FUNGSI SIDIK JARI SEBAGAI ALAT BUKTI
UNTUK MENGUNGKAP TINDAK PIDANA PEMALSUAN SURAT (STUDI KASUS POLRES PURWOREJO)
AULINA DEVI RAHYUNI 11100059
Abstrak :
Sistem pengenalan sidik jari harus mampu mengidentifikasi sidik jari seseorang dari sekumpulan besar basis data sidik jari. Hal ini merupakan masalah tersendiri bagi efisiensi sistem identifikasi. Sehingga digunakanlah berbagai pendekatan klasifikasi berdasarkan ciri umum yang tampak pada sidik jari. Fungsi sidik jari sebagai alat bukti untuk mengungkap tindak pidana pemalsuan surat sangat penting untuk mengungkap atau membuktikan korban dan pelaku. hambatan-hambatan yang dihadapi oleh petugas kepolisian dalam mengungkap tindak pidana pemalsuan surat dengan menggunakan alat bukti sidik jari dalam tindak pidana pemalsuan suratadalah (1) petugas mengalami kesulitan karena penyidik yang menangani kasus ini kurang profesional atau dapat dikatakan belum menguasai mengenai pengetahuan tentang identifikasi sidik jari. (2) pelaku tidak mau mengakui perbuatannya, dia tetap bersikukuh bahwa dia tidak memalsukan cap jempol milik suaminya tersebut. Namun setelah mengetahui bahwa suaminya yang telah melaporkannya ke polisi kemudian dia mau mengakuinya namun dengan berbagai macam alasan.
Kata Kunci : Sidik Jari Dalam Pemalsuan Surat
LATAR BELAKANG
Sistem pengenalan sidik jari harus mampu mengidentifikasi sidik jari seseorang dari sekumpulan besar basis data sidik jari. Hal ini merupakan masalah tersendiri bagi efisiensi sistem identifikasi. Sehingga digunakanlah berbagai pendekatan klasifikasi berdasarkan ciri umum yang tampak pada sidik jari.
diuraikan dalam surat dakwaan jaksa penuntut umum terhadap terdakwa adalah benar-benar terjadi, dan benar terdapat kesalahan terdakwa (baik kesengajaan maupun kelalaian), serta dapat dipertanggungjawabkannya tindak pidana tersebut oleh terdakwa.
Pasal 184 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), maka alat bukti dalam perkara pidana umum adalah terdiri dari:
1. Keterangan saksi 2. Keterangan ahli 3. Surat
4. Petunjuk
5. Keterangan terdakwa
Hal yang secara umum sudah diketahui dan tidak perlu untuk dibuktikan lagi (fakta notoir)Jika dikaitkan dengan pertanyaan anda, sidik jari dari pelaku suatu tindak pidana tidak secara langsung dapat dikualifisir sebagai salah satu alat bukti dalam suatu perkara pidana, melainkan harus dikonversi dalam jenis-jenis alat bukti tertentu, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 184 KUHAP Tersebut.
“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.”
RUMUSAN MASALAH
2. Hambatan-hambatan apa yang dihadapi oleh petugas kepolisian dalam mengungkap tindak pidana pemalsuan surat dengan menggunakan alat bukti sidik jari dalam tindak pidana pemalsuan surat?
LANDASAN TEORI
1. Tinjuan Tentang Penyelidikan dan Penyidikan
Penyelidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk melakukan penyelidikan (pasal 1 butir 4 KUHAP). Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. (pasal 1 angka 5 KUHAP). “penyelidikan” merupakan tindakan tahap pertama permulaan “penyidikan”. ( M. Yahya Harahap, 2002:101) Penyidikan merupakan tinak lanjut penyelidikan,yang sedikit banyak telah menemukan konstruksi peristiwa pidana yang terjadi. Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. (Berdasarkan UU Nomor 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP pada Pasal 1 butir (2)).
A. Pengertian Sidik Jari Sebagai Alat Bukti
Karjadi.M, 1971:54). Daktiloskopi berasal dari bahasa Yunani, daktilos yang artinya Jari dan Skopio yang artinya mengamati atau melihat, jadi secara singkat daktilospkopi berarti mengamati sidik jari. ( A. Gumilang, 1993:87). Hal yang menjadi dasar sidik jari sebagai alat bukti adalah tidak adanya sidik jari yang sama satu sama lain dan sidik jari itu tidak akan berubah selama hidupnya. Seperti yang dikatakan Pagian Soeprapto dan V. Wahyoedi: “Bahwa pengetahuan sidik jari ini dalam acara pidana mengambil tempat yang penting karena hasil ketepatannya diakui dan dapat dianggap sebagai suatu alat bukti yang sah terhadap salah atau tidaknya terdakwa dalam tindak pidana. (Pagian Soeprapto dan V. Wahyoedi, 1992: 7)
B. Tindak Pidana dan Unsur-unsurnya
Pengertian tindak pidana sebagai suatu tindakan melanggara hak yang telah dilakukan dengan sengaja maupun tidak sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan yang oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai tindakan yang dapat di hukum. (Lamintang.P.A.F, 1997:185). Moeljanto Memberikan pengertian yaitu perbuatan pidana sebagai perbuatan yang diacam dengan pidana, barang siapa yang melanggar larangan tersebut. ( Sudarto, 1990: 43). Vos merumuskan bahwa strafbaarfeit adalah suatu kelakuan manusia yang diancam pidana oleh peraturan perundang-undangan. ( Adami Chazawi, 2002:72)
para sarjana juga memaparkan suatu unsur tindak pidana, antara lain yaitu : 1) Menurut Pompe, unsur dari tidak pidana adalah :
b) Pertanggungjawaban pidana (criminal responsibility) yang mencakup kesengajaan, kealpaan serta kelalaian dan kemampuan bertanggungjawab. ( A. Zainal Abidin, 1995: 224).
C. Tindak Pidana Pemalsuan Surat
Kejahatan Pemalsuan Surat pada umumnya adalah berupa pemalsuan surat dalam bentuk pokok (bentuk standar ) yang dimuat pada Pasal 263, yang merumuskan adalah sebagai berikut:
“Barangsiapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal yang dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak palsu, dipidana jika pemakaian tersebut dapat menimbulakan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama 6 tahun”
Dipidana dengan pidana yang sama, barangsiapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah jika pamakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian. Dalam Pasal 263 tersebut ada 2 kejahatan, masing-masing dirumuskan pada ayat 1 dan 2.
Rumusan pada ayat ke-1 terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut:
1. Unsur subjektif dengan maksud untuk menggunakannya sebagai surat yang asli dan tidak dipalsukan atau untuk membuat orang lain menggunakan orang tersebut. 2. Unsur-unsur objektif
a. Barang siapa;
b. Membuat secara palsu atau memalsukan;
c. Suatu surat yang dapat menimbulkan suatu hak, suatu perikatan atau suatu pembebasan utang atau;
e. Penggunaannya dapat menimbulkan suatu kerugian.
Sedang ayat 2 mempunyai unsur-unsur sebagai berikut: 1. Unsur obyektif :
Perbuatan : Memakai; Objeknya : a) Surat palsu;
b) Surat yang dipalsukan;
Pemakaian surat tersebut dapat menimbulkan kerugian. 2. Unsur subyektif : Dengan sengaja.
Surat (grechrift) adalah suatu lembaran kertas yang diatasnya terdapat tulisan yang terdiri dari kalimat dan huruf termasuk angka yang mengandung/berisi buah pikiran atau makna tertentu, yang dapat berupa tulisan dengan tangan, dengan mesin ketik, printer komputer, dengan mesin cetakan dan dengan alat dan cara apa pun. Membuat surat palsu (membuat palsu/valschelijk opmaaken sebuah surat) adalah membuat sebuah surat yang seluruh atau sebagian isinya palsu. Palsu artinya tidak benar atau bertentangan dengan yang sebenarnya.
METODE PENELITIAN 1. Jenis Penelitian
1. Sifat Penelitian
Jenis penelitian ini adalah bersifat deskriptif, yang menggambarkan secara lengkap tentang fungsi sidik jari sebagai alat bukti untuk mengungkap tindak pidana pemalsuan surat. 2. Bahan dan Materi Penelitian
a. Data Primer
Data yang diperoleh berupa data-data langsung di lapangan. Dalam hal ini sumbernya berupa wawancara dengan pihak penyidik dari Polres Purworejo,
b. Data Sekunder
Data-data yang diperoleh peneliti dari penelitian kepustakaan dan dokumentasi. 3. Teknik Pengumpulan Data
Penulis dalam melakukan penelitian ini teknik pengumpulan data yang dilakuan dengan cara sebagai berikut:
a) Studi Lapangan b) Studi Kepustakaan 4. Metode Analisis Data
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Paparan kasus
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di Polres Purworejo, penelitian mendapatkan berkas Kasus tindak pidana Pemalsuan Surat. Berikut uraian singkat Berkas Kasus tindak pidana Pemalsuan Surat.
DUDUK PERKARA
Telah terjadi perkara dugaan tindak pidana ”pemalsuan surat” pada hari Senin, tanggal 01 Agustus 2011 hingga pada hari senin tanggal tanggal 05 Desember 2011 sekitar jam 10.00 Wib, yang bertempat dirumah orang tua tersangka di Dusun Duduwetan Kec Kutoarjo kab.Purworejo dan Kantor PD.BPR-BKK Purworejo cabang Kutoarjo Kab.Purworejo dengan tersangka atas nama Vivie Hapsary Kusumawardanie Binti saryanto. Tersangka atas nama Vivie Hapsary Kusumawardanie Binti saryanto melakukan tindak pidana pemalsuan surat dengan cara mengisi blangko permohonan kredit yang diajukan sebesar sebesar Rp 15.000.000,-(lima belas juta rupiah) tersangka dengan tanpa ijin dari suaminya yang sah yaitu Supriyadi membubuhkan cap jempol pada blangko permohonan kredit seolah-olah cap jempol tersebut adalah cap jempol suaminya Suptiyadi dan membubuhkan nama saksi Suptiyadi dalam blangko permohonan kredit, lalu membawanya ke ke PD.BPR-BKK Purworejo cabang Kutoarjo dan menggunakannya untuk mengajukan kredit di PD.BPR-BKK Purworejo cabang Kutoarjo. Setelah permohonan pengajuan kredit dari tersangka tersebut dapat terealisasi tersangka menerima pencairan permohonan kredit sebesar Rp 15.000.000,-(lima baelas juta rupiah) potong administrasi.
Kusumawardanie Binti saryanto dapat disangkakan telah melakukan tindak pidana“pemalsuan surat”, sebagaimana dimaksud dalam Pasal263 ayat (1) KUHP.( sumber : Berita Acara Pendapat Polres Purworejo tanggal 05 Oktober 2015)
B. ANALISIS
1. Fungsi Sidik Jari Sebagai Alat Bukti Untuk Mengungkap Tindak Pidana Pemalsuan Surat
Sidik jari dari pelaku suatu tindak pidana tidak secara langsung dapat dikualifisir sebagai salah satu alat bukti dalam suatu perkara pidana, melainkan harus dikonversi dalam jenis-jenis alat bukti tertentu, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 184 KUHAP Tersebut.Dari definisi umum yang ada, sidik jari atau fingerprint didefinisikan sebagai hasil reproduksi tapak jari baik yang sengaja diambil, dicapkan dengan tinta, maupun bekas yang ditinggalkan pada benda karena pernah tersentuh kulit telapak tangan atau. Sedangkan ilmu yang mempelajari tentang sidik jadi adalah Daktiloskopi.
Dalam hal ini, wujud konkret dari keterangan atas suatu sidik jari dalam suatu perkara pidana dapat berbentuk surat keterangan yang dibuat oleh seorang ahli (Pasal 187 huruf c KUHAP) yang dapat dikualifisir sebagai alat bukti surat.Selain itu apabila diperlukan, baik dalam proses penyidikan di kepolisian maupun proses pemeriksaan perkara di pengadilan, seorang ahli Daktiloskopi dapat dipanggil guna didengar keterangannya untuk menjelaskan mengenai keterkaitan adanya sidik jari seseorang dalam suatu peristiwa pidana.
memaparkan bahwa suatu alat bukti dapat dipakaisebagai alat bukti apabila memenuhi beberapa persyaratan, sebagai berikut :
1. Diperkenankan oleh undang - undang untuk dipakai sebagai alat bukti; 2. Reability, yakni alat bukti tersebut dapat dipercaya absahannya;
3. Necessity, yakni alat bukti tersebut memang diperlukan untuk membuktikansuatu fakta; dan
4. Relevance, yakni alat bukti tersebut mempunyai relevansi dengan fakta yangakan dibuktikan.
1. Keterangan Saksi; 2. Keterangan Ahli; 3. Surat;
4. Petunjuk; dan
5. Keterangan terdakwa.
Dari uraian diatas, menurut penyusunbahwa alat bukti yang secara limitative terdapat dalam KUHAP Pasal 184 tersebut tidak memungkinkan untuk dikurangi. Oleh karena itu, kemunculan berbagai penemuan yang selanjutnya dapat dipergunakan sebagai alat bukti khususnya dalam pembuktian perkara pidana hanya dapat dikatagorikan kedalam jenis alat bukti yang ada dalam KUHAP Pasal184 tersebut.
Di era yang serba canggih dan modern seperti saat ini, POLRI dituntut untuk berkembang mengikuti kemajuan teknologi dan perkembangan, dengan semakin meningkatkan keakuratan alat bukti yang dimilikinya, terutama sidik jari dalam tindakan pidana pemalsuan surat.
Adapun langkah-langkah penyidikan yang dilakukan oleh penyidik dimulai dari mendatangi tempat kejadian perkara, memeriksa apa yang telah dilakukan penjahat, pemotretan dan pembuatan sketsa, pencarian alat-alat bukti, pemeriksaan saksi atau korban kalau hidup dan orang-orang yang dianggap dapat memberikan keterangan, pencarian dan pengerjaan serta penangkapan dan penahanan para tersangka sampai dengan penyerahan berkas berita acara kepada penuntut umum/kejaksaan.
kemudian bisa menjadi bukti ataupun petunjuk untuk pengenalan kembali pada pelaku tindak pidana.
Awalnya pelaku bingung ketika ditanya oleh pihak kepolisian mengenai pemalsuan cap milik suaminya (dalam hal ini adalah korban), namun setelah mengetahui bahwa yang melaporkannya adalah suaminya sendiri baru dia kemudian mengakuinya dengan alasan saat itu suaminya sedang tidak ada dirumah dan dia sangat membutuhkan cap jempol suaminya tersebut guna mencairkan dana pinjaman dari bank, kemudian dia memalsukan cap jempol suaminya tersebut dengan cap jempolnya sendiri dan tidak mengira jika suaminya akan mengetahuinya dan justru melaporkannya ke polisi.
alat bukti untuk mengungkap tindak pidana pemalsuan surat tersebut sangat penting karena memang pada kasus tersesebut sidik jari dapat digunakan sebagai alat bukti yang kuat.
2. Hambatan-Hambatan yang Dihadapi Oleh Petugas Kepolisian dalam Mengungkap Tindak Pidana Pemalsuan Surat dengan Menggunakan Alat Bukti Sidik Jari
bahwa suaminya yang telah melaporkannya kepada kepolisian kemudian dia mengakuinya namun dengan berbagai alasan ( Hasil wawancara dengan Ipda Sunarso, tanggal 11 februari 2015).
Jadi, dalam setiap proses penyidikan suatu tindak pidana, penyidik pasti mengalami hambatan atau kendala untuk mengungkap suatu tindak pidana. Hambatan-hambatan yang dihadapi oleh petugas kepolisian dalam mengungkap tindak pidana pemalsuan surat dengan menggunakan alat bukti sidik jari adalah kesulitan atau bahkan gagal dalam mengumpulkan bukti-bukti tersebut. Namun dalam kasus pemalsuan surat ini, tidak banyak hambatan yang dihadapi petugas, hambatan-hambatannya adalah petugas yang kurang menguasai tentang identifikasi sidik jari, namun kendala tersebut dapat diatasi karena penyidik tersebut kemudian mempelajarinya dan dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. Hambatan kedua adalah pelaku pada awalnya tidak mau mengakui perbuatannya, namun setelah mengetahui bahwa suaminya sendiri yang melaporkannya kemudian dia mau mengakui perbuatannya.
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka penulis menyimpulkan 2 (dua) hal, sebagai berikut :
menggunakan sidik jari pembanding milik korban. Faktor-faktor yang menjadi penghambat bagi pihak kepolisian dalam menggunakan sidik jari sebagai alat bukti untuk mengungkap tindak pidana pemalsuan surat tersebut adalah petugas mengalami kesulitan karena penyidik yang menangani kasus ini kurang profesional atau dapat dikatakan belum nenguasai mengenai pengetahuan tentang identifikasi sidik jari.
DAFTAR PUSTAKA
A. Gumilang, 1993.Kriminalistik (Pengetahuan Tentang Teknik dan Taktik Penyidikan) Cet. 3. Bandung: Sinar Grafika
A.Zainal Abidin. 1995, Hukum Pidana I. jakarta: Sinar Grafika
Bambang Sunggono, 2003, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Raja Grafindo Persada. Chazawi, Adami. 2002. Pelajaran Hukum Pidana Bagian 1. Jakarta: Raja Grafindo
Harahap, Yahya . 2002, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP.Jakarta
Karjadi, M, 1971. Tindakan dan Penjidikan Pertama di Tempat Kejadian Perkara. Jakarta:P.T. Gita Karya
Lamintang P.A.F., 1997. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesi., Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
Sudarto, 1990, Hukum Pidana I, Semarang : Yayasan Sudarto Fakultas Hukum Universitas Diponegoro.
Soeprapto, Pagian dan V. Wahyoedi.Asas-asas Pengetahuan Tentang Sidik Jari (Dactiloscopy). Politea: Bogor
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana(KUHP) pasal 263