• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) 2.1.1. Botani

Tanaman kelapa sawit termasuk ke dalam tanaman monokotil. Secara taksonomi kelapa sawit dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae

Ordo : Palmales

Famili : Palmae

Sub Famili : Cocoideae

Genus : Elaeis

Spesies : Elaeis guineensis Jacq

Tanaman kelapa sawit dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu bagian Vegetatif dan Generatif. Bagian Vegetatif adalah akar, batang dan daun sedangkan bagian Generatif adalah perkembangan dari bunga dan buah.

2.2. Kriteria Kelas Kesuaian Lahan

Menurut PPKS, 2006. Berbagai jenis tanah mineral di Indonesia cukup sesuai untuk pengembangan kelapa sawit baik Ultisol, Inceptisol, Entisol, maupun Oxisol. Pada jenis – jenis tanah tersebut beberapa sifat fisik tanah dan lahan yang perlu diperhatikan pada tanah mineral adalah :

a).Solum yang tebal, tidak kurang dari 80 cm.

b).Tekstur tanah yang optimal, yaitu perbandingan pasir 20 – 60%, debu 10 – 40%, dan liat 20 – 50%.

c).Drainase yang baik untuk menjamin respirasi akar berlangsung baik d).Topografi yang tidak terlalu ekstrim sehingga memudahkan

(2)

Penilaian kesesuaian lahan baik secara aktual maupun secara potensial. Penilaian secara aktual ditunjukan secara karakterisktik lahan pada keadaan sebelum diperbaiki. Sedangkan penilaian potensial ditunjukkan terhadap karakteristik terhadap karakteristik lahan setelah di perbaiki.

Tanaman kelapa sawit memerlukan beberapa persyaratan tertentu untuk pertumbuhannya, antara lain letak tinggi tempat dari atas permukaan laut, keadaan tanah, topografi, drainase dan iklim. Dalam perkembangan penilaian kesesuaian lahan yang terakhir untuk mengekspresikan potensi lahan, Pusat Penelitian Kelapa Sawit telah mengembangkan penilaian kelas kesesuaian lahan yang ditetapkan berdasarkan jumlah dan intensitas faktor pembatasnya (Lubis, 2008).

Karakteristik lahan merupakan dasar dalam penentuan layak tidaknya suatu areal untuk perkebunan kelapa sawit, dan tinggi atau rendahnya intensitas faktor penentu suatu areal (Sulistyo, 2010). Kriteria kelas kesesuaian lahan untuk kelapa sawit pada tanah mineral dapat dilihat pada tabel 2.4.

(3)

Tabel 2.1. Kriteria Kesesuain Lahan Kelapa Sawit Pada Tanah Mineral

Pe rs yaratan pe nggunaan

/ karakte ris tik lahan S1 S2 S3 N

Te mpe ratur (tc) >28 – 31 >31 – 33 >33 22 – <24 20 – <22 <20

Ke te rse di aan ai r (wa)

1.450 – <1.700 1.250 – <1.450 <1.250 >3.000 - -1 – <2 2 – 3 >3 - -

-Ke te rse di aan oksi ge n (oa)

Drainase baik, agak baik agak t erhambat t erhambat , agak cep at sangat t erhambat , cep at Me di a pe rakaran (rc) T ekst ur halus, agak halus,

sedang agak kasar kasar

Bahan kasar (%) < 15 15 - 35 35 – 55 > 55 Kedalaman t anah (cm) > 100 75 - 100 50 – 75 < 50

Gambut:

Ket ebalan (cm) < 100 100 - 200 200 – 300 > 300 Kemat angan Sap rik sap rik,

hemik Hemik fibrik Re te nsi hara (nr) KT K t anah (cmol/kg) > 16 M ay -16 < 5 Kejenuhan basa (%) > 20 ≤ 20 p H H2O 5,0 - 6,5 4,2 - 5,0 < 4,2 6,5 - 7,0 > 7,0 C-organik (%) > 0,8 ≤ 0,8

Hara Te rse di a (na)

N t ot al (%) Sedang rendah sgt rendah -P2O5 (mg/100 g) Sedang rendah sgt rendah -K2O (mg/100 g) Sedang rendah sgt rendah

-Toksi si tas (xc) Salinit as (dS/m) < 2 02-M ar 3 – 4 > 4 S odi si tas (xn) Alkalinit as/ESP (%) - - - -Bahaya sul fi di k (xs) Kedalaman sulfidik (cm) > 100 75 - 100 50 – 75 < 50 Bahaya e rosi (e h) Lereng (%) < 8 Aug-15 15 – 30 > 30 Bahay a erosi sgt ringan ringan -

sedang

Berat sgt berat

Bahaya banji r/ge nangan pada masa tanam (fh)

- Tinggi (cm) - 25 25-50 >50

- Lama (hari) - <7 Jul-14 >14

Pe nyi apan l ahan (l p)

Bat uan di p ermukaan (%) < 5 M ay -15 15 – 40 > 40 Singkap an bat uan (%) < 5 M ay -15 15 – 25 > 25 Jumlah Bulan Kering (<100

mm/bulan)

<1

No

1

2

Ke las ke s e s uaian lahan

T emp erat ur Rat a-rat a T ahunan (°C)

24 – 28

Curah Hujan T ahunan (mm/t ahun) 1.700 – 3.000 4 3 13 12 11 10 9 8 7 6 5

Sumber: Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian, (2016)

Kelas lahan menurut FAO (1976) dibagi menjadi 2 yaitu kelas sesuai (S) dan kelas tidak sesuai (N). Kelas sesuai dibagi menjadi 3 sub kelas yaitu kelas sangat sesuai (S1), kelas sesuai (S2), dan kelas agak sesuai (S3). Kelas tidak sesuai dibagi menjadi 2 sub kelas yaitu kelas tidak sesuai bersyarat (N1) dan kelas tidak sesuai permanen (N2). Kriteria masing – masing kelas lahan disajikan pada tabel 2.5.

(4)

Tabel 2.2. Klasifikasi Kelas Kesesuaian Lahan. KELAS KESESUAIAN LAHAN KRITERIA KELAS S1 (sangat sesuai)

Lahan yang memiliki tidak lebih dari satu pembatas ringan (optimal)

KELAS S2 (sesuai)

Lahan yang memiliki tidak lebih dari satu pembatas ringan dan/atau tidak memiliki lebih dari satu pembatas sedang

KELAS S3 (kurang sesuai)

Lahan yang memiliki lebih dari satu pembatas sedang dan/atau tidak memiliki lebih dari satu pembatas berat

KELAS N1 (Tidak Sesuai Bersyarat)

Lahan yang memiliki dua atau lebih pembatas berat yang masih dapat diperbaiki

KELAS N2 (Tidak Sesuai Permanen)

Lahan yang memiliki pembatas berat yang tidak dapat diperbaiki

Sumber : Lubis, (2008)

2.3. Potensi Produksi

Selain berdasarkan kelas kesesuaian lahannya, potensi produksi juga dipengaruhi oleh bibit yang digunakan. Pemilihan bibit kelapa sawit yang baik dan berkualitas dapat menghasilkan produksi yang maksimal. Potensi produksi adalah kemungkinan yang dapat dihasilkan atau sesuatu hal yang memiliki potensi tertentu untuk dimanfaatkan secara maksimal dalam hal ini adalah potensi produksi kelapa sawit berupa Tandan Buah Segar (TBS). Produktifitas kelapa sawit ditentukan oleh karakteristik lahan yang berbeda pada setiap wilayah pengembangannya. Berlum tercapainya produktifitas tersebut berhubungan erat dengan kondisi iklim, yang menentukan kelas kesesuaian lahan meliputi pertumbuhan dan produksi tanaman kelapa sawit yang berbeda- beda pada setiap jenis tanah sebagai akibat perbedaan sifat fisik dan kimia tanah.

(5)

Tabel 2.3.Potensi Produksi Kelapa Sawit Umur 3 – 25 Tahun Pada Setiap Kelas Kesesuaian Lahan

Umur (th) KKL S1 KKL S2 KKL S3

Ton TBS RBT RJT/ phn Ton TBS RBT RJT/ phn Ton TBS RBT RJT/ phn

3 9 3,2 21,6 7,3 3,1 18,1 6,2 3 17,9 4 15 6 19,2 13,5 5,9 17,6 12 5,3 17,4 5 18 7,5 18,5 16 7,1 17,3 14,5 6,7 16,6 6 21,1 10 16,2 18,5 9,4 15,1 17 8,5 15,4 7 26 12,5 16 23 11,8 15 22 10 15,7 8 30 15,1 15,3 25,5 13,2 14,9 24,5 12,7 14,8 9 31 17 14 28 16,5 13,1 26 15,5 12,9 10 31 18,5 12,9 28 17,5 12,3 26 16 12,5 11 31 19,6 12,2 28 18,5 11,6 26 17,4 11,5 12 31 20,5 11,6 28 19,5 11 26 18,5 10,8 13 31 21,1 11,3 28 20 10,8 26 19,5 10,3 14 30 22,5 10,3 27 20,5 10,1 25 20 9,6 15 27,9 23 9,3 26 21,8 9,2 24,5 20,6 9,1 16 27,1 24,5 8,5 25,5 23,1 8,5 23,5 21,8 8,3 17 26 25 8 24,5 24,1 7,8 22 23 7,4 18 24,9 26 7,4 23,5 25,2 7,2 21 24,2 6,7 19 24,1 27,5 6,7 22,5 26,4 6,6 20 25,5 6 20 23,1 28,5 6,2 21,5 27,8 5,9 19 26,6 5,5 21 21,9 29 5,8 21 28,6 5,6 18 27,4 5,1 22 19,8 30 5,1 19 29,4 5 17 28,4 4,6 23 18,9 30,5 4,8 18 30,1 4,6 16 29,4 4,2 24 18,1 31,9 4,4 17 31 4,2 15 30,4 3,8 25 17,1 32,4 3,9 16 32 3,8 14 31,2 3,6 Jlh 553 481,8 249,4 505,3 462,5 235,3 461,2 442,4 227,7 Rerata 24 20,9 10,8 22 20,1 10,2 20 19,2 9,9 Sumber : Lubis, (2008)

Keterangan:TBS= Tandan buah segar (ton/ ha/ thn). RBT= Rerata Berat Tandan (kg/ tandan), RJT=Rerata Jumlah Tandan(tandan/pohon)

2.4. Pemupukan Tanaman Kelapa Sawit

2.4.1. Kebutuhan Unsur Hara

Menurut Lubis, 2008. Seperti tanaman lainnya, maka kelapa sawit juga membutuhkan unsur hara makro N, P, K, Mg dan Ca serta unsur mikro seperti B, CI, S, Zn, Cu dan lain – lain. Hara ini diambil tanaman dari dalam tanah dalam bentuk yang telah tersedia. Persediaan dalam tanah tidak selalu cukup dan perlu ditambah dalam bentuk pupuk. Disamping itu sebagian hara diperoleh dari hancuran sisa tanaman yang berasal dari pokok itu sendiri

(6)

misalnya bekas pelepah daun atau tandan kosong baik yang tinggal di lapangan maupun yang dikembalikan ke lapangan. Untuk mencapai produksi yang diinginkan, jumlah hara yang dibutuhkan oleh tanaman dan yang harus ditambahkan dalam bentuk pupuk organik dan anorganik tergantung pada tingkat kebutuhan haranya. Dengan kata lain, pemberian pupuk harus disesuaikan dengan tingkat ketersediaan hara dalam tanah yang diserap tanaman.

2.4.2. Prinsip Pemupukan

Aplikasi pemupukan di perkebunan kelapa sawit merupakan investasi yang cukup besar dalam rangka mencapai produksi kelapa sawit secara optimal. Mengingat hal tersebut, pupuk harus dapat digunakan secara efisien dan tepat sasaran (Wahyuni, 2013). Prinsip pemupukan sebaiknya dilakukan dengan menggunakan sistem 4 T yaitu : Tepat Jenis, Tepat Waktu, Tepat cara, Tepat Dosis.

a. Tepat Jenis

Pupuk yang berkembang di Indonesia untuk tanaman kelapa sawit dapat dikelompokkan menjadi pupuk anorganik dan organik. Pupuk anorganik terbagi atas pupuk tunggal, pupuk campuran, pupuk majemuk, dan pupuk lambat tersedia (tablet). Selain itu akhir – akhir ini juga beredar pupuk mikrobiologis yang mengandung berbagai jenis mikrobia. Pemilihan jenis pupuk oleh kebun disarankan agar dilakukan secara hati – hati, mengingat banyaknya jenis pupuk yang beredar di pasar dengan berbagai bentuk dan komposisi hara (Sulistyo, 2010).

Jenis pupuk yang dipakai dibeberapa kebun masih belum sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan. Harga pupuk yang relatif mahal menjadi salah satu sebab banyaknya pupuk – pupuk berkualitas rendah dengan harga murah digunakan di perkebunan kelapa sawit (Sutarta dan Witjaksana, 2009).

(7)

Menurut jumlahnya, unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman kelapa sawit dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:

1. Unsur hara makro yaitu unsur hara yang dibutuhkan tanaman kelapa sawit dalam jumlah yang banyak terdiri dari N, P, K, Mg dan S

2. Unsur hara mikro yaitu unsur hara yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang sedikit, terdiri dari B, Cu, Zn, Fe, Cl, Mo, dan Mn (Wahyuni, 2013).

Penggantian suatu jenis pupuk dengan pupuk lainnya dapat dilakukan dengan memperhatikan kandungan unsur hara serta kesetimbangan dan pengaruh bahan ikutannya (Wahyuni, 2013).

Tabel 2.4. Unsur Hara Makro, Jenis Pupuk dan Kandungan Unsur Hara Kategori No Unsur Hara Jenis Pupuk Kandungan Hara

Makro 1 Nitrogen (N) 1. Urea 2. Amonium Sulfat (ZA) 46% N 21, 24 S 2 Pospor (P) 1. TripleSuper (TSP) 2. Rock phospat (RP) 46%P2O5,28CaO 34%P2O5,35CaO 3 Kalium (K) 1. Muriate of Potash 60%K2O,50%CL 4 Magnesium (Mg) 1. Kieserit 2. Dolomit 27%MgO,22%S 18-20%MgO, 50%CaO 5 Kalsium (Ca) 1. Limestone

Dust

50%CaO,1-3MgO

Mikro

6 Boron (B) HGFB 48%B2O3

7 Tembaga (Cu) Copper Sulphate 23-25%Cu 8 Seng (Zn) Zinc Sulphate 20-23%Zn 9 Besi (Fe) Ferrous Sulphate 18-20%Fe Sumber: Sianipar, (2010)

b. Tepat Dosis

Dosis pupuk yang direkomendasikan didasarkan kepada berbagai faktor yaitu sejumlah unsur hara yang terbawa dalam TBS sewaktu panen, unsur hara yang terimmobilisasi dalam batang dan pelepah, unsur hara yang difiksasi

(8)

oleh tanah dan estimasi kehilangan unsur hara akibat aliran permukaan setelah pupuk diaplikasikan (Mangoensoekarjo, 2007).

Standar pemupukan kelapa sawit menghasilkan disajikan pada tabel 2.8. Standar ini bersifat umum yang perlu disesuaikan dengan potensi produksi tanaman dan kondisi lahan setempat, terutama kesuburan tanahnya.

Tabel 2.5 Dosis Pemupukan Tanaman Menghasilkan Pada Tanah Mineral Kelompok

Umur (Tahun)

Dosis Pupuk (Gram/Pohon)

Urea SP-36 MOP (KCL) Kiserite Jumlah 3-8 2,00 1,50 1,50 1,00 6,00 9-13 2,75 2,25 2,25 1,50 8,75 14-20 2,50 2,00 2,00 1,50 7,75 Sumber: PPKS,(2005)

Nutrisi yang berlebih juga dapat menyebabkan gangguan penyerapan antar beberapa nutrisi. Pada tanaman kelapa sawit pemberian urea yang berlebihan dapat menyebabkan pelepah mudah patah. Prinsipnya semua nutrisi yang diberikan harus sesuai kebutuhan tanaman.

c. Tepat Cara

Cara aplikasi pupuk ditentukan berdasarkan beberapa pertimbangan, diantaranya jenis pupuk, topografi lahan, daan kondisi drainase tanah. Dua cara pemupukan umumnya adalah sistem tebar dan sistem benam (pocket system). Berdasarkan keadaan lahan, sistem tebar dapat dilakukan di piringan pohon hingga ke gawangan.Sistem benam umumnya dilakukan untuk mengurangi kehilangan pupuk akibat penguapan atau aliran air permukaan (Winarna dan Sutarta, 2009).

Semua pupuk yang mengandung CaO seperti RP, Dolomit, atau CaCO3 direkomendasikan untuk ditabur paling tidak dua minggu sebelum penaburan Urea atau ZA.Upaya ini bermaksud agar kehilangan N dalam bentuk amoniak dapat ditekan sekecil mungkin (Mangoensoekarjo, 2007). Waktu pemupukan harus dihentikan (terutama pupuk N), yaitu jika:

(9)

a. Periode terpanjang tidak turun hujan 20 hari (terlalu kering) b. Jumlah hari hujan > 20 hari/bulan (terlalu banyak hujan) c. Intensitas hujan harian tinggi > 30 mm/hari (kelebihan hujan) d. Tanah terlalu jenuh air (lewat kapasitas air tergenang)

d. Tepat Waktu

Menurut Mangoensoekarjo, 2007. Bahwa masalah waktu aplikasi menjadi masalah yang perlu mendapat perhatian khusus.Dalam manajemen pemupukan kelapa sawit, enam bulan sebelum aplikasi seharusnya sejumlah pupuk yang diperlukan pada semester tertentu harus sudah berada di gudang pupuk.

Untuk menghindari kehilangan pupuk akibat pencucian akibat maupun penguapan maka pemupukan dapat dilakukan pada bulan dengan curah hujan 60 – 200 mm/bulan (optimum pada 100 - 200 mm/ bulan). Bila curah hujan < 60 mm/bulan maka sebaiknya pemupukan ditunda dan menunggu curah hujan > 60 mm/bulan.Begitu juga sebaliknya pemupukan ditunda jika curah hujan > 300 mm/bulan (Winarna dan Sutarta, 2011).

Menurut Winarna dan Sutarta, 2011. Dalam prakteknya di lapangan untuk perkebunan kelapa sawit dapat digunakan pedoman sebagai berikut :

1. Waktu mulai pemupukan adalah bila sudah turun hujan 50 mm/10 hari. 2. Pemupukan harus berhenti terutama aplikasi N yakni apabila hari tidak

hujan berturut- turut mencapai 20 hari, jumlah hari hujan > 20 hari/bulan, intensitas curah hujan tinggi > 30 mm/hari, tanah jenuh air.

2.4.3. Manajemen Pemupukan

Peranan pupuk pada tanaman telah terbukti cukup nyata sekali baik untuk mempertahankan kesehatan tanaman, pertumbuhan vegetatif maupun produksi secara optimal. Disamping itu dari segi biaya pemupukan merupakan komponen biaya terbesar dalam biaya tanaman. Biaya pemupukan pada akhir – akhir ini meningkat secara drastis akibat naiknya harga pupuk sementara harga

(10)

Peran penting pemupukan tersebut pada kenyataannya belum sepenuhnya disadari oleh

pelaksana di lapangan.

(Tambunan, 2013)

Manajemen aplikasi pupuk dilapangan akan mencakup mulai dari pemilihan jenis pupuk sampai dengan aplikasinya di lapangan dengan segala prosedur yang seharusnya diikuti. Upaya pemupukan pada tanaman kelapa sawit harus dapat menjamin pertumbuhan vegetatif dan generatif yang normal sehingga dapat memberikan produksi tandan buah segar (TBS) yang optimal serta amenghasilkan minyak sawit mentah (CPO) yang tinggi baik kuantitas maupun kualitasnya.

Oleh sebab itu sebelum pemupukan dilaksanakan persiapan – persiapan yang harus dilakukan adalah :

a. Persiapan Lapangan

Pembenahan tapak kuda, teras kontur, silfit, rorak, penyiangan piringan harus sudah dilakukan sebelum pemupukan. Pada piringan pohon yang berbatasan dengan parit, rorak dan teras jalan supaya penebaran pupuk jangan sampai ke pinggir/ke dalam parit, rorak, tebing atau teras jalan. Pupuk yang menggumpal agar ditumbuk sampai halus, bila perlu diayak kemudian ditabur (Winarna, 2003).

b. Peralatan

Mangkok untuk memupuk yang telah diberi takaran dan ember untuk tempat pupuk di persiapkan, pupuk yang menggumpal harus dihancurkan, mendahulukan pupuk stok lama baru kemudian pupuk yang baru masuk, perencanaan pemupukan harus jelas, blok yang akan dipupuk harus sesuai jenis pupuk dan dosisnya serta tenaga memupuk dan tenaga mengecer pupuk ke dalam blok harus terlatih.

(11)

c. Pengangkutan

Angkutan pupuk telah dipersiapkan sehari sebelumnya sehingga pagi – pagi sekali pupuk dapat diangkut ke afdeling, pengeceran pupuk dilaksanakan sesuai dengan patok yang telah diatur untuk kebutuhan areal tersebut, penumpukan goni pupuk harus di dalam piringan tidak di benarkan diletakkan di jalan.

d. Pengawasan

Keamanan pupuk yang telah di ecer harus diawasi oleh petugas keamanan dari tindakan pencurian, pembuangan dan penyembunyian pupuk, pelaksanaan pemupukan harus diawasi oleh Mandor pupuk, Mandor 1, Assisten, Kadistan, Centeng dan Satpam, pemupukan tidak dibenarkan jika tanpa ada pengawasan.

e. Tenaga Pemupukan

Pemupukan diusahakan oleh tenaga karyawan tetap dengan perbandingan laki – laki : perempuan adalah 1 : 2, semua tenaga penabur dan tukang tabur harus yang sudah terlatih.

f. Cara Pemberian Pupuk

Penaburan pupuk harus sesuai dosis yang dianjurkan, merata dan tidak menggumpal dipiringan yang bersih.

Tujuan dari manajemen aplikasi pupuk di perkebunan kelapa sawit adalah menciptakan kondisi kesuburan tanah yang baik untuk pertumbuhan dan perkembangan kelapa sawit sehingga dapat memberikan produksi yang ditargetkan sesuai dengan produktivitas kelas lahannya. Tujuan itu hanya akan dicapai jika :

1. Pengenalan dan sifat dan kondisi lahan yang lebih mendalam dimana kebun kelapa sawit terdapat.

(12)

tanaman dan sifat tanahnya.

4. Penetapan cara aplikasi pupuk yang benar sesuai dengan kondisi lahan (bentuk wilayah dan iklim).

5. Aplikasi pupuk pada saat (waktu) yang tepat.

Mengingat mahalnya harga pupuk maka untuk setiap pelaksanaan pemupukan harus langsung diawasi oleh mandor pemupukan, Mandor 1, Assisten Afdeling, dan Kadistan serta petugas keamanan kebun/ satpam serta Centeng Afdeling. Manajer serta staff Kandir mengawasi secara insidentil. Seluruh goni eks pupuk dikumpulkan dan diserahkan kembali ke kantor Afdeling sesuai dengan jumlah goni yang dipupukkan ke lapangan.

Tabel 2.6 Penempatan Pupuk pada Tanaman Kelapa Sawit Belum Menghasilkan.

Umur Tanaman Jarak Penaburan

TBM 1 : Lebar Piringan 1 m Pupuk B = 0 - 50 cm N = 50 - 100 cm P, K, Mg = 50 - 100 cm TBM 2 : Lebar Piringan 1,5 m Pupuk B = 0 - 50 cm N = 50 - 100 cm P, K, Mg = 50 - 100 cm TBM 3 : Lebar Piringan 2 m Pupuk N = 50 - 100 cm P, K, Mg = 50 - 100 cm 3 – 6 Tahun / TM 1 – 3 pupuk

Makro dan Mikro

Disebar merata secara melingkar melalui dari radius ± 30 cm dari pangkal pohon sampai batas luar piringan

>7 Tahun / TM 4 Disebar merata secara melingkar mulai dari radius ± 30 cm dari pangkal pohon sampai batas luar piringan.

Vegetasi gulma digawangan tidak terlalu penting/tidak merugikan Pupuk Urea, Za dan Mikro

Pupuk makro lainnya Disebar merata pada gawangan mati disekitar tumpukan pelepah.

>7 Tahun / TM 4

Disebar merata secara melingkar mulai dari radius ± 30 cm dari pangkal pohon sampai batas luar piringan.

Vegetasi gulma

digawangan mati

pada/merugikan Pupuk Makro dan Mikro

(13)
(14)

Gambar

Tabel 2.1. Kriteria Kesesuain Lahan Kelapa Sawit Pada Tanah Mineral
Tabel 2.2. Klasifikasi Kelas Kesesuaian Lahan.  KELAS  KESESUAIAN  LAHAN  KRITERIA  KELAS S1 (sangat  sesuai)
Tabel 2.3.Potensi Produksi Kelapa Sawit Umur 3 – 25 Tahun Pada Setiap  Kelas Kesesuaian Lahan
Tabel 2.4. Unsur Hara Makro, Jenis Pupuk dan Kandungan Unsur Hara  Kategori  No  Unsur Hara  Jenis Pupuk  Kandungan Hara
+3

Referensi

Dokumen terkait

Pengembangan kapas di Sulawesi Selatan, Jawa Timur, Jawa Tengah, DI Yogyakarta dan Nusa Tenggara Barat dilakukan di lahan tadah hujan dengan musim hujan yang

Kecenderungan pembelian impulsif berdasarkan pendapatanatau uang saku (H 7a ), dimana tidak teruji signifikan ada perbedaan pembelian impulsif antar kelompok yang

Hal tersebut menjadi dasar peneliti untuk melakukan penelitian terhadap pendekatan metode regresi longitudinal tobit yang digunakan untuk melakukan analisis

MASJID JUM’AH MADINAH.. khutbah dan inilah merupakan shalat berjamaah jum’at pertama yang dilaksanakan oleh Rasulullah Saw. walaupun perintah shalat berjamaah jum’at telah

Namun, sesungguhnya yang lebih dahsyat dari gegap gempita ini adalah kenyataan bahwa suatu program acara televisi bisa juga memberi manfaat sehat bagi orang

Dalam usaha untuk menemukan marka molekuler atau segmen DNA yang berkaitan dengan fenotipe tertentu, penelitian untuk mengkaji asosiasi polimorfisme lokus

Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri infusa daun mangga bacang ( Mangifera foetida L.) terhadap pertumbuhan Shigella flexneri ,

Dari tahun 2005 hingga tahun 2007 terjadi peningkatan di indeks harga saham Indonesia, namun pada tahun 2008 dan tahun 2011 pada saat terjadinya krisis global