BAB-2.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Persamaan Dasar
Persamaan yang menyatakan fenomena sebaran polutan diturunkan dengan berdasar pada persamaan umum angkutan massa pada fluida mengalir. Unsur-unsur dinamika angkutan dapat dibedakan menjadi Unsur-unsur angkutan atau translasi, unsur sebaran atau difusi, dan unsur luruhan. Struktur matematis unsur translasi dalam persamaan deferensial parsial angkutan diuraikan dalam Farlow, 1982. Suatu material dalam fluida yang mengalir akan memenuhi hukum kekekalan massa. Pada suatu volume kontrol 3 dimensi hukum kekekalan massa tersebut dapat dijelaskan dengan gambar berikut.
F.(z+dz) z
z+dz
Fx(x) Fx(x+dx)
y+dy
Fz(z)
Gambar 2 . 1 . Kekekalan massa angkutan material pada pias 3 dimensi
Jika kuantitas material dapat dinyatakan dengan konsentrasi material tersebut, maka pada suatu periode dt, perubahan massa polutan dalam pias harus sama
dengan jumlah netto fluks yang masuk selama periode tersebut. Dalam bentuk formulasi matematis pernyataan tersebut dapat ditulis sebagai berikut i n i .
dengan
-dVbcdydz^di
\F^(x)-F^[x^d4dydzV
{K(y)-FXy+dyidxdz^
{FXz)-FXz+dz)}dxdy
FXx + dx)=FXxh^dx dF F,{y + dy)=F^.{y) + ^ d y dy ^ IP F(z + dz)=FXz) + ^dz dz (2.1) (2.2) Pada Persamaan (2.1) di atas dx dy dz dapat dihilangkan sehingga persamaan ini dapat ditulis menjadidt dx dy dz (2.3)
Fluks suatu material yang masuk dan keluar volume kontrol di atas dapat terdiri dari fluks konveksi dan difusi. Fluks konveksi adalah kecepatan dikalikan dengan konsentrasi dan fluks difusi mengikuti hukum Fick, yaitu gradien konsentrasi dikalikan dengan suatu koefisien difusi. Secara teoritis, untuk suatu sumbu arah, fluks difusi dapat dipengaruhi oleh gradien konsentrasi pada sumbu arah lain. Dengan demikian koefisien difusi adalah suatu tensor tiga dimensi. Vektor fluks konsentrasi dirumuskan sebagai berikut:
dC
(2.4)
Indeks m dan n=1,2,3 menyatakan arah x, y, dan z dan k^n adalah elemen ke
mn tensor koefisien difusi k. Pada umumnya pengaruh gradien konsentrasi arah
lain pada fluks difusi pada arah tertentu sangat kecil. Dengan demikian tensor koefisien difusi dapat disederhanakan menjadi vektor koefisien difusi, penulisan rumusan vektor fluks konsentrasi menjadi,
(2.5)
Persamaan angkutan dan sebaran suatu material (C fungsi t , x, y, dan z) didapatkan dengan mensubtitusikan persamaan (2.5) ke persamaan (2.4) dan akan dihasilkan persamaan sebagai berikut.
dC d - +
dt dx. u„C- "dx 1 J - 0 (2.6)
dengan C adalah konsentrasi, kn adalah koefisien difusi arah sumbu ke-n, un adalah kecepatan arah sumbu ke-n dengan n = 1, 2, 3 (arah sumbu x, y, dan z).
2.2. Metode Elemen Hingga
Metode Elemen Hingga membagi daerah yang ditinjau dalam pias-pias kecil yang disebut elemen. Persamaan-persamaan yang merupakan proses fisik diberlakukan pada elemen-elemen tersebut sehingga diperoleh rumusan dalam bentuk hubungan nilai-nilai yang dicari diantara elemen-elemen. Elemen-elemen tersebut bentuknya bisa bermacam-macam. Bentuk Elemen-elemen yang biasa dipakai pada masalah satu dimensi adalah elemen garis. Sedangkan pada masalah dua dimensi elemen segi tiga atau elemen segi empat dan pada masalah tiga dimensi elemen tetrahedral (dengan empat bidang sisi) atau elemen balok yang mempunyai enam bidang sisi. Bentuk-bentuk tersebut adalah bentuk yang paling sederhana dari bentuk yang mungkin di tiap dimensi yang bersangkutan. Pemilihan bentuk-bentuk sederhana adalah sesuai dengan filosofi Metode Elemen Hingga yaitu menyederhanakan bentuk rumit daerah yang sedang ditinjau sehingga permasalahan dapat dipecahkan.
Proses-proses yang terlibat di dalam Metode Elemen Hingga adalah Interpolasi, Integrasi dan fungsi pembobot. Berikut ini akan diuraikan proses-proses tersebut satu-persatu dan kaitannya dalam Metode Elemen Hingga.
2.2.1. Interpolasi
Interpolasi dilakukan adalah dalam rangka untuk mendapatkan nilai fungsi pendekat ^ di suatu tempat dalam koordinat Cartesian dari nilai-nilai ^ di titik-titik sudut elemen yang bersangkutan, yaitu ^', dan dapat dituliskan sebagai berikut,
h{x,y,z) = f^h{x„y„z,)N,{x,y,z) (2.7)
1=1
dengan ^' ~ " ^') maka dalam penulisan yang lebih ringkas, persamaan tersebut menjadi,
h = fh,N, (2.8)
1=1 dengan
h h.
nilai fungsi yang ditaksir.
nilai fungsi di titik nodal i dalam elemen yang ditinjau,
fungsi bentuk (shape function) atau fungsi dasar (basis function), jumlah titik nodal dalam satu elemen.
Sedangkan interpolasi untuk turunan dari fungsi ^ untuk arah x, y, dan z adalah. Ni n dh dx dx' dh dy dN, dh dz t r ' dz dx' d^ d^ dz' 1=] dz' (2.9) (2.10) ,=, dy'
Jika persamaan diskret mengandung turunan kedua fungsi interpolasi, maka dalam rangka untuk menyederhanakan formulasi diskret agar formulasi yang terbentuk hanya turunan pertama dari fungsi interpolasi maka digunakan Hukum Integrasi Bagian dari Green (Green's Lemma atau integration by parts) sebagai berikut ini :
• dp , , , a — axdyaz = -dy dp da pdxdydz+ a P dT idy J ' f a — dxdydz = - — P dxdydz + a P n, I dz ^dz J - dr (2.11b) (2.11c) dengan term terakhir dari tiap-tiap persamaan menandakan bahwa integrasi dilakukan pada batas (boundary) dari domain hitungan.
Pada kasus dimana suatu fungsi berubah terhadap waktu, maka Interpolasi untuk fungsi tersebut adalah,
dh
dt
= z" ^dr
i=\
ydt,
N. (2.12)
2.2.2. Fungsi bentuk {shape function)
Fungsi bentuk {shape function) atau fungsi dasar {basis function) suatu titik nodal dalam interpolasi pada metode elemen hingga mempunyai sifat khusus, yaitu mempunyai nilai satu pada titik nodal tersebut dan mempunyai nilai nol pada titik nodal yang lain dalam elemen yang sama.
Untuk menyederhanakan bentuk persamaan fungsi dasar maka dipakai sistem koordinat lokal, dimana tiap elemen untuk tiap-tiap arah masing-masing mempunyai nilai posisi antara -1 dan 1. Bentuk persamaan fungsi dasar atau fungsi bentuk dalam sumbu koordinat lokal memberikan keuntungan dalam proses integrasi secara numerik karena hitungannya jauh lebih sederhana.
Fungsi bentuk atau fungsi dasar mempunyai rumus yang berbeda-beda dalam suatu elemen, tergantung dari letak titik nodalnya dan jenis elemen yang digunakan. Pada penelitian ini menggunakan elemen balok {rectangular prism
element) kuadratik dengan 20 titik nodal. Elemen balok kuadratik yang
digunakan merupakan elemen isoparametrik {isoparametric element), dimana letak titik nodal koordinat dan letak parameter fungsi yang dicari berada pada lokasi yang sama.
i o +1 ' (
/ '
< > 0 * t •\ Q/
J 0 + 1 0 -1 • 1 0 1 + 1Gambar 2.2. Elemen balok kuadratik pada koordinat lokal.
Fungsi dasar atau fungsi bentuk untuk tiap-tiap titik nodal dalam elemen balok kuadratik adalah sebagai b e r i k u t :
Titik-titik nodal pada tengah ruas elemen (mid-side nodes) : jika ^ = 0, r\ = + ^, C, = + ^, maka
N i = | ( 1 - ^ ( 1 + T i o ) ( 1 + C o ) (2.13a) 4
jika 4 = ± 1 , T i = 0 , (^ = + 1, maka
= j (1 + ^o) (1 - Ti') (1 + Co) (2.13b) 4
jika ^ = ± 1 , r | = + 1 , i ; = 0, maka
Ni = 7 (1 + ^o) (1 + %) (1 - C') (2.13c) 4
Titik-titik nodal pada sudut elemen (corner nodes) :
Ni = (1 + ^o) (1 + Tio) (1 + Co) (^o.Tio.Co - 3) (2.14) 8
dengan = ^ , TIO= n ^ii, Co = C Ci . dan variabel , r), , g adalah posisi
titik nodal yang ditinjau sedangkan variabel ^ , TI, C adalah posisi suatu t i t i k di elemen. Sedangkan turunan dari fungsi bentuk elemen kuadratik terhadap £,, ri, dan C untuk tiap-tiap titik nodal masing-masing adalah seperti pada persamaan-persamaan berikut.
Titik-titik nodal pada tengah ruas elemen (mid-side nodes) : a. Untuk ^ = 0, n = + 1, dan C = ± 1 : b. Untuk 5 » i 1, n - 0, dan ^ = + 1 : ^ = - i ; i ( l - i l ' ) ( l + C „ ) ^ 2 c. Untuk^ = + 1, ri = + 1, dan C = 0 : 5Ni dr] 4 5^
Titik-titik nodal pada sudut elemen (corner nodes) :
^ = ^ ^ i( l + ^ o ) ( l + C o ) ( 2 ^ o + T l o + ^ o - l ) ^ = ^ T l i ( l + ^ J ( l + C o ) f e o + 2 T l o + C o - 0 5r| 8 (2.15a) (2.15b) (2.15c) (2.16a) (2.16b) (2.16c) (3.17a) (2.17b) (2.17c) = - ^ i O + ^ o ) ( i + n o ) f e o + T i o + 2 C o - i ) (2.18a) (2.18b) (2.18c)
2.2.3. Metode Sisa Berbobot
Proses penaksiran atau pendekatan suatu nilai fungsi dengan menggunakan teknik interpolasi seperti diuraikan di atas memberikan hasil penaksiran yang berbeda dengan penyelesaian eksak. Penyelesaian eksak pada masalah-masalah yang sederhana adalah penyelesaian analitis jika ada, sedangkan pada masalah yang rumit penyelesaian eksak adalah imajiner. Beda tersebut disebut juga sebagai kesalahan (error) atau sisa (residu) R. Kesalahan antara hasil pendekat dan penyelesaian eksak mempunyai nilai yang berbeda-beda di tititk-titik maupun di dalam elemen-elemen. Fungsi kesalahan atau sisa R dinyatakan dalam bentuk :
R{x,y,z) = h{x,y,z)-h{x,y,z) (2.19)
dengan h{x,y,z) adalah fungsi eksak dan h{x,y,z) adalah fungsi pendekat. Bermula dari ide meminimumkan kesalahan tersebut secara keseluruhan dalam daerah yang dihitung, Metode Sisa Berbobot (weighted residual method) membentuk suatu formulasi dengan membuat integrasi perkalian antara fungsi kesalahan dan suatu fungsi pembobot pada seluruh domain hitungan sehingga sama dengan nol, (Zienkiwicz, O.C., Taylor, R.L., 1991)
n
dengan W^x,y,z; adalah fungsi pembobot. Selanjutnya ada beberapa varian dari Metoda Sisa Berbobot yang ditentukan oleh pemilihan fungsi pembobot yang dipakai. Untuk mendapatkan pendekatan yang akurat pemilihan fungsi pembobot ini perlu dicermati karena efektivitas fungsi pembobot tertentu dipengaruhi oleh bentuk persamaan diferensial yang dihadapi.
Berdasarkan pemilihan fungsi pembobot yang dipakai dalam Metode Elemen Hingga, dikenal dua metode yaitu Metode Bubnov-Galerkin atau metode Galerkin standar dan Metode Petrov-Galerkin. Pada Metode Bubnov-Galerkin digunakan fungsi pembobot W yang sama dengan fungsi dasar N (basis function) yang digunakan dalam proses interpolasi (W = N). Fungsi dasar tersebut dikenal juga dengan fungsi bentuk (shape function). Sedangkan pada Metode Petrov-Galerkin fungsi pembobot yang digunakan berdasarkan formulasi yang diberikan dalam persamaan berikut:
2 U dc„ (2.21)
dengan indeks m = 1,2,3 untuk arah x,y,z; dan indeks k sesuai dengan urutan nomor titik nodal dalam elemen, dan a adalah koefisien upwinding.
2.2.4.
Transformasi Koordinat
Seperti yang telah dijelaskan dalam Metode Sisa Berbobot di atas dalam metode elemen hingga melibatkan proses integrasi dari seluruh nilai-nilai yang berada dalam daerah yang ditinjau. Proses integrasi tersebut jika dilakukan dalam koordinat global akan sangat rumit bila dibandingkan integrasi dalam koordinat lokal. Untuk itu maka diperlukan transformasi fungsi diskret dari koordinat global x, y, z ke dalam koordinat lokal ^, r|, dan C, yang masing-masing berkorespondensi satu-satu dengan x, y, dan z seperti digambarkan pada Gambar berikut.
transformasi + 1 0 • -1 - > X (a) (b) Gambar 2.3. Transformasi koordinat global (1) ke koordinat lokal (2).
Dengan memanfaatkan aturan rantai {chain rule) dari diferensial parsial, turunan fungsi bentuk N pada arah sumbu global dapat dihitung dalam sumbu lokal.
SNj aNi ax aNj ay aNj az
c>x
as, ay a^ az
dt, (2.22a)dN, drj dN, dN, dx dN, dy dN, dz L + + L dy drj dz drj dN, dy dN, dz dx drj dN, dx dx dC ' dy d(; dz di; (2.22b) (2.22c)
dengan indeks i menunjukkan titik nodal yang ditinjau dalam elemen.
Persamaan-persamaan tersebut jika ditulis dalam bentuk matriks menjadi sebagai berikut, dx dy dz
aNi'
d^ d^ d^ ax dx dx dy dz < a N j • = J <aNj
dn dr] dr] dr]ay
ay
dx dy dzaNj
aNj
_di; dt;5cJ I
dzJ
I
dzJ
(2.23)Dari persamaan matriks tersebut, pada ruas kiri bisa dievaluasi dari fungsi bentuk N. Sedangkan matriks J disebut juga dengan matriks Jacobian. Turunan fungsi bentuk N pada sumbu global dapat diketahui dengan melakukan proses inversi terhadap matriks J sebagai berikut,
a N j ' dx aNi < >
ay
aNi , dz .Perlu dicermati bahwa matriks J berubah-ubah tergantung dari lokasi. Sedangkan komponen-komponen matriks Jacobian itu sendiri dapat dicari dengan melakukan proses interpolasi dari titik-titik nodal dalam elemen yang ditinjau seperti terlihat dalam persamaan matriks berikut,
aN; 5^ aN; dx\ aNj
I
5C
(2.24)J = f ^ , f ^ y f ^ J L , ^ dN^ ^ dN, ^ dN,
Zt^^'
drj Tt dV Tt drjZ^^' X^^'
^ dN, ^ dN, ^ dN, (2.25)dengan n adalah jumlah titik nodal dalam elemen.
Jika dilakukan transformasi dari koordinat global ke dalam koordinat lokal pada proses integrasi, maka volume elemen dalam koordinat global dx dy dz juga harus ditransformasikan ke dalam bentuk volume elemen lokal d^ dri d^. Transformasi volume dari koordinat global ke koordinat lokal melibatkan determinan dari matriks Jacobian J i t u sendiri.
dx dy dz = det J d^ dri dt; (2.26) Jika proses transformasi ditulis secara keseluruhan dengan menggunakan koordinat lokal yang telah dinormalisasi (nilai ^, ri, dan t; masing-masing bernilai dari -1 sampai 1) maka dapat dituliskan sebagai b e r i k u t :
+1 +1 +1
GdV « J J lG{^,rjX)d^drjd^ (2.27)
-1 -1 -1
dengan fungsi G tergantung dari fungsi bentuk N atau turunannya dalam koordinat global dan ° adalah fungsi hasil transformasi dari G pada koordinat lokal dikalikan dengan determinan matriks Jacobian J.
2.2.5. Integrasi Numeris
Integrasi secara numeris dalam penelitian ini menggunakan metode Gauss-Legendre quadrature, yaitu metode integrasi numeris yang memanfaatkan titik-titik Gauss (Gauss points) yang masing-masing telah mempunyai nilai posisi dalam koordinat lokal dan faktor bobot (weightins factor) tertentu.
Apabila suatu fungsi yang didekati pada koordinat lokal telah diketahui maka proses integrasi dengan metode Gauss-Legendre adalah sebagai b e r i k u t :
+ 1 NGP -1 i=l
(2.28)
dengan NGP adalah jumlah dari titik Gauss dalam satu elemen. Nilai faktor bobot Wi dan posisi ^, sudah tertentu untuk tiap nilai NGP. Pemilihan nilai NGP disesuaikan dengan akurasi integrasi yang diinginkan.
Untuk elemen balok 3 dimensi maka integrasi numerik dilakukan dengan cara yang sama dengan cara di atas, yaitu :
+ 1 +1 +1 NGPl NGP2 NGP3 , .
I I Jgfe,Tl,C)d^dTld<;« S X I Wi W j W , g(^i,Tlj,Cj(2.29)
_1 -1
_i
1=1J=l k=l
Nilai NGP1, NGP3, dan NGP3 pada Persamaan (2.29) masing-masing adalah jumlah titik Gauss pada arah ^, r\, dan C,. Pada penelitian ini ditetapkan jumlah titik Gauss yang sama untuk tiap arah pada koordinat lokal, yaitu 3 titik, sehingga dalam satu elemen terdapat 3 x 3 x 3 atau 27 titik Gauss, seperti terlihat pada Gambar 2.4. Penetapan jumlah titik gauss tersebut berdasarkan pada biaya komputasi yang relatif rendah dan tingkat ketelitian yang cukup tinggi (Sadtopo, 2001). Pada jumlah titik gauss yang lebih dari 3 titik untuk masing-masing arahnya, perbedaan akurasinya dengan jumlah titik gaus 3 titik relatif sangat kecil, sehingga jumlah 3 titik gauss untuk masing-masing arah adalah kondisi yang paling optimal.
Sedangkan nilai posisi dan bobot W, untuk jumlah titik Gauss satu sampai dengan empat disajikan pada tabel berikut ini (Carnahan, 1990) :
l a b e l 2. 1. Posisi dan Faktor Bobot dari Metode Gauss-Legendre Quadrature Jumlah Titik Gauss
NGP
Posisi Titik-titik Gauss pada
Koordinat Lokal Faktor Bobot
W i 1 0 3,000000000000000 2 0,577350369189636 1,000000000000000 3 0,000000000000000 0,774596669341483 0,555555555555556 0,888888888888889 4 0,861136311594953 0,339981043584856 0,347854845137454 0,653145154863546
2.3. Formulasi Numeris
Secara matematis, persamaan adveksi-difusi merupakan persamaan tipe campuran, karena tanpa adanya proses difusi tipe persamaannya adalah hiperbolik, sedangkan tanpa adanya proses konveksi tipe persamaannya adalah parabolik. Kedua tipe persamaan tersebut mempunyai karakteristik yang
berbeda sehingga dalam menyusun formulasi numeriknya dilakukan secara terpisah {split operator) (Rassmussen, 1993). Persamaan adveksi-difusi seperti ditunjukkan pada persamaan (2.6), jika dipisah maka akan menjadi persamaan-persamaan berikut ini.
dC _ dC — = -u, dt ' dx^ (2.30) ^ - k „ ^ ^ Q (2.31) dt dx'
Luknanto, 1992, mengembangkan model numerik persamaan adveksi-difusi untuk kasus angkutan limbah. Persamaan diselesaikan dengan metode beda hingga skema Holly-Preisman, Dengan skema ini penyelesaian hitungan angkutan limbah satu dimensi memberikan hitungan yang akurat.
2.4. Penyelesaian Numeris Model
Penyelesaian persamaan-persamaan pembentuk pada suatu model dapat berupa penyelesaian analitis maupun numeris. Penyelesaian analitis adalah penyelesaian yang paling diharapkan, tetapi banyak problem dilapangan yang tidak ada penyelesaian analitisnya karena kompleksnya permasalahan yang dihadapi. Jika suatu permasalahan tidak dapat diselesaikan secara analitis, maka manusia tetap berusaha untuk mendapatkan penyelesaiannya secara numeris, Penyelesaian analitis biasanya bersifat menerus untuk seluruh domain, sedangkan penyelesaian numeris bersifat diskrit; hanya berlaku pada titik-titik hitungan saja (Luknanto, 1993).
Penyelesaian numeris dalam bidang hidraulika ada beberapa macam, yaitu dengan metode karakteristik, metode beda hingga dan metode elemen hingga. Pada penelitian ini dipilih metode elemen hingga. Keuntungan yang nyata dengan menggunakan metode elemen hingga adalah kemampuannya menyediakan penyelesaian terhadap berbagai macam permasalahan yang rumit, dimana jika digunakan metode lain akan mengalami kesulitan (Burnett, 1987).