• Tidak ada hasil yang ditemukan

Internalisasi Nilai-nilai Kebangsaan Dalam Masyarakat Multikultural : Studi Kasus di SMAN 2 Kota Cirebon.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Internalisasi Nilai-nilai Kebangsaan Dalam Masyarakat Multikultural : Studi Kasus di SMAN 2 Kota Cirebon."

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

i

DISERTASI

diajukan untuk memenuhi sebagian syarat untuk

memperoleh Gelar Doktor Ilmu Pendidikan Umum

Konsentrasi Sosiologi Pendidikan

Oleh:

Asep Mulyana

NIM: 0908650

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN UMUM

SEKOLAH PASCASARJANA

(2)

ii

Cirebon)” ini beserta seluruh isinya adalah benar-benar karya saya sendiri. Saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini saya siap menanggung resiko/sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila di kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan, atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini”.

Cirebon, ….. Agustus 2015 Yang membuat pernyataan,

(3)

iii

INTERNALISASI NILAI-NILAI KEBANGSAAN DALAM MASYARAKAT MULTIKULTURAL

(Studi Kasus di SMAN 2 Kota Cirebon)

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PANITIA DISERTASI

Promotor

Prof. Dr. H. Dasim Budimansyah, M. Si. NIP. 196203161988031005

Kopromotor

Prof. Dr. H. Dadang Supardan, M.Pd. NIP. 195704081984031003

Anggota

Prof. Dr. H. Sudardja Adiwikarta, M.A.

Mengetahui

Ketua Program Studi Pendidikan Umum,

(4)

Asep Mulyana, 2015

INTERNALISASI NILAI-NILAI KEBANGSAAN D ALAM MASYARAKAT MULTIKULTURAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Penelitian ini bertujuan menemukan model internalisasi nilai-nilai kebangsaan dalam masyarakat multikultural di sekolah, baik melalui proses pelembagaan, sosialisasi maupun internalisasi. Proses-proses tersebut diharapkan berimplikasi terhadap pembentukan pengetahuan moral (moral knowing), perasaan moral (moral feeling) dan tindakan moral (moral action) keseharian para siswa. Model internalisasi tersebut diharapkan dapat menjadi solusi strategis dalam mengantisipasi fenomena masyarakat Indonesia (multikultur) yang semakin mengalami pergeseran nilai-nilai kebangsaan, baik disebabkan konflik kepentingan, maupun kepedulian sebagai sesama bangsa. Hal tersebut ditandai dengan menipisnya nilai-nilai kecintaan terhadap tanah air, memudarnya rasa persatuan dan kebhinnekatunggalikaan (multikulturalisme), toleransi, dan gotong-royong antar sesama bangsa. Penelitian ini mengambil latar atau setting di SMAN 2 Kota Cirebon sebagai sekolah yang memiliki karakteristik multikultural. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara mendalam (dept interview) dan analisis dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa model internalisasi nilai-nilai kebangsaan di sekolah, pertama lewat pelembagaan yaitu dengan memasukkan program nilai-nilai kebangsaan ke dalam visi dan misi, kurikulum sekolah, silabus, RPP dan program intra dan ekstra kurikuler serta aturan-aturan sekolah. Kedua, lewat sosialisasi yaitu dengan mengkomunikasikan dan melibatkan para stake holder antara lain, Komite Sekolah, Kepolisian, TNI (Tentara Nasional Indonesia), Dinas Pendidikan, Kesehatan, Perbankan, PMI (Palang Merah Indonesia), dan BNN (Badan Narkotika Nasional). Ketiga, melalui pembudayaan nilai-nilai kebangsaan dalam proses pembelajaran di kelas, dalam lingkungan sekolah dan dalam keterlibatan pada kegiatan intra dan ekstra kurikuler. Terbukti dengan melalui tahapan-tahapan tersebut dan dilakukan secara terencana, terukur dan berkelanjutan, SMAN 2 Kota Cirebon dapat menginternalisasikan nilai-nilai kebangsaan dalam tindakan para siswa sehari-hari, seperti bangga dengan segala bentuk yang dimiliki dan dihasilkan Indonesia, cinta almamater, disiplin, mentaati aturan, mengejar prestasi, senang bergaul, berkomunikasi dan saling tolong-menolong dengan yang berbeda budaya, etnik dan agama, menolak dan mengecam perilaku koruptif, dan segala bentuk terorisme, serta gerakan sparatisme primordialisme. Keputusan-keputusan moral para siswa tersebut merupakan kristalisasi yang integral antara pengetahuan moral, perasaan moral serta tindakan moral.

(5)

Asep Mulyana, 2015

INTERNALISASI NILAI-NILAI KEBANGSAAN D ALAM MASYARAKAT MULTIKULTURAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

The research aims to find a model of national values internalization in multicultural schools, either through institutional, extension, or internalization processes. The processes are expected to impact on the formation of moral knowing, moral feeling, and moral action of students in their daily life. In addition, the resulted internalization model is expected to be a strategic solution in the anticipation of the increasingly shifting national values among Indonesian multicultural societies, either caused by conflict of interest or the lack of social awarenessamong the people. The phenomenon is marked by the diminishing values of patriotism and the fading sense of belonging and unity in diversity (multiculturalism), tolerance, and mutual aid among the people. The research took place at SMAN 2 Kota Cirebon as a school with multicultural characteristics. It adopted a qualitative approach with a case study method. Data for this research were collected through observation, in-depth interview, and documentary analysis. The research results demonstrate that the model of internalization of national values in schools is implemented: First, through institutionalization, namely by including programs of national values into the school’s vision, missions, curriculum, syllabus, lesson plans, intra- as well as extracurricular activities, and regulations. Second, through extension programs, by communicating with and involving the stakeholders, among others, the School Committee, the Police, the Indonesian National Armed Forces, Department of Education, Department of Health, Banks, Indonesian Red Cross Society, and National Narcotics Agency. Third, through the cultivation of national values into classroom teaching and learning process, the school environment, and students’participation in intra- and extracurricular activities. It has been proven that through planned, well-measured, and continuous implementation of the model, SMAN 2 Kota Cirebon can successfully instill the national values in students’ daily behaviors, such as observed in their pride with any product possessed and produced by Indonesia; love for their school; discipline in obeying the rules; enthusiasm to achieve; love for socialization and communication; willingness to help each other regardless of cultural, ethnic, and religious backgrounds; and rejection and condemnation of corruptive behavior and any form of terrorism as well as separatism and primordialism. These students’ moral stances are the crystallization of their moral knowing, moral feeling, and moral action.

Keywords: Internalization, National Values and Multiculturalism

1

(6)

Asep Mulyana, 2015

INTERNALISASI NILAI-NILAI KEBANGSAAN D ALAM MASYARAKAT MULTIKULTURAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR ISI

BAB II MERETAS KONSEP INTERNALISASI NILAI-NILAI KEBANGSAAN DALAM MASYARAKAT MULTIKULTURAL A. Konsep Masyarakat Multikultural... 15

1. Pengetian multikulturalisme... 15

2. Bentuk-bentuk masyarakat multikultural ... 22

3. Implementasi model multikulturalisme di beberapa negara. . 23

B. Masyarakat Multikultural dalam Konteks Indonesia ... 26

1. Indonesia sebagai negara multikultural ... 26

2. Urgensi pendidikan multikultural di Indonesia... 30

C. Nilai-nilai Kebangsaan dalam Masyarakat Multikultural ... 39

1. Pengertian nilai... 39

2. Jenis-jenis nilai dan hiraki nilai... 45

3. Hubungan nilai dengan pendidikan... 48

4. Nilai-nilai kebangsaan dalam masyarakat multikultural ... 58

a. Perkembangan pengertian dan pemahaman nasionalisme ... 58

b. Memahami kembali nasionalisme Indonesia ... 63

c. Bentuk-bentuk nasionalisme ... 68

5. Keterkaitan antara pendidikan umum dengan nilai- nilai kebangsaan ... 78

6. Posisi pendidikan multikultural dalam bingkai pendidikan umum ... 83

D. Landasan Teori Internalisasi Nilai-nilai Kebangsaan dalam Masyarakat Multikultural ... 85

(7)

Asep Mulyana, 2015

INTERNALISASI NILAI-NILAI KEBANGSAAN D ALAM MASYARAKAT MULTIKULTURAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

2. Teori variabel pola... 90

E. Relevansi dengan Hasil Kajian Penelitian Terdahulu: Sebuah Diskursus Singkat ... 99

F. Kerangka Pemikiran: Hubungan antara Pendidikan Umum, Nilai-nilai Kebangsaan, Pendidikan Multikultural dan Masyarakat Multikultural ... 105

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Metode Penelitian ... 108

1. Pendekatan penelitian... 108

2. Metode penelitian ... 109

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Temuan Hasil Penelitian ... 118

1. Setting SMAN 2 Kota Cirebon ... 118

2. Deskripsi Hasil Observasi ... 122

3. Deskripsi Pelembagaan, Sosialisasi, dan Internalisasi Nilai-Nilai Kebangsaan di Sekolah ... 130

a. Pelembagaan nilai-nilai kebangsaan ... 139

b. Sosialisasi nilai-nilai kebangsaan... 153

c. Internalisasi nilai-nilai kebangsaan ... 157

1) Internalisasi dalam beberapa mata pelajaran tertentu (PKn, Sejarah dan Sosiologi ... 159

2) Internalisasi ke dalam intra dan ekstrakurikuler ... 175

3) Internalisasi di lingkungan Sekolah ... 176

4. Implikasi Internalisasi Nilai-nilai Kebangsaan terhadap Pengetahuan, Perasaan dan Tindakan Moral Siswa... 183

B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 191

1. Pelembagaan nilai-nilai kebangsaan di sekolah... 191

(8)

Asep Mulyana, 2015

INTERNALISASI NILAI-NILAI KEBANGSAAN D ALAM MASYARAKAT MULTIKULTURAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

3. Internalisasi nilai-nilai kebangsaan di sekolah ... 205

4. Implikasi internalisasi nilai-nilai kebangsaan terhadap pengetahuan, perasaan dan tindakan moral siswa... 223

BAB V SIMPULAN, REKOMENDASI DAN IMPLIKASI A. Simpulan... 229

1. Simpulan umum ... 229

2. Simpulan khusus ... 230

B. Rekomendasi ... 233

C. Implikasi ... 234

DAFTAR PUSTAKA ... 236

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 249

(9)

Asep Mulyana, 2015

INTERNALISASI NILAI-NILAI KEBANGSAAN D ALAM MASYARAKAT MULTIKULTURAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR BAGAN DAN TABEL

Bagan 2.1. Sekolah sebagai sebuah sistem sosial ... 36

Tabel 2.1. Hirarki Nilai-nilai Kebangsaan ... 51

Bagan 2.2. Komponen Karakter Baik menurut pandangan Lickona ... 55

Tabel 2.2. Komponen niilai harapan peran ... 94

Tabel 2.3. Hubungan hirarkis antara sistem-sistem tindakan ... 97

Tabel 2.4. Sistem tindakan umum menurut Parsons ... 98

Bagan 2.3. Kerangka pemikiran internalisasi nilai-nilai kebangsaan ... 106

Bagan 2.4. Struktur Hubungan Keilmuan Pendidikan Umum, Nilai-nilai Kebangsaan dan Pendidikan Multikultural ... 107

Bagan 3.1. Komponen-komponen proses analisa data ... 118

Tabel 4.1. Komposisi siswa berdasarkan agama ... 122

Tabel 4.2. Proses Pelembagaan, Sosialisasi dan Internalisasi ... 131

(10)

Asep Mulyana, 2015

INTERNALISASI NILAI-NILAI KEBANGSAAN D ALAM MASYARAKAT MULTIKULTURAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Gambar Hlm

1. Suasana Bagian depan gedung SMAN 2 Kota Cirebon 289

2. Taman sekolah 289

3. Suasana Taman sekolah depan ruang tamu 289

4. Anggota Dewan Keamanan Memeriksa Kelengkapan Siswa 290 5. Guru Piket Memeriksa Kelengkapan Siswa Sebelum Masuk 290

6. Perilaku Siswa Sebelum Masuk Sekolah 290

7. Pemeriksaan Siswa yang Terlambat Masuk 291

8. Salah Satu Hukuman Bagi Siswa yang Melanggar 291 9. Salah Satu Hukuman Bagi Siswi yang Melanggar 291 10. Kegiatan Upacara dalam Memperingati Hari Kemerdekaan 292 11. Kegiatan MOS Kedua bagi Seluruh Siswa Kelas X 292

12. Foster-foster Tentang Bahaya Narkoba 292

13. Koleksi Piala Penghargaan dari Berbagai Prestasi 293

14. Fasilitas ruang kelas 293

15. Kegiatan dan Suasana Diskusi di Kelas 293

16. Kegiatan Bakti Sosial di Pantiasuhan 294

17. Lingkungan Sekolah Bagian Belakang 295

(11)

Asep Mulyana, 2015

INTERNALISASI NILAI-NILAI KEBANGSAAN D ALAM MASYARAKAT MULTIKULTURAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Lampiran Hlm

1. Contoh catatan lapangan No. 1: Wawancara 250

2. Contoh catatan lapangan No. 2: Wawancara 253 3. Contoh catatan lapangan No. 3: Wawancara 257 4. Contoh catatan lapangan No. 4: Observasi 261 5. Contoh catatan lapangan No. 5: Observasi 265

6. Profile SMAN 2 Kota Cirebon 268

7. Foto-foto Lokasi Penelitian 289

(12)

Asep Mulyana, 2015

INTERNALISASI NILAI-NILAI KEBANGSAAN D ALAM MASYARAKAT MULTIKULTURAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Dunia global diibaratkan sebagai panggung teater atau panggung pertunjukkan yang maha besar. Sebuah panggung yang mengilustrasikan ragam tarian kehidupan dalam bingkai multikultural sebagai realitas yang tak terbantahkan, sui generis. Realitas ini menunjukkan bahwa dunia penuh warna. Sekaligus memberi gambaran, bahwa hampir sulit ditemukan dalam sebuah negara pun di dunia ini yang hanya terdiri dan memiliki satu kultur (monocultur). Dari 184 negara merdeka di dunia ini disebutkan mempunyai lebih dari 600 bahasa dan 5000 etnis. Hanya sebagian kecil saja yang menggunakan bahasa yang sama atau memiliki kesamaan etnis (Kymlicka, 1995, hlm. 1). Dalam dunia yang beragam secara etnis, budaya dan bahasa, di satu sisi kenyataan tersebut menunjukkan dunia ini sangat plural-multikultural. Sedangkan di sisi yang lain realitas tersebut juga berimplikasi terhadap potensi terjadinya konflik budaya, etnik, dan juga agama. Inilah sebuah tantangan multikulturalisme.

(13)

Asep Mulyana, 2015

INTERNALISASI NILAI-NILAI KEBANGSAAN D ALAM MASYARAKAT MULTIKULTURAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dinamika kehidupan yang semakin bergerak ke arah kemoderenan dan kepentingan global. Manusia semakin terjebak dalam logika positivistik yang cenderung antropo sentris.

Masyarakat moderen acapkali dipahami sebagai tipologi masyarakat yang harmonis, dinamis dan demokratis dan sering juga diyakini sebagai media untuk mewujudkan masyarakat sipil (civil society) atau masyarakat madani. Tak heran jika identitas dan atribut-atribut kemoderenan menjadi impian dan dijadikan tipe ideal bagi masyarakat dunia. Kehadiran fasilitas-fasilitas moderen di kota-kota besar di berbagai negara seperti super mall, dunia hiburan, fashion dan pelbagai kemudahan mengakses ke berbagai kepentingan manusia melalui bantuan sains dan teknologi sering dipahami sebagai manifestasi keterlibatan masyarakat dunia dalam arena modernisasi. Padahal di balik kemoderenan dan hiruk-pikuk dunia global ternyata tersimpan kegelisahan dan kengerian yang menghantui ummat manusia. Kompetisi teknologi canggih dan persenjataan moderen serta dampak kerusakan lingkungan yang dipertontonkan sejumlah negara maju telah menjadi salah satu penyebab munculnya berbagai penyesalan terhadap fenomena kemoderenan. Wajar jika berbagai dampak negatif fenomena kemoderenan tersebut telah menjadi perhatian dan isu sentral dalam pikiran-pikiran Peter L. Berger (1991, hlm. 154). Menurutnya realitas masyarakat demikian diilustrasikan sebagai

masyarakat industrial modern yang “terbebaskan dari wilayah agama. Agama berhenti di pintu masuk pabrik”. Sebuah realitas masyarakat yang telah kehilangan nilai-nilai luhur tradisional dan terbebaskan dari wilayah supra natural dan digantikan dengan nilai-nilai kemoderenan masyarakat borjuis-perkotaan yang penuh keserakahan. Tipologi masyarakat dalam konteks seperti ini telah mengurangi stabilitas dan mengikis struktur sosial dan struktur nilai yang sebelumnya dipertahankan.

Argumentasi serupa dikemukakan Strinati (2007, hlm. 7-8), yang

menyebut masyarakat industrial sebagai “atomisasi”. Sebuah tipikal

(14)

Asep Mulyana, 2015

INTERNALISASI NILAI-NILAI KEBANGSAAN D ALAM MASYARAKAT MULTIKULTURAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

koheren secara moral. Pola hubungan yang bersifat kontraktual, berjarak dan sporadis dan bukan bersifat komunal dan benar-benar terintegrasi. Bahkan Giddens (2003, hlm. 25) dengan tegas mengatakan “kita hidup dalam dunia yang telah rusak secara radikal, yang karenanya diperlukan obat-obat radikal juga, diperlukan terapi-terapi efektif”. Realitas inilah yang kemudian

diasumsikan oleh Francis Fukuyama (2002) sebagai “The Great Disruption” atau “kekacauan besar”. Hipotesis Fukuyama demikian didasarkan kepada

sejumlah persoalan krusial yang mengiringi masyarakat moderen pada sejumlah negara maju seperti terjadi di sebagian besar negara Eropa dan Jepang. Pergeseran masyarakat secara transisional dari era industri ke era informasi ditengarai telah melahirkan multi efek terhadap pelbagai hubungan kemanusiaan. Berbagai persoalan yang muncul seperti kejahatan, depopulasi dan individualisme disinyalir telah melemahkan ikatan-ikatan keluarga, lingkungan dan negara. Lebih jauh Bagi Fukuyama dalam (Supardan, 2015, hlm. 256) bahwa persoalan-persoalan krusial tersebut ditengarai sebagai indikator melemahnya social capital atau modal sosial karena tidak adanya rasa saling percaya antar etnik, budaya dan agama justru yang ada adalah rasa saling curiga yang dalam di antara anak bangsa yang ada.

(15)

Asep Mulyana, 2015

INTERNALISASI NILAI-NILAI KEBANGSAAN D ALAM MASYARAKAT MULTIKULTURAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

konsep negara moderen yang berwawasan universal. Sebuah tipikal negara yang menjungjung tinggi nilai-nilai universalitas kemanusiaan yang didasarkan kepada perbedaan ras, suku, budaya dan agama, baik secara politik, hukum, ekonomi, sosial maupun budaya (Parekh, 2008, hlm. 246-247).

Argumentasi Parekh di atas juga berimplikasi terhadap terjadinya perubahan pemahaman nasionalisme yang selama ini sering dipahami secara sempit. Nasionalisme atau konsep kebangsaan (nationality) bukan hanya sebuah konsep yang netral, melainkan mengandung berbagai konsekuensi, perspektif dan kepentingan. Karenanya nasionalisme acapkali dipahami sebagai klaim terhadap keunggulan atau superioritas suatu bangsa dan memandang atau menganggap bangsa lain lebih inferior, lebih rendah, tidak beradab, primordial dan seterusnya. Klaim seperti inilah yang kemudian melahirkan dominasi, penjajahan, penindasan dan ekspoitasi yang dilakukan oleh bangsa yang mengaku dirinya sebagai bangsa moderen yang hebat terhadap bangsa lain yang lebih rendah derajatnya. Sebagaimana yang telah dilakukan oleh negara-negara Barat terhadap negara-negara berkembang pada masa lalu.

Belakangan pemahaman nasionalisme telah mengalami pergeseran seiring berlangsungnya globalisasi. Rupanya cukup menarik untuk dicerna wacana yang digulirkan Ritzer dan Smart (2012, hlm. 960-962) berikut ini, bahwa konsepsi nasionalisme sekarang bersifat lebih ekslusif dan partikularis. Jika di masa lalu nasionalisme merupakan ekspresi perkembangan identifikasi rakyat dengan negara, yakni menanamkan patriotisme atau jingoistic (cinta tanah air yang berlebihan). Sedangkan nasionalisme baru lebih bersifat xenofobik yaitu tidak menyukai sebagai sesuatu yang berhubungan dengan

(16)

Asep Mulyana, 2015

INTERNALISASI NILAI-NILAI KEBANGSAAN D ALAM MASYARAKAT MULTIKULTURAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

tentang nasionalisme yang didasarkan kepada kesatuan seluruh rakyat Indonesia yang memiliki tekad untuk bersatu menjadi satu jiwa, yakni bangsa Indonesia. Nasionalisme “bukannya jenis (ras), bukannya bahasa, bukannya agama, bukannya persamaan tubuh, bukan pula batas-batas negeri yang

menjadikan bangsa itu”.

Bagi Ernst Renan dalam (Supardan, 2015, hlm. 258), bahwa inti nasionalisme adalah suatu kesatuan solidaritas, kesatuan yang terdiri atas komunitas manusia yang saling merasa bersetiakawan dengan satu sama lainnya. Jika hakikat bangsa adalah real karena didasarkan kepada sejarah atau dikonstruksi karena kepentingan elit politik, maka ilustrasi yang cukup menantang dikemukakan Benedict Anderson (1983), bahwa nasionalisme atau kebangsaan hanya sebagai komunitas imajiner (imagined communities). Bagi Anderson, bangsa adalah komunitas imajiner yang mampu memberikan narasi makna bagi individu. Sebuah konstruksi untuk menggambarkan bahwa masing-masing anggota bangsa tidak pernah saling mengenal sebagian besar anggota bangsanya yang lain. Imajinasi-imajinasi itu muncul lewat deskripsi sejumlah media, baik elektronik maupun media lainnya. Billig (1995) menawarkan makna nasionalisme sebagai situasi konkrit kehidupan manusia yang digambarkan lewat pesan-pesan media. Baginya pariwisata dan olahraga dipandang sebagai sarana yang paling efektif untuk mengartikulasikan citra-citra bangsa.

(17)

Asep Mulyana, 2015

INTERNALISASI NILAI-NILAI KEBANGSAAN D ALAM MASYARAKAT MULTIKULTURAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

sebagai potensi penting dan dapat dikembangkan menjadi satu kekuatan integrasi yang didasarkan kepada kesamaan nilai-nilai kebangsaan yang integral dan utuh (integrating force). Di sisi lain, fenomena tersebut, juga dapat berimplikasi menimbulkan konflik yang melahirkan benturan budaya (culture clash), sehingga seringkali dapat mengancam keutuhan bangsa. Serangkaian

kasus-kasus konflik yang telah terjadi, seperti konflik agama di Ambon dan Poso dan konflik suku atau etnis di Aceh dan Pontianak, telah menorehkan tragedi kemanusiaan yang paling dalam sekaligus menodai integrasi bangsa (Bertrand, 2004, hlm. 47, 114 dan 161). Karena itu, perlu dilakukan upaya strategis, terencana dan berkelanjutan (sustainability) untuk meminimalisir bahkan mencegah terjadinya kembali benturan-benturan budaya selanjutnya.

Upaya membangun kesadaran warga masyarakat melalui internalisasi nilai-nilai kebangsaan menjadi tuntutan sekaligus kebutuhan riil yang mesti dilakukan. Membangun kesadaran kebangsaan demikian merupakan bagian integral dalam rangka memperkuat identitas seluruh komponen masyarakat dengan mengedepankan persepsi dan paradigma yang sama. Di sinilah peran penting eksistensi negara (pemerintah) melakukan langkah-langkah strategis dan mengemas pelestarian kelangsungan keragaman tersebut dalam bingkai

“piagam suci” atau “kanopi suci” dalam terminologi Berger. Sebuah piagam yang menjadi pedoman di dalam bersikap dan berperilaku bagi anak bangsa seperti mencintai tanah air, menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan bangsa, membangun kesadaran kebhinekatunggalikaan (multikulturalisme), mengedepankan prinsip-prinsip toleransi dan gotong-royong.

(18)

lain-Asep Mulyana, 2015

INTERNALISASI NILAI-NILAI KEBANGSAAN D ALAM MASYARAKAT MULTIKULTURAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

lain. Revolusi teknologi yang ditandai dengan lahirnya masyarakat industrial komunikasi cellular (hand phone) belakangan ini telah mereduksi nilai-nilai dasar komunikasi antar teman, saudara, bahkan dalam keluarga. Ikatan-ikatan keluarga telah berubah menjadi ikatan praktis dan pragmatis serta mekanistik. Suasana demikian terjadi karena di antara mereka sudah disibukkan dan dibuai handphone serta Gadget dengan seperangkat program yang memanjakan

didalamnya. Jika diamati lebih dalam, hubungan kekeluargaan yang dibangun di atas suasana harmonis, interaktif, santai dan penuh candaria, saat ini sudah menjadi barang yang langka digantikan dengan suasana yang bersifat formalistik. Fenomena lain, bahkan muncul sekelompok masyarakat dengan alasan mencari keuntungan dan demi mempertahankan diri serta melangsungkan kehidupannya (survival) rela untuk merugikan orang lain. Mereka tidak segan-segan mencampurkan bahan-bahan kimia berbahaya dan beracun ke dalam makanan dan minuman, sehingga mengancam kelangsungan kehidupan orang lain; kurangnya saling menghormati hak sesama pengguna jalan, mengakibatkan jaminan keselamatan orang lain semakin terancam. Tidak kalah menariknya adalah perilaku korupsi dan money politic, cenderung telah membudaya di kalangan sejumlah birokrat dan elit politik negeri ini. Hal ini semakin menambah deretan panjang yang mengindikasikan betapa sakit dan kronisnya perilaku bangsa ini. Bangsa ini, dalam perspektif penulis, seolah-olah sedang melakukan proses penghancuran diri sendiri (self destroying nation).

Rapuhnya nilai-nilai esensial demikian diilustrasikan dengan sangat menarik oleh Bartal (1976, hlm. 4), sebagai proses melemahnya prosocial behaviour. Ia menyatakan bahwa ’...helping, aiding, sharing, donating, or

assisting’ disebut prosocial behaviour, ... to describe behavior which was the

antithesis of aggressive behavior, namely sympathy, altruism, charity and

sharing. Antitesis dari perilaku agresif seperti: simpati, altruisme, kasih

(19)

Asep Mulyana, 2015

INTERNALISASI NILAI-NILAI KEBANGSAAN D ALAM MASYARAKAT MULTIKULTURAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Berkaitan dengan semakin memudarnya nilai-nilai kebangsaan dalam masyarakat Indonesia yang multikultur, maka sangat perlu dilakukan upaya-upaya praktis, strategis, dinamis, sistematis dan berkelanjutan dalam mentransformasikan dan menginternalisasikan nilai-nilai kebhinekaan bangsa. Harus diakui, bahwa lembaga yang paling representatif dalam menanamkan nilai-nilai tersebut adalah lembaga pendidikan atau sekolah. Sekolah diyakini merupakan lembaga yang tidak pernah dapat tergantikan oleh lembaga atau institusi lainnya di dalam menanamkan nilai-nilai luhur tersebut. Jalur pendidikan atau sekolah sampai kapan pun diyakini masih sangat efektif dalam rangka mentransformasikan dan mengimplementasikan nilai-nilai kebangsaan secara utuh. Pendidikan dalam konteks ini, bukan saja berfungsi sebagai transformasi nilai-nilai fundamental, melainkan juga sebagai agent of change yang memiliki tanggung jawab untuk melakukan kontrol dan perubahan-perubahan sosial dan budaya. Termasuk melakukan transformasi nilai-nilai kebangsaan, sehingga dapat diproyeksikan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Eksistensi sekolah dalam perspektif Parsons adalah suatu sistem sosial atau lembaga yang memiliki sejumlah variabel pola yang sangat efektif untuk menjembatani peralihan dari orientasi tradisonal ke orientasi moderen. Variabel-variabel pola tersebut di antaranya adalah pertama sekolah mengedepankan orientasi kolektif dibanding orientasi diri. Nilai-nilai kolektif dan kelembagaan di sekolah jauh lebih penting dibandingkan nilai-nilai individu atau pribadi. Kedua, sekolah mengedepankan aspek-aspek universalisme. Artinya standar atau pedoman yang diterapkan berlaku untuk semua orang. Tidak ada perlakuan yang khusus (partikular) bagi individu atau kelompok tertentu. Ketiga sekolah mengutamakan prestasi atau kemampuan yang obyektif bukan berdasarkan keturunan atau status sosial (askriptif) (Johnson, 1994, hlm. 116-118; Ritzer dan Goodman, 2004, hlm. 134).

(20)

Asep Mulyana, 2015

INTERNALISASI NILAI-NILAI KEBANGSAAN D ALAM MASYARAKAT MULTIKULTURAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Alasan ini diperkuat oleh realitas komunitasnya yang merepresentasikan masyarakat multikultur. Realitas pendidik dan siswanya terdiri dari berbagai latar belakang budaya yang berbeda. Siswa di sekolah ini tercatat memiliki siswa yang relatif plural jika dibandingkan dengan sekolah sejenis yang ada di Kota Cirebon, demikian juga dengan keadaan para pendidiknya. Pluralitas demikian didasarkan pada budaya, agama, bahasa, suku dan ras. Dari hasil eksplorasi peneliti di lapangan, banyak dijumpai siswa yang berdasarkan suku dan bangsa yang berbeda seperti, suku Jawa, Sunda, Bugis, Batak, Aceh, Minang, China dan Arab.

Indikasi di atas menunjukkan, bahwa masyarakat Kota Cirebon sangat heterogen atau multikultur. Realitas tersebut juga sekaligus merepresentasikan miniatur karakteristik masyarakat Indonesia yang multikultur. Karenanya, dalam konteks masyarakat yang demikian, perlu dikembangkan sebuah model pendidikan untuk mentransformasikan nilai-nilai kebangsaan yang berbasis multikultural. Paling tidak corak pendidikan yang demikian bertujuan untuk pertama, menjaga, mewariskan serta menumbuhkembangkan kesadaran

nilai-nilai kebangsaan atau nasionalisme yang didasarkan kepada cinta tanah air atau patriotisme yang kuat. Kedua, menjaga, mewariskan serta menumbuhkembangkan kesadaran nilai-nilai persatuan dan kesatuan atau kebhinnekatunggalikaan (multikulturalisme) yang didasarkan kepada prinsip kesatuan dalam keberagaman. Ketiga, menjaga, mewariskan dan menumbuhkembangkan kesadaran nilai-nilai solidaritas, kesetiakawanan, dan gotong-royong antar sesama bangsa. Corak pendidikan demikian bukan hanya mengapresiasi keragaman budaya masyarakat yang multikultur, tetapi juga mentransformasikan nilai-nilai keragaman tersebut menjadi kesadaran internal dan karakteristik serta identitas bangsa.

(21)

Asep Mulyana, 2015

INTERNALISASI NILAI-NILAI KEBANGSAAN D ALAM MASYARAKAT MULTIKULTURAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

(pluralisme) atau dalam terminologi Parekh sebagai masyarakat multikultural yang akomodatif. Mengapa demikian?. Sejauh ini masih dihadapkan kepada sejumlah permasalahan seperti, masih terdapat kendala dan kesulitan untuk diproyeksikan ke dalam setiap mata pelajaran. Alasan demikian didasarkan kepada, pertama masih terbelenggu oleh muatan-muatan kurikulum yang bersifat cetak biru (blue print), sehingga implementasi dalam pembelajaran masih bersifat implisit dan kejar tayang, terutama dalam kelompok mata pelajaran IPA. Kedua, masih terbatasnya kemampuan para pendidik di dalam mengidentifikasi dan memahami bagaimana mengembangkan model-model pembelajaran nilai-nilai dan karakter-karakter kebangsaan dalam setiap mata pelajaran yang diampunya.

(22)

Asep Mulyana, 2015

INTERNALISASI NILAI-NILAI KEBANGSAAN D ALAM MASYARAKAT MULTIKULTURAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

bangga mengadopsi nilai-nilai baru yang asing (alienation) dan meninggalkan nilai- nilai asli (local wisdom) bangsanya sendiri.

Pada tataran ini, lagi-lagi dunia pendidikan menghadapi situasi yang ambivalen. Di satu sisi harus menangkal tudingan, bahwa dunia pendidikan telah gagal melahirkan outcome yang kritis, kreatif, inovatif dan bermartabat. Di sisi lain pendidikan juga dipandang sebagai parameter sentral yang masih dipercaya untuk menjawab dan mencari solusi dari semua kegelisahan di atas. Institusi pendidikan masih dipercaya mampu melakukan perubahan perilaku (agent of change) siswanya sedikit demi sedikit secara terprogram dan berkelanjutan (sustainability), sehingga melahirkan generasi bangsa yang professional, kreatif, produktif, inovatif dan bermartabat, sebagaimana banyak diklaim para pakar pendidikan. Apalagi pendidikan sering dijadikan sebagai salah satu parameter keberhasilan pembangunan dan kemajuan suatu bangsa (human development index).

Terminologi pendidikan acap kali direduksi dengan pengajaran. Padahal pengajaran itu merupakan bagian dari pendidikan. Pendidikan adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya (Ki Hadjar Dewantara, 1962, hlm. 20). Sedangkan pengajaran itu bersifat transfer of knowledge atau transfer pengetahuan yang muaranya adalah membuat anak didik cerdas secara intelektual. Hal inilah yang kurang disadari bersama. Sejatinya pendidikan itu meliputi seluruh dimensi mendasar dari kebutuhan manusia. Seringkali pemerintah dan praktisi pendidikan memandang kurikulum sebagai kerangka acuan yang given yang harus disampaikan apa adanya (sui generis) sebagai subjek material. Karena itu, tujuan-tujuan pendidikan yang bersifat menumbuhkembangkan nilai-nilai kemanusiaan secara utuh dan mendasar

(23)

Asep Mulyana, 2015

INTERNALISASI NILAI-NILAI KEBANGSAAN D ALAM MASYARAKAT MULTIKULTURAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

knowledge, value and skill. Dengan kata lain pendidikan dimaksudkan

merekonstruksi dan mentransformasi ilmu pengetahuan, kecakapan serta keteladanan kepada siswanya, sehingga dapat bermanfaat bagi kehidupannya di masa depan dan mendapat kebahagiaan, baik lahir maupun batin.

B.Identifikasi dan Rumusan Masalah

Fenomena di atas mendeskripsikan keresahan dan kegelisahan terhadap sikap dan perilaku kebangsaan dalam masyarakat Indonesia dalam berbagai segmen kehidupan akhir-akhir ini. Menurut hemat penulis paparan sejumlah persoalan di atas dapat dindentifikasikan ke dalam beberapa fenomena seperti, kurangnya kesadaran kecintaan terhadap tanah air (patriotisme); dan kurangnya membangun kesadaran dalam memperkokoh rasa persatuan dan kesatuan dengan mengedepankan prinsip kebhinnekaan yang diaktualisasikan dalam sikap-sikap solidaritas, persaudaraan, dan gotong-royong. Dengan demikian persoalan dalam penelitian disertasi ini yang sangat mendasar adalah: Mengapa nilai-nilai kebangsaan bangsa Indonesia akhir-akhir ini

cenderung mengalami degradasi atau penurunan? Oleh karena itu diperlukan

adanya upaya lembaga pendidikan khususnya sekolah untuk mewujudkan nilai-nilai kebangsaan dalam masyarakat multikultural melalui pelembagaan, sosialisasi dan internalisasi. Adapun rumusan masalah yang dikembangkang menjadi sejumlah pertanyaan fokus penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagaimana upaya sekolah dalam melakukan proses pelembagaan nilai-nilai kebangsaan di sekolah?.

2. Bagaimana upaya sekolah dalam melakukan proses sosialisasi nilai-nilai kebangsaan di sekolah?.

(24)

Asep Mulyana, 2015

INTERNALISASI NILAI-NILAI KEBANGSAAN D ALAM MASYARAKAT MULTIKULTURAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

4. Bagaimana wujud pengetahuan moral (moral knowing), perasaan moral (moral feeling) dan tindakan moral (moral action) siswa sebagai dampak dari proses internalisasi nilai-nilai kebangsaan di sekolah?.

C.Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian desertasi ini diarahkan untuk memecahkan sejumlah permasalahan di atas dengan pendekatan sosiologis, yaitu mengungkap berbagai indikator yang menjadi penyebab menurunnya nilai-nilai kebangsaan yang difokuskan untuk mengeksplorasi secara mendalam:

1. Tentang proses pelembagaan nilai- nilai kebangsaan di sekolah.

2. Tentang proses sosialisasi nilai-nilai kebangsaan yang dilakukan di sekolah. 3. Tentang proses internalisasi nilai-nilai kebangsaan yang dilakukan baik

melalui mata pelajaran, mapun pembudayaan di sekolah.

4. Tentang wujud pengetahuan moral (moral knowing), perasaan moral (moral feeling) dan tindakan moral (moral action) siswa sebagai dampak dari

proses internalisasi nilai-nilai kebangsaan di sekolah?.

D.Manfaat Penelitian

Penelitian dalam disertasi ini memiliki konteks pembangunan negara bangsa (nation state) menuju masyarakat madani (civil society) sangat penting. Terutama bila nilai-nilai yang mendukung terbentuknya kecintaan terhadap tanah air (patriotisme), membangun integrasi bangsa yang multikultur (kebhinnekaan) dengan lebih mengedepankan nilai-nilai solidaritas, persaudaraan dan gotong-royong diinternalisasikan melalui pendidikan. Paling tidak hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik teoretis maupun praktis bagi dunia pendidikan dalam menginternalisasikan nilai-nilai kebangsaan kepada siswa, khususnya pada jenjang SMA. Berkaitan dengan dengan hal tersebut secara rinci penelitian ini diharapkan bermanfaat:

(25)

Asep Mulyana, 2015

INTERNALISASI NILAI-NILAI KEBANGSAAN D ALAM MASYARAKAT MULTIKULTURAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Menengah Atas Negeri 2 Kota Cirebon, sekaligus menjadi rujukan bagi praktisi pendidikan di lingkungan sekolah dalam melakukan proses internalisasi nilai-nilai kebangsaan kepada siswa.

2. Secara teoretis, penelitian ini bertujuan memberikan kontribusi dalam mengungkap dan mengembangkan khasanah keilmuan, terutama dalam menemukan model alternatif hipotetik internalisasi nilai-nilai kebangsaan dalam pendidikan yang berbasis multikultural, khususnya dalam lingkup sekolah.

3. Memberikan kontribusi bagi pengembangan dunia pendidikan sebagai lembaga yang sangat strategis dalam melakukan proses internalisasi nilai-nilai kebangsaan.

4. Sebagai bahan masukan bagi para penentu kebijakan, khususnya dalam merumuskan program-program dalam upaya membangun karakter bangsa yang bermartabat, beradab, bersatu, berdaulat adil dan makmur.

5. Untuk menumbuhkembangkan motivasi keilmuan, terutama dalam bentuk penelitian di kalangan insan akademis, sehingga penelitian awal ini dapat membuka cakrawala dalam melakukan penelitian-penelitian untuk mengembangkan model internalisasi nilai-nilai kebangsaan di sekolah yang berbasis multikultural, khususnya bagi yang memiliki tifikal yang sama dengan konteks masyarakat multikultural seperti Kota Cirebon.

D.Sistematika Penulisan

Bab I berisi tentang pendahuluan yang menguraikan latar belakang masalah, identifikasi dan rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian dan sistematika penulisan.

(26)

Asep Mulyana, 2015

INTERNALISASI NILAI-NILAI KEBANGSAAN D ALAM MASYARAKAT MULTIKULTURAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dengan hasil kajian penelitian terdahulu: sebuah diskursus singkat, dan kerangka pemikiran: struktur hubungan antara pendidikan umum, nilai-nilai kebangsaan, pendidikan multikultural dan masyarakat multikultural.

Bab III metode penelitian dengan uraian tentang pendekatan dan metode penelitian, definisi operasional, lokasi, waktu dan subyek penelitian, instrumen dan teknik pengumpulan data, uji validitas data dan terakhir teknik analisa data.

(27)

Asep Mulyana, 2015

INTERNALISASI NILAI-NILAI KEBANGSAAN D ALAM MASYARAKAT MULTIKULTURAL

(28)

Asep Mulyana, 2015

INTERNALISASI NILAI-NILAI KEBANGSAAN D ALAM MASYARAKAT MULTIKULTURAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

METODE PENELITIAN

A.Pedekatan dan Metode Penelitian

1. Pendekatan penelitian

Penelitian dalam disertasi ini digunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan ini dilakukan untuk mendeskripsikan secara mendalam tentang internalisasi nilai-nilai kebangsaan dalam masyarakat multikultural yang mengambil setting penelitian di SMAN 2 Kota Cirebon. Penelitian ini diarahkan untuk mengeksplorasi dan mengungkap proses-proses pelembagaan, sosialisasi, internalisasi hingga implementasi nilai-nilai kebangsaan tersebut dalam perilaku keseharian siswa di sekolah. Nilai-nilai kebangsaan dimaksud adalah kesadaran kecintaan terhadap tanah air (patriotisme); membangun solidaritas, persaudaraan, dan gotong-royong sesama bangsa(nasionalisme); serta membangun kesadaran terhadap kebhinnekaan dan toleransi (kemajemukan atau multikulturalisme). Dalam konteks sosial demikian penggunaan pendekatan kualitatif menjadi penting dilakukan untuk memecahkan sejumlah persoalan setting sosial terutama para siswa yang terlibat di dalamnya. Penelitian kualitatif mengarahkan kita atau peneliti untuk dapat memahami masyarakat sasaran secara lebih dekat dan untuk dapat melihat dunia seputar mereka sebagaimana mereka melihatnya (emphaty). Artinya seperangkat konsep dan klasifikasi digunakan untuk memahami dan menafsirkan (interpretative and understanding, jika meminjam terminilogi Weber) perilaku manusia (subjek

penelitian, responden atau informan). Peneliti berusaha memahami dan mendeskripsikan secara mendalam tentang motivasi, dan tujuan-tujuan dari perilaku subjek. (Bruce L. Berg, 2007, hlm. 8-9; Winston dan Jackson, 1995, hlm. 26). Dengan demikian karakteristik dari penelitian kualitatif adalah, pertama peneliti sebagai instrumen utama; kedua, data berbentuk uraian kata-kata; ketiga, peneliti kualitatif fokus pada proses daripada hasil; keempat peneliti kualitatif menganalisa data secara induktif (Fraenkel R. Jack dan Wallen E. Norman, 1990, hlm. 368)

(29)

proses-Asep Mulyana, 2015

INTERNALISASI NILAI-NILAI KEBANGSAAN D ALAM MASYARAKAT MULTIKULTURAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

mengutamakan setting sosial sekolah. Citra, teori, gagasan, nilai dan sikap tersebut diterapkan pada berbagai aspek pengalaman sehingga menjadikannya bermakna. Inilah “life-worlds”, “pentas dunia” demikianlah argumentasi Berg (2007, hlm. 14), sebuah dunia kehidupan di mana emosi, motivasi, simbol-simbol dan makna, empati dan aspek-aspek subyektif lainnya merupakan dialektika alamiah dalam kehidupan individu dan kelompok.

2. Metode penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode kasus. Metode ini digunakan karena penelitian ini hanya dibatasi kepada isu atau kasus yang terjadi pada satu tempat, yakni di dalam sekolah (SMAN 2 Kota Cirebon). Selain itu metode ini juga sangat dibatasi oleh waktu (Creswell, 1998, hlm. 61-64; Berg, 2007, hlm. 283). Oleh karena itu, studi kasus dalam penelitian disertasi ini cukup representatif untuk mendeskripsikan secara detail dan mendalam tentang internalisasi nilai-nilai kebangsaan dalam masyarakat multikultural di dalam institusi sekolah (SMAN 2 Kota Cirebon).

Tahapan eksplorasi dimulai dari proses pelembagaan nilai-nilai kebangsaan. Dalam proses ini dokumen-dokumen kebijakan sekolah berupa visi- misi, buku-buku teks, aturan, kurikulum, dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) hingga kebudayaan sekolah dijadikan sumber data penelitian. Selanjutnya mendeskripsikan secara mendalam proses sosialisasi. Dalam proses ini peneliti mengeksplorasi sumber-sumber data yang berkaitan dengan kegiatan sosialisasi nilai-nilai kebangsaan dalam konteks masyarakat multikultural kepada seluruh siswa. Tahapan berikutnya adalah proses internalisasi nilai-nilai kebangsaan. Dalam tahapan ini hal-hal yang dieksplorasi meliputi mata pelajaran-mata pelajaran tertentu yang diambil sebagai sampel seperti PKn, Sejarah dan Sosiologi, kemudian diikuti proses pembudayaan atau habituasi. Tahapan terakhir adalah tahapan eksplorasi untuk mengkaji implikasi dari proses internalisasi berhubungan dengan pemahaman, sikap dan pengamalan atau implementasi nilai-nilai kebangsaan seluruh siswa di sekolah.

(30)

Asep Mulyana, 2015

INTERNALISASI NILAI-NILAI KEBANGSAAN D ALAM MASYARAKAT MULTIKULTURAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di SMA Negeri 2 Kota Cirebon. Sebagai institusi pendidikan menengah yang berada di bawah naungan pemerintah sudah menjadi kewajiban untuk melakukan internalisasi nilai-nilai kebangsaan. Sebuah upaya untuk mewujudkan keinginan menghasilkan standar mutu pendidikan yang berorientasi pada pengembangan potensi siswa, agar kelak menjadi “manusia yang memiliki kemantapan dalam membangun karakter dan nilai-nilai kebangsaan yang kokoh“.

(31)

Asep Mulyana, 2015

INTERNALISASI NILAI-NILAI KEBANGSAAN D ALAM MASYARAKAT MULTIKULTURAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Waktu penelitian disertasi ini dimulai dari April 2012 hingga Desember 2013, bahkan waktu penelitian diperpanjang selama dilakukan konsultasi atau proses bimbingan dengan tim promotor. Tenggang waktu yang cukup lama tersebut dinilai sangat memadai untuk mengeksplorasi dan mendeskripsikan secara mendalam terkait dengan sumber-sumber data yang dikumpulkan.

Kriteria yang digunakan dalam penetapan subyek penelitian meliputi, latar (settings), para pelaku (actors), peristiwa-peristiwa (events) dan proses (process) (Huberman 1992, hlm. 56). Latar yang dimaksud adalah situasi dan tempat berlangsungnya proses pengumpulan data yaitu SMAN 2 Kota Cirebon. Pelaku adalah para informan yang terkait dalam penelitian ini. Peristiwa adalah peristiwa-peristiwa yang mengiringi dan berlangsung dalam proses internalisasi nilai-nilai kebangsaan. Sedangkan proses adalah proses penelitian Sebagaimana karakteristik penelitian kualitatif pada umumnya, maka sumber data utama dalam penelitian ini juga adalah kata-kata dan seperangkat tindakan yang dilakukan oleh seluruh siswa di SMAN 2 Kota Cirebon. Dalam rangka mendukung sumber data tersebut, digunakan pula sejumlah dokumen resmi yang terdiri dari Kurikulum, perangkat pembelajaran guru (silabus dan RPP), buku-buku teks yang dijadikan rujukan sekolah, data-data siswa serta profile sekolah. Sumber data di atas, dapat diklasifikasikan menjadi data primer dan data skunder. Data primer terdiri dari seluruh subyek penelitian yaitu seluruh siswa serta data-data pendukung yang terdiri dari Kepala Sekolah, para Guru yang terdiri dari beberapa guru pada kelompok mata pelajaran seperti, PKn, Sejarah dan Sosiologi. Sumber-sumber ini digunakan sebagai data penelitian yang berfungsi untuk mengeksplorasi proses internalisasi nilai-nilai kebangsaan para siswa dalam masyarakat multikultural. Sedangkan data sekunder diperoleh dari sejumlah dokumen yang berhubungan dengan substansi penelitian.

C.Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data

1. Instrumen penelitian

(32)

Asep Mulyana, 2015

INTERNALISASI NILAI-NILAI KEBANGSAAN D ALAM MASYARAKAT MULTIKULTURAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

penelusuran sejumlah dokumentasi yang diperlukan. Mekanisme dalam penelitian ini adalah peneliti berinteraksi langsung dengan subyek atau responden yang diteliti. Peneliti berusaha untuk mengadakan hubungan sedekat mungkin dengan komunitas yang diteliti melalui pendekatan pertemanan dan persahabatan melalui konstruksi nilai-nilai sosial dan kultural lainnya. Hal ini dilakukan agar terwujud hubungan yang lebih dekat dan akrab antara peneliti dengan responden, sehingga data penelitian dapat lebih bersifat alamiah. Karenanya peran serta peneliti dengan subjek penelitian menjadi bagian yang integral dalam penelitian kualitatif. Sejumlah responden yang terlibat dalam penelitian ini terdiri dari seluruh siswa, Kepala Sekolah, dan para Guru dalam beberapa mata pelajaran tertentu seperti guru PKn, Sejarah dan Sosiologi.

Alasan peneliti hanya membatasi pada beberapa mata pelajaran adalah pertama, karena beberapa mata pelajaran tersebut hanya dijadikan sebagai contoh

atau sampel dari proses internalisasi nilai-nilai kebangsaan dalam proses pembelajaran di dalam kelas. Hal ini dapat dipahami mengingat terbatasnya waktu penelitian. Kedua, penelitian ini tidak memfokuskan kepada proses pembelajaran semata, tetapi juga proses pembudayaan yang dilakukan pihak sekolah terutama yang berkaitan dengan proses internalisasi nilai-nilai kebangsaan. Selanjutnya peneliti berusaha mengeksplorasi berbagai sikap, pandangan, dan perilaku yang berkaitan dengan internalisasi nilai-nilai kebangsaan di atas dari seluruh responden yang diperlukan untuk kepentingan penelitian.

2.Teknik pengumpulan data

(33)

Asep Mulyana, 2015

INTERNALISASI NILAI-NILAI KEBANGSAAN D ALAM MASYARAKAT MULTIKULTURAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

kebhinnekatunggalikaan (multikulturalisme). Adapun proses pengamatan yang dilakukan adalah:

a. Pengamatan suasana di dalam kelas, ketika proses pembelajaran berlangsung. Suasana di dalam kelas tergolong sangat spesifik karena hanya terjadi interaksi antara siswa dengan guru. Suasana tersebut menggambarkan suasana interaksi edukatif. Dalam hal ini peneliti mengamati bagaimana proses terjadinya internalisasi nilai-nilai kebangsaan melalui transformasi pengetahuan, nilai dan sikap yang dilakukan seorang guru terhadap siswa. Ruang kelas juga diyakini sebagai tempat pembentukkan kepribadian siswa, kita dapat mengamati wawasan, sikap dan perilaku siswa yang tentu dituntut sesuai dengan prinsip-prinsip akademik. b. Pengamatan suasana di dalam lingkungan sekolah. Dalam lingkungan

sekolah juga terjadi hubungan interkasi timbal-balik yang bersifat edukatif secara luas dan kompleks. Artinya melibatkan seluruh komunitas sekolah. Interaksi-interaksi yang terjadi antara lain meliputi, interaksi antara sesama siswa; antara siswa dengan para guru; antara siswa dengan kepala sekolah; antara siswa dengan tenaga administrasi serta antara sesama para pendidik dan antara pendidik dengan kepala sekolah juga antara komunitas sekolah dengan para orang tua siswa. Semua interaksi di atas menggambarkan jalinan-jalinan interaksi timbal-balik masing-masing komunitas atau kelompok sosial yang terjadi di sekolah. Proses sosial tersebut juga mengindikasikan sebuah proses dialektika dari sistem sosial dan sistem budaya, sehingga membentuk sistem kepribadian, yaitu sistem kepribadian atau kebudayaan sekolah.

Kedua lingkungan di atas selanjutnya dijadikan dasar atau latar untuk pengumpulan data berikutnya yakni wawancara. Peneliti mengeterapkan dua model wawancara yakni yang terstruktur dan yang tak berstruktur atau mendalam (indepth interview) dengan para informan (responden) dengan menggunakan sistem snowball.

(34)

Asep Mulyana, 2015

INTERNALISASI NILAI-NILAI KEBANGSAAN D ALAM MASYARAKAT MULTIKULTURAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

ini diadakan dengan tujuan untuk mengungkap gejala yang tak tampak dan kadang-kadang muncul dalam wawancara. Data dari hasil wawancara, baik yang berbentuk tulisan (catatan lapangan) maupun rekaman secara terus-menerus dilakukan pengecekan. Hal ini untuk menjaga kelangsungan data, supaya tetap terjaga keabsahannya.

Penelusuran data di atas, juga dilakukan melalui dua cara, yaitu:

a.Secara terbuka. Proses ini dilakukan peneliti secara terang-terangan. Artinya keberadaan peneliti diketahui oleh subyek. Dalam konteks ini peneliti lakukan ketika menelusuri data yang bersumber dari kepala sekolah, dan para guru. Proses pengamatan dan wawancara peneliti lakukan di ruang kepala sekolah dan rung guru ketika sedang istirahat atau sedang menunggu jadual mengajar. Selain itu wawancara dan pengamatan dengan para guru juga dilakukan di kantin sekolah ketika mereka istirahat makan. Pengamatan yang cukup menarik dilakukan ketika terjadi proses pembelajaran yaitu ketika guru sedang di dalam kelas. Memang hal ini cukup sulit dilakukan, karena jika dilakukan peneliti ketika di dalam kelas tentu hal ini akan mendatangkan kecurigaan dan pertanyaan dari para siswa, sehingga dikhawatirkan data yang diperoleh kurang sesuai dengan tujuan penelitian. Oleh karena itu peneliti tidak dapat secara langsung mengamati di depan kelas, melainkan dilakukan dengan cara memantau dari CCTV yang berada di ruang kepala sekolah..

(35)

Asep Mulyana, 2015

INTERNALISASI NILAI-NILAI KEBANGSAAN D ALAM MASYARAKAT MULTIKULTURAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

tepat berada di depan gedung serbaguna dan lapangan olah raga. Meskipun berdampingan dengan ruang kelas, tetapi tempatnya cukup bersih, tertata dan nyaman. Di tempat ini peneliti memanfaatkan untuk mengamati dan mewawancarai sambil ngobrol dengan para siswa. Hal ini peneliti lakukan agar suasananya benar-benar alamiah, sehingga tujuan penelitian dapat tercapai. Situasi berikutnya yang juga cukup penting adalah ketika para siswa melakukan kegiatan ekstrakurikuler, seperti Paskibra, Pramuka, PMR dan SMANDAPALA. Monentum ini pun sangat strategis untuk melakukan pengamatan dan wawancara. Dalam kegiatan tersebut peneliti dapat mengamati seluruh rangkain kegiatan mereka, dari mulai mendengarkan setiap pembicaraan sampai mengamati sikap dan perilaku mereka.

Selanjutnya pengumpulan data juga dilakukan melalui analisis dokumentasi dan audio-visual. Penelusuran data dalam tahap ini dilakukan dengan mengecek sejumlah dokumen berupa buku-buku teks, Silabus, RPP, Surat Keputusan, Tata-tertib, foto-foto, rekaman dan data-data pendukung lainnya.

D.Uji Validitas Data

1. Memperpanjang Waktu Penelitian

Pada tahap akhir pengumpulan data kemudian dilakukan pengecekan data dengan menambah atau memperpanjang waktu penelitian (long term observation). Bahkan peneliti memperpanjang jadual penelitian ketika proses bimbingan dan konsultasi dilakukan dengan team promotor. Hal ini dilakukan agar peneliti dapat mendeskripsikan setting penelitian secara utuh, menyeluruh, lengkap, mendalam dan rinci, sehingga diperoleh bukti-bukti yang semakin menguatkan temuan-temuan di lapangan.

2. Triangulasi

(36)

Asep Mulyana, 2015

INTERNALISASI NILAI-NILAI KEBANGSAAN D ALAM MASYARAKAT MULTIKULTURAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

pengamatan dengan wawancara. Misalnya membandingkan antara pendapat, sikap dan perilaku masing-masing subyek dalam situasi dan kondisi yang berbeda. Kedua, melakukan triangulasi metode. Ketiga, melakukan triangulasi peneliti (investigators triangulation). Keempat triangulasi teori (theory triangulation). Menurut Berg

(2007, hlm. 7) triangulasi merepresentasikan sejumlah varietas data yang terdiri dari para peneliti, teori-teori dan metode-metode yang memiliki empat kategori sebagai berikut:

1)Data triangulation has three subtypes (a) time, (b) space and, (c) person. Person analysis in turn has three levels: (a) aggregate, (b) interactive, and (c) collectivity. 2) investigator triangulation consists of using multiple rather than single observers of the some object. 3) theory triangulation consists of using multiple rather than simple perspectives in relation to the same set of objects 4) methodological triangulation can entail within method triangulation and between method triangulation.

3. Peer Debriefing dan Member-check

Lebih lanjut proses pengujian terhadap keabsahan data atau temuan penelitian dilakukan juga peer debriefing, atau mendiskusikan dengan kolega. Kemudian melakukan member-check, sehingga seluruh data atau catatan lapangan dapat ditelusuri kembali dengan mudah. Langkah ini dilakukan supaya interpretasi terhadap data yang telah terkumpul sesuai dengan maksud responden.

E. Teknik Analisa Data

1. Reduksi Data (data reduction)

(37)

Asep Mulyana, 2015

INTERNALISASI NILAI-NILAI KEBANGSAAN D ALAM MASYARAKAT MULTIKULTURAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Langkah berikutnya adalah melakukan penyajian data (display data). Penyajian data meliputi, pembuatan tabel atau matrik data, ringkasan pernyataan-pernyataan dan tema-tema. Penyajian data dilakukan dengan maksud untuk melihat data secara keseluruhan, sedangkan klasifikasi data ialah untuk melihat pengelompokan masalah, terutama proses ini dapat secara transparan dalam proses kategorisasi.

3. Verifikasi Data

Langkah terakhir adalah melakukan penafsiran data atau penetapan makna dari data yang tersaji. Data-data tersebut kemudian diinterpretasi dan diverifikasi sesuai dengan kebutuhan, sehingga proses penelitian terus berkembang secara dinamis. Dalam arti proses generalisasi senantiasa dilakukan dengan maksud untuk menemukan konsep-konsep dasar yang signifikan terhadap rumusan penelitian yang diajukan, terutama dalam rangka menemukan konsep pengembangan model internalisasi nilai-nilai kebangsaan dalam masyarakat multikultural yang mengambil setting sekolah sebagai unit analisisnya. Analisis data dilakukan secara interaktif dan berlangsung kontinyu atau terus menerus pada setiap tahapan penelitian sampai tuntas, dan datanya sampai jenuh. (Miles, & Huberman, 1992, hlm. 20; Denzin dan Lincoln, 2009, hlm. 592 ; Berg, 2007, hlm. 47).

(38)

Asep Mulyana, 2015

INTERNALISASI NILAI-NILAI KEBANGSAAN D ALAM MASYARAKAT MULTIKULTURAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Sumber: Miles dan Huberman (1992, hlm. 20) Penyajian

data

Kesimpulan: Penarikan/verifikasi Reduksi data

(39)

SIMPULAN, REKOMENDASI DAN IMPLIKASI

A. Simpulan

1. Simpulan umum

Derasnya penetrasi budaya yang dihembuskan angin globalisasi diyakini telah membawa pengaruh signifikan terhadap pola pikir (mind set), dan gaya hidup (life style) manusia modern. Tidak heran jika angin perubahan ini juga telah menyebabkan terjadinya pergeseran nilai dan norma dalam kehidupan. Konstruksi dunia moderen yang menyuguhkan tarian-tarian humanisme dan hedonisme, cenderung telah tercerabut dari akar spiritualitasnya. Akibatnya orientasi masyarakat lebih mengedepankan nilai-nilai praktis-pragmatis atau nilai-nilai-nilai-nilai yang lebih bersifat duniawi daripada nilai-nilai spiritualitas yang luhur dan absolut. Indikasi tersebut sekaligus menunjukkan betapa telah bergesernya orientasi kehidupan manusia modern.

(40)

daripada kepada nilai-nilai spiritualitas ketuhanan yang absolut.

Fenomena demikian telah menarik perhatian semua kalangan termasuk dunia pendidikan. Lembaga pendidikan memiliki fungsi dan peranan sentral serta menjadi garda terdepan dalam mempertahankan nilai-nilai luhur dan universalitas kemanusiaan. Lembaga pendidikan (sekolah) merupakan lembaga yang tidak dapat tergantikan oleh lembaga-lembaga lain manapun. Lembaga ini dinilai paling efektif dalam menginternalisasikan nilai-nilai luhur termasuk nilai-nilai kebangsaan.

Kaitannya dengan hal tersebut maka pendidikan perlu merevitalisasi dan merekonstruksi nilai-nilai kemanusiaan yang hakiki di atas nilai-nilai kemanusiaan yang bersifat praktis-pragmatis. Sebagai konsekuensi logis atas permasalahan dan keprihatinan yang menimpa historisitas kemanusiaan di atas, maka sebagai bagian dari lembaga pendidikan SMAN 2 Kota Cirebon melakukan sejumlah langkah strategis dan konkret untuk menginternalisasikan nilai kebangsaan yang kian tergantikan oleh nilai-nilai global. Seperangkat nilai-nilai kebangsaan seperti menumbuhkan kecintaan terhadap tanah air, menjunjung tinggi rasa persatuan dan kesatuan bangsa dalam bingkai kebhinnekatunggalikaan dan toleransi serta memperkokoh kohesi sosial, kepedulian, persaudaraan bangsa Indonesia selalu dipupuk dalam setiap program sekolah. Nilai-nilai tersebut diharapkan membentuk kepribadian setiap siswa yang utuh, sehingga menjadi identitas dan jati diri manusia Indonesia yang mengglobal.

2. Simpulan khusus

(41)

empati, kepedulian, kesetiakawanan, gotong-royong dan persaudaraan. Sedangkan nilai-nilai praksis adalah tindakan konkret para siswa sebagai manifestasi dari nilai dasar dan nilai-nilai instrumental di atas seperti bangga dengan segala yang dimiliki dan dihasilkan oleh bangsa Indonesia, bangga menggunakan bahasa Indonesia, menolak dan mengecam segala bentuk perilaku korupsi, terorisme dan gerakan-gerakan separatisme kedaerahan, dan bangga, saling tolong-menolong serta senang bergaul dengan semua komunitas yang berlainan secara etnik, budaya dan agama. Lankah-langkah konkret untuk melakukan proses internalisasi nilai- nilai di atas meliputi:

Pertama, melakukan proses pelembagaan nilai-nilai kebangsaan melalui sejumlah kebijakan sekolah seperti, mengintegrasikan ke dalam visi dan misi sekolah, kurikulum, silabus dan RPP yang secara eksplisit tertuang ke dalam mata pelajaran seperti, Pendidikan Kewarganegaraan (PKn), Kelompok mata pelajaran IPS, terutama Sejarah dan Sosiologi. Kendati demikian dalam proses pelembagaan tersebut belum diperkuat oleh sarana-sarana pendukung lainnya seperti, menempelkan plakat-plakat, poster, dan spanduk-spanduk di dalam lingkungan sekolah.

Kedua, menyadari pentingnya untuk menindaklanjuti proses pelembagaan dengan proses sosialisasi, maka pihak sekolah melakukan sosialisasi nilai-nilai kebangsaan dengan melibatkan para stakeholder atau bekerja sama dengan lembaga-lembaga terkait seperti komite sekolah atau orang tua, TNI, Kepolisian, BNN, PMI, Lembaga Kepramukaan, Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan, lembaga Perbankan dan dinas-dinas lain yang terkait. Hal ini dilakukan dalam rangka mengimplementasikan program-rogram yang dapat mendukung terinternalisasinya nilai-nilai kebangsaan dalam rangka membangun kesadaran seluruh siswa agar terbentuk sikap dan kepribadian yang multikultur, nasionalisme inklusif, toleran dan demokratis.

Ketiga, internalisasi nilai-nilai kebangsaan dilakukan 1) melalui proses

(42)

terbukti para guru telah menggunakan berbagai strategi dan metode pembelajaran yang menyenangkan yang bertujuan untuk membangkitkan serta merangsang keterlibatan seluruh siswa secara utuh dalam menginternalisasikan nilai-nilai kebangsaan. Hal ini juga sudah membuktikan, bahwa model pembelajaran demikian telah membentuk perilaku-perilaku siswa yang mengedepankan nilai-nilai nasionalisme yang inklusif seperti, disiplin, multikulturalis, kerja keras, toleran, peduli, gotong-royong, berempati, kerja sama dan demokratis dalam keseharian mereka; 2) proses internalisasi nilai-nilai kebangsaan juga dilakukan melalui sejumlah kegiatan intra dan ekstra kurikuler (OSIS, MPK, DK, Paskibra, Pramuka, Olah raga, PMR, Smandapala). Para guru pembina dalam kegiatan-kegiatan tersebut terbukti telah mengembangkan nilai-nilai kebangsaan, sehingga termanifestasikan dalam torehan berbagai prestasi siswa baik akademik, maupun non akademik ; 3) melalui proses pembudayaan atau habituasi di lingkungan sekolah. Upaya strategis tersebut dilakukan melalui dua cara, yaitu menciptakan keteladanan antar komunitas di sekolah dan melalui program pundi amal dalam rangka membangun kepedulian sosial melalui program bakti sosial. Keteladanan diawali dengan mengeterapkan perilaku baik yang mencerminkan sikap-sikap nasionalisme, bangga sebagai bangsa Indonesia yang berbasis kebhinnekatunggalikaan (multikulturalisme). Perilaku seperti itu diwujudkan dalam sikap saling menghormati, interaktif, komunikatif, bekerja sama (gotong-royong), saling menolong dengan sesama teman yang berlatarbelakang budaya, etnik dan agama yang berbeda. Sedangkan program pundi amal dan bakti sosial adalah merupakan program kepedulian terhadap sesama. Esensi terdalam dari program ini adalah untuk mengembangkan sikap peduli atau empati kepada sesama, yang diwujudkan dengan program bakti sosial kepada anak-anak yatim piatu dan sesama alumnus SMAN 2 Kota Cirebon.

Keempat, proses internalisasi nilai-nilai kebangsaan melalui sejumlah

(43)

sekolah, terutama para siswa dan para alumni. Dalam konteks ini ternyata sekolah terbukti merupakan satu-satunya lembaga yang paling efektif dan strategis dalam menginternalisasikan nilai-nilai kebangsaan. Nilai-nilai kebangsaan tersebut bukan hanya sekedar dipahami dan menjadi konsumsi pengetahuan moral saja (moral knowing), melainkan telah membentuk kesadaran atau perasaan moral (moral feeling) para siswa sekaligus dapat menjadi identitas diri dalam setiap tindakan moral (moral action) keseharian para siswa. Nilai-nilai yang ditanamkan tersebut bukan hanya tumbuh menjadi kesadaran, melainkan juga dipraktekkan dalam kehidupan keseharian oleh seluruh siswa. Bahkan nilai-nilai tersebut juga diyakini telah tumbuh menjadi daya dorong yang ampuh dalam melahirkan berbagai inovasi dan kreativitas para siswa yang diwujudkan dalam torehan-torehan prestasi yang membanggakan. Artinya keseluruhan nilai praksis kebangsaan yang dilakukan oleh para siswa di atas selain merupakan manifestasi dari nilai dasar dan instrumental, juga merupakan pertimbangan dan keputusan yang integral dan utuh yang meliputi seluruh pertimbangan moral di atas. Inilah eksistensi nilai-nilai kebangsaan yang sesungguhnya. Tujuannya adalah supaya dapat membentuk pribadi-pribadi yang kokoh, baik secara spiritual, intelektual maupun emosional serta mencerminkan jati diri bangsa yang bermartabat. Nilai-nilai kebangsaan yang diharapkan merupakan aktualisasi integral dari ketiga dimensi kecerdasan tersebut. Sehingga pada tataran yang lebih luas menjadi karakteristik (trade mark) yang terinternalisasikan ke dalam kesadaran individu dan kelompok atau masyarakat secara luas.

B. Rekomendasi

Pertama, bahwa internalisasi nilai-nilai kebangsaan atau nasionalisme

Referensi

Dokumen terkait

Barangkat dari fenomena diatas, penulis ingin mengetahui lebih dalam tentang pelaksanaan Pendidikan Nilai Kebangsaan melalui Ektrakurikuler Kepramukaan di Sekolah

Hasil penelitian menunjukkan strategi pelaksanaan kurikulum 2013 dalam penanaman karakter siswa pada pembelajaran matematika adalah dengan menerapkan visi dan misi sekolah

Hasil penelitian menunjukkan strategi pelaksanaan kurikulum 2013 dalam penanaman karakter siswa pada pembelajaran matematika adalah dengan menerapkan visi dan misi sekolah

Peneliti memfokuskan subyek penelitian pada Sekolah Dasar Islam Terpadu Al-Iman Bogor yang terdiri dari; kepala sekolah, wakil kepala sekolah, staf bidang

Dengan membuat rancangan model sistem meliputi use case diagram sistem nilai siswa, rancangan activity diagram guest, guru, tata usaha, dan pimpinan serta admin

Kepala sekolah dan guru memahami bahwa nilai-nilai budaya sikap toleransi sangat penting untuk ditanamkan kepada siswa, karena terkandung nilai-nilai yang terkait dengan

pendidikan karakter pada siswa kelas 2 di Sekolah Dasar Muhammadiyah 9 Kota Malang dapat disimpulkan sebagai berikut; pertama, pelaksanaan internalisasi dilakukan sesuai dengan

Hal ini didukung oleh sejumlah data, yaitu: (1) hanya sekitar 45% komite sekolah yang selalu berperan secara aktif dalam; (a) memberikan pertimbangan dalam penentuan kebijakan