

Helfi, M.Ag yang telah memfasilitasi penulis dalam menjalani pendidikan dan bimbingan skripsi ini.

3. Pembimbing skripsi penulis, Bapak Ali Rahman, SH, MH, yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahan penulis dalm penyusunan skripsi ini, serta orang tua penulis, Ayahanda Jasman dan Ibunda Ermanita, dan seluruh keluarga yang telah mmeberikan bantuan material dan moral.

4. Bapak Adlan Sanur Tarihoran, M.Ag sebagai Dosen Pembimbing Akademik yang telah membantu dan membimbing penulis selama perkuliahan.

5. Pimpinan beserta staf perpustakaan yang telah mengijinkan penulis untuk mengakses buku-buku dan referensi yang dibutuhkan data-data dan informasi yang dibutuhkan dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. 6. Pimpinan beserta staf di Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu)

Kota Bukittinggi yang telah memberikan izin dan kesempatan kepada penulis untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Seluruh pihak yang telah membantu baik moril maupun materil, yaitu teman-teman kuliah yang seperjuangan, sahabat yang selalu menemani penulis dikala susah maupun senang dalam penyelesaian skripsi ini dan teristimewa kepada mahasiswa/i angkatan 2017 pada Program Studi Hukum Tata Negara (Siyasah) Fakultas Syari’ah.

(7)

Akhir kata penulis berharap Allah SWT, Tuhan Yang Maha Pengasih berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu.Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang Hukum Tata Negara.(Siyasah).

Bukittinggi, 31 Mei 2021 Penulis

Sintia Meilinda NIM. 1317.009

(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ... PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 10

D. Tinjauan Kepustakaan dan Penelitian Terdahulu ... 10

E. Penjelasan Judul dan Defenisi Operasional ... 14

F. Metode Penelitian ... 18

G. Sistematika Kepenulisan ... 20

BAB II KONSEP DASAR NETRALITAS APARATUR SIPIL NEGARA A. Defenisi dan Dasar Hukum ... 21

(9)

2. Dasar Hukum ... 33

B. Bentuk – Bentuk Netralitas Aparatur Sipil Negara ... 40

C. Aturan dan Kode Etik ASN ... 43

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN A. Profil Bawaslu Bukittinggi ... 47

1. Pengertian dan Dasar Hukum Bawaslu ... 47

2. Profil dan Sturktur Kepengurusan Bawaslu Kota Bukittinggi ... 51

B. Hasil Wawancara ... 52

C. Pembahasan Hasil Wawancara ... 62

BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan ... 65

B. Saran ... 65

DAFTAR PUSTAKA ... 67

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... 69

SURAT PERNYATAAN PENELITIAN ... 70

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) bukanlah hal baru dalam kehidupan demokrasi di Indonesia. Dengan kata lain, persoalan netralitas ASN menjadi isu lama yang senantiasa aktual dalam kehidupan bernegara terutama menjelang pelaksanaan pesta demokrasi, seperti halnya pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) tahun 2020. Aktualnya isu netralitas ASN dalam pelaksanaan Pilkada terjadi karena adanya kekhawatiran publik akan keberpihakan ASN kepada salah satu pasangan calon kepala daerah, mendeklarasikan diri sebagai bakal calon Kepala Daerah, dan mendaftarkan diri ke Partai Politik1

Peran PNS yang strategis dalam menyelenggarakan kebijakan pelayanan publik menjadi kunci keberhasilan pembangunan secara berkelanjutan.Prasyarat untuk mencapai hal tersebut adalah keberadaan PNS profesional.Adapun profesional menurut S. Tarmudji adalah.

“A vacation or occupation requiring advanced training in some liberal art or science and usually involving mental rather than normal work, as teaching, engineering, writing”.

Berdasarkan fakta sejarah, terdapat beberapa hal yang perlu dievaluasi terkait kerentanan status PNS dalam politik praktis yaitu banyaknya kasus

(11)

dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) yang menunjukkan keterlibatan PNS dalam menyukseskan salah satu pasangan calon kepala daerah didasarkan oleh adanya iming-iming promosi jabatan. Dampaknya adalah semakin buruknya kualitas pelayanan masyarakat serta semakin terpuruknya citra pemerintah karena pembangunan sistem kerja yang tidak profesional dan memihak serta menyampingkan asas netralitas.2

Pilkada langsung ini mulai diselenggarakan pertama kali di Indonesia pada bulan Juni tahun 2005 atau sejak berlakunya UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Perubahan sistem Pilkada dari tidak langsung menjadi langsung diharpkan mampu menyaring calon kepala daerah yang berkualitas sesuai dengan harapan rakyat yantg mempunyai pemimpin yang mendahulukan kepentingan rakyat dapat terlaksana secara demokratis. Namun, hak pilih bagi Aparatur Sipil Negara dalam hal tersebut tidak dinyatakan secara terbuka, sehungga cenderung menjadi bentuk “kampanye” yang sifatnya memberi dukungan kepada salah satu pasangan calon.3

Apalagi kadang kala ASN mudah terbawa arus politik atau dengan kata lain dalam keadaan terpaksa untuk memihak kepada salah satu pasangan calon ketika salah satu kandidat merupakan calon pertahana (incumbent). Ketidaknetralan ASN juga sangat terlihat ketika ada calon kepala daerah berasal dari keluarganya sehingga nilai-nilai seharusnya dimiliki terbuang dan

2Ibid., 447

3 Agus Prasetyo. “Netralitas Aparatur Sipil Negara Dalam Pelaksanaan Pemilihan Kepala

Daerah (Studi Kasus Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Muaro Bungo Jambi Tahun 2017)”. Jambi : Fakultas Syariah UIN Sultan Thaha Saifuddin (Skripsi), 2019, 2

(12)

ditinggalkan. Tidak mengherankan jika banyak proses politik dalam Pilkada dicederai karena adanya keterlibatan ASN secara langsung dalam mendukung salah satu paslon kepala daerah. Dengan hal ini, netralitas ASN pada saat penyelenggaraan pilkada sangat dibutuhkan oleh masyarakat agar pelaksanaan pemerintahan dapat berjalan secara efektif dalam melayani masyarakat secara adil dan merata.4

Didalam Undang – Undang Nomor 5 Tahun 2014 Aparatur Sipil Negara Pasal 2 poin (f) disebutkan penyelenggaraan kebijakan dan manajemen ASN berdasarkan pada asas netralitas. Yang dimaksud dengan asas netralitas sesuai pasal 2 poin (f) itu adalah:

“Yang dimaksud dengan “asas netralitas” adalah bahwa setiap Pegawai ASN tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun.”5

Hal itu juga diperkuat oleh Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 pada Pasal 4 ayat (14) dan (15) yang berbunyi:

“Setiap PNS memberikan dukungan kepada calon anggota Dewan Perwakilan Daerah atau calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dengan cara memberikan surat dukungan disertai foto kopi Kartu Tanda Penduduk atau Surat Keterangan Tanda Penduduk sesuai peraturan perundang-undangan; dan . memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, dengan cara: a. terlibat dalam kegiatan

4 Sunarti Sudirman. “Netralitas Aparatur Sipil Negara Pada Pelaksanaan Pemilihan

Kepala Daerah di Kota Pare-Pare”, (Makassar : Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (Skripsi), 2018), 18-19.

(13)

kampanye untuk mendukung calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah; b. menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatan dalam kegiatan kampanye; c. membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye; dan/atau d. mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat.”6

Pada pasal 9 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN), menentukan bahwa Pegawai ASN harus

bebas dari pengaruh dan intervensi semua golongan dan partai politik, sedang Pasal 12 menyatakan Pegawai ASN berperan sebagai perencana, pelaksana, dan pengawas penyelenggaraan tugas umum pemerintahan dan pembangunan nasional melalui pelaksanaan kebijakan dan pelayanan publik yang yang profesional, bebas dari intervensi politik, serta bersih dari praktik korupsi, kolusi dan nepotisme.7

Ketentuan tentang dilarangnya atau tidak diperbolehkan Pegawai ASN untuk ikut serta secara langsung pada pelaksanaan Pilkada juga diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 Tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik PNS, pasal 11 huruf c, yang berbunyi :

6 Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil

Pasal 4 ayat 14 dan 15

7Sutrisno.”Prinsip Netralitas Aparatur Sipil Negara Dalam Pemilihan Kepala Daerah”.Ius

(14)

“Dalam hal etika terhadap dirisendiri PNS wajib menghindari konflik kepentingan pribadi, kelompok ataupun golongan, maka PNS dilarang melakukan perbuatan yang mengarah pada keberpihakan salah satu calon atau perbuatan yang mengindikasikan terlibat dalam politik praktis atau berafilasi dengan partai politik, misalnya ; (a) Pendekatan kepada Parpol terkait rencana pengusulan, (b) Memasang spanduk atau baliho yang mempromosikan dirinya atau orang lain, (c) Mendeklarasikan dirinya sebagai Balon, (d) Menghadiri deklarasi, (e) Mengunggah, menanggapi (like, komentar, share dsb) atau menyebarluaskan gambar atau foto balon atau paslon melalui media online atau medsos, (f) Berfoto bersama balon atau paslon dengan simbol keberpihakan, (g) Sebagai pembicara atau narasumber pada kegiatan Parpol.”8

Pegawai ASN berada dalam posisi yang dilematis dan terombang ambing oleh kepentingan politik. Di satu sisi, mereka adalah pegawai yang diangkat, ditempatkan,dipindahkan dan diberhentikan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) yang berstatus pejabat politik. Kondisi seperti ini membuat karier mereka sering dikaitkan dengan kepentingan politik PPK. Di sisi lain, ASN juga harus tetap bersikap netral untuk menjaga profesionalitasnya dalam menjalankan tata kelola pemerintahan dan pelayanan publiknya. ASN adalah pelaksana kebijakan dan pemegang kekuasaan dan kewenangan dalam pengelolaan anggaran dan sumber daya di dalam birokrasi. Hal ini mengakibatkan pegawai ASN dapat dijadikan sebagai “alat” bagi

8 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode

(15)

pejabat politik untuk dapat tetap mempertahankan/mendapatkan kewenangan dan kekuasaannya.

Netralitas ASN saat ini menjadi isu yang banyak mendapat sorotan. Hal ini disebabkan oleh banyaknya pelanggaran pegawai ASN terhadap asas netralitas. Pelanggaran ini terjadi, terutama menjelang, pada saat, dan setelah pelaksanaan Pilkada yang berlangsung pada tahun 2015, 2017 dan 2018. Isu Netralitas ASN menjadi hal yang akan terus berlanjut ke depan dan strategis, karena adanya penyelenggaraan pemilu anggota legistlatif dan presiden/wakil presiden tahun 2019, serta pilkada serentak gelombang keempat tahun 2020 dan gelombang kelima tahun 2024. Sementara itu, pegawai ASN dituntut untuk bersikap netral dapat menjalankan tugasnya secara profesional oleh sebab itu penegakan netralitas ASN menjadi begitu penting. Jumlah pelanggaran asas netralitas dalam penyelenggaraan Pilkada serentak cukup tinggi, dan ini tercermin dari data pengaduan terhadap pelanggaran netralitas ASN yang telah dilaporkan kepada KASN (Komite Aparatur Sipil Negara).9

Dugaan pelanggaran netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam Pilkada Serentak 2020 sejauh ini mencapai 415 kasus. Dari angka tersebut, 366 kasus telah direkomendasikan ke Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN). Hal itu disampaikan anggota Bawaslu, Rahmat Bagja, dalam diskusi daring berjudul Netralitas ASN di Pilkada 2020 yang diselenggarakan oleh Sindikasi Pemilu dan Demokrasi (SPD), kamis 9 Juli 2020.

9Bidang Pengkajian dan Pengembangan Sistem KASN.Pengawasan Netralitas Aparatur

(16)

Sampai saat ini sudah masuk sebanyak 415 dugaan pelanggaran netralitas ASN ke Bawaslu dengan berbagai jenis pelanggaran. Sebanyak 46 kasus dihentikan, 3 kasus dalam proses, dan sebanyak 366 kasus direkomendasikan ke KASN.

Pelanggaran terbanyak yaitu pelanggaran ASN dengan memberikan dukungan di media sosial (medsos) atau media massa, yaitu 130 kasus. Disusul dengan adanya ASN melakukan pendekatan atau mendaftarkan diri pada salah satu partai politik mencapai 88 kasus. Kemudian 36 ASN diduga turut menyosialisasikan bakal calon melalui APK (Alat Peraga Kampanye, 29 ASN mendukung bakal calon, 25 ASN mendeklarasikan diri sebagai bakal calon kepala daerah, 15 ASN mempromosikan diri atau atau orang lain, 7 orang mendaftar bakal calon perseorangan, 4 ASN mendampingi bakal calon melakukan pendaftaran dan uji kelayakan.

Selanjutnya ada 2 ASN mengajak atau mengintimidasi untuk mendukung salah satu calon, seorang ASN menggunakan atribut pada saat melakukan fit and proper test (uji kelayakan), dan terakhir seorang Bupati melalukan pergantian pejabat dalam waktu 6 bulan sebelum penetapan pasangan calon.10

Padahal dalam Undang – Undang Nomor 5 Tahun 2014 pada pasal 87 ayat (4) huruf (c) dijelaskan ancaman bagi ASN atau PNS apabila melanggar kode etik dan asas netralitas yang berbunyi: “PNS diberhentikan dengan tidak

hormat karena menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik”.Jika

memang ASN ingin mencalonkan sebagai bakal calon maka wajib mengikuti

10 Moch Dani Pratama.”Menyoal Netralitas ASN dalam Pegelaran Pilkada Serentak

(17)

prosedur sesuai Undang – Undang Nomor 5 Tahun 2014 pada pasal 119 dan pasal 123 ayat 3 serta Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 41/PUU-XIII/2014 Tanggal 6 Juli 2015, telah dinyatakan bahwa:

“PNS yang mencalonkan diri atau dicalonkan menjadi Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, Walikota/Wakil Walikota wajib menyatakan pengunduran diri secara tertulis sebagai PNS sejak ditetapkan sebagaicalon peserta pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, Walikota/Wakil Walikota” PNS yang tidak melaksanakan ketentuan tersebut dijatuhi sanksi hukuman disiplin.”

Namun pada kenyataanya, secara hukum normatif bahwa penegakan hukum netralitas berlaku bagi PNS yang melanggar ketentuan UU No 43 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974, yang dimana PNS menurut UU dibagi atas dua yaitu:

Pasal 2

(1) Aparatur Sipil Negara terdiri dari: a. Pegawai Negeri Sipil

b. Anggota Tentara Nasional Indonesia c. Anggota Kepolisian Republik Indonesia.

(2) Pegawai Negeri Sipil sebagaimana yang dimaksud pada pasal 2 ayat (1) a adalah:

a. Pegawai negeri sipil pusat b. Pegawai negeri sipil daerah

(18)

Menurut Pasal 6 UU No 43 Tahun 1999 menjelaskan bahwa sanksi untuk pelanggaran ASN yang melanggar asas netralitas adalah dilakukan pemberhentian secara hormat atau tidak hormat. Secara tata laksana pemberhetian pegawai negeri sipil diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1976 tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil Republik Indonesia.11

Berdasarkan pada uraian dan permasalahan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berkaitan dengan penegakan hukum netralitas kepada Aparatur Sipil Negara pada Pilkada Kota Bukittinggi tahun 2020dengan judul:

“Pengawasan BAWASLU Terhadap Netralitas Aparatur Sipil Negara Pada Pilkada Kota Bukittinggi Tahun 2020.”

B. Rumusan Masalah

Memperhatikan luasnya cakupan masalah yang akan diteliti mengenai: “Pengawasan BAWASLU Terhadap Netralitas Apaatur Sipil Negara pada Pilkada Kota Buktitinggi Tahun 2020”.

maka penulis membatasinya pada persoalan sebagai berikut.

Bagaimana pengawasan BAWASLU terhadap netralitas ASN dalam pelaksanaan Pilkada Kota Bukittinggi Tahun 2020?

11 Sri Hartini. “Penegakan Hukum Netralitas Pegawai Negeri Sipil (PNS)”. Jurnal

(19)

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui dan memahami pengawasan BAWASLU netralitas Aparatur Sipil Negara dalam pemilihan kepala daerah tahun 2020 di Kota Bukittinggi.

2. Manfaat Penelitian 2.1. Manfaat Teoritis

1. Menunjukkan peran BAWASLU dalam mengawasi netralitas Aparatur Sipil Negara dalam pemilihan kepala daerah tahun 2020 di Kota Bukittinggi.

2. Dalam wilayah akademis, memperkaya wawasan pentingnya peran BAWASLU dalam mengawasi netralitas ASN dalam Pilkada serentak.

2.2. Manfaat Praktis

a. Memberikan informasi mengenai peran BAWASLU dalam mengawasi netralitas Aparatur Sipil Negara dalam pemilihan kepala daerah tahun 2020 di Kota Bukittinggi.

b. Sebagai salah satu syarat pada sarjana hukum pada Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi.

D. Tinjauan Kepustakaan dan Penelitian Terdahulu

Pokok permasalahan dalam penelitian ini difokuskan pada Efektifitas atau pencapaian Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 tentang Netralitas

(20)

Aparatur Sipil Negara dalam Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2020 di Indonesia.

Studi tentang Netralitas Aparatur Sipil Negara telah cukup banyak skripsi maupun jurnal yang membahas, antara lain :

1. Fidel F. Grosal Florence Daicy J. Lengkong Very Y. Londa (Jurnal) Dalam jurnal ini membahas mengenai bentuk-bentuk Pelanggaran Netralitas Aparatur Sipil Negara dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Utara. Dalam jurnal tersebut membahas beberapa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pelanggaran Netralitas Aparatur Sipil Negara dalam pemilihan kepala daerah Sulawesi Utara tahun 2015. Diantara fokus penyebabnya adalah : Pertama, pemahaman Aparatur Sipil Negara tentang peraturan netralitas Aparatur Sipil Negara. Kedua, intervensi Partai Politik. Ketiga, adanya kepentingan individu yang memunculkan Pelanggaran Netralitas Aparatur Sipil Negara.

2. Firman Bagus Budiono (Jurnal)

Dalam jurnal ini membahas mengenai jenis-jenis Pelanggaran Netralitas Aparatur Sipil Negara dan bentuk pelanggaran tersebut dalam Pemilihan Kepala Daerah Lamongan tahun 2015 serta menjelaskan hambatan-hambatan yang terjadi dalam menciptakan suasana Netralitas Aparatur Sipil Negara dalam Pemilihan Kepala Daerah Lamongan 2015. 3. Sri Hartini (jurnal

Dalam jurnal ini membahas tentang penegakan hukum netralitas pada pegawai negeri sipil yang diawali dari perkembangan permasalahan

(21)

netralitas melalui Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 1959, kemudian dalam Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1970 dan terakhir penegakan netralitas PNS pada era reformasi sampai sekarang. Kemudian dijelaskan bagaimana bentuk pelanggaran netralitas dan apa sajakah sanksi yang diterima sesuai perspektif UU Nomor 43 Tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1976 mengenai pemberhentian pegawai negeri sipil baik secara hormat atau tidak hormat.

4. Sunarti Sudirman (Skripsi)

Skripsi ini membahas tentang netralitas Aparatur Sipil Negara pada pelaksanaan pemilihan Kepala Daerah di Kota Parepare. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui dan memahami pelaksanaan mekanisme penjatuhan sanksi kepada Aparatur Sipil Negara yang tidak netral dalam pemilihan Kepala Daerah di Kota Parepare tahun 2018.

5. Juli Sapitri Dasopang (Skripsi tahun 2019)

Skripsi ini membahas tentang bagaimana netralitas Aparatur Sipil Negara pada pelaksanaan pilkada tahun 2018 di Kota Padang Sidimpua, bagaimana pandangan Fiqih Siyasah terhadap Undang-Undang Nomor t tahun 2018 di Kota Padang Sidimpuan. Sehingga tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana netralitas Aparatur Sipil Negara pada pelaksanaan pilkada tahun 2018 di Kota Padang Sidimpuan, bagaimana pandangan Fiqih Siyasah terhadap Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang netralitas Aparatur Sipil Negara pada pelaksanaan pilkada tahun 2018 di Kota Padang Sidimpuan.

(22)

6. Anggriani Alamsyah, Andi Aslinda, dan Sosiawaty (Jurnal Tahun 2015) Jurnal ini membahas tentang birokrasi yang awalnya adalah istilah untuk menunjukan metode pemerintah. Birokrasi adalah instrumen pelaksanaan dari rencana-rencana besar di dalam pemerintahan. Birokrasi adalah perangkat permanen dari pemerintah. UU No 5 Tahun 2014 dalam pasal 12 menyatakan bahwa Pegawai Aparatur Sipil Negara berperan sebagai perencana, pelaksana, dan pengawas penyelenggaraan tugas umum pemerintahan dan pembagunan nasiona melalui pelaksanaan kebijakan dan pelayanan publik yang profesional, bebas dari intervensi politik, serta bersih dari praktik korupsi, kolusi dan nepotisme.

Sedangkan pada Pasal 27 Komite Aparatur Sipil Negara merupakan lembaga nonstruktural yang mandiri dan bebas dari intervensi politik untuk menciptakan Pegawai Aparatur Sipil Negara yang profesional dan berkinerja, memberikan pelayanan secara adil dan netral, serta menjadi perekat dan pemersatu bangsa.

Dari beberapa uraian di atas, fokus penelitian ini berbeda dengan yang telah dibahas sebelumnya. Perbedaanya adalah penulis membahas pengawasan BAWASLU Terhadap netralitas ASN dalam Pilkada Kota Bukittinggi Berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 2014.

(23)

E. Penjelasan Judul dan Defenisi Operasional

“Pengawasan BAWASLU Terhadap Netralitas ASN Pada Pilkada Kota Bukittinggi Tahun 2020.”

Penjelasan:

Netralitas : Berasal dari kata “netral” yang artinya tidak berpihak (tidak ikut atau membantu salah satu pihak). Netralitas Pegawai Negeri Sipil (PNS) adalah kebijakan politik yang melarang PNS untuk terlibat politik praktis atau harus netral dalam politik karena keberadaannya sebagai pelayan masyarakat. Maksud netralitas yang lain adalah jika seorang Pegawai Negeri Sipil aktif menjadi pengurus partai politik atau anggota legislatif, maka ia harus mengundurkan diri. Dengan demikian birokrasi pemerintahan akan stabil dan dapat berperan mendukung serta merealisasikan kebijakan atau kehendak politik manapun yang sedang berkuasa dalam pemerintahan.12

Aparatur Sipil Negara :Profesi bagi PNS (Pegawai Negeri Sipil) dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja,

(24)

yang mengabdi pada instansi pemerintah. Pegawai Aparatur Sipil Negara terdiri dari Pegawai Negeri Sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja, yang diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian dan diserahi tugas dalam suatu jabatan pemerintahan, atau dserahi tugas negara lainnya, dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan. Pegawai Aparatur Sipil Negara berfungsi sebagai pelaksana kebijakan publik, pelayanan publik, serta perekat dan pemersatu bangsa.13

Pegawai Negeri Sipil : Pegawai Negeri Sipil adalah pegawai yang telah memenuhi kualifikasi, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan digaji berdasarkan Undang-Undang yang berlaku. Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 defenisi pegawai negeri diganti dengan Aparatur Sipil Negara, sehingga Pegawai Negeri Sipil (PNS) digolongkan ke dalam pekerjaan Aparatur Sipil Negara selain

13Endang Komara.”Kompetensi Profesional Pegawai ASN (Aparatur Sipil Negara) di

Indonesia”.Mimbar Pendidikan : Jurnal Indonesia untuk Kajian Pendidikan ,vol.4,no.1.(2019), 74.

(25)

Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK)14

BAWASLU : BAWASLU (Badan Pengawas Pemilihan Umum) adalah lembaga yang dibentuk oleh pemerintah yang bertugas dalam mengawasi seluruh pelaksanaan dan penyelenggaraan Pemilu di Indonesia sesuai dengan Bab IV UU Nomor 15 Tahun 2011 tentang tugas, wewenang, dan kewajiban BAWASLU. Pengawasan : Pengawasan adalah suatu upaya yang

sistematik untuk menetapkan kinerja standar pada perencanaan untuk merancang sistem umpan balik informasi, untuk membandingkan kinerja aktual dengan standar yang telah ditentukan, untuk menetapkan apakah telah terjadi suatu penyimpangan tersebut, serta untuk mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber daya perusahaan telah digunakan seefektif dan seefisien mungkin guna mencapai tujuan perusahaan. pengawasan

14 Undang – Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara Pasal 1 ayat

(26)

merupakan hal penting dalam menjalankan suatu perencanaan. Dengan adanya pengawasan maka perencanaan yang diharapkan oleh manajemen dapat terpenuhi dan berjalan dengan baik. Tanpa adanya pengawasan dari pihak manajer/atasan maka perencanaan yang telah ditetapkan akan sulit diterapkan oleh bawahan dengan baik. Sehingga tujuan yang diharapkan oleh perusahaan akan sulit terwujud.15

Jadi “Pengawasan BAWASLU Terhadap Netralitas Aparatur Sipil Negara Pada Pilkada Kota Bukittinggi Tahun 2020” adalah suatu kondisi yang menunjukkan bentuk pengawasan BAWASLU netralitas Aparatur Sipil Negara untuk tidak mendukung dan atau ikut mendaftarkan diri ke dalam kelompok manapun dalam kegiatan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Tahun 2020 di Kota Bukittinggi.

15Inspektorat Provinsi Sulawesi Barat. “Pengertian Pengawasan dan Jenis Pengawasan

(Part 1)” dalam https://inspektorat.sulbarprov.go.id/v2/portfolio/fungsi-pengawasan-dalam-manajemen-controlling-dan-jenisnya/ diakses pada tanggal 24 Maret 2021

(27)

F. Metode Penelitian a. Jenis Penelitian

Penelitian yang akan dilakukan adalah bersifat observasi dengan cara studi lapangan, yaitu dengan mengumpulkan data-data yang berhubungan dengan tema yang dibahas.

b. Sumber Data

Untuk mendukung tercapainya data penelitian di atas, pilihan akan akurasi literatur sangat mendukung untuk memperoleh validasi dan kualitas data. Oleh karena itu data yang menjadi obyek penelitian ini adalah sumber data sekunder yang meliputi pengumpulan data yang menunjang penelitian ini diantaranya dalam bentuk:

1. Wawancara

2. Observasi Ke Lapangan 3. Dokumentasi

Informasi dalam penelitian ini adalah mengenai seberapa jauh pengawasan BAWASLU terhadap netralitas ASN dalam Pilkada Kota Bukittinggi Tahun 2020 .

c. Teknik Pengumpulan Data

Langkah pertama yang ditempuh adalah mengumpulkan referensi-referensi awal berupa buku dan dokumentasi internet, melakukan wawancara, observasi dan dokuemntasi lapangan yang berkenaan dengan

(28)

permasalahan, kemudian dikomparasikan, dan ditarik suatu kesimpulan terkait dengan persamaan dan perbedaan penjelasan.

Data yang diperoleh dari penggalian terhadap sumber-sumber data akan diolah melalui tahapan-tahapan sebagai berikut : Pertama, melakukan proses editing. Pada tahap ini, penyeleksian dan pemilihan terhadap data yang terkait dengan obyek penelitian dilakukan secara akurat. Kedua, sebagai tindak lanjut dari proses edit, langkah yang ditempuh selanjutnya adalah melakukan proses organizing, yaitu : mengatur dan mengolah data yang terkait dengan obyek penelitian sehingga menghasilkan bahan untuk dijadikan rumusan deskripsi.

d. Teknik Analisis Data

Setelah pengolahan data selesai, maka proses selanjutnya adalah menganalisis terhadapnya untuk mendapatkan sebuah gambaran utuh terkait dengan masalah yang menjadi obyek penelitian.

Proses analisis terhadap berbagai temuan di atas dengan beberapa teknik, yaitu :

a) Analisis Historis

Analisis historis merupakan penelitian mengenai pengumpulan dan evaluasi data secara sisematis berkaitan dengan kejadian masa lampau untuk menguji kebenaran hipotesis yang berkaitan dengan sebab akibat atau kecenderungan kejadian-kejadian yang dapat membantu menggambarkan atau menerangkan kejadian masa kini.

(29)

b) Deskriptif Analitis

Metode deskriptif analisis adalah metode yang berfungsi untuk mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data atau sampel yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa melakukan analisis dan membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum.

G. Sistematika Penulisan a. Latar Belakang b. Rumusan Masalah

c. Tujuan dan Manfaat Penelitian

d. Tinjauan Kepustakaan dan Penelitian Terdahulu e. Penjelasan Judul

f. Metode Penelitian g. Outline

(30)

BAB II

KONSEP DASAR NETRALITAS APARATUR SIPIL NEGARA

A. Defenisi dan Dasar Hukum 1. Defenisi

a. Netralitas

Netralitas dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah keadaan atau sikap kita yang netral serta tidak memihak. Sedangkan menurut UU Nomor 5 Tahun 2014 pada pasal 2 huruf f dinyatakan bahwa seluruh Pegawai ASN tidak berpihak dari pengaruh manapun dan kepentingan siapapun. Pada hakikatnya seorang ASN memiliki hak untuk memilih pemimpin sesuai dengan keinginannya secara bebas, dengan syarat para ASN tidak terlibat dalam kegiatan apapun dan memihak terhadap salah satu pasangan calon.16

Maka jika kita kaitkan dengan penyelenggaraan Pilkada maka disimpulkan bahwa netralitas adalah sikap tidak memihak, dan atau tidak terlibat yang ditunjukkan birokrasi pemerintahan dalam masa kampanye kandidat pasangan calon kepala daerah baik secara sembunyi-sembunyi ataupun terang-terangan. Menurut La Ode Moh. Yamin menjelaskan ada dua indikator terpenting dalam netralitas politik yaitu:

16Lia Sefriani. “Netralitas Aparatur Sipil Negara dalam Pemilu 2019 Menurut

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara (Studi Kasus Wawancara Ustadz Abdul Somad dengan Prabowo Subianto)”. (Banda Aceh : Fakultas Syariah dan Hukum UIN Ar – Raniry (Skripsi), 2020), 17

(31)

a) Tidak terlibat, yang berarti tidak ikut berpartisipasi dalam mendukung pasangan calon kepala daerah dalam bentuk tidak ikut sebagai tim sukses pasangan calon ataupun ikut berkampanye dalam mendukung salah satu pasangan calon dengan memakai atribut partai atau atribut ASN.

b) Tidak memihak, yang berarti ASN tidak membantu dalam membuat keputusan yang nantinya akan menguntungkan salah satu calon dan tidak mengadakan kegiatan yang berujung kepada berpihaknya kepada salah satu pasangan calon selama masa kampanye.

Sedangkan menurut Prof. Dr. Eko Prasojo menjelaskan bahwa netralitas adalah sebagai asas yang paling utama dalam penyelenggaraan kebijakan dan manajemen ASN. Esensi netralitas itu antara lain:

a. Komitmen, intergitas moral dan tanggung jawab dalam pelayanan publik.

b. Melakukan tugas secara profesional dan tidak memihak.

c. Tidak melakukan pelanggaran konflik kepentingan selama ia bertugas.

d. Tidak menyalahgunakan wewenang, jabatan ataupun tugas yang diemban.17

17 Komisi Aparatur Sipil Negara, Pengawasan Netralitas Aparatur Sipil Negara, (Jakarta :

(32)

Sejauh ini defenisi dan kerangka konseptual mengenai netralitas ASN masih sangat dominan dengan aspek politik. Padahal jika lebih ditelusuri, maka netralitas mencakup aspek yang luas. Soffian Effendi menjelaskan bahwa “Netralitas mengacu pada imparsial yang artinya itu adil, objektif, tidak bias dan tidak berpihak pada siapapun baik urusan politik atau urusan pelayanan publik, kebijakan dan manajemen ASN.” Secara lebih spesifik aspek-aspek netralitas pada ASN adalah sebagai berikut:

a. Netralitas dalam politik

b. Netralitas dalam pelayanan publik c. Netralitas dalam manajemen ASN

d. Netralitas dalam pengambilan keputusan dan kebijakan.

b. Aparatur Sipil Negara

Menurut undang-undang nomor 5 tahun 2014 Pasal 1 ayat (1) tentang Aparatur Sipil Negara yang dimaksud dengan Aparatur Sipil Negara adalah profesi bagi pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang bekerja pada instansi pemerintah.18

Sedangkan aparatur sipil negara dapat diartikan sebagai pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang diangkat untuk melaksanakan tugas pemerintahan dan pembangunan negara dengan menjunjung profesionalitas, memiliki nilai-nilai dasar,

(33)

etika profesi, bebas dari intervensi politik serta bersih dari politik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) dan digaji sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.19

Pada awalnya berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian dikenal dengan istilah “Pegawai

Negeri Sipil” yang pada perkembangan selanjutnya diganti oleh

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara yang dimana istilah “Pegawai Negeri Sipil” diganti dengan “Pegawai

Aparatur Sipil Negara”. Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun

2014 tentang Aparatur Sipil Negara dijelaskan mengenai pengertian Pegawai Negeri Sipil : “Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya

disingkat PNS adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai pegawai ASN secara tetap oleh pejabat pembina kepegawaian untuk menduduki jabatan pemerintahan”.20

Berdasarkan pengertian pegawai negeri di dalam Undang-Undang dapat diambil titik kesimpulan bahwa adanya unsur-unsur yang harus dipenuhi oleh seorang warga negara Indonesia sebelum diangkat menjadi pegawai negeri sipil, unsur-unsur itu antara lain:

a) Warga Negara Republik Indonesia yang telah mememuhi syarat dan ketentuan yang berlaku sesuai peraturan perundang-undangan. b) Diangkat dan dilantik oleh pejabat yang berwenang.

19 Agus Prasetyo, “Netralitas Aparatur Sipil Negara Dalam Pelaksanaan Pemilihan Kepala

Daerah (Studi Kasus Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Muaro Jambi Tahun 2017), (Jambi : Fakultas Syariah UIN Sultan Thaha Saifuddin (Skripsi), 2019), 14

(34)

c) Mendapatkan tugas untuk melayani negara atau menerima tugas lainnya.

d) Di gaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku sesuai pangkat, jabatan dan golongan.

Menurut UU Nomor 5 Tahun 2014 Pasal 21 disebutkan bahwa PNS akan mendapatkan hak-haknya seperti:21

a) Gaji, tunjangan dan fasilitas b) Cuti

c) Jaminan pensiun dan jaminan hari tua d) Perlindungan, dan

e) Pengembangan kompetensi

Namun disamping para PNS mendapatkan hak, para pegawai negeri sipil juga berkewajiban yang harus ditaati, antara lain sebagai berikut:22

a) Mengucapkan sumpah / janji setia Pegawai Negeri Sipil b) Mengucapkan sumpah / janji jabatan.

c) Taat dan setia kepada Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Pemerintah.

d) Taat kepada peraturan perundang-undangan.

e) Melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepada PNS dengan penuh pengabdian, kesadaran dan tanggung jawab.

21 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara Pasal 21

22 Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil

(35)

Selain itu ada beberapa larangan yang harus dihindari oleh pegawai negeri sipil, diantaranya adalah :23

a) Penyalahgunaan wewenang.

b) Memanfaatkan kewenangan yang diberikan dengan tujuan keuntungan pribadi dan/atau orang lain tanpa adanya izin dari pemerintah.

c) Bekerja pada lembaga, perusahaan atau komunitas asing.

d) Memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewa atau meninjamkan barang-barang bergerak atau tidak bergerak atau dokumen milik negara secara tidak sah.

e) Melakukan kegiatan bersama di dalam atau di luar lingkungan kerjanya dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan atau pihak lain yang secara langsung atau tidak langsung dapat merugikan negara.

f) Memberi atau menyanggupi akan memberi sesuatu kepada siapapun baik secara langsung atau tidak langsung dan dengan dalih apapun untuk diangkat dalam jabatan.

g) Menerima hadiah atau suatu pemberian apa saja dari siapapun juga yang berhubungan dengan jabatan dan/atau pekerjaanya:

1) Terlibat dalam kegiatan kampanye untuk mendukung calon kepala daerah dan wakil kepala daerah

23 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil

(36)

2) Menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatan untuk kegiatan kampanye.

3) Membuat keputusan atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye, dan/atau

4) Mengadakan kegiatan mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye.

c. Pengawasan

Istilah pengawasan dalam bahasa Inggris disebut controlling, yang oleh Dale (dalam Winardi, 2000:224) dikatakan bahwa: “… the

modern concept of control … provides a historical record of what has happened … and provides date the enable the … executive … to take corrective steps …”. Hal ini berarti bahwa pengawasan tidak hanya

melihat sesuatu dengan seksama dan melaporkan hasil kegiatan mengawasi, tetapi juga mengandung arti memperbaiki dan meluruskannya sehingga mencapai tujuan yang sesuai dengan apa yang direncanakan. More (dalam Winardi, 2000:226) menyatakan bahwa: “… there’s many a slip between giving works, assignments to

men and carrying them out. Get reports of what is being done, compare it with what ought to be done, and do something about it if the two aren’t the same”. Dengan demikian pengawasan pada

(37)

hakekatnya merupakan tindakan membandingkan antara hasil dalam kenyataan (dassein) dengan hasil yang diinginkan (das sollen). Hal ini disebabkan karena antara kedua hal tersebut sering terjadi penyimpangan-penyimpangan, maka tugas pengawasan adalah melakukan koreksi atas penyimpangan-penyimpangan tersebut.

Pengawasan merupakan fungsi manajerial yang keempat setelah perencanaan, pengorganisasian, dan pengarahan. Sebagai salah satu fungsi manajemen, mekanisme pengawasan di dalam suatu organisasi memang mutlak diperlukan. Pelaksanaan suatu rencana atau program tanpa diiringi dengan suatu sistem pengawasan yang baik dan berkesinambungan, jelas akan mengakibatkan lambatnya atau bahkan tidak tercapainya sasaran dan tujuan yang telah ditentukan. Pengertian tentang pengawasan sangat beragam dan banyak sekali pendapat para ahli yang mengemukakannya, namun demikian pada prinsipnya kesemua pendapat yang dikemukan oleh para ahli adalah sama, yaitu merupakan tindakan membandingkan antara hasil dalam kenyataan (dassein) dengan hasil yang diinginkan (das sollen), yang dilakukan dalam rangka melakukan koreksi atas penyimpangan?penyimpangan yang terjadi dalam kegiatan manajemen. Berikut beberapa pengertian tentang pengawasan dari para ahli:

1. Mockler (dalam Certo dan Certo, 2006:480) menyebutkan pengawasan sebagai : Controlling is a systematic effort by business

(38)

plans, or objectives to determine whether performance is in line with theses standards and presumably to take any remedial action required to see that human and other corporate resources are being used in the most effective and efficient way possible in achieving corporate objectives. Konsep pengawasan dari Mockler

di atas, menekankan pada tiga hal, yaitu

(1) Harus adanya rencana, standard atau tujuan sebagai tolak ukur yang ingin dicapai,

(2) Adanya proses pelaksanaan kerja untuk mencapai tujuan yang diinginkan,

(3) Adanya usaha membandingkan mengenai apa yang telah dicapai dengan standar, rencana, atau tujuan yang telah ditetapkan,

(4) Melakukan tindakan perbaikan yang diperlukan. Dengan demikian konsep pengawasan dari Mockler ini terlihat bahwa ada kegiatan yang perlu direncanakan dengan tolak ukur berupa kriteria, norma-norma dan standar, kemudian dibandingkan, mana yang membutuhkan koreksi ataupun perbaikan-perbaikan.

2. Admosudirdjo (dalam Febriani, 2005:11) yang mengatakan bahwa: Pada pokoknya controlling atau pengawasan adalah keseluruhan daripada kegiatan yang membandingkan atau mengukur apa yang

(39)

sedang atau sudah dilaksanakan dengan kriteria, norma-norma, standar atau rencana-rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. 3. Siagian (1990:107) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan

pengawasan adalah: “Proses pengamatan daripada pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar supaya semua pekerjaan yang sedang dilakukan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya.” Ciri terpenting dari konsep yang dikemukan oleh Siagian ini adalah bahwa pengawasan hanya dapat diterapkan bagi pekerjaan-pekerjaan yang sedang berjalan dan tidak dapat diterapkan untuk pekerjaan-pekerjaan yang sudah selesai dilaksanakan

4. Terry (dalam Winardi, 1986:395) juga berpendapat tentang pengertian pengawasan ini, ia mengatakan bahwa: Pengawasan berarti mendeterminasi apa yang dilaksanakan, maksudnya mengevaluasi prestasi kerja dan apabila perlu menerapkan tindakan-tindakan korektif sehingga hasil pekerjaan sesuai dengan rencana-rencana. Jadi pengawasan dapat dianggap sebagai aktivitas untuk menemukan dan mengoreksi penyimpangan-penyimpangan penting dalam hasil yang dicapai dari aktivitas-aktivitas yang direncanakan.

5. Koontz, et. al. (dalam Hutauruk, 1986:195) menyatakan bahwa: “Pengendalian adalah mengukur dan mengoreksi prestasi kerja bawahan guna memastikan, bahwa tujuan organisasi di semua

(40)

tingkat dan rencana yang didesain untuk mencapainya, sedang dilaksanakan”.

6. Sujamto (dikutip Silalahi, 2002:177) lebih tegas mengatakan: Pengendalian adalah segala usaha atau kegiatan untuk menjamin dan mengarahkan agar pekerjaan yang sedang dilaksanakan dapat berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan dan atau hasil yang dikehendaki serta sesuai pula dengan segala ketentuan dan kebijakan yang berlaku.

7. Lembaga Administrasi Negara (1996:159) mengungkapkan bahwa: Pengawasan adalah salah satu fungsi organik manajemen, yang merupakan proses kegiatan pimpinan untuk memastikan dan menjamin bahwa tujuan dan sasaran serta tugas-tugas organisasi akan dan telah terlaksana dengan baik sesuai dengan rencana, kebijakan, instruksi, dan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan dan yang berlaku. Pengawasan sebagai fungsi manajemen sepenuhnya adalah tanggung jawab setiap pimpinan pada tingkat mana pun. Hakikat pengawasan adalah untuk mencegah sedini mungkin terjadinya penyimpangan, pemborosan, penyelewengan, hambatan, kesalahan dan kegagalan dalam pencapaian tujuan dan sasaran serta pelaksanaan tugas-tugas organisasi.

8. Sarwoto (dalam Febriani, 2005:12) mengatakan bahwa: ”Pengawasan adalah kegiatan manajer yang mengusahakan agar pekerjaan-pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana yang

(41)

ditetapkan dan atau hasil yang dikehendaki”. Dari pendapat Sarwoto ini secara implisit dapat terlihat tujuan dari pengawasan yaitu mengusahakan agar pekerjaan-pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana. Seluruh pekerjaan yang dimaksud adalah pekerjaan yang sedang dalam pelaksanaan dan bukan pekerjaan-pekerjaan yang telah selesai dikerjakan.

9. Manullang (1977:136) bahwa: “Pengawasan adalah suatu proses untuk menetapkan pekerjaan apa yang sudah dilaksanakan, menilainya dan mengoreksi bila perlu dengan maksud supaya pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana semula”. Pada hakekatnya, pandangan Manullang di atas juga menekankan bahwa pengawasan merupakan suatu proses dimana pekerjaan itu telah dilaksanakan kemudian diadakan penilaian apakah sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan ataukah terjadi penyimpangan-penyimpangan, dan tidak hanya sampai pada penemuan penyimpangan tetapi juga bagaimana mengambil langkah?langkah perubahan dan perbaikan sehingga organisasi tetap dalam kondisi yang sehat.

Bertitik tolak dari pengertian para ahli tentang pengawasan sebagai mana diungkapkan di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan pengawasan adalah sebagai suatu proses kegiatan pimpinan yang sistematis untuk membandingkan (memastikan dan menjamin) bahwa tujuan dan sasaran serta

(42)

tugas-tugas organisasi yang akan dan telah terlaksana dengan baik sesuai dengan standard, rencana, kebijakan, instruksi, dan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan dan yang berlaku, serta untuk mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan, guna pemanfaatan manusia dan sumber daya lain yang paling efektif dan efisien dalam mencapai tujuan lembaga/instansi.24

2. Dasar Hukum

a. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN

Undang-Undang Aparatur Sipil Negara atau yang disingkat dengan UU ASN adalah undang-undang yang mengatur profesi bagi pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang bekerja pada instansi pemerintah. Undang-Undang ini menggantikan nomor 8 tahun 1974 juncto Undang-Undang Nomor 43 tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian yang telah ditandatangani oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 15 Januari 2014. Dalam undang-undang ini juga dibahas mengenai aturan netralitas bagi aparatur sipil negara seperti yang tercantum dalam Pasal 2 huruf f yang menyatakan bahwa setiap pegawai ASN tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada siapapun. Selanjutnya pada Pasal 9 Ayat 2 dikatakan bahwa pegawai ASN harus bebas dari pengaruh dan intervensi semua golongan dan partai politik. Yang bermakna bahwa setiap pegawai ASN tanpa terkecuali harus

24Inspektorat Provinsi Sulawesi Barat. “Pengertian Pengawasan dan Jenis Pengawasan

(Part 1)” dalam https://inspektorat.sulbarprov.go.id/v2/portfolio/fungsi-pengawasan-dalam-manajemen-controlling-dan-jenisnya/ diakses pada tanggal 24 Maret 2021

(43)

menjai pihak yang menjalankan tugasnya sesuai dengan peraturan yang berlaku serta tidak berkecimpung dalam kegiatan kampanye politik untuk memenangkan satu pasangan calon. Apabila pegawai ASN diperbolehkan menunjukkan dukungan kepada salah satu pasangan calon/peserta dalam pemilihan umum kepala daerah maka dikhawatirkan penetapan kebijakan dan penyelenggaraan pelayanan publik akan terpengaruh oleh politik praktis yang dapat menimbulkan ketidak-adilan di kalangan masyarakat.25

b. Peraturan Perundang-Undangan Lainnya

1) Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian

Undang-undang ini merupakan perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang pokok-pokok kepegawaian. Pada bagian umum Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 angka 6 disebutkan bahwa dalam upaya menjaga netralitas Pegawai Negeri dari pengaruh politik dan untuk menjamin keutuhan, kekompakan, dan persatuan Pegawai Negeri, serta agar dapat memusatkan segala perhatian, pikiran, dan tenaganya pada tugas yang dibebankan kepadanya maka Pegawai Negeri dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.

Dalam Pasal 3 UU Nomor 43 Tahun 1999 mengatur hal-hal berikut ini:

25 Lia Sefriani. Op.Cit, 28

(44)

(1) Pegawai negeri berkedudukan sebagai unsur aparatur negara yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil, dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan, dan pembangunan;

(2) Dalam kedudukan dan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pegawai negeri harus netral dari pengaruh semua golongan dan partai politik serta tidak diskriminatif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat;

(3) Untuk menjamin netralitas Pegawai Negeri sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (2), Pegawai Negeri dilarang menjadi anggota dan atau pengurus partai politik.26

2) Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil

Pasal yang berkaitan dengan pegawai ASN sebagaimana termuat dalam Pasal 4 yakni pada ayat 12 di mana setiap PNS dilarang untuk memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan cara:

a) Ikut serta sebagai pelaksana kampanye;

(45)

b) Menjadi peserta kampanye dengan menggunakan atribut partai atau atribut PNS;

c) Sebagai peserta kampanye dengan mengerahkan PNS lain; dan/atau

d) Sebagai peserta kampanye dengan menggunakan fasilitas negara.27

Selanjutnya pada pasal yang sama yaitu Pasal 4 ayat 13 dijelaskan lebih lanjut bahwa setiap PNS dilarang memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden baik itu dengan membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye; dan/atau mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat. 3) Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang

Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil Pada Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 menjelaskan tentang nilai-nilai Dasar yang harus dijunjung tinggi oleh Pegawai Negeri Sipil meliputi:

a. Ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa;

27 Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil

(46)

b. Kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;

c. Semangat nasionalisme;

d. Mengutamakan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan;

e. Ketaatan terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan; f. Penghormatan terhadap hak asasi manusia;

g. Tidak diskriminatif;

h. Profesionalisme, netralitas, dan bermoral tinggi; i. semangat jiwa korps28

Adapun poin yang perlu digarisbawahi di sini ialah pada Huruf h yang mengatakan bahwa seorang PNS harus menjunjung tinggi netralitasnya. Salah satunya ialah dalam perhelatan pemilihan umum, yang mana seorang ASN dituntut netral dan harus mentaati peraturan perundang-undangan yang ada serta menjauhkan diri dari kegiatan-kegiatan yang mengarah kepada bentuk ketidaknetralan, baik itu kegiatan yang berada diluar lingkungan pekerjaannya maupun dalam lingkup pekerjaannya.

4) Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) Nomor B/94/M.SM.00.00/2019 tertanggal 26 Maret 2019 tentang

28 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode

(47)

Pelaksanaan Netralitas Aparatur Sipil Negara pada penyelenggaraan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden serta Pemilihan Legislatif Tahun 2019

Larangan-larangan yang dimuat dalam surat edaran MenPAN-RB tesebut adalah sebagai berikut:

a. ASN wajib netral, tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun. b. ASN wajib menghindari konflik kepentingan pribadi,

kelompok ataupun golongan, yaitu dalam hal ASN dilarang melakukan perbuatan yang mengarah pada keberpihakan salah satu calon atau perbuatan yang mengindikasikan terlibat dalam politik praktis/berafiliasi dengan partai politik.

c. ASN wajib menjunjung tinggi kehormatan negara, pemerintah, dan pejabat ASN.

d. ASN dilarang menjadi pengurus dan/atau anggota partai politik.

e. ASN dilarang memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden. Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana diatur dalam UndangUndang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dan Pengaturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.

(48)

Disamping adanya surat edaran dari KemenPAN-RB juga ada statemen dari Kementerian Dalam Negeri yaitu oleh Tjahjo Kumolo yang mengatakan bahwa ASN tidak perlu netral dan boleh ikut dalam kampanye. Ia merujuk pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang mana dalam Pasal 281 disebutkan bahwa kampanye pemilu yang mengikut sertakan presiden, wakil presiden, gubernur, wakil gubernur, bupati/walikota, wakil bupati/wakil walikota harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

a. Tidak menggunakan fasilitas dalam jabatannya, kecuali fasilitas pengamanan bagi para pejabat negara sebagaimana telah diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan; b. Menjalani cuti diluar tanggung jawab negara.

Para pejabat negara seperti presiden, wakil presiden, menteri, gubernur, wakil gubernur, bupati/walikota, wakil bupati/wakil walikota tidak tergolong kedalam ASN. Jadi ketika Mendagri mengeluarkan statemen tentang ASN tidak perlu netral dan boleh ikut serta dalam kampanye itu merupakan hal yang sedikit rancu, seharusnya statemen tersebut ditujukan kepada para pejabat negara, karena para pejabat negara tersebut tidak termasuk kategori ASN dan hak tersebut juga tidak bisa dikaitkan dengan ASN mengingat sudah ada undangundang khusus yang mengatur tentang netralitas ASN yakni Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014. Mendagri juga

(49)

bukan bagian dari ASN sehingga wajar saja ketika ia mendukung calon presiden pertahana karena ia berada dalam lingkaran kekuasaan tersebut.

B. Bentuk-Bentuk Netralitas ASN

Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara tepatnya pada penjelasan Pasal 2 Huruf f menyatakan bahwa bentuk netralitas adalah tidak memihak dan tidak berpihak. Dalam kegiatan sosialisasi Implementasi Netralitas ASN Jelang Pemilu 2019 di Kantor Wali Kota Jakarta Utara, dijelaskan lebih lanjut oleh pihak Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) terkait hal-hal yang tidak boleh dilakukan ASN, diantaranya yaitu: 1. Kampanye atau sosialisasi melalui media sosial (posting, share,

berkomentar, Foto bareng calon pasangan calon, Like status Facebook (pasangan calon);

2. Menghadiri deklarasi calon;

3. Ikut sebagai panitia atau pelaksana kampanye; 4. Ikut kampanye dengan atribut PNS;

5. Ikut kampanye dengan menggunakan fasilitas negara 6. Menghadiri acara partai politik (parpol);

7. Menghadiri penyerahan dukungan parpol ke pasangan calon (paslon); 8. Mengadakan kegiatan mengarah keberpihakan (ajakan, imbauan, seruan,

(50)

9. Memberikan dukungan ke calon legislatif/calon independen kepala daerah dengan memberikan KTP;

10. Mencalonkan diri dengan tanpa mengundurkan diri (sebagai ASN); 11. Membuat keputusan yang menguntungkan atau merugikan paslon; 12. Menjadi anggota atau pengurus parpol;

13. Mengerahkan PNS untuk ikut kampanye;

14. Pendekatan ke parpol terkait pencalonan dirinya atau orang lain 15. Menjadi pembicara/narasumber dalam acara parpol;

16. Foto bersama paslon dengan mengikuti simbol tangan atau gerakan yang digunakan sebagai bentuk keberpihakan.29

Adapun faktor penyebab terjadinya pelanggaran netralitas ASN berdasarkan survei yang sudah dilaksanakan oleh pihak Bidang Pengkajian dan Pengembangan Sistem-KASN di beberapa wilayah antara lain sebagai berikut: a. Motif Mendapatkan/Mempertahankan Jabatan

Patronasi politik terjadi karena Kepala Daerah adalah pejabat politik yang sekaligus menjabat sebagai Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK). PPK memiliki kewenangan dan kekuasaan dalam mempromosikan, memutasi, mendemosi pegawai ASN. Hal ini mengakibatkan pegawai ASN dalam situasi dilematis. Di satu sisi, mereka harus bersikap netral dalam arti tidak menunjukkan keberpihakan terhadap kepala daerah yang meminta dukungan pada saat pelaksanaan Pilkada, di sisi lain, karier mereka berada di tangan kepala daerah.

(51)

b. Adanya hubungan primordial

Pelanggaran ASN terhadap asas netralitas juga dipicu oleh hubungan kekeluargaan, kesamaan pejabat politik, baik hubungan di dalam organisasi maupun di luar organisasi yang mengganggu profesionalisme dalam menjalankan tugas. Dampak dari primordialisme adalah lemahnya penegakan asas netralitas, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) tidak menindaklanjuti dan memberikan sanksi terhadap pelanggaran netralitas yang dilakukan oleh ASN, termasuk tidak melaksanakan rekomendasi yang sudah diberikan KASN

c. Ketidakpahaman terhadap regulasi berkaitan dengan Netralitas

Beberapa pegawai ASN menyatakan bahwa mereka belum mengetahui dan memahami peraturan berkaitan dengan netralitas ASN yang dikeluarkan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara Reformasi Birokarasi (PAN-RB) tahun 2016 dan KASN tahun 2017. Sosialisasi terkait peraturan tersebut telah dilakukan oleh KASN bekerjasama dengan Kementerian Dalam Negeri, Kementerian PAN-RB, dan Bawaslu sejak tahun 2016, namun masih banyak pegawai ASN yang belum memahami ketentuan yang ada karena tidak disosialisasikan kembali di internal instansinya masing - masing.

d. Faktor-faktor lainnya

Adapun faktor-faktor lainnya seperti adanya tekanan dari atasan, rendahnya tingkat integritas ASN, adanya anggapan bahwa

(52)

ketidaknetralan adalah hal lumrah; dan sanksi yang diberikan tidak menimbulkan efek jera.30

C. Aturan dan Kode Etik Aparatur Sipil Negara

Jabatan ASN bukanlah jabatan yang mudah, di mana setiap ASN harus bersikap professional dalam jabatannya dan harus mentaati berbagai peraturan yang ada, salah satunya aturan mengenai netralitas ASN dalam pemilihan umum. Aturan mengenai kode etik Pegawai Negeri Sipil ini dibuat sebagai pedoman bagi para PNS agar menjunjung tinggi prinsip profesionalitas yang telah ditetapkan, dan sebagai sarana untuk mencegah terjadinya campur tangan dari pihak lain diluar organisasi yang bebrhubungan dengan Pegawai Negeri Sipil. Sebelumnya sudah ada aturan yang mengatur tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil, yaitu pada Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980, yang selanjutnya diperbarui dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps Dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil.

Untuk menegakkan kode etik bagi Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran maka akan dikenakan sanksi sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 15 dan Pasal 16 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 berikut ini:

Pasal 15

(1) Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran Kode Etik dikenakan sanksi moral.

30Ibid,24-25

(53)

(2) Sanksi moral sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibuat secara tertulis dan dinyatakan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian.

(3) Sanksi moral sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berupa: (a) pernyataan secara tertutup; atau

(b) pernyataan secara terbuka

(4) Dalam Pemberian sanksi moral sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) harus disebutkan jenis pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil.

(5) Pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat mendelegasikan wewenangnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) kepada pejabat lain di lingkungannya sekurang-kurangnya pejabat struktural eselon IV

Pasal 16

Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran kode etik selain dikenakan sanksi moral sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3), dapat dikenakan tindakan administratif sesuai dengan peraturan perundang- undangan, atas rekomendasi Majelis Kode Etik.31

Sarana penegakan hukum disamping adanya pengawasan juga perlu kepada sanksi. Sanksi merupakan bagian penting dalam setiap peraturan perundang-undangan. Menurut P. Nicolai dan kawan-kawan, sarana penegakan hukum administrasi berisi:

31Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode

(54)

1. Pengawasan bahwa organ pemerintahan dapat melaksanakan ketaatan pada atau berdasarkan undang-undang yang ditetapkan secara tertulis dan pengawasan terhadap keputusan yang meletakkan kewajiban kepada individu;

2. Penerapan kewenangan sanksi pemerintahan.

Surat edaran yang dikeluarkan oleh MenPAN-RB berisikan mengenai apa-apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh ASN, diantaranya ialah melakukan pendekatan terhadap partai politik, memasang atribut yang mempromosikan calon pemimpin, menghadiri deklarasi pasangan calon, dan beberapa larangan lainnya yang sudah dijelaskan di bagian bentuk-bentuk netralitas. Adapun sanksi untuk ASN yang melakukan pelanggaran netralitas adalah sebagai berikut:

1) Sanksi pada tingkat sedang, dapat berupa penundaan pemberian kenaikan gaji secara berkala, penundaan kenaikan pangkat, serta penurunan pangkat satu tingkat lebih rendah.

2) Sanksi untuk disiplin berat dapat berupa pemindahan dan pemberhentian dengan hormat.

Selanjutnya dalam surat yang dikeluarkan oleh Badan Pengawasan Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 2/K.Bawaslu/PM.00.00/X/2018 tentang Himbauan Netralitas Aparatur Sipil Negara, Kampanye oleh Pejabat Negara Lainnya serta Larangan Penggunaan Fasilitas Negara juga disebutkan pasal-pasal yang berkaitan dengan netralitas ASN serta sanksi bagi yang

(55)

melanggarnya. Berikut isi pasal-pasal yang termuat di dalam surat himbauan Bawaslu:

1) Pasal 280 Ayat 2 Huruf f dan g UU No. 7 Tahun 2017 menjelaskan bahwa pelaksana dan/atau tim kampanye dalam kegiatan Kampanye Pemilu dilarang mengikutsertakan Aparatur Sipil Negara, anggota Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, kepala desa, perangkat desa. Adapun Sanksi yang diberikan berdasarkan Pasal 521 UU No. 7 Tahun 2017 ialah dipidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp. 24.000.000;

2) Pasal 280 Ayat 3 UU No. 7 Tahun 2017 menyatakan bahwa Aparatur Sipil Negara, anggota Tentara Nasional Indonesia dan Anggota Kepolisian Republik Indonesia dilarang ikut serta sebagai pelaksana dan tim Kampanye Pemilu. Adapun Sanksi yang diberikan berdasarkan Pasal 494 UU No. 7 Tahun 2017 ialah dipidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp. 12.000.000.32

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian ini dibuat LiFePO4 menggunakan metode hidrotermal, yaitu metode yang dilakukan dengan proses kimia yang terjadi pada larutan dengan temperatur di

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara menyebutkan bahwa pegawai Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disebut pegawai ASN adalah pegawai negeri sipil

KASN di dalam bidang pengawasan nilai dasar, kode etik, kode perilaku ASN dan penjaminan sistem merit dalam birokrasi, serta netralitas ASN dapat terlaksana secara

garpu yang sangat panjang mencapai 50% lebih pada segmen berikutnya (Gambar 5c); sayap depan tanpa deretan seta pada tepi anterior; kepala pada bagian dorsal

Menurut undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 mengenai Aparatur Sipil Negara Pasal 5 ayat 2 yang isinya tentang peraturan perilaku agar ASN melaksanakan tugas atau

Pemberian bantuan hukum terhadap aparatur sipil negara di Kota Pekanbaru yang terlibat permasalahan hukum belum terlaksana sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor

Berdasarkan pemetaan KASN terhadap kegiatan ASN yang berpotensi melanggar netralitas menjelang pelaksanaan Pilkada serentak tahun 2018 antara lain keikutsertaan dalam

Berdasarkan pemetaan KASN terhadap kegiatan ASN yang berpotensi melanggar netralitas menjelang pelaksanaan Pilkada serentak tahun 2018 antara lain keikutsertaan dalam