• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR ISI. HALAMAN SAMPUL DALAM... i. HALAMAN SAMPUL LUAR... ii. PRASYARAT GELAR... iii. LEMBAR PENGESAHAN... iv

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DAFTAR ISI. HALAMAN SAMPUL DALAM... i. HALAMAN SAMPUL LUAR... ii. PRASYARAT GELAR... iii. LEMBAR PENGESAHAN... iv"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

ix ABSTRAK

KOMBINASI PERCEPTUAL MOTOR PROGRAM DAN NEURODEVELOPMENTAL TREATMENT LEBIH BAIK

DARIPADA KOMBINASI KINESIOTAPING DAN NEURODEVELOPMENTAL TREATMENT DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN DUDUK PENDERITA

CEREBRAL PALSY

Penyimpangan pada pertumbuhan otak salah satunya adalah cerebral palsy (CP). Masalah yang tampak pada anak CP adalah ketidakmampuan untuk duduk.

Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan penambahan perceptual motor program lebih baik daripada kinesiotaping pada neurodevelopmental treatment dalam meningkatkan kemampuan duduk penderita cerebral palsy.

Metode penelitian menggunakan rancangan penelitian pre and post test design dengan sampel 14 anak cerebral palsy tipe quadriplegi yang belum mampu duduk.

Sampel dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok I (perceptual motor program dan neurodevelopmental treatment) dan kelompok II (kinesiotaping dan neurodevelopmental treatment). Intervensi dilakukan setiap sesi selama 60 menit, dua kali seminggu selama 12 minggu yang diukur dengan Level of Sitting Scale (LSS).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) terdapat peningkatan skor hasil tes LSS pada kelompok I dengan nilai rerata pre test 1,86 ± 0,69 dan post test 4,00 ± 0,82, (2) terdapat peningkatan hasil tes LSS pada kelompok II dengan nilai rerata pre test 2,00 ± 0,82 dan post test 2,86 ± 1,07, (3) terdapat perbedaan yang signifikan pada hasil tes LSS pada kelompok perlakuan I dengan p = 0,029 (p < 0,05) antara hasil tes LSS pada kelompok I dan kelompok II.

Disimpulkan bahwa kombinasi perceptual motor program dan neurodevelopmental treatment lebih baik daripada kombinasi kinesiotaping dan neurodevelopmental treatment dalam meningkatkan kemampuan duduk penderita cerebral palsy.

Kata kunci : perceptual motor program, kinesiotaping, kemampuan duduk, level of sitting scale (LSS), cerebral palsy children.

(2)

x ABSTRACT

THE COMBINATION OF PERCEPTUAL MOTOR PROGRAM AND NEURODEVELOPMENTAL TREATMENT WAS BETTER

THAN THE COMBINATION KINESIOTAPING AND NEURODEVELOPMENTAL TREATMENT IN INCREASE

SITTING ABILITY IN CEREBRAL PALSY PATIENTS

One of the deviation on brain growth was cerebral palsy (CP). The problem in cerebral palsy patient was inability to sitting. The aim of this study is to prove that additional of perceptual motor program is better than kinesiotaping in neurodevelopmental treatment in improving ability sitting in cerebral palsy patients.

The method of study was pre and post test design. Fourteen cerebral palsy children with quadriplegi type that unable to sit as the sample in this study. The samples divided into two group that was group I (perceptual motor program and neurodevelopmental treatment) and group II (kinesiotaping and neurodevelopmental treatment). Intervention was doing during 60 minute, twice of weeks, during 12 weeks with measured by Level of Sitting Scale (LSS).

The result of research showed (1) improvement of the LSS score in the group I as pre test 1.86 ± 0.69 and post test 4.00 ± 0.82, (2) improvement of the LSS score in the group II as pre test 2.00 ± 0.82 and post test 2.86 ± 1.07, (3) there was significance difference of the LSS score between group I and II with p = 0.029 (p

< 0,05).

It was concluded that the combination of perceptual motor program and neurodevelopmental treatment was better than the combination of kinesiotaping and neurodevelopmental treatment in increase sitting ability in cerebral palsy patients.

Keyword : perceptual motor program, kinesiotaping, sitting ability, level of sitting scale (LSS), cerebral palsy children

(3)

xi DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL DALAM ... i

HALAMAN SAMPUL LUAR ... ii

PRASYARAT GELAR ... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI... v

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT... vi

UCAPAN TERIMA KASIH ... vii

ABSTRAK ... ix

ABSTRACT ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR ARTI LAMBANG, SINGKATAN, DAN ISTILAH ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1. Cerebral Palsy ... 9

2.1.1. Definisi Cerebral Palsy ... 9

(4)

xii

2.1.2. Klasifikasi Cerebral Palsy ... 10

2.1.3. Etiologi Cerebral Palsy ... 14

2.1.4. Tanda-tanda Cerebral Palsy ... 15

2.1.5. Patofisiologi Cerebral Palsy ... 16

2.2. Kemampuan Duduk ... 17

2.3. Level of Sitting Scale (LSS) ... 21

2.4. Neurodevelopmental Treatment (NDT) ... 22

2.4.1. Sejarah dan Pengertian NDT ... 22

2.4.2. Dasar Pemikiran NDT... 23

2.4.3. Inhibisi, Fasilitasi dan Stimulasi ... 24

2.4.4. Kualitas Treatment ... 28

2.5. Perceptual Motor Program... 28

2.6. Kinesiotaping ... 33

2.7. Pengaruh Neurodevelopmental Treatment terhadap Kemampuan Duduk Cerebral Palsy ... 36

2.8. Pengaruh Perceptual Motor Program terhadap Kemampuan Duduk Cerebral Palsy ... 36

2.10.Pengaruh Kinesiotaping terhadap Kemampuan Duduk Cerebral Palsy ... 37

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS ... 39

3.1. Kerangka Berpikir ... 39

3.2. Kerangka Konsep ... 42

3.3. Hipotesis ... 43

(5)

xiii

BAB IV METODE PENELITIAN ... 44

4.1. Rancangan Penelitian ... 44

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 45

4.3 Penentuan Sumber Data ... 45

4.3.1. Populasi ... 45

4.3.2. Sampel... 45

4.3.3. Besar Sampel ... 46

4.3.4. Teknik Penentuan Sampel... 48

4.4. Variabel Penelitian ... 48

4.5. Definisi Operasional Variabel ... 49

4.6. Bahan dan Instrumen Penelitian ... 52

4.7. Prosedur Penelitian ... 52

4.7.1. Tahap Persiapan dan Administrasi... 52

4.7.2. Tahap Penentuan Populasi dan Pemilihan Sampel ... 53

4.7.3. Prosedur Pengukuran LSS ... 53

4.8. Analisis Data ... 54

BAB V HASIL PENELITIAN... 56

5.1. Deskripsi Data Penelitian ... 56

5.2. Uji Persyaratan Analisis ... 57

5.2.1. Uji Normalitas dan Homogenitas ... 58

5.2.2. Paired Sample t-test dan Independent t-test ... 58

(6)

xiv

BAB VI PEMBAHASAN ... 61

6.1. Karakteristik Subjek Penelitian ... 61

6.2. Kombinasi Perceptual Motor Program dan Neurodevelopmental Treatment dapat meningkatkan Kemampuan Duduk Cerebral Palsy .. 62

6.3. Kombinasi Kinesiotaping dan Neurodevelopmental Treatment dapat meningkatkan Kemampuan Duduk Cerebral Palsy ... 63

6.4. Kombinasi Perceptual Motor Program dan Neurodevelopmental Treatment lebih baik daripada Kombinasi Kinesiotaping dan Neurodevelopmental Treatment dalam Meningkatkan Kemampuan Duduk Cerebral Palsy ... 63

meningkatkan Kemampuan Duduk Cerebral Palsy ... 62

6.5. Keterbatasan Penelitian ... 67

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ... 68

7.1. Simpulan ... 68

7.2. Saran ... 68

DAFTAR PUSTAKA ... 69

(7)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Proses pertumbuhan dan perkembangan anak dimulai sejak dari dalam kandungan ibu dan berlanjut ketika anak lahir sampai usia 5 tahun yang dikenal sebagai periode emas (golden period). Pada periode ini, perkembangan otak sendiri berlangsung cepat hingga balita berusia 3 tahun. Nutrisi yang lengkap dan seimbang dibutuhkan anak untuk mencapai tahap perkembangan yang pesat. Faktor internal dan eksternal baik itu ketika anak masih berbentuk janin, saat proses kelahiran, maupun pada masa perkembangannya setelah lahir diakui sangat berpengaruh terhadap maturasi sel-sel di otak dan jika terjadi gangguan bisa menyebabkan terjadinya penyimpangan terutama pada pertumbuhan otak. Salah satu kondisi penyimpangan tersebut adalah cerebral palsy (CP).

Cerebral Palsy (CP) adalah salah satu kondisi penyimpangan pertumbuhan pada otak yang bersifat non-progresif karena adanya lesi atau gangguan perkembangan otak. Cerebral palsy dapat terlihat pada satu tahun pertama setelah anak lahir yang bisa terjadi pada masa pranatal dengan prevalensi 75%, perinatal dengan prevalensi 10-15%, dan postnatal dengan prevalensi 10%. Cerebral palsy terjadi akibat kerusakan pada area motorik otak yang mengganggu kemampuan otak untuk mengontrol pergerakan dan postur secara adekuat (Suharso, 2006).

Cerebral palsy sering disertai dengan gangguan sensasi, kognisi, komunikasi, persepsi, perilaku atau keduanya. Diperkirakan bahwa antara 765.000 dan

(8)

2

1.000.000 anak-anak dan orang dewasa dengan CP hidup di United States (Bailes, et al.,2012). Menurut Rosenbaum (2003), jumlah penderita CP ternyata cukup banyak, di negara barat sekitar 2 sampai 2,5 jiwa dari setiap 1000 kelahiran hidup.

Dalam sebuah analisis dari 1.000 kasus CP di India, ditemukan bahwa quadriplegia dengan kejang merupakan 61% kasus diikuti oleh diplegia 22 % (Sankar, et al., 2005).

Di Indonesia, YPAC Cabang Surakarta telah melakukan pendataan terhadap jumlah anak yang mengalami cerebral palsy. Pada tahun 2005, berjumlah 118 anak, tahun 2006 sampai dengan bulan Desember berjumlah 112 anak, sedangkan tahun 2007 sampai dengan bulan Desember berjumlah 198 anak, tahun 2008 sebanyak 307 anak, tahun 2009 berjumlah 313 anak, tahun 2010 berjumlah 330 anak, dan tahun 2011 berjumlah 343 anak (YPAC Cabang Surakarta, 2011). Menurut Riskesdas 2013, prevalensi anak umur 24-59 tahun yang menyandang satu jenis cacat adalah sebesar 0,53%.

Menurut Paul (2009), anak dengan cerebral palsy memiliki masalah dalam keterampilan motorik, tonus otot, kelemahan otot, reflek dan keseimbangan. Anak kesulitan mengontrol posturnya karena kelemahan otot dan koordinasi serta kegagalan mengolah informasi sensori yang diterima dari berbagai reseptor yang ada di tubuh.

Kemampuan duduk merupakan salah satu postur yang harus dicapai oleh anak sebelum masuk ke tahapan perkembangan lainnya yang lebih tinggi. Anak dengan CP sering mengalami kegagalan dalam memberikan mekanisme balik ketika belajar duduk. Anak CP seringkali kesulitan mempertahankan keseimbangan duduk baik

(9)

3

statis maupun dinamis dan beberapa diantaranya belum mencapai kontrol kepala dan trunk yang baik (Asa, et al., 2005). Untuk mengkompensasi masalah tersebut, terjadi gerakan elevasi shoulder girdle sehingga kontrol dari shoulder girdle itu sendiri menjadi terhambat perkembangannya. Otot-otot trunk dan abdomen menjadi lemah dan inaktif sehingga terbentuklah postur kifosis akibat gangguan thoraco-lumbal (Marcia, 2000).

Gangguan gerak pada trunk dan anggota gerak mengakibatkan terjadinya ketidakmampuan memelihara kontrol postural antigravitasi, sehingga terjadilah postur abnormal. Pada CP, seringkali terlihat adanya lateral pelvic tilt dan postur skoliosis serta kontraktur hip ekstensi unilateral yang menyebabkan sisi kanan pelvis terangkat. Hal ini mengakibatkan anak tidak mampu mempertahankan duduk pada posisi tegak (Chung, et al., 2008).

Menurut Permenkes no. 65 tahun 2015, Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan pada individu dan atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang rentang kehidupan dengan menggunakan penanganan manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik, elektroterapeutis dan mekanis), pelatihan fungsi, dan komunikasi. Proses-proses itu meliputi rangkaian assesmen, diagnosa fisioterapi, perencanaan fisioterapi, intervensi fisioterapi evaluasi dan dokumentasi fisioterapi.

Intervensi fisioterapi yang dapat digunakan pada kasus cerebral palsy meliputi neurodevelopmental treatment, perceptual motor program, neurosensomotor, kinesiotaping, serta latihan penguatan dan keseimbangan. Neurodevelopmental Treatment adalah pendekatan holistik berkaitan dengan kualitas koordinasi, tidak

(10)

4

hanya berhubungan dengan fungsi otot individu, tidak hanya masalah sensorik- motorik, tetapi juga penurunan persepsi kognitif, masalah emosional, sosial dan fungsional dalam keseharian hidup (Bobath, 1990 dalam Veliccovic, 2005).

Neurodevelopmental treatment berfokus pada normalisasi otot hipertonus dan hipotonus yang disebabkan oleh karena kerusakan sistem saraf pusat. Intervensi penanganan NDT adalah melatih reaksi keseimbangan gerakan anak, perbaikan postur dan kontrol gerakan yang diakibatkan dari tonus yang abnormal, serta fasilitasi. Metode ini menempatkan anak pada posisi tertentu yang dinamakan Reflek Inhibiting Posture (RIP) yang bertujuan memperbaiki level alignment dan fungsional dengan normalisasi postur melalui key point of control (Klimont, 2001).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa NDT berpengaruh terhadap posture dan masalah gangguan gerak dengan mengaktivasi trunk (Arndt, et al., 2008). Selain masalah motorik yang sering terjadi pada anak CP, sensori juga mengalami gangguan, terutama pada sistem proprioseptif, yang berperan penting dalam mempertahankan postural anak sehingga anak dapat menyadari dan mengetahui posisi tubuhnya.

Proses duduk memberikan gerakan yang luas pada penggunaan tangan secara lebih aktif, kemampuan fungsional dan perawatan diri yang lebih baik, dan kesempatan untuk memiliki orientasi diri terhadap lingkungan untuk memperbaiki persepsi, perkembangan kognitif, dan interaksi sosial (Hopkins, 2002). Perbaikan persepsi yang mendukung kemampuan duduk salah satunya dengan memberikan teknik perceptual motor program. Teknik ini dapat membantu anak memberikan pemahaman dan pengalaman gerak terutama terhadap lingkungan sekitar. Selain

(11)

5

itu, dapat melatih kemampuan postural ketika anak meraih mainan saat duduk.

Intervensi ini mencakup aktivitas handling dan merangsang perhatian anak dan memodifikasi lingkungan. Penggunaan gerakan pasif tidak dilakukan pada intervensi ini (Ryalls, et al, 2016).

Kinesiotaping adalah intervensi lain yang dapat digunakan dan pernah diaplikasikan untuk mengatasi masalah fungsional yang terjadi pada cerebral palsy.

Kinesiotaping yang ditempelkan pada area trunk dapat memperbaiki postur duduk.

Menurut Kase (2003), eksitabilitas otot lebih baik pada otot dan sendi yang diberikan kinesiotaping. Kinesiotaping memberikan stimulasi aferent kutaneus sehingga meningkatkan input eksteroreseptif. Kinesiotaping yang ditambahkan kepada pasien stroke yang diberikan metode MRP memberikan hasil yang signifikan pada pola jalan (Irawan, 2014). Menurut Camerota, et al., (2014), menyarankan penelitian lebih lanjut untuk membuktikan bahwa kinesiotaping efektif untuk mendukung kemampuan fungsional.

Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa kedua intervensi ini yaitu perceptual motor program dan kinesiotaping dapat meningkatkan kemampuan duduk penderita cerebral palsy. Namun, belum terdapat penelitian yang membandingkan mana yang lebih baik diantara keduanya. Ditinjau dari uraian di atas, perceptual motor program memberikan pengalaman gerak dan merangsang minat anak untuk bergerak dengan adanya mainan sedangkan kinesiotaping memberikan stabilitasi pada otot-otot trunk. Dalam perkembangan kematangan otak, perceptual motor program lebih merangsang fungsi kognitif anak dan membangkitan eksplorasi anak untuk bergerak sehingga bisa lebih baik dalam

(12)

6

meingkatkan kemampuan fungsional yang dalam hal ini adalah kemampuan duduk.

Oleh karena itu, peneliti akan mengambil penelitian tentang penambahan perceptual motor program lebih baik daripada kinesiotaping pada neurodevelopmental treatment dalam meningkatkan kemampuan duduk penderita cerebral palsy.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah kombinasi perceptual motor program pada neurodevelopmental treatment dapat meningkatkan kemampuan duduk penderita cerebral palsy?

2. Apakah kombinasi kinesiotaping pada neurodevelopmental treatment dapat meningkatkan kemampuan duduk penderita cerebral palsy?

3. Apakah kombinasi perceptual motor program dan neurodevelopmental treatment lebih baik daripada kombinasi kinesiotaping dan neurodevelopmental treatment dalam meningkatkan kemampuan duduk penderita cerebral palsy?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk membuktikan kombinasi perceptual motor program dan neurodevelopmental treatment lebih baik daripada kombinasi kinesiotaping dan neurodevelopmental treatment dalam meningkatkan kemampuan duduk penderita cerebral palsy.

(13)

7

2. Tujuan Khusus

1. Untuk membuktikan kombinasi perceptual motor program dan neurodevelopmental treatment dapat meningkatkan kemampuan duduk penderita cerebral palsy.

2. Untuk membuktikan kombinasi kinesiotaping dan neurodevelopmental treatment dapat meningkatkan kemampuan duduk penderita cerebral palsy?

3. Untuk membuktikan kombinasi perceptual motor program dan neurodevelopmental treatment lebih baik daripada kombinasi kinesiotaping dan neurodevelopmental treatment dalam meningkatkan kemampuan duduk penderita cerebral palsy.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi Ilmu Pengetahuan

Memperoleh data yang empirik tentang kombinasi perceptual motor program dan neurodevelopmental treatment lebih baik daripada kombinasi kinesiotaping dan neurodevelopmental treatment dalam meningkatkan kemampuan duduk anak cerebral palsy.

(14)

8

2. Bagi Fisioterapis

Sebagai pedoman bagi fisioterapis dalam memberikan pelayanan fisioterapi pediatri dan memiliki pilihan jenis terapi terutama dalam meningkatkan kemampuan duduk anak cerebral palsy.

Referensi

Dokumen terkait

Pedot = Istilah yang digunakan untuk menyebut ayam yang kalah dengan melarikan diri atau jatuh mental dalam sebuah sabung ayam. KUHP = Kitab Undang-Undang Hukum Pidana THR

Penentuan kualifikasi bahan baku yang digunakan dalam produksi sangat berpengaruh terhadap hasil produksi, adanya permasalahan yang muncul berkaitan dengan

koperasi tersebut di atas di Persidangan Negeri Perak 2021 yang akan diadakan pada 17 Mac 2021 (Rabu). Bersama-sama ini disertakan pengesahan saya sebagai wakil

2) Oleh karena nyata-nyata telah terbukti secara sah menurut hukum Termohon I, Termohon II dan Termohon III mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar sedikitnya

(sumber:www.jababeka.com). Jababeka merupakan brand yang digunakan oleh PT Jababeka, Tbk. Brand “Jababeka” sendiri merupakan easy name yang menggambarkan tentang

Peraturan Pemerintah No 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah , menguraikan penjelasannya mengenai upah yakni “suatu penerimaan sebagai imbalan dari pengusaha

Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 73 ayat 3 diatur mengenai pengusaha yang mempekerjakan pekerja perempuan antara pukul 23.00 sampai dengan

23 Roeslan Saleh, 1983, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana (Dua Pengertian Dasar dalam Hukum Pidana), Cet.. Indikatornya adalah perbuatan tersebut melawan hukum