• Tidak ada hasil yang ditemukan

MASALAH KEPUNAHAN PROSES PERCABANGAN MULTI-TIPE DAN PENERAPANNYA PADA PARASITOLOGI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MASALAH KEPUNAHAN PROSES PERCABANGAN MULTI-TIPE DAN PENERAPANNYA PADA PARASITOLOGI"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

i

MASALAH KEPUNAHAN PROSES PERCABANGAN MULTI-TIPE DAN PENERAPANNYA PADA PARASITOLOGI

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Matematika

Program Studi Matematika

Oleh: Mydia Rossellini NIM: 173114032

PROGRAM STUDI MATEMATIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

ii

EXTINCTION PROBLEM OF MULTITYPE BRANCHING PROCESS AND ITS APPLICATIONS IN PARASITOLOGY

Thesis

Presented as a Partial Fulfillment of the Requirements To Obtain the Degree of Sarjana Mathematics

Mathematics Study Program

By: Mydia Rossellini Student Number: 173114032

MATHEMATICS STUDY PROGRAM FACULTY OF SCIENCE AND TECHNOLOGY

SANATA DHARMA UNIVERSITY YOGYAKARTA

(3)
(4)
(5)
(6)

vi MOTTO

“Ketika Anda Merasa Seakan-akan Tidak Ada Terang di Ujung Jalan, Berjalanlah Sedikit Lebih Jauh.”

(7)

vii

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya ini kupersembahkan untuk:

Tuhan Allah Bapa yang selalu menyertai dan menjaga,

(8)
(9)

ix

KATA PENGANTAR

Ucapan puji dan syukur kepada Allah Bapa, Allah Anak dan Roh Kudus atas segala pengurapan, hikmat, dan kebaikan-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini dibuat dengan tujuan memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Matematika pada Program Studi Matematika, Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa penulis melibatkan banyak pihak yang bersedia membantu dalam berbagai macam kesulitan, tantangan, permasalahan, dan hambatan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. rer. nat. Herry Pribawanto Suryawan, S.Si., M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi.

2. Bapak Sudi Mungkasi, S.Si., M.Math.Sc., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi.

3. Bapak Hartono, S.Si., M.Sc., Ph.D., selaku Kaprodi Matematika dan Dosen Pendamping Akademik.

4. Romo Prof. Dr. Frans Susilo, SJ., Bapak Ir. Ig. Aris Dwiatmoko, M.Sc., Ibu Dr. Lusia Krismiyati Budiasih, S.Si., M.Si., Ibu Maria Vianney Any Herawati, S.Si., M.Si., Bapak Ricky Aditya, M.Sc, selaku dosen-dosen Prodi Matematika yang telah memberikan banyak pengetahuan kepada penulis selama proses perkuliahan.

5. Bapak/Ibu dosen/karyawan Fakultas Sains dan Teknologi yang telah berdinamika bersama selama penulis berkuliah.

6. Mama, cece, koko, keponakan dan seluruh keluarga besar yang penulis cintai dan kasihi. Terima kasih telah mendoakan, mendukung, dan memberikan semangat serta motivasi kepada penulis selama proses pengerjaan skripsi.

7. Teman-teman Prodi Matematika Angkatan 2017 yang mendukung penulis dalam mengerjakan skripsi. Teruntuk Marchelina, Nathania, Ratri, Meitia, Najo, Aryo, Anton, Corazon Olivia, Clara, Denta dan teman-teman lain

(10)
(11)

xi ABSTRAK

Proses percabangan stokastik memodelkan berbagai fenomena seperti reaksi nuklir, pertumbuhan populasi, silsilah keluarga, jejaring sosial, biomolekuler, dan penyebaran penyakit. Secara historis, proses percabangan tunggal disebut dengan proses percabangan Bienaymé–Galton–Watson atau singkatnya proses BGW. Proses BGW adalah proses percabangan pada waktu diskret dengan generasi yang tidak tumpang tindih dan hanya ada satu jenis individu di awal generasi. Proses percabangan multi-tipe merupakan proses percabangan yang memungkinkan adanya berbagai jenis individu dalam setiap generasi.

Masalah kepunahan merupakan konsep yang penting dalam proses percabangan, khususnya proses percabangan multi-tipe. Pertama kita perlu mendefinisikan vektor distribusi keturunan serta fungsi pembangkit momennya. Selanjutnya untuk menentukan peluang keadaan populasi proses percabangan multi-tipe di waktu yang akan datang, kita perlu mengetahui matriks nilai rata-rata banyaknya keturunan dari semua jenis individu dan mencari nilai eigen terbesarnya atau disebut dengan akar Perron-Frobenius. Selain itu, akan dibahas penerapan proses percabangan multi-tipe dalam ilmu parasitologi.

Kata kunci: proses percabangan stokastik, proses percabangan multi-tipe, peluang keadaan populasi, vektor distribusi keturunan, fungsi pembangkit momen, akar Perron-Frobenius.

(12)

xii ABSTRACT

Stochastic branching processes model various phenomena such as nuclear reactions, population growth, family names, social networks, biomolecular, and the spread of disease. Historically, the single branching process was called the Bienaymé-Galton-Watson branching process or the BGW process. The BGW process is a process of branching at discrete time by creating non-overlapping and only one type of individual at the start of creating. A multi-type branching process is a branching process that allows for different types of individuals in each generation.

The problem of extinction is a fundamental concept in the branching process, especially multi-type branching processes. First, we need to define the offspring vector, offspring distribution and probability generating function. Furthermore, to determine the probability of the population state of the multi-type branching process in the future, we need to know the expectation matrix and find the greatest eigenvalues or the Perron-Frobenius root. In addition, it will discuss the application of multi-type branching processes in parasitology.

Keywords: stochastic branching process, multi-type branching process, probability of the population state, offspring vector, offspring distribution, probability generating function, Perron-Frobenius root.

(13)

xiii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN KEASLIAN KARYA ... v

MOTTO ... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

ABSTRAK ... xi

ABSTRACT ... xii

DAFTAR ISI ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1 A. Latar Belakang ... 1 B. Rumusan Masalah ... 3 C. Batasan Masalah... 3 D. Tujuan Penulisan ... 3 E. Manfaat Penulisan ... 3 F. Metode Penulisan ... 3 G. Sistematika Penulisan ... 4

BAB II TEORI PELUANG, PROSES STOKASTIK DAN PROSES PERCABANGAN TUNGGAL ... 5

A. Teori Peluang ... 5

B. Proses Stokastik ... 13

C. Beberapa Teorema Dari Kalkulus ... 23

D. Proses Percabangan Tunggal... 26

BAB III PROSES PERCABANGAN MULTI-TIPE ... 35

A. Proses Percabangan Multi-tipe ... 35

(14)

xiv

BAB IV PENERAPAN PROSES PERCABANGAN MULTI-TIPE PADA

PARASITOLOGI ... 50

A. Parasitologi ... 50

B. Peluang Kepunahan Proses Percabangan Pada Parasitologi ... 51

BAB V PENUTUP ... 57

A. Kesimpulan ... 57

B. Saran ... 58

(15)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Proses stokastik merupakan model matematika yang mendeskripsikan perubahan terhadap waktu dari suatu sistem yang bersifat acak. Secara matematis, proses stokastik adalah kumpulan dari variabel acak {𝑋𝑡(𝑠): 𝑡 ∈ 𝑇, 𝑠 ∈ 𝑆} dimana

T adalah himpunan indeks waktu dan 𝑆 adalah ruang sampel dari variabel acak. Himpunan indeks waktu T dapat berhingga (𝑇 = {1,2, … , 𝑁}) atau tak berhingga terhitung (𝑇 = ℕ) atau tak terhitung (𝑇 = [0, ∞)). Ketika membahas mengenai proses stokastik, biasanya variabel 𝑠 tidak dituliskan sehingga notasinya menjadi 𝑋𝑡. Proses stokastik memiliki aplikasi di berbagai bidang karena dapat mengenali

keacakan dan ketidakpastian peristiwa yang dapat terjadi pada waktu tertentu. Salah satu jenis proses stokastik yang banyak dipelajari adalah proses percabangan (branching processes).

Proses percabangan adalah suatu proses stokastik yang berlangsung dari satu generasi ke generasi berikutnya dimana setiap generasi memiliki sejumlah individu. Setiap individu dalam generasi ke-𝑛 akan secara acak menghasilkan individu dalam generasi ke-𝑛 + 1 . Proses percabangan memodelkan berbagai fenomena seperti reaksi nuklir, pertumbuhan populasi, silsilah keluarga, jejaring sosial, biomolekuler, penyebaran penyakit dan lain-lain. Proses percabangan yang paling tua dan paling sederhana adalah proses percabangan tunggal (single-type

branching processes). Secara historis, proses percabangan tunggal disebut dengan

proses percabangan Bienaymé–Galton–Watson atau singkatnya proses BGW. Proses BGW adalah proses percabangan pada waktu diskret dengan generasi yang tidak tumpang tindih dan hanya ada satu jenis individu di awal generasi. Pada proses BGW (𝑍𝑛)𝑛≥0untuk setiap generasi ke-𝑛 didefinisikan 𝑍𝑛 sebagai banyaknya individu pada generasi 𝑛 dengan jumlah individu awal pada generasi pertama diberi notasi 𝑍0 = 1.

Proses percabangan multi-tipe merupakan proses percabangan yang memungkinkan adanya berbagai jenis individu dalam setiap generasi. Proses

(16)

percabangan multi-tipe memuat 𝑚 jenis individu di mana untuk setiap generasi ke-𝑛 didefinisikan 𝒁𝑛 sebagai vektor berdimensi 𝑚 dan komponen ke- 𝑖 nya menyatakan banyaknya individu bertipe 𝑖 di generasi ke- 𝑛 dalam proses percabangan multi-tipe. Proses percabangan multi-tipe pada generasi awal dinotasikan 𝒁0 = 𝒆𝑖 untuk 𝑖 = 1,2,3, … , 𝑚 dimana 𝒆𝑖 adalah vektor basis standar berdimensi 𝑚 bertipe ke 𝑖.

Proses percabangan multi-tipe dikatakan punah jika (∃𝑁 ∈ ℕ)(∀ 𝑛 ≥ 𝑁 ) 𝒁𝑛 = 𝟎

di mana 0 adalah vektor nol berdimensi 𝑚.

Jika 𝑞𝑖 adalah peluang kepunahan individu tipe 𝑖 ketika 𝒁0 = 𝒆𝑖 dan 𝑞𝑖𝑛 adalah peluang kepunahan 𝒁0 = 𝒆𝑖 pada generasi ke 𝑛, maka

𝑞𝑖0≤ 𝑞𝑖1 ≤ ⋯ ≤ 𝑞𝑖𝑛 dan berlaku

𝑞𝑖 = lim 𝑛→∞

𝑞𝑖𝑛 untuk 𝑖 = 1,2,3, … , 𝑚.

Akan ditunjukkan peluang kepunahan 𝐪 dengan 𝐪𝑛 = (𝑞1𝑛 𝑞2𝑛… 𝑞𝑚𝑛) memenuhi 𝐪 = lim

𝑛→∞

𝐪𝑛 .

Proses percabangan multi-tipe banyak digunakan pada model pertumbuhan dan peluruhan populasi. Pada tugas akhir ini, penerapan proses percabangan multi-tipe akan difokuskan pada salah satu cabang ilmu biologi yaitu parasitologi. Parasitologi adalah ilmu yang mempelajari organisme yang hidup pada organisme lain di dalam maupun di luar tubuh dengan maksud mengambil makanan sebagian atau seluruhnya dari organisme lain yang ditempati dan hidup sementara atau selamanya pada tubuh organisme tersebut. Parasit adalah organisme yang hidup dengan menumpang pada makhluk hidup lain dan organisme yang ditumpangi oleh parasit disebut host atau inang.

Parasit yang penting dalam dunia kedokteran berada di bawah kingdom protista dan salah satu contohnya adalah sporozoa. Proses percabangan multi-tipe waktu diskret akan digunakan untuk memodelkan populasi parasit sporozoa dalam satu inang. Sporozoa dapat memasuki fase istirahat selama tidak bereproduksi

(17)

dengan membentuk spora. Spora relatif kuat terhadap pengaruh lingkungannya seperti serangan oleh sistem kekebalan tubuh inang. Dalam bentuk spora, parasit sporozoa dapat dengan mudah ditularkan ke inang baru. Kita dapat mempelajari pertumbuhan populasi parasit dalam satu inang dengan proses percabangan 2 tipe yaitu parasit sporozoa dalam keadaan aktif dan parasit sporozoa dalam keadaan istirahat.

B. Rumusan Masalah

Masalah yang akan dibahas pada skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana definisi dan sifat-sifat dasar proses percabangan multi-tipe? 2. Bagaimana menghitung peluang kepunahan pada proses percabangan

multi-tipe?

3. Bagaimana penerapan masalah kepunahan proses percabangan multi-tipe pada parasitologi?

C. Batasan Masalah

Proses percabangan multi-tipe dapat dirumuskan dalam waktu diskret dan waktu kontinu. Skripsi ini hanya akan membahas proses stokastik pada proses percabangan multi-tipe dengan waktu diskret.

D. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui teori dasar dan sifat-sifat proses percabangan multi-tipe. 2. Mencari peluang kepunahan proses percabangan multi-tipe.

3. Menerapkan proses percabangan multi-tipe pada bidang biologi yakni parasitologi.

E. Manfaat Penulisan

Manfaat penulisan yang diperoleh dari skripsi ini adalah dapat mempelajari masalah kepunahan proses percabangan multi-tipe secara umum dan penerapannya di parasitologi.

F. Metode Penulisan

Metode penulisan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode studi pustaka, yakni dengan membaca dan mempelajari buku-buku dan

(18)

jurnal-jurnal yang berkaitan dengan masalah kepunahan proses percabangan multi-tipe dan penerapannya.

G. Sistematika Penulisan

Skripsi ini disusun dengan sistematika penulisan sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah C. Batasan Masalah D. Tujuan Penulisan E. Manfaat Penulisan F. Metode Penulisan G. Sistematika Penulisan

BAB II TEORI PELUANG, PROSES STOKASTIK DAN PROSES PERCABANGAN TUNGGAL

A. Teori Peluang B. Proses Stokastik

C. Beberapa Teorema Dari Kalkulus D. Proses Percabangan Tunggal

BAB III PROSES PERCABANGAN MULTI-TIPE A. Proses Percabangan Multi-tipe

B. Kepunahan Proses Percabangan Multi-tipe

BAB IV PENERAPAN PROSES PERCABANGAN MULTI-TIPE PADA PARASITOLOGI

A. Parasitologi

B. Peluang Kepunahan Proses Percabangan Pada Parasitologi BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan B. Saran

(19)

BAB II

TEORI PELUANG, PROSES STOKASTIK DAN PROSES PERCABANGAN TUNGGAL

Bab ini akan memaparkan landasan teori yang digunakan dalam skripsi ini yaitu, teori peluang, proses stokastik, beberapa teorema dari kalkulus dan proses percabangan tunggal.

A. Teori Peluang

Definisi 2.1.1 (Percobaan Acak)

Sebuah percobaan dikatakan acak jika hasil dari percobaan tidak dapat ditentukan secara pasti. Hasil percobaan tidak dapat diprediksi namun dapat ditentukan himpunan semua kemungkinan hasilnya.

Definisi 2.1.2 (Ruang Sampel)

Ruang sampel adalah himpunan semua kemungkinan hasil dari suatu percobaan acak dan dinotasikan dengan 𝑆.

Contoh 2.1.1

Pada pengujian jenis golongan darah seorang anak ada empat hasil yang mungkin muncul, yaitu A, B, AB, atau O. Sehingga ruang sampelnya adalah 𝑆 = {𝐴, 𝐵, 𝐴𝐵, 𝑂}.

Definisi 2.1.3 (Titik Sampel)

Anggota-anggota dari ruang sampel disebut titik sampel.

Definisi 2.1.4 (Kejadian)

Kejadian adalah himpunan bagian dari ruang sampel.

Contoh 2.1.2

Jika diketahui golongan darah ayah Budi O dan golongan darah ibu Budi B, maka kemungkinan golongan darah Budi adalah {𝐵, 𝑂}.

Definisi 2.1.5 (Dua Kejadian Saling Asing)

(20)

𝐴 ∩ 𝐵 = ∅.

Contoh 2.1.3

Pada percobaan pelemparan mata dadu sebanyak satu kali, ruang sampel 𝑆 yang diperoleh adalah

𝑆 = {1, 2, 3, 4, 5, 6}.

Kejadian 𝐴 adalah kejadian munculnya angka mata dadu yang habis dibagi 2 dan kejadian 𝐵 adalah kejadian munculnya angka mata dadu yang tidak habis dibagi 2. Kita memperoleh 𝐴 = {2, 4, 6} dan 𝐵 = {1, 3, 5}. Terlihat bahwa kejadian 𝐴 tidak memuat anggota pada kejadian 𝐵 begitu pula kejadian 𝐵 tidak memuat anggota pada kejadian 𝐴. Maka dari itu, kejadian 𝐴 dan kejadian 𝐵 merupakan kejadian yang saling asing.

Definisi 2.1.6 (Peluang Dari Suatu Kejadian)

Diberikan 𝑆 merupakan ruang sampel yang berkaitan dengan sebuah percobaan acak. Fungsi ℙ disebut peluang jika memenuhi

1. 0 ≤ ℙ(𝐴) ≤ 1, ∀𝐴 ⊆ 𝑆 2. ℙ(𝑆) = 1

3. untuk sebarang barisan kejadian (𝐴1 , 𝐴2 , 𝐴3 , … ) yang saling asing di dalam 𝑆 berlaku ℙ (⋃ 𝐴𝑖 ∞ 𝑖=1 ) = ∑ ℙ(𝐴𝑖) ∞ 𝑖=1 . Contoh 2.1.4

Sebuah kotak berisi 3 kelereng berwarna merah, 4 kelereng berwarna biru dan 2 kelereng berwarna putih. Budi akan mengambil satu kelereng di dalam kotak tersebut secara acak. Berapa peluang Budi mengambil kelereng berwarna biru? Jawab:

Karena 𝑛(𝐴) = 4 dan 𝑛(𝑆) = 9, maka ℙ(𝐴) =𝑛(𝐴)

𝑛(𝑆)= 4

9. Jadi, peluang Budi

mengambil kelereng berwarna biru adalah 4

(21)

Definisi 2.1.7 (Peluang Bersyarat)

Peluang bersyarat terjadinya kejadian 𝐵 jika diberikan kejadian 𝐴 adalah

ℙ(𝐵|𝐴) = ℙ(𝐴⋂𝐵)

ℙ(𝐴) , ℙ(𝐴) > 0.

Definisi 2.1.8

Dua kejadian 𝐴 dan 𝐵 di dalam ruang sampel 𝑆 dikatakan saling bebas jika kejadian 𝐴 tidak bergantung pada kejadian 𝐵 dan kejadian 𝐵 tidak bergantung pada kejadian 𝐴. Secara matematis, untuk setiap kejadian 𝐴 dan kejadian 𝐵 di dalam ruang sampel 𝑆 dikatakan saling bebas jika

ℙ(𝐴⋂𝐵) = ℙ(𝐴) ℙ(𝐵).

Jika kejadian 𝐴 dan kejadian 𝐵 saling bebas, maka menurut definisi 2.1.7 ℙ(𝐵|𝐴) = ℙ(𝐵).

Contoh 2.1.5

Terdapat dua buah dadu berwarna merah dan hijau. Pada pelemparan dua mata dadu tersebut, didefinisikan

𝐴 = kejadian muncul mata dadu merah angka 1 𝐵 = kejadian muncul mata dadu hijau angka 1.

Tentukan kejadian 𝐴 dan kejadian 𝐵 saling bebas atau tidak? Jawab:

Ruang sampel pada pelemparan dua mata dadu berwarna merah dan hijau terlihat pada tabel di bawah ini:

S 1 2 3 4 5 6 1 (1, 1) (1, 2) (1, 3) (1, 4) (1, 5) (1, 6) 2 (2, 1) (2, 2) (2, 3) (2, 4) (2, 5) (2, 6) 3 (3, 1) (3, 2) (3, 3) (3, 4) (3, 5) (3, 6) 4 (4, 1) (4, 2) (4, 3) (4, 4) (4, 5) (4, 6) 5 (5, 1) (5, 2) (5, 3) (5, 4) (5, 5) (5, 6) 6 (6, 1) (6, 2) (6, 3) (6, 4) (6, 5) (6, 6)

(22)

Dari tabel di atas terlihat bahwa 𝑛(𝑆) = 36, 𝑛(𝐴) = 6, 𝑛(𝐵) = 6 𝐴 ⋂ 𝐵 = {(1,1)} ℙ(𝐴) = 6 36= 1 6 ℙ(𝐵) = 6 36= 1 6 ℙ(𝐴⋂𝐵) = 1 36= ( 1 6) ∙ ( 1 6) = 1 36= ℙ(𝐴) ∙ ℙ(𝐵).

Jadi, 𝐴 dan 𝐵 saling bebas.

Teorema 2.1.9 (Hukum Peluang Total)

Jika kejadian 𝐴1, 𝐴2, … , 𝐴𝑘 adalah partisi dari ruang sampel 𝑆 yaitu: 1. 𝐴1⋃ 𝐴2⋃ … ⋃ 𝐴𝑘 = 𝑆

2. 𝐴𝑖⋂ 𝐴𝑗 = 𝜙, ∀ 𝑖 ≠ 𝑗

dan 𝐵 adalah sebarang kejadian di dalam 𝑆, maka ℙ(𝐵) = ∑ ℙ(𝐵|𝐴𝑖) ∙ ℙ(𝐴𝑖).

𝑘

𝑖=1 Definisi 2.1.10 (Variabel Acak)

Variabel acak adalah suatu fungsi 𝑋 dari ruang sampel ke himpunan bilangan real atau 𝑋: 𝑆 → ℝ.

Definisi 2.1.11

Himpunan pasangan terurut (𝑥, 𝑝(𝑥)) merupakan fungsi peluang atau distribusi peluang dari variabel acak diskret 𝑋 jika untuk setiap hasil yang mungkin, 𝑥 memenuhi

1. ℙ(𝑥) ≥ 0 2. ∑𝑥∈𝑋ℙ(𝑥) = 1

(23)

Contoh 2.1.6

Sebuah toko komputer membeli 15 buah komputer yang bermerek sama dan di antaranya terdapat 3 buah komputer yang cacat. Sebuah sekolah membeli 2 buah komputer secara acak dari komputer-komputer tersebut. Jika 𝑋 adalah variabel acak yang menyatakan banyaknya komputer cacat terbeli oleh sekolah, maka 𝑋 adalah fungsi dengan daerah hasil {0, 1, 2}. Jadi peluang ℙ(𝑋 = 𝑥), 𝑥 = 0, 1, 2 adalah ℙ(𝑋 = 0) =( 3 0)( 12 2) (152) = 66 105, ℙ(𝑋 = 1) =( 3 1)( 12 1) (152) = 36 105, dan ℙ(𝑋 = 2) =( 3 2)( 12 0) (152) = 3 105. Terlihat ℙ(𝑋 = 𝑥) ≥ 0 dan ∑ ℙ(𝑥) = 66 105+ 36 105 𝑥∈𝑋 + 3 105= 1 sehingga

ℙ(𝑋 = 𝑥) adalah fungsi peluang diskret.

Definisi 2.1.12

Misalkan 𝑋 adalah variabel acak diskret dengan fungsi peluang ℙ(𝑋), nilai harapan dari 𝑋 dinotasikan dengan 𝔼(𝑋) adalah

𝔼(𝑋) = ∑ 𝑥 ⋅ ℙ(𝑋 = 𝑥).

∀𝑥 Definisi 2.1.13

Misal nilai harapan suatu variabel acak diskret adalah 𝔼(𝑋) = 𝜇, variansi variabel acak diskret 𝑋 dinotasikan 𝑣𝑎𝑟(𝑋) didefinisikan sebagai

𝑣𝑎𝑟(𝑋) = 𝔼(X − 𝔼(X))2 = ∑(𝑥 − 𝜇)2 ℙ(𝑋 = 𝑥) ∀𝑥

.

Contoh 2.1.7

Diketahui peluang peralatan yang diproduksi oleh perusahaan dengan permintaan harian konsumen sebagai berikut:

(24)

𝑥 0 1 2 ℙ(𝑋 = 𝑥) 0.1 0.5 0.4

Nilai harapan dan variansi permintaan barang berturut-turut adalah 𝔼(𝑋) = ∑ 𝑥 ⋅ ℙ(𝑋 = 𝑥) ∀𝑥 = 0(0.1) + 1(0.5) + 2(0.4) = 1.3 dan 𝑉𝑎𝑟(𝑋) = ∑(𝑥 − 𝜇)2 ℙ(𝑋 = 𝑥) ∀𝑥 = (0 − 1.3)2∙ 0.1 + (1 − 1.3)2∙ 0.5 + (2 − 1.3)2 ∙ 0.4 = 0.169 + 0.045 + 0.196 = 0.41. Definisi 2.1.14

Jika 𝑋 adalah variabel acak diskret dengan nilai bilangan bulat tak negatif, maka fungsi pembangkit peluang dari variabel acak adalah

𝑚𝑋(𝑠) = 𝔼(𝑠𝑋) = ∑ 𝑠𝑥

𝑥=0

ℙ(𝑋 = 𝑥)

dimana 𝑠 ∈ ℝ yang jumlahannya konvergen. Fungsi pembangkit peluang digunakan untuk menentukan distribusi peluang dan memudahkan menghitung nilai harapan dari suatu variabel acak diskret.

Ada beberapa variabel acak diskret yang sering digunakan antara lain sebagai berikut:

1. Variabel acak Binomial

Variabel acak 𝑋 dikatakan berdistribusi Binomial dengan 𝑛 ∈ ℕ dan 𝑝 ∈ [0,1] adalah peluang kesuksesan jika fungsi peluang diberikan

(25)

ℙ(𝑋 = 𝑥) = (𝑛𝑥) 𝑝𝑥(1 − 𝑝)𝑛−𝑥, 𝑥 = 0,1,2, ⋯ , 𝑛. Nilai harapan dan variansi dari distribusi Binomial berturut-turut adalah

𝔼(𝑋) = 𝑛𝑝 𝑉𝑎𝑟(𝑋) = 𝑛𝑝(1 − 𝑝).

Akan dicari fungsi pembangkit peluangnya dengan rumus

𝑚𝑋(𝑠) = 𝔼(𝑠𝑋) = ∑ 𝑠𝑥 𝑛 𝑥=0 ℙ(𝑋 = 𝑥) = ∑ 𝑠𝑥∙ 𝑛 𝑥=0 (𝑛𝑥) 𝑝𝑥(1 − 𝑝)𝑛−𝑥 = ∑ (𝑛 𝑥) (𝑝𝑠)𝑥(1 − 𝑝)𝑛−𝑥. 𝑛 𝑥=0

Dengan menggunakan Binomial Newton (𝑎 + 𝑏)𝑛 =

∑ (𝑛

𝑥) 𝑎𝑥𝑏𝑛−𝑥

𝑛

𝑥=0 diperoleh

𝑚𝑋(𝑠) = [𝑝𝑠 + (1 − 𝑝)]𝑛.

2. Variabel acak Geometri

Variabel acak 𝑋 dikatakan berdistribusi Geometri dengan 𝑝 ∈ [0,1] jika fungsi peluang diberikan

ℙ(𝑋 = 𝑥) = 𝑝(1 − 𝑝)𝑥−1, 𝑥 = 1,2,3, ⋯.

Nilai harapan dan variansi dari distribusi Geometri berturut-turut adalah

𝔼(𝑋) =1 𝑝 𝑉𝑎𝑟(𝑋) =1 − 𝑝

𝑝2 .

(26)

𝑚𝑋(𝑠) = 𝔼(𝑠𝑋) = ∑ 𝑠𝑥∙ ∞ 𝑥=1 ℙ(𝑋 = 𝑥) = ∑ 𝑠𝑥∙ ∞ 𝑥=1 𝑝(1 − 𝑝)𝑥−1 = 𝑝 ∙ ∑[𝑠 (1 − 𝑝)]𝑥 ∞ 𝑥=0

terlihat bahwa ∑∞𝑥=0[𝑠 (1 − 𝑝)]𝑥 merupakan deret geometri dengan |𝑠 (1 − 𝑝)| < 1 sehingga diperoleh 𝑚𝑋(𝑠) = 𝑝 1−(1−𝑝)𝑠 dengan |𝑠| < 1 𝑞.

3. Variabel acak Poisson

Variabel acak 𝑋 dikatakan berdistribusi Poisson dengan parameter 𝜆 > 0 jika fungsi peluang diberikan

ℙ(𝑋 = 𝑥) =𝑒−𝜆𝜆𝑥

𝑥! , 𝑥 = 0,1,2,3, ⋯.

Nilai harapan dan variansi dari distribusi Poisson berturut-turut adalah

𝔼(𝑋) = 𝑉𝑎𝑟(𝑋) = 𝜆.

Akan dicari fungsi pembangkit peluangnya dengan rumus

𝑚𝑋(𝑠) = 𝔼(𝑠𝑋) = ∑ 𝑠𝑥∙ ∞ 𝑥=0 ℙ(𝑋 = 𝑥) = ∑ 𝑠𝑥∙ ∞ 𝑥=0 𝑒−𝜆𝜆𝑥 𝑥! = 𝑒−𝜆∑(𝑠𝜆) 𝑥 𝑥! . ∞ 𝑥=0

Dengan menggunakan deret Maclaurin ∑ (𝑠𝜆)

𝑥 𝑥! ∞

𝑥=0 = 𝑒(𝑠𝜆) diperoleh

(27)

B. Proses Stokastik

Proses stokastik dapat dipandang sebagai suatu model matematika yang mendeskripsikan perubahan terhadap waktu dari suatu sistem yang bersifat acak. Dengan kata lain, proses stokastik merupakan cabang matematika yang mempelajari sistem dinamis dari suatu peristiwa yang tidak pasti misalnya keadaan cuaca, pergerakan pasar keuangan, proses percabangan suatu sistem, dan lain sebagainya. Secara matematis, proses stokastik adalah kumpulan dari variabel acak {𝑋𝑡(𝑠): 𝑡 ∈ 𝑇, 𝑠 ∈ 𝑆} dimana T adalah himpunan indeks waktu

dan 𝑆 adalah ruang sampel dari variabel acak. Himpunan indeks waktu T dapat berhingga (𝑇 = {1,2, … , 𝑁}) atau tak berhingga terhitung (𝑇 = ℕ) atau tak terhitung (𝑇 = [0, ∞)). Ketika membahas mengenai proses stokastik, biasanya variabel 𝑠 tidak ditulis sehingga notasinya menjadi 𝑋𝑡. Pada subbab ini, proses stokastik yang dibahas adalah proses stokastik dengan indeks waktu terhitung atau waktu diskret dan berfokus pada rantai Markov.

Definisi 2.2.1

Diberikan ruang keadaan atau himpunan nilai 𝑆 adalah himpunan waktu diskret. Rantai Markov adalah barisan variabel acak (𝑋𝑛)𝑛≥0 = (𝑋0, 𝑋1, ⋯ ) dengan nilai di 𝑆 dan berlaku

ℙ(𝑋𝑛+1 = 𝑗 | 𝑋0 = 𝑥0, 𝑋1 = 𝑥1, 𝑋2 = 𝑥2, ⋯ , 𝑋𝑛−1 = 𝑥𝑛−1, 𝑋𝑛 = 𝑖) = ℙ(𝑋𝑛+1 = 𝑗 | 𝑋𝑛 = 𝑖), (1) untuk setiap 𝑥0, 𝑥1, 𝑥2, ⋯ , 𝑥𝑛−1, 𝑖 , 𝑗 ∈ 𝑆 dan 𝑛 = 0,1,2,3, ⋯.

Kondisi (1) pada definisi 2.2.1 disebut sebagai peluang transisi satu langkah. Jika peluang transisi satu langkah pada suatu keadaan acak tidak bergantung pada indeks waktu, rantai Markov tersebut dikatakan memiliki peluang transisi stasioner.

Sifat rantai Markov yang paling utama adalah sifat Markov, yakni peluang kejadian masa depan hanya dipengaruhi oleh kejadian tepat satu satuan waktu sebelumnya dan tidak dipengaruhi oleh kejadian-kejadian lain di masa lalu.

(28)

Contoh 2.2.1

Seorang anak bergerak sekeliling kotak di bawah ini dengan posisi awal anak di 1. Banyaknya langkah anak ditentukan dengan melambungkan satu buah dadu. Ruang keadaannya adalah 𝑆 = {1,2,3,4,5,6,7,8}.

1 2 3

8 4

7 6 5

Jika diketahui lambungan dadu 1 muncul angka 3 dan lambungan dadu ke-2 muncul angka 1, maka (𝑋0= 1, 𝑋1 = 4, 𝑋2 = 5). Kemungkinan posisi 𝑋3 adalah 𝑋3 ∈ {6,7,8,1,2,3}. Posisi anak pada waktu ke-𝑛 (𝑋𝑛)𝑛≥0 di dalam permainan ini adalah sebuah rantai Markov dan berlaku

ℙ( 𝑋3 = 𝑗 | 𝑋0 = 1, 𝑋1 = 4, 𝑋2 = 5) = ℙ( 𝑋3= 𝑗 | 𝑋2 = 5) = 1

6 . Definisi 2.2.2

Rantai Markov bersifat homogen apabila peluang bersyarat tidak bergantung pada 𝑛 dan perpindahannya selalu satu langkah dari waktu ke waktu berikutnya. Dengan demikian, rantai Markov homogen dapat direpresentasikan dengan matriks yang elemen-elemennya adalah 𝑃𝑖𝑗 =

ℙ(𝑋1 = 𝑗 | 𝑋𝑜= 𝑖 ) 𝑃 = ( 𝑃11 𝑃12 … 𝑃1𝑛 𝑃21 ⋮ 𝑃22 … ⋮ ⋱ 𝑃2𝑛 ⋮ 𝑃𝑛1 𝑃𝑛2 … 𝑃𝑛𝑛 )

Matriks di atas disebut matriks peluang transisi atau matriks Markov dengan ruang keadaan 𝑆 = {1, 2, 3, ⋯ , 𝑛}. Matriks peluang transisi memiliki sifat-sifat yaitu:

1. 0 ≤ 𝑃𝑖𝑗 ≤ 1, ∀𝑖, 𝑗 = 1,2,3, ⋯ , 𝑘

2. Setiap elemennya merupakan bilangan real tak negatif dengan jumlahan elemen setiap baris adalah 1.

(29)

Pada contoh 2.2.1 apabila dibentuk matriks peluang transisi satu langkah adalah sebagai berikut

𝑃 = [ 0 1⁄6 1⁄6 0 0 1⁄6 1 6 ⁄ 0 0 1 6 ⁄ 1⁄6 1⁄6 1⁄6 0 1 6 ⁄ 1⁄6 1⁄6 1⁄6 1⁄6 1 6 ⁄ 1⁄6 1⁄6 1⁄6 1⁄6 1 6 ⁄ 1⁄6 0 1 6 ⁄ 1⁄6 1⁄6 1 6 ⁄ 1 6 ⁄ 1 6 ⁄ 1 6 ⁄ 1 6 ⁄ 1 6 ⁄ 1 6 ⁄ 1 6 ⁄ 1 6 ⁄ 0 1⁄6 1⁄6 1⁄6 1⁄6 0 0 1⁄6 1⁄6 1⁄6 1 6 ⁄ 1 6 ⁄ 1 6 ⁄ 0 1 6 ⁄ 1 6 ⁄ 0 0 1 6 ⁄ 1 6 ⁄ 0 0 1 6 ⁄ 1 6 ⁄ 0 ]

Contoh di atas memperlihatkan kita dapat dengan mudah memperoleh peluang ℙ(𝑋1 = 5 | 𝑋0 = 2 ) yaitu 1

6, namun bagaimana dengan kasus

mencari peluang ℙ(𝑋5 = 5 | 𝑋0 = 2 ). Masalah tersebut yakni mencari

peluang suatu rantai Markov homogen yang dimulai di 𝑖 akan berada di 𝑗 setelah 𝑛 langkah. Jika diberikan rantai Markov homogen dengan matriks peluang transisi 𝑃, maka matriks transisi 𝑛 langkah dari rantai Markov adalah ℙ(𝑋𝑛 = 𝑗 | 𝑋0 = 𝑖 ) = (𝑃𝑛)

𝑖𝑗 , ∀𝑖, 𝑗 dan untuk setiap 𝑛 > 0. (𝑃𝑛)𝑖𝑗 adalah

komponen baris ke-𝑖 kolom ke-𝑗 dari matriks 𝑃𝑛. Contoh 2.2.2

Diberikan suatu rantai Markov homogen (𝑋𝑛)𝑛≥1 dengan ruang keadaan pada waktu ke-𝑛 adalah {𝑐𝑒𝑟𝑎ℎ, ℎ𝑢𝑗𝑎𝑛} dengan matriks peluang transisi

𝑃 = [0.6 0.4 0.2 0.8]. Maka diperoleh ℙ(𝑋1 = 𝑐 | 𝑋0 = 𝑐) = 0.6 ℙ(𝑋3 = 𝑐 | 𝑋2 = ℎ) = 0.2 ℙ(𝑋1 = ℎ | 𝑋0 = ℎ) = 0.8

(30)

ℙ(𝑋6 = 𝑐 | 𝑋4 = 𝑐) = ℙ(𝑋2 = 𝑐 | 𝑋0 = 𝑐).

Dengan menggunakan matriks transisi dua langkah

[0.6 0.4 0,2 0.8] 2 = [0.6 0.4 0,2 0.8] ∙ [ 0.6 0.4 0,2 0.8] = [ 0.44 0.56 0.28 0.72] diperoleh ℙ(𝑥2= 𝑐 | 𝑥0 = 𝑐) = 0.44.

Contoh 2.2.2 memperlihatkan bahwa jika 𝑃 merupakan matriks Markov, maka 𝑃𝑛 juga merupakan matriks Markov untuk setiap 𝑛 ≥ 0. Akibatnya sifat matriks peluang transisi berlaku pada 𝑃𝑛.

Persamaan Chapman-Kolmogorov juga memberikan solusi untuk menghitung peluang transisi 𝑛 langkah.

Definisi 2.2.3 (Persamaan Chapman-Kolgomorov)

Misalkan (𝑃𝑛)

𝑖𝑗 merupakan peluang transisi suatu proses dari keadaan 𝑖 akan

berada di keadaan 𝑗 dalam 𝑛 langkah. Untuk 𝑚, 𝑛 tak negatif, jika 𝑃𝑛+𝑚 =

𝑃𝑛∙ 𝑃𝑚, maka (𝑃𝑚+𝑛)𝑖𝑗 = ∑ (𝑃𝑘 𝑚)𝑖𝑘∙ (𝑃𝑛)𝑘𝑗

Apabila dinyatakan dalam bentuk yang lain, persamaan

Chapman-Kolmogorov menyatakan bahwa

ℙ(𝑋𝑛+𝑚= 𝑗 | 𝑋0 = 𝑖) = ∑ ℙ(𝑋𝑚 = 𝑘 | 𝑋0 = 𝑖) ∙ ℙ(𝑋𝑚+𝑛 = 𝑗 | 𝑋𝑚= 𝑘) 𝑘

= ∑ ℙ(𝑋𝑚 = 𝑘 | 𝑋0 = 𝑖) ∙ ℙ(𝑋𝑛 = 𝑗 | 𝑋0 = 𝑘)

𝑘

.

Definisi 2.2.4 (Nilai Harapan Rantai Markov)

Nilai harapan variabel acak rantai Markov (𝑋𝑛)𝑛≥0 diberikan oleh 𝔼(𝑋𝑛) = ∑ 𝑥𝑖 𝑖 ∙ ℙ(𝑋𝑛 = 𝑥𝑖).

Contoh 2.2.3

Diberikan rantai Markov (𝑋𝑛)𝑛≥0 dengan matriks peluang transisi

𝑃 = [ 0.1 0.3 0.4 0 0.3 0.4 0.2 0.6 0.5 ]

(31)

Tentukan: 1. ℙ(𝑋5 = 2, 𝑋4 = 1 | 𝑋0 = 3, 𝑋1 = 2, 𝑋2 = 1) 2. 𝔼(𝑋2 | 𝑋0 = 3) Penyelesaian: 1. ℙ(𝑋5 = 2, 𝑋4 = 1 | 𝑋0 = 3, 𝑋1 = 2, 𝑋2= 1) = ℙ(𝑋4 = 1, 𝑋5 = 2 | 𝑋0 = 3, 𝑋1 = 2, 𝑋2 = 1) = ℙ(𝑋4 = 1 | 𝑋2 = 1) ∙ ℙ(𝑋5 = 2 | 𝑋4 = 1) = ℙ(𝑋2 = 1 | 𝑋0 = 1) ∙ ℙ(𝑋1 = 2 | 𝑋0 = 1).

Dengan menggunakan matriks transisi dua langkah diperoleh

𝑃2 = [ 0.1 0.3 0.4 0 0.3 0.4 0.2 0.6 0.5 ] ∙ [ 0.1 0.3 0.4 0 0.3 0.4 0.2 0.6 0.5 ] = [ 0.19 0.27 0.54 0.18 0.18 0.28 0.27 0.54 0.55 ] sehingga ℙ(𝑋2 = 1 | 𝑋0 = 1) ∙ ℙ(𝑋1 = 2 | 𝑋0 = 1) = 0.19 ∙ 0.3 = 0.057. 2. 𝔼(𝑋2 | 𝑋0 = 3) = ∑ ℙ(𝑋2 | 𝑋0 = 3) 2 𝑗=0 ∙ 𝑥𝑗 = ∑ 𝑥𝑗 ∙ (𝑃2) 2,𝑗 2 𝑗=0 = 0 ∙ 0.18 + 1. 0.27 + 2. 0.55 = 1.37.

Selain peluang transisi dan nilai harapan, suatu rantai Markov juga memiliki distribusi peluang. Bila diberikan rantai Markov (𝑋𝑛)𝑛≥0 dengan ruang

keadaan 𝑆 = {1,2,3, ⋯ , 𝑛} dan matriks peluang transisi 𝑃, distribusi awal 𝑋0 dari rantai Markov dinotasikan 𝜋0 = ℙ(𝑋0 = 𝑖), 𝑖 = 1,2, ⋯ , 𝑛. Teorema

(32)

berikut ini akan menjelaskan hubungan antara distribusi awal dengan matriks peluang transisi pada suatu rantai Markov.

Teorema 2.2.6

Diberikan rantai Markov (𝑋𝑛)𝑛≥0 dengan matriks peluang transisi 𝑃 dan distribusi awal 𝜋0. Untuk setiap 𝑛 ≥ 0, distribusi dari 𝑋𝑛 adalah

ℙ( 𝑋𝑛 = j) = (𝜋0𝑃𝑛)𝑗 Bukti:

Diketahui ℙ(𝑋0= 𝑖) = 𝜋0

ℙ(𝑋0 = 𝑖, 𝑋1 = 𝑥1, 𝑋2 = 𝑥2, ⋯ , 𝑋𝑛 = 𝑗 )

Dengan menggunakan persamaan Chapman-Kolgomorov diperoleh

= ℙ(𝑋0 = 𝑖, 𝑋1= 𝑥1, ⋯ , 𝑋𝑛−1= 𝑥𝑛−1) ∙ ℙ(𝑋𝑛 = 𝑗| 𝑋0 = 𝑖, ⋯ , 𝑋𝑛−1 = 𝑥𝑛−1) = ℙ(𝑋0 = 𝑖, 𝑋1= 𝑥1, ⋯ , 𝑋𝑛−1 = 𝑥𝑛−1). ℙ(𝑋𝑛 = 𝑗| 𝑋𝑛−1 = 𝑥𝑛−1)

= ℙ(𝑋0 = 𝑖, 𝑋1= 𝑥1, ⋯ , 𝑋𝑛−1 = 𝑥𝑛−1). 𝑃

= ℙ(𝑋0 = 𝑖, 𝑋1= 𝑥1, ⋯ , 𝑋𝑛−2 = 𝑥𝑛−2). ℙ(𝑋𝑛−1 = 𝑥𝑛−1| 𝑋𝑛−2= 𝑥𝑛−2) ∙ 𝑃 = ℙ(𝑋0 = 𝑖, 𝑋1= 𝑥1, ⋯ , 𝑋𝑛−2= 𝑥𝑛−2). 𝑃 ∙ 𝑃

Demikian proses akan terus berlanjut sampai memperoleh = ℙ(𝑋0 = 𝑖) ∙ 𝑃𝑛

= 𝜋0 𝑃𝑛

Jadi ℙ( 𝑋𝑛 = j) = (𝜋0𝑃𝑛)𝑗 ∎

Setelah mengetahui cara mencari matriks peluang transisi 𝑛 langkah dengan distribusi peluang pada suatu rantai Markov, hal selanjutnya yang menarik adalah bagaimana keadaan suatu sistem setelah berjalan dalam kurun waktu yang lama. Untuk menganalisis perilaku sistem tersebut, kita akan membahas mengenai matriks khusus pada rantai Markov.

Definisi 2.2.7 (Matriks Peluang Transisi Reguler)

Matriks peluang transisi 𝑃 dikatakan reguler jika ada 𝑘 ∈ ℕ sehingga semua elemen matriks 𝑃𝑘 adalah positif.

Suatu rantai Markov (𝑋𝑛)𝑛≥0 dengan matriks peluang transisi reguler 𝑃 memiliki distribusi peluang stasioner jika ada vektor 𝜋𝑖 yang memenuhi

(33)

Istilah stasioner diturunkan dari sifat bahwa rantai Markov mulai pada distribusi peluang relatif tidak berubah untuk 𝑡 → ∞. Dengan kata lain, peluang suatu rantai Markov akan membentuk vektor peluang stasioner setelah banyak transisi.

Selain distribusi stasioner, hal yang penting dari rantai Markov reguler adalah keberadaan distribusi limitnya. Distribusi limit digunakan untuk menentukan bentuk umum dari 𝑃𝑛 dan menghitung lim

𝑛→∞𝑃

𝑛 pada suatu rantai

Markov. Untuk rantai Markov dua keadaan dengan distribusi awal 𝜋0dan

matriks peluang transisi 𝑃, distribusi rantai Markov di setiap waktu 𝑛 adalah ℙ( 𝑋𝑛 = j) = (𝜋0𝑃𝑛) 𝑗 lim 𝑛→∞ℙ( 𝑋𝑛 = j) = lim𝑛→∞(𝜋0𝑃 𝑛) 𝑗 = (𝜋0𝑃∞)𝑗 Contoh 2.2.4

Diberikan rantai Markov (𝑋𝑛)𝑛≥0 dengan distribusi awal 𝜋0 = (𝜋0′ 𝜋0′′) dan

matriks peluang transisi 𝑃 reguler positif

𝑃 = [1−∝ ∝

𝛽 1 − 𝛽] dengan 0 < ∝, 𝛽 < 1 Tentukan distribusi limitnya.

Penyelesaian:

Untuk mencari distribusi limitnya, pertama kita menentukan nilai eigen 𝜆 dari 𝑃 yang memenuhi det(𝑃 − 𝜆𝐼) = 0

Det |[1−∝𝛽 1 − 𝛽∝ ] − 𝜆 [1 0 0 1]| = 0 Det |1−∝ −𝜆 ∝ 𝛽 1 − 𝛽 − 𝜆| = 0 (1−∝ −𝜆) ∙ (1 − 𝛽 − 𝜆) − 𝛼𝛽 = 0 𝜆2− (2 − 𝛼 − 𝛽)𝜆 + (1 − 𝛼 − 𝛽) = 0 (𝜆 − 1)(𝜆 − 1 + 𝛼 + 𝛽) = 0 𝜆1 = 1, 𝜆2 = 1 − 𝛼 − 𝛽.

Dari 𝜆1, 𝜆2 yang diperoleh, dicari vektor 𝑟̅ yang memenuhi 𝑃𝑟̅ = 𝜆𝑟̅. untuk 𝜆1 = 1

(34)

(𝑃 − 𝜆1𝐼)𝑟̅1 = 0̅ ([1−∝ ∝ 𝛽 1 − 𝛽] − [ 𝜆1 0 0 𝜆1]) [ 𝑟̅1′ 𝑟̅1′′] = [ 0 0] [1−∝ −𝜆1 ∝ 𝛽 1 − 𝛽 − 𝜆1] [ 𝑟̅1′ 𝑟̅1′′ ] = [0 0] 𝜆1 = 1 sehingga [−𝛼𝛽 −𝛽] [𝛼 𝑟̅1 ′ 𝑟̅1′′] = [ 0 0] −𝛼𝑟̅1′+ 𝛼𝑟̅1′′ = 0 dan 𝛽𝑟̅1′− 𝛽𝑟̅1′′ = 0 diperoleh 𝑟̅1′= 𝑡, 𝑟̅1′′ = 𝑡 dan misalkan 𝑡 = 1

𝑟̅1 = [11]

untuk 𝜆2 = 1 − 𝛼 − 𝛽, dengan mengikuti langkah yang sesuai diatas diperoleh

𝑟̅2 = [

−𝛼 𝛽 ]

nilai-nilai vektor eigen tersebut akan dibentuk matriks yaitu 𝐶 = [𝑟̅1 𝑟̅2] = [1 −𝛼1 𝛽 ] sehingga 𝐶−1= 1 𝛼+𝛽[ 𝛽 𝛼 −1 1] dan 𝐷 = 𝐶−1𝑃𝐶 = 1 𝛼+𝛽[ 𝛽 𝛼 −1 1] [ 1−∝ ∝ 𝛽 1 − 𝛽] [ 1 −𝛼 1 𝛽 ] = [10 1 − 𝛼 − 𝛽0 ] = [𝜆1 0 0 𝜆2] 𝐷 = 𝐶−1𝑃𝐶 sedemikian sehingga 𝑃 = 𝐶𝐷𝐶−1 𝑃2 = (𝐶𝐷𝐶−1) ∙ (𝐶𝐷𝐶−1) ⋮ 𝑃𝑛 = (𝐶𝐷𝐶−1)𝑛 = (𝐶𝐷𝑛𝐶−1)

(35)

Jadi, 𝑃𝑛 = [1 −𝛼 1 𝛽 ] [ 𝜆1 0 0 𝜆2] 𝑛 1 𝛼 + 𝛽 [ 𝛽 𝛼 −1 1] = 1 𝛼 + 𝛽[ 1 −𝛼 1 𝛽 ] [ 𝜆1𝑛 0 0 𝜆2𝑛] [ 𝛽 𝛼 −1 1] = 1 𝛼 + 𝛽[ 1 −𝛼 1 𝛽 ] [ 1𝑛 0 0 (1 − 𝛼 − 𝛽)𝑛] [−1𝛽 𝛼1] = 1 𝛼 + 𝛽[ 1 𝛼(1 − 𝛼 − 𝛽)𝑛 1 𝛽(1 − 𝛼 − 𝛽)𝑛] [ 𝛽 𝛼 −1 1] = 1 𝛼 + 𝛽[ 𝛽 + 𝛼(1 − 𝛼 − 𝛽)𝑛 𝛼 − 𝛼(1 − 𝛼 − 𝛽)𝑛 𝛽 − 𝛽(1 − 𝛼 − 𝛽)𝑛 𝛼 + 𝛽(1 − 𝛼 − 𝛽)𝑛]. Karena 0 < 𝛼, 𝛽 < 1, |1 − 𝛼 − 𝛽| < 1 akibatnya lim

𝑛→∞(1 − 𝛼 − 𝛽) 𝑛 = 0. Jadi lim 𝑛→∞𝑃 𝑛 = 1 𝛼+𝛽[ lim 𝑛→∞𝛽 + 𝛼(1 − 𝛼 − 𝛽) 𝑛 lim 𝑛→∞𝛼 − 𝛼(1 − 𝛼 − 𝛽) 𝑛 lim 𝑛→∞ 𝛽 − 𝛽(1 − 𝛼 − 𝛽) 𝑛 lim 𝑛→∞ 𝛼 + 𝛽(1 − 𝛼 − 𝛽) 𝑛] = 1 𝛼 + 𝛽 [ 𝛽 𝛼 𝛽 𝛼].

Diberikan distribusi awal 𝜋0 = (𝜋0′ 𝜋0′′), maka distribusi limitnya adalah

lim 𝑛→∞(𝜋0𝑃 𝑛) 𝑗 = (𝜋0′ 𝜋0′′) 1 𝛼 + 𝛽 [ 𝛽 𝛼 𝛽 𝛼] = 1 𝛼 + 𝛽 [𝜋0 ′ 𝛽 + 𝜋 0 ′′𝛽 𝜋 0′ 𝛼 + 𝜋0′′𝛼] = 1 𝛼+𝛽 [ 𝛽(𝜋0 ′ + 𝜋 0′′) 𝛼(𝜋0′ + 𝜋0′′)].

Kita tahu bahwa jumlahan elemen setiap baris distribusi peluang adalah satu (𝜋0+ 𝜋 0′′ = 1) sehingga lim 𝑛→∞(𝜋0𝑃 𝑛) 𝑗 = [ 𝛽 𝛼 + 𝛽 𝛼 𝛼 + 𝛽 ]𝑗. Jadi lim 𝑛→∞ ℙ(𝑋𝑛 = 0) = 𝛽 𝛼+𝛽 dan lim𝑛→∞ ℙ(𝑋𝑛 = 1) = 𝛼 𝛼+𝛽.

Pembahasan di atas mengenai distribusi limit pada suatu rantai Markov yang memiliki matriks peluang transisi yang bersifat reguler. Namun dalam beberapa kasus tertentu matriks peluang transisi akan bernilai positif untuk 𝑡 yang sangat besar dan tidak semua rantai Markov merupakan rantai Markov

(36)

reguler. Maka dari itu, pengetahuan mengenai klasifikasi keadaan rantai Markov diperlukan untuk memeriksa suatu rantai Markov memiliki distribusi limit atau tidak tanpa melihat sifat reguler matriks peluang transisinya.

Definisi 2.2.8 (Klasifikasi keadaan rantai Markov)

Diberikan rantai Markov (𝑋𝑛)𝑛≥0 dengan ruang keadaan 𝑆 dan matriks peluang transisi 𝑃

1. Keadaan 𝑗 ∈ 𝑆 dikatakan dapat diakses (accessible) dari keadaan 𝑖 ∈ 𝑆 jika rantai Markov yang dimulai dari 𝑖 akan berada di 𝑗 setelah sejumlah hingga transisi, hal tersebut dinotasikan 𝑖 → 𝑗 jika dan hanya jika ∃𝑛 ≥ 1 , (𝑃𝑛)𝑖𝑗 > 0

2. Keadaan 𝑖 dikatakan berkomunikasi (communicate) dengan keadaaan 𝑗 jika 𝑖 → 𝑗 dan 𝑗 → 𝑖

3. Keadaan 𝑖 dikatakan menyerap (absorbing) jika 𝑃𝑖𝑖 = 1

Teorema 2.2.9

Relasi komunikasi ↔ adalah sebuah relasi ekuivalensi pada ruang keadaan 𝑆 yaitu:

1. Refleksif ( 𝑖 berkomunikasi dengan 𝑖 untuk setiap 𝑖 ∈ 𝑆 )

2. Simetris (𝑖 berkomunikasi dengan 𝑗 ⇒ 𝑗 berkomunikasi dengan 𝑖, ∀𝑖, 𝑗 ∈ 𝑆)

3. Transitif (𝑖 ↔ 𝑗, 𝑗 ↔ 𝑘 ⇒ 𝑖 ↔ 𝑘, ∀𝑖, 𝑗, 𝑘 ∈ 𝑆)

Bukti:

Pembuktian dengan menggunakan Definisi 2.2.8. 1. (sifat refleksif) diketahui bahwa 𝑃𝑖𝑗 = {

1, 𝑖 = 𝑗

0, 𝑖 ≠ 𝑗 jadi diperoleh 𝑃𝑖𝑖 > 0

sehingga 𝑖 ↔ 𝑖.

2. (sifat simetris) diketahui 𝑖 ↔ 𝑗, maka (𝑃𝑛)𝑖𝑗 > 0 dan (𝑃𝑚)𝑗𝑖 > 0 untuk

𝑛, 𝑚 ≥ 0, akibatnya 𝑗 ↔ 𝑖.

3. (sifat transitif) diketahui 𝑖 ↔ 𝑗 dan 𝑗 ↔ 𝑘 , maka terdapat 𝑛, 𝑚 ≥ 0 sehingga (𝑃𝑛1)

𝑖𝑗 > 0 dan (𝑃𝑛2)𝑗𝑖 > 0 serta (𝑃𝑚1)𝑖𝑗 > 0 dan (𝑃𝑚2)𝑗𝑖 >

0. Akibatnya (𝑃𝑛1+𝑚1)

(37)

Jadi, oleh relasi komunikasi ↔, ruang keadaan 𝑆 akan terbagi ke dalam kelas ekuivalensi dan setiap kelas ekuivalen beranggotakan keadaan-keadaan yang berkomunikasi. Jika setiap keadaan dalam rantai Markov berkomunikasi dengan semua keadaan yang lain, maka hanya ada satu kelas ekivalensi. Dalam hal ini rantai Markov dikatakan tak tereduksi (irreducible).

Selanjutnya kita akan membahas mengenai sifat transien.

Definisi 2.2.10

Untuk setiap bilangan bulat 𝑛 ≥ 1, didefinisikan

𝑓𝑖𝑖(𝑛) = ℙ(𝑋𝑛 = 𝑖, 𝑋𝑣 ≠ 𝑖, 𝑣 = 1,2, ⋯ , 𝑛 − 1 | 𝑋0 = 𝑖).

Jadi, 𝑓𝑖𝑖(𝑛) adalah peluang sistem dari keadaan 𝑖 dan untuk pertama kalinya kembali ke keadaan 𝑖 setelah 𝑛 langkah.

Berdasarkan Definisi 2.2.10, jika proses berawal dari keadaan 𝑖 , maka peluang dapat kembali ke keadaan 𝑖 pada suatu waktu adalah

𝑓𝑖𝑖 = ∑ 𝑓𝑖𝑖(𝑛) = lim 𝑁→∞∑ 𝑓𝑖𝑖 (𝑛) 𝑁 𝑛=0 ∞ 𝑛=0 .

Keadaan 𝑖 dikatakan transien jika 𝑓𝑖𝑖 < 1 atau ∑∞𝑛=0(𝑃𝑛)𝑖𝑖 < ∞. Perhatikan contoh matriks peluang transisi

𝑃 = [1⁄2 1⁄2 0 1 ]. Matriks tersebut dapat dicari 𝑃𝑛 dan limitnya yaitu

𝑃𝑛 = [(1⁄ )2 𝑛 1 − (1 2⁄ )𝑛 0 1 ] dan lim𝑛→∞𝑃 𝑛 = [0 1 0 1].

Matriks peluang transisi pada keadaan 1 dikatakan transien karena setelah prosesnya dimulai dari keadaan 1, terdapat peluang positif rantai Markov tidak akan kembali lagi ke keadaan 1.

C. Beberapa Teorema dari Kalkulus

Pada subbab ini akan membahas beberapa teorema sifat kalkulus yang akan digunakan pada pembahasan selanjutnya.

(38)

Teorema 2.3.1

Misalkan fungsi 𝑓: [𝑎, 𝑏] ⟶ ℝ terdiferensial di 𝑐 ∈ [𝑎, 𝑏]. Jika 𝑓 mencapai nilai maksimum atau minimum lokal di 𝑐, maka 𝑓′(𝑐) = 0.

Bukti:

Pembuktian dengan menggunakan kontraposisi. Menurut definisi turunan,

lim

𝑥→𝑐

𝑓(𝑥)−𝑓(𝑐)

𝑥−𝑐 = 𝑓′(𝑐).

Misalkan 𝑓′(𝑐) > 0, maka terdapat suatu 𝛿 > 0 sedemikian sehingga 𝑓(𝑥) − 𝑓(𝑐)

𝑥 − 𝑐 > 0 untuk 𝑥 ∈ (𝑐 − 𝛿, 𝑐 + 𝛿), 𝑥 ≠ 𝑐.

Akibatnya jika 𝑥 ∈ (𝑐, 𝑐 + 𝛿) , maka 𝑓(𝑥) − 𝑓(𝑐) > 0 atau 𝑓(𝑥) > 𝑓(𝑐) . Demikian juga jika 𝑥 ∈ (𝑐 − 𝛿, 𝑐) , maka 𝑓(𝑥) − 𝑓(𝑐) < 0 atau 𝑓(𝑥) < 𝑓(𝑐) . Jadi, 𝑓 tidak mungkin mencapai nilai minimum lokal di 𝑐. Hal serupa terjadi untuk 𝑓′(𝑐) < 0. Jadi, jika 𝑓′(𝑐) ≠ 0, maka 𝑓 tidak akan mencapai nilai maksimum atau minimum lokal di 𝑐. ∎

Teorema 2.3.2 (Teorema Rolle)

Misalkan 𝑓 kontinu pada [𝑎, 𝑏] dan mempunyai turunan pada (𝑎, 𝑏). Jika 𝑓(𝑎) = 𝑓(𝑏), maka ada 𝑐 ∈ (𝑎, 𝑏) sehingga 𝑓′(𝑐) = 0.

Bukti:

Karena 𝑓 kontinu pada interval kompak [𝑎, 𝑏], maka menurut sifat kekontinuan 𝑓 mencapai nilai maksimum 𝑀 di suatu 𝑐1 ∈ [𝑎, 𝑏] dan mencapai nilai minimum 𝑚

di suatu 𝑐2 ∈ [𝑎, 𝑏].

Misalkan 𝑐1 dan 𝑐2 adalah titik-titik ujung [𝑎, 𝑏] . Karena 𝑓(𝑎) = 𝑓(𝑏) , maka 𝑚 = 𝑀 dan 𝑓 konstan pada [𝑎, 𝑏] . Akibatnya 𝑓′(𝑐) = 0 untuk setiap 𝑐 ∈ (𝑎, 𝑏). Jika 𝑐1 bukan titik ujung [𝑎, 𝑏], maka 𝑐1 ∈ (𝑎, 𝑏) dan 𝑓 mencapai nilai maksimum lokal di 𝑐1. Menurut Teorema 2.3.1, 𝑓′(𝑐1) = 0. Hal serupa terjadi bila 𝑐2 bukan titik ujung [𝑎, 𝑏]. ∎

(39)

Teorema 2.3.3 (Teorema Nilai Rata-Rata)

Jika 𝑓 kontinu pada selang tertutup [𝑎, 𝑏] dan terdiferensial pada selang terbuka (𝑎, 𝑏), maka ada 𝑐 ∈ (𝑎, 𝑏) sehingga

𝑓′(𝑐) =𝑓(𝑏)−𝑓(𝑎) 𝑏−𝑎 . Bukti:

Pertama kita definisikan 𝐹: [𝑎, 𝑏] → ℝ dimana 𝐹(𝑥) ≔ 𝑓(𝑥) − 𝑓(𝑏) − ℎ(𝑥 − 𝑏) dengan ℎ =𝑓(𝑏)−𝑓(𝑎)

𝑏−𝑎 . Dalam hal ini, 𝐹 kontinu pada [𝑎, 𝑏] dan terdiferensial pada

(𝑎, 𝑏) . Diperoleh 𝐹(𝑎) = 𝑓(𝑎) − 𝑓(𝑏) −𝑓(𝑏)−𝑓(𝑎)

𝑏−𝑎 (𝑎 − 𝑏) = 0 dan 𝐹(𝑏) =

𝑓(𝑏) − 𝑓(𝑏) −𝑓(𝑏)−𝑓(𝑎)

𝑏−𝑎 (𝑏 − 𝑏) = 0 sehingga 𝐹(𝑎) = 𝐹(𝑏) . Jadi menurut

Teorema Rolle, haruslah terdapat suatu titik 𝑐 dalam (𝑎, 𝑏) sedemikian sehingga 𝐹′(𝑐) = 0. Karena 𝐹(𝑐) = 𝑓(𝑐) −𝑓(𝑏)−𝑓(𝑎) 𝑏−𝑎 , maka diperoleh 𝑓 ′(𝑐) −𝑓(𝑏)−𝑓(𝑎) 𝑏−𝑎 = 0. Jadi 𝑓′(𝑐) =𝑓(𝑏)−𝑓(𝑎) 𝑏−𝑎 . ∎ Lemma 2.3.4

Jika 𝑓: [𝑎, 𝑏] → ℝ merupakan fungsi kontinu dan 𝑓(𝑎) < 0 , 𝑓(𝑏) > 0 , maka terdapat 𝑐 ∈ (𝑎, 𝑏) sehingga 𝑓(𝑐) = 0.

Teorema 2.3.5 (Teorema Nilai Antara)

Jika 𝑓: [𝑎, 𝑏] → ℝ merupakan fungsi kontinu dan 𝑦 ∈ ℝ dengan 𝑓(𝑎) < 𝑦 < 𝑓(𝑏) atau 𝑓(𝑏) < 𝑦 < 𝑓(𝑎), maka terdapat 𝑐 ∈ [𝑎, 𝑏] sehingga 𝑓(𝑐) = 𝑦.

Bukti:

Pembuktian akan dibagi menjadi dua kasus yakni

1. Jika 𝑓(𝑎) < 𝑦 < 𝑓(𝑏) , maka didefinisikan 𝐹(𝑥) ≔ 𝑓(𝑥) − 𝑦 dan jelas bahwa 𝐹: [𝑎, 𝑏] → ℝ fungsi kontinu.

𝐹(𝑎) = 𝑓(𝑎) − 𝑦 < 0 dan 𝐹(𝑏) = 𝑓(𝑏) − 𝑦 > 0 Menurut lemma 2.3.4 terdapat 𝑐 ∈ [𝑎, 𝑏] sehingga

(40)

2. Jika 𝑓(𝑏) < 𝑦 < 𝑓(𝑎) , maka didefinisikan 𝐹(𝑥) ≔ 𝑦 − 𝑓(𝑥) dan jelas bahwa 𝐹: [𝑎, 𝑏] → ℝ fungsi kontinu.

𝐹(𝑎) = 𝑦 − 𝑓(𝑎) < 0 dan 𝐹(𝑏) = 𝑦 − 𝑓(𝑏) > 0 Menurut lemma 2.3.4 terdapat 𝑐 ∈ [𝑎, 𝑏] sehingga

𝐹(𝑐) = 0 ⇔ 𝑦 − 𝑓(𝑐) = 0 ⇔ 𝑓(𝑐) = 𝑦. Bukti selesai. ∎

Teorema 2.3.6 (Teorema Taylor)

Misalkan 𝑓 mempunyai turunan ke-𝑛 pada interval terbuka (𝑎, 𝑏) yang memuat titik 𝑐. Maka untuk setiap 𝑥 ∈ [𝑎, 𝑏] berlaku

𝑓(𝑥) = 𝑓(𝑐) + (𝑥 − 𝑐)𝑓′(𝑐) +(𝑥−𝑐)2 2! 𝑓 ′′(𝑐) + ⋯ +(𝑥−𝑐)𝑛−1 (𝑛−1)! 𝑓 (𝑛−1)(𝑐) + 𝑅 𝑛, dengan 𝑅𝑛 = 1 𝑛!(𝑥 − 𝑐)

𝑛𝑓(𝑛)(𝜉) untuk suatu 𝜉 di antara 𝑥 dan 𝑐.

Bukti:

Untuk 𝑡 di antara 𝑥 dan 𝑐, definisikan

𝐹(𝑡) = 𝑓(𝑥) − 𝑓(𝑡) − (𝑥 − 𝑡)𝑓′(𝑡) − ⋯ −(𝑥−𝑡)𝑛−1 (𝑛−1)! 𝑓 (𝑛−1)(𝑡). Perhatikan bahwa 𝐹′(𝑡) = −(𝑥−𝑡)𝑛−1 (𝑛−1)! 𝑓 (𝑛)(𝑡). Sekarang definisikan 𝐺(𝑡) = 𝐹(𝑡) − (𝑥−𝑡 𝑥−𝑐) 𝑛 𝐹(𝑐),

maka 𝐺(𝑥) = 𝐺(𝑐) = 0, sehingga menurut Teorema 2.3.1 terdapat 𝜉di antara 𝑥 dan 𝑐 sehingga 𝐺′(𝜉) = 0.

D. Proses Percabangan Tunggal

Proses percabangan adalah suatu proses stokastik yang berlangsung dari satu generasi ke generasi berikutnya yang mana setiap generasi memiliki sejumlah individu. Setiap individu dalam generasi ke-𝑛 akan secara acak menghasilkan individu dalam generasi ke-(𝑛 + 1). Proses percabangan yang paling tua dan paling sederhana adalah proses percabangan tipe tunggal (single-type branching

(41)

processes). Secara historis, proses percabangan tipe tunggal dikenal dengan nama

proses percabangan Bienaymé–Galton–Watson atau singkatnya proses BGW. Proses BGW adalah proses percabangan pada waktu diskret dengan generasi yang tidak tumpang tindih dan hanya ada satu jenis individu pada generasi awal. Secara sistematis, proses BGW untuk setiap generasi ke-𝑛, 𝑍𝑛 didefinisikan sebagai banyaknya individu pada generasi 𝑛 dengan jumlah individu awal pada generasi pertama diberi notasi 𝑍0 = 1 . Banyaknya individu keturunan setiap

generasi populasi bersifat acak dan mengikuti suatu distribusi peluang.

Definisi 2.4.1

Banyaknya individu pada generasi awal adalah 𝑍0 = 1. Apabila 𝑝𝑘 merupakan peluang satu individu generasi awal menghasilkan keturunan sebanyak 𝑘 pada generasi ke-1 (ℙ(𝑍1 = 𝑘) = 𝑝𝑘) dengan ∑∞𝑘=0𝑝𝑘= 1, maka 𝑝𝑘 disebut sebagai

distribusi keturunan (offspring distribution) dari proses BGW.

Proses BGW adalah sebuah rantai Markov (𝑍𝑛)𝑛≥0 dengan 𝑍𝑛+1

didefinisikan sebagai jumlahan variabel acak 𝑍𝑛 = 𝑘 yang saling bebas dengan distribusi keturunan (𝑝𝑘)𝑘≥0. Ini mengatakan bahwa 𝑍𝑛+1 dapat didefinisikan apabila diketahui 𝑍𝑛. Maka dari itu dapat dikatakan jika 𝑍𝑛 = 0, maka peluang

𝑍𝑛+1 memiliki distribusi keturunan adalah 0. Dengan demikian, proses BGW dapat dinyatakan sebagai rantai Markov dengan peluang transisi satu langkah

𝑃𝑖𝑗 = ℙ(𝑍𝑛+1 = 𝑗 | 𝑍𝑛 = 𝑖), 𝑖, 𝑗, 𝑛 = 0,1,2, ⋯.

Contoh 2.4.1

(42)

Gambar 2.4.1 merupakan contoh sederhana proses percabangan BGW. Pada generasi pertama 𝑍1 = 4 dan setiap individu pada generasi pertama saling bebas menghasilkan keturunan yakni 𝑌1 = 3, 𝑌2 = 0, 𝑌3 = 4, dan 𝑌4 = 1 . Hasil keturunan dari generasi pertama merupakan generasi kedua dengan 𝑍2 = 8.

Untuk 𝑍0 = 1, fungsi pembangkit peluang𝑍1 adalah 𝑓(𝑠) = 𝔼(𝑠𝑘) = ∑ 𝑝

𝑘∙𝑠𝑘 ∞

𝑘=0 , |𝑠| ≤ 1.

Sebelum melanjutkan pembahasan, kita akan membuat asumsi-asumsi berikut tanpa menyebutkannya kembali:

1. Untuk setiap 𝑘, 𝑝𝑘 ≠ 1. Jika 𝑝𝑘 = 1, maka distribusi keturunan akan

selalu sama dan tidak acak. Hal ini mengakibatkan proses percabangan menjadi deterministik.

2. 𝑝0+ 𝑝1 < 1 . Asumsi ini dibuat agar individu pada proses percabangan ada peluang memiliki keturunan lebih dari satu. 3. Nilai harapan 𝔼[𝑍1] = ∑∞𝑘=0 𝑘𝑝𝑘 adalah berhingga. Secara khusus,

ini ekivalen dengan nilai derivatif 𝑓′(1) berhingga dan menghindari satu individu memiliki tak hingga banyak keturunan.

Selanjutnya kita akan mendefinisikan iterasi dari fungsi pembangkitpeluang𝑓(𝑠) untuk 𝑍𝑛.

Definisi 2.4.2

Iterasi dari fungsi pembangkit peluang 𝑓(𝑠) didefinisikan dengan 𝑓0(𝑠) = 𝑠

𝑓1(𝑠) = 𝑓(𝑠)

𝑓𝑛+1(𝑠) = 𝑓[𝑓𝑛(𝑠)] untuk 𝑛 = 1,2,3, ⋯ (2.1)

Proposisi 2.4.3

Untuk setiap 𝑚, 𝑛 ∈ ℕ, kita memiliki 𝑓𝑚+𝑛(𝑠) = 𝑓𝑚[𝑓𝑛(𝑠)]. Bukti:

(43)

𝑓𝑚+𝑛(𝑠) = 𝑓[𝑓𝑚+𝑛−1(𝑠)]

= 𝑓[𝑓[𝑓𝑚+𝑛−2(𝑠)]] = 𝑓2[𝑓𝑚+𝑛−2(𝑠)] = ⋯ = 𝑓𝑚[𝑓𝑛(𝑠)] . ∎ Teorema 2.4.4

Fungsi pembangkit peluangdari 𝑍𝑛 adalah 𝑓𝑛(𝑠) yakni fungsi pembangkitpeluangdari 𝑍1 yang beriterasi ke-𝑛.

Bukti:

Misalkan 𝑓(𝑛) merupakan fungsi pembangkit peluanguntuk 𝑍𝑛, 𝑛 = 0,1,2, ⋯ . Peluang 𝑍𝑛+1 mempunyai 𝑙 keturunan sama dengan jumlahan peluang semua kemungkinan 𝑍𝑛 dapat memiliki 𝑙 keturunan. Diberikan 𝑙𝑖 merupakan banyaknya keturunan dari individu 𝑖 di 𝑍𝑛. Kita peroleh

ℙ(𝑍𝑛+1= 𝑙 |𝑍𝑛 = 𝑘) = ∑ 𝑝𝑙1𝑝𝑙2⋯ 𝑝𝑙𝑘

( 𝑙1,𝑙2,⋯,𝑙𝑘) 𝑙1+𝑙2+⋯+𝑙𝑘= 𝑙

(2.2)

Persamaan di atas berlaku karena setiap individu menghasilkan keturunan secara saling bebas. Dari definisi fungsi pembangkit peluang, kita tahu bahwa

𝑓(𝑛+1)(𝑠) = ∑ ℙ(𝑍𝑛+1 = 𝑙) 𝑠𝑙 ∞

𝑙=0

.

Dengan menggunakan hukum peluang total, kita peroleh

𝑓(𝑛+1)(𝑠) = ∑ 𝑠𝑙 ∞ 𝑙=0 ∑ ℙ(𝑍𝑛 = 𝑘) ∞ 𝑘=0 ℙ(𝑍𝑛+1 = 𝑙 |𝑍𝑛 = 𝑘)

dan dengan persamaan (2.2) diperoleh

𝑓(𝑛+1)(𝑠) = ∑ ℙ(𝑍𝑛 = 𝑘) ∑ 𝑠𝑙 ∞ 𝑙=0 ∑ 𝑝𝑙1𝑝𝑙2⋯ 𝑝𝑙𝑘 ( 𝑙1,𝑙2,⋯,𝑙𝑘) 𝑙1+𝑙2+⋯+𝑙𝑘= 𝑙 ∞ 𝑘=0 .

(44)

Koefisien dari (𝑓(𝑠))𝑘 tepatnya merupakan kuantitas persamaan (2.2). Jadi, kita dapatkan 𝑓(𝑛+1)(𝑠) = ∑ ℙ(𝑍𝑛 = 𝑘) ∙ [𝑓(𝑠)]𝑘 ∞ 𝑘=0 = 𝑓(𝑛)[𝑓(𝑠)], 𝑛 = 0,1,2, ⋯ = 𝑓𝑛[𝑓(𝑠)] ∎

Sekarang kita akan membahas masalah kepunahan proses BGW.

Definisi 2.4.5

Proses BGW (𝑍𝑛)𝑛≥0 dikatakan punah jika (∃𝑁 ∈ ℕ)(∀ 𝑛 ≥ 𝑁 ) 𝑍𝑛 = 0. Diberikan 𝑞 adalah peluang proses BGW yang dimulai dengan satu individu punah dan 𝑞𝑛 adalah peluang proses percabangan punah pada generasi 𝑛. Pada proses BGW ada generasi awal 𝑍0 = 1 , maka 𝑞0 = 0. Secara khusus

0 ≤ 𝑞0 ≤ 𝑞1⋯ ≤ 𝑞𝑛 ≤ 1. dan berlaku

lim

𝑛→∞𝑞𝑛 = 𝑞.

Kita ingat definisi nilai harapan peubah acak diskret adalah

𝔼(𝑋) = ∑ 𝑥 ⋅ ℙ(𝑋 = 𝑥)

∀𝑥

Jadi, untuk proses BGW diperoleh

𝑚 = ∑ 𝑘 ∙ 𝑝𝑘 ∞

𝑘=0

Jadi, nilai rata-rata banyaknya keturunan dalam proses BGW adalah

𝑚 = ∑ 𝑘 ∙ 𝑝𝑘 ∞

(45)

atau dapat dinyatakan dalam bentuk 𝑓′(1) = ∑ 𝑘 ∙ 𝑝𝑘 ∞ 𝑘=0 = 1𝑝1+ 2𝑝2+ ⋯ = 𝑚. dengan 𝑚 ∈ [0, ∞]. Lemma 2.4.6

Misalkan 𝑓(𝑠) adalah fungsi pembangkit peluang dari proses BGW. Peluang kepunahan proses BGW sama dengan akar terkecil dari persamaan 𝑠 = 𝑓(𝑠), yaitu titik tetap dari fungsi 𝑓.

Bukti:

Misalkan 𝑘 adalah banyaknya keturunan pada generasi pertama. Kita dapat menganggap 𝑘 sebagai generasi ke-0 dari proses percabangan yang baru. Jadi kita punya

𝑞𝑛 = ∑∞𝑘=0𝑝𝑘(𝑞𝑛−1)𝑘= 𝑓(𝑞𝑛−1).

Kita peroleh 𝑞𝑛 = 𝑓(𝑞𝑛−1). Kita ambil limitnya sehingga 𝑞 = 𝑓(𝑞). Sekarang akan ditunjukkan bahwa 𝑞 merupakan akar terkecil. Karena ℙ(𝑍𝑛 = 0) = 𝑓𝑛(0),

𝑞 = lim

𝑛→∞𝑞𝑛 = lim𝑛→∞𝑓𝑛(0).

Fungsi 𝑓 tersebut tak turun, jadi jika ada akar lain 𝑞∗ dari persamaan titik tetap,

maka akan diperoleh

𝑞 = lim

𝑛→∞𝑓𝑛(0) ≤ lim𝑛→∞𝑓𝑛(𝑞

) = 𝑞.

Jadi, 𝑞 adalah akar terkecil dari persamaan titik tetap. ∎

Lemma 2.4.7

Diberikan 𝑠 ∈ [0,1], 𝑓′(𝑠) dan 𝑓′′(𝑠) keduanya adalah positif.

Bukti:

(46)

Sehingga kita punya 𝑓′(𝑠) = ∑ 𝑘 𝑝𝑘 𝑠𝑘−1 = ∞ 𝑘=1 𝑝1+ 2𝑝2𝑠 + 3𝑝3𝑠2+ ⋯ dan 𝑓′′(𝑠) = ∑ 𝑘 (𝑘 − 1)𝑝 𝑘 𝑠𝑘−2 = ∞ 𝑘=2 2𝑝2+ 3 ∙ 2 𝑝3𝑠 + 4 ∙ 3𝑝4𝑠2+ ⋯.

Kita tahu bahwa 𝑠 ∈ [0,1], semua nilai 𝑝𝑖 > 0 untuk sebarang 𝑖 ≥ 2. Jadi 𝑓′(𝑠) dan 𝑓′′(𝑠) keduanya adalah positif. ∎

Teorema 2.4.8

Misalkan (𝑍𝑛)𝑛≥0 adalah proses BGW dengan distribusi keturunan (𝑝𝑘)𝑘≥0 dan memenuhi tiga asumsi di atas yang telah disepakati.

1. Jika 𝑚 ≤ 1, maka peluang kepunahan 𝑞 = 1.

2. Jika 𝑚 > 1 , maka peluang kepunahan 𝑞 adalah nilai tunggal di dalam [0,1) yang memenuhi persamaan 𝑓(𝑠) = 𝑠.

Bukti:

Kita harus mencari akar terkecil dari persamaan titik tetap. Mudah untuk menunjukkan 𝑠 = 1 adalah solusi. Jika 𝑠 = 1, maka

𝑓(𝑠) = 𝑓(1) = ∑ 𝑝𝑘(1)𝑘= ∞ 𝑘=0 ∑ 𝑝𝑘 = ∞ 𝑘=0 1

Karena 𝑓 adalah fungsi pembangkit peluang. Ingat bahwa 𝑚 adalah nilai rata-rata banyaknya keturunan dan 𝑚 = 𝑓′(1) . Kita akan membuktikan Teorema 2.4.8 menjadi dua kasus.

1. Untuk 𝑚 ≤ 1 . Pertama kita andaikan 𝑠 = 0 adalah akar, maka 𝑓(0) = 𝑝0 = 0. Namun dilain pihak jika 𝑚 ≤ 1, maka 𝑝0 ≠ 0 dan ini melanggar asumsi yang telah dibuat. Jadi, haruslah 𝑠 = 0 bukan akar. Sekarang asumsikan ∃𝑠 ∈ (0,1) adalah akar dengan 𝑠 = 𝑓(𝑠). dari Lemma 2.4.7 kita tahu bahwa 𝑓′′(𝑠) positif dan ketidaksamaan 𝑓′(𝑠) < 𝑓(1) ⟺ 𝑚 < 1 ,

(47)

𝑓′(𝑐) =𝑓(1)−𝑓(𝑠)

1−𝑠 = 1 untuk suatu 𝑐 ∈ (𝑠, 1).

Namun untuk 𝑐 ∈ (𝑠, 1), kita tahu bahwa 𝑓′(𝑐) < 1 dan kontradiksi. Jadi, 1 adalah akar tak negatif terkecil dan peluang kepunahannya adalah 1. 2. Untuk kasus 𝑚 > 1. Jika 𝑠 = 0 adalah akar, maka 𝑓(0) = 𝑝0 = 0, jelas

bahwa akar terkecil pada interval [0,1] . Sekarang andaikan 𝑝0 > 0 sedemikian sehingga 𝑓(0) = 𝑝0 > 0 dan dengan menggunakan Teorema

2.3.6 diperoleh 𝑓′(1) > 1. Kita punya bahwa 𝑓(𝑠) < 𝑠 jika 𝑠 cukup dekat

dengan 1. Dengan Teorema 2.3.5, kita tahu ∃𝑥 ∈ (0,1) sedemikian sehingga 𝑓(𝑥) = 𝑥. Jadi, jika 𝑚 > 1, maka ada akar pada interval [0,1] sehingga peluang kepunahannya kurang dari 1. ∎

Dari Teorema 2.4.8 dapat disimpulkan bahwa proses BGW bertahan untuk selamanya jika dan hanya jika 𝑚 > 1 namun bergantung pada keseluruhan distribusi keturunan (𝑝𝑘)𝑘≥1 melalui fungsi pembangkit peluang.

Contoh:

1. Diberikan sebuah proses percabangan (𝑍𝑛)𝑛≥0 dengan 𝑍0 = 1 memiliki distribusi keturunan 𝑝0 =1

8, 𝑝1 = 7

8 dan 𝑝𝑘 = 0, 𝑘 = 2,3, ⋯.

Maka diperoleh fungsi pembangkit peluang untuk 𝑍1 adalah 𝑓(𝑠) = ∑ 𝑝𝑘∙𝑠𝑘 ∞ 𝑘=0 =1 8+ 7 8𝑠 dan fungsi pembangkit peluang untuk 𝑍2 adalah 𝑓2(𝑠) = 𝑓(𝑓(𝑠)) = 𝑓 ( 1 8+ 7 8𝑠) = 1 8+ 7 8( 1 8+ 7 8𝑠) = 1 8(1 + 7 8) + ( 7 8) 2 𝑠.

2. Diberikan suatu proses percabangan 𝑍𝑛 dengan 𝑍0 = 1 memiliki distribusi keturunan 𝑝0 = 1 3, 𝑝1 = 1 6 dan 𝑝2 = 1 2.

(48)

𝑚 = ∑ 𝑘 ∙ 𝑝𝑘 ∞ 𝑘=0 = (0 ∙1 3+ 1 ∙ 1 6+ 2 ∙ 1 2) = 7 6> 1.

Berdasarkan teorema 2.4.8, peluang bertahan hidup 1 − 𝑞 pada kasus ini bernilai positif. Karena

𝑓(𝑠) = ∑ 𝑝𝑘∙𝑠𝑘 =1 3𝑠 0+1 6𝑠 1+1 2𝑠 2 =1 3+ 1 6𝑠 + ∞ 𝑘=0 1 2𝑠 2,

peluang kepunahan 𝑞 adalah nilai tunggal di dalam [0,1) yang memenuhi persamaan 𝑓(𝑠) = 𝑠, yaitu 𝑓(𝑠) = 𝑠 1 3+ 1 6𝑠 + 1 2𝑠 2 = 𝑠 1 3+ 1 6𝑠 − 𝑠 + 1 2𝑠 2= 0 1 3− 5 6𝑠 + 1 2𝑠 2 = 0 1 6(3𝑠 − 2)(𝑠 − 1) = 0 𝑠 =2 3 atau 𝑠 = 1.

𝑞 adalah solusi di dalam [0,1) sehingga 𝑞 yang memenuhi adalah 2

3. Jadi,

dengan berawal satu individu ada peluang 1

3 untuk proses percabangan

(49)

PROSES PERCABANGAN MULTI-TIPE A. Proses Percabangan Multi-Tipe

Proses percabangan multi-tipe muncul dalam biologi. Misalnya dalam populasi genetika pewarisan alel atau dikenal sebagai Hukum Mendel I, ada tiga sifat genotipe yaitu AA, Aa, dan aa dapat digunakan sebagai model. Jadi, ada tiga tipe individu pada generasi awal atau 𝑍0 = 3. Contoh lain pada bidang fisika dengan kaskade sinar x yang melibatkan elektron dan proton, elektron menghasilkan proton dan proton menghasilkan elektron sehingga ada 2 tipe pada generasi awal atau 𝑍0 = 2. Kedua contoh

kasus tidak dapat diselesaikan dengan menggunakan proses percabangan tunggal sehingga perlu menggunakan proses percabangan multi-tipe untuk menyelesaikan kasus tersebut.

Proses percabangan multi-tipe merupakan proses percabangan yang memungkinkan adanya berbagai jenis individu pada generasi awal dan setiap individu berperilaku independen dengan individu yang lain. Setiap individu memiliki sifat yang sama yakni menghasilkan individu baru dengan distribusi peluang dari generasi ke generasi berikutnya. Pada skripsi ini, kita mengasumsikan proses percabangan multi-tipe memiliki 𝑚 jenis individu pada generasi awal.

Definisi 3.1.1

Untuk setiap generasi ke-𝑛, 𝒁𝑛 merupakan vektor variabel acak berdimensi

𝑚 yang menyatakan banyaknya individu bertipe 𝑖 pada generasi ke 𝑛 dari proses percabangan multi-tipe dan 𝒁0 = 𝒆𝑖 untuk 𝑖 = 1,2,3, … , 𝑚 dengan 𝒆𝑖 adalah vektor basis standar berdimensi 𝑚 bertipe ke 𝑖.

Definisi 3.1.2

Pada proses percabangan multi-tipe, diberikan suatu vektor 𝐤 berdimensi 𝑚 atau 𝐤 = (𝑘1 𝑘2 ⋯ 𝑘𝑚), 𝑘𝑖 ∈ ℕ. Vektor 𝐤 mempresentasikan keturunan dari setiap tipe yang dibentuk oleh individu dengan 𝑘1 merupakan

(50)

keturunan (offspring vector).

Definisi 3.1.3

Untuk setiap individu bertipe 𝑖 = 1,2, ⋯ , 𝑚 , 𝑝𝑖(𝐤) merupakan peluang individu bertipe 𝑖 memiliki vektor keturunan 𝐤 dengan ∑ 𝑝𝒌 𝑖(𝐤) = 1. 𝑝𝑖(𝐤) disebut sebagai distribusi keturunan dari proses percabangan

multi-tipe.

Pada proses percabangan tunggal yang ada pada pembahasan sebelumnya, kita menggunakan 𝑝𝑘 untuk menunjukkan peluang satu individu pada generasi awal menghasilkan 𝑘 individu. Namun pada proses percabangan multi-tipe, kita menggunakan notasi 𝑝𝑖(𝐤) untuk

menunjukkan peluang individu bertipe 𝑖 memiliki vektor keturunan 𝐤.

Contoh 3.1.4

Gambar 3.1.1

Gambar 3.1.1. merupakan contoh proses percabangan 2 tipe. Misalkan suatu populasi bakteri memiliki dua kemungkinan alel yaitu A dan B. Alel A tidak menghasilkan keturunan dengan peluang 0.2 dan aktif membelah untuk menghasilkan keturunan dengan peluang 0.8 . Alel A memiliki kemungkinan mutasi sehingga salah satu keturunannya akan memiliki alel B dengan peluang 0.0002. Begitu pula dengan alel B memiliki peluang sebesar 0.1 tidak menghasilkan keturunan dan aktif membelah dengan peluang 0.9 yang memiliki risiko mutasi 0.001. Dari gambar 3.1.1 kita peroleh 𝒁1 = ( 4 4 ).

(51)

generasi awal 𝒁0 selalu ditentukan dan tidak acak.

Definisi 3.1.5

Jika 𝒁0 = 𝒆𝑖, 𝑖 = 1,2,3, … , 𝑚 maka fungsi pembangkit peluang dengan distribusi keturunan individu-individu bertipe 𝑖 dari 𝒁1 adalah

𝑓𝑖(𝐬) = ∑ 𝑝𝑖(𝐤) 𝑠1𝑘1𝑠2𝑘2⋯ 𝑠𝑚𝑘𝑚 𝒌

dimana 𝒔 = (𝑠1 𝑠2 ⋯ 𝑠𝑚) merupakan vektor berdimensi 𝑚 dengan ∥ 𝑠 ∥ ≤ 1.

Untuk setiap 𝑛 > 0, 𝒁𝑛 merupakan variabel acak bernilai vektor.

Misalkan 𝐍𝑖 dengan 𝑖 = 1,2,3, ⋯ , 𝑚 adalah variabel acak bernilai vektor sedemikian hingga 𝑃[𝐍𝑖 = 𝑘] = 𝑝𝑖(𝐤) . Apabila 𝑖 ditetapkan dan 𝐘𝑖𝑗 adalah variabel acak bernilai vektor untuk keturunan tipe 𝑗 dari individu tipe 𝑖 yang berdistribusi sama dengan 𝐍𝑖. Jika

𝒁𝑛−1 = (𝑍1(𝑛−1) 𝑍2(𝑛−1) ⋯ 𝑍𝑚(𝑛−1)), kita peroleh 𝒁𝑛 = ∑ ∑ 𝐘𝑖𝑗 𝑍𝑖(𝑛−1) 𝑗=1 𝑚 𝑖=1 (3.1)

dengan 𝑍𝑖(𝑛−1)= 0 untuk sebarang 𝑖 yang bersesuaian diinterpretasikan sebagai vektor 0. Jumlah di atas membuat vektor keturunan 𝐤 yang sesuai untuk masing-masing individu di 𝑍𝑖(𝑛−1) menghasilkan 𝒁𝑛. Ini mengatakan bahwa pada proses percabangan multi-tipe, jika 𝒁𝑛−1 = (𝑘1 𝑘2 ⋯ 𝑘𝑚) maka 𝒁𝑛 merupakan jumlahan dari vektor acak saling bebas 𝑘1+ 𝑘2+ ⋯ + 𝑘𝑚 , dimana 𝑘1 mempunyai fungsi pembangkit peluang 𝑓1 , 𝑘2

mempunyai fungsi pembangkit peluang𝑓2 dan seterusnya hingga 𝑘𝑚 mempunyai fungsi pembangkit peluang 𝑓𝑚. Ini merupakan sifat dari rantai Markov. Maka dari itu, proses percabangan multi-tipe dapat dinyatakan sebagai rantai Markov (𝒁𝑛)𝑛≥0 dengan peluang transisi stasioner dan

didefinisikan ruang keadaan 𝑋 sebagai himpunan vektor berdimensi 𝑚. Selanjutnya kita akan mendefinisikan fungsi pembangkit peluang untuk 𝒁𝑛 dengan

Gambar

Gambar 2.4.1 merupakan contoh sederhana proses percabangan BGW. Pada  generasi  pertama

Referensi

Dokumen terkait

Pemeriksaan kontinuitas masing-masing batang komutator dengan poros armature9. Pemeriksaan kontinuitas antara terminal

Tujuan dari penelitian ini adalah : (1) untuk mengetahui pemodelan kemiskinan di Provinsi Jawa Barat dengan menggunakan Mixed Geographically Weighted Regression

Modal kerja adalah salah satu unsur aktiva yang sangat penting dalam perusahaan, karena tanpa modal kerja maka perusahaan tidak dapat memenuhi kebutuhan dana untuk

Penelitian ini bertujuan (a) mengkaji tingkat keterampilan komunikasi sains siswa setelah pembelajaran menggunakan model pembelajaran berbasis masalah pada siswa kelas X

Contoh : lembaga survey TV One pada saat pemilu tahun lalu tetap mempertahankan pendapat mereka bahwa Prabowo yang akan menjadi calon presiden terpilih walaupun mereka

(2013) examined the effect of using international standards of financial reporting on the accounting information quality in firms listed on the Athens Stock Exchange..

hubungan masyarakat dan publisitas tidak berpengaruh positif terhadap preferensi, yakni hanya dapat menaikkan preferensi di STIE Widya Wiwaha Yogyakarta sebesar 3,9% dengan

Proses kegiatan belajar mengajar pada SMA ‘Aisyiyah 1 Palembang telah didukung oleh tekno logi informasi seperti absensi, jadwal, materi, tugas, nilai dan