• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan diuraikan konsep, landasan teori, dan tinjauan pustaka pada penelitian “Pemertahanan Leksikon Kelautan dalam Bahasa Pesisir Sibolga Desa Pondok Batu Kecamatan Sarudik : Kajian Ekolinguistik”.

2.1 Konsep

Sebelum mengacu pada uraian teori yang digunakan dalam penelitian ini, perlu dijelaskan konsep dasar yang dianggap relevan sebagai pendukung untuk dapat lebih memahami topik dan bermanfaat untuk menyamakan persepsi terhadap istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini. Konsep tersebut diuraikan berikut ini.

2.1.1 Ekologi

Ekologi berasal dari bahasa Yunani yaitu oikos (rumah atau tempat hidup) dan logos (ilmu atau pelajaran ). Secara etimologis berarti ilmu tentang makhluk hidup dan rumah tangganya.Dengan kata lain definisi dan Ekologi ialah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya (Hannum, 2009:2).

Ekologi merupakan totalitas manusia dengan lingkungan yang berisikan hubungan timbal balik antara manusia dan lingkungannya. Manusia dan lingkungan adalah komponen yang secara teratur berinteraksi dan saling tergantung memebentuk keseluruhan untuk menjamin kelangsungan hidup keduanya.

2.1.2 Kelautan

Sebagai desa maritim, Indonesia memiliki pantai terpanjang di dunia, dengan garis pantai lebih dari 81.000 km dari 67, 493 desa di Indonesia, kurang lebih 9.261 desa dikategorikan sebagai desa pesisir (Kusnadi,2002,1).

(2)

Salah satu usaha yang dilakukan Pemerintah Republik Indonesia untuk mensukseskan pembangunan dengan target pencapaian pertumbuhan ekonomi yang tinggi adalah medornisasi di berbagai bidang perikanan. Salah satunya yaitu baik yang menyangkut penggantian alat-alat penangkapan ikan dari yang tradisional menjadi alat tangkap kan yang lebih modren. Secara khusus, tujuan modernisasi alat tangkap perikanan juga sebagai upaya untuk meningkatkan pendapatan masyarakat nelayan. Jumlah nelayan Sibolga mencapai 8.562 pada tahun 2001. Dari jumlah tersebut, 90 persen merupakan nelayan tetap dan selebihnya adalah nelayan sambilan. Jenis ikan yang ditangkap adalah ikan gembung, tuna, kakap, dan kerapu

2.1.3 Pemertahanan Bahasa

Konsep pemertahanan bahasa berawal dari pemahaman tentang kata tersebut. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:1375). dikemukakan bahwa makna kata kebertahanan adalah ‘ihwal bertahan. Sedangkan makna kata bertahan tetap pada tempatnya (kedudukan dan sebagainya). Konsep kebertahanan diartikan sebagai proses, cara, perbuatan mempertahankan.

Pemertahanan bahasa terkait dengan faktor-faktor sosial dan psikologis, seperti kekuatan ikatan etnis, sistem nilai, pola permukiman, agama , sistem kekeluargaan,jenis kelamin, dan ekonomi.

Pemertahanan bahasa adalah masyarakat tetap menggunakan bahasanya secara kolektif atau secara bersama-sama dalam ranah-ranah pemakaian tradisional (Merti, 2010:9-10).

2.1.5 Bahasa dan Lingkungan

Bahasa dan lingkungan adalah dua hal yang saling berhubungan dan saling memengaruhi. Dalam tulisannya Language Ecology and Environment, Muhlhauser (dalam Surbakti, 2013) menyebut, ada empat yang memungkinkan hubungan antara bahasa dan lingkungan yakini: (1) bahasa berdiri dan terbentuk sendiri (Chomsky, Linguistik Kognitif) , (2) bahasa dikonstruksi alam (Marr), (3) alam dikonstruksi bahasa dan (4) bahasa saling berhubungan dengan alam

(3)

keduanya saling mengontruksi, namun jarang yang berdiri sendiri (ekolinguistik). Sapir (dalam Al- Gayoni(2012: 29) mengemukakan tiga bentuk dan lingkungan yaitu :

a. Lingkungan fisik yang mencakupi karakter geografis seperti topografi sebuah negara (baik pantai, lembah dan dataran tinggi, maupun pegunungan, keadaan cuaca dan jumlah curah hujan.

b. Lingkungan ekonomis yaitu kebutuhan dasar manusia yang terdiri atas flora dan fauna dan sumber mineral yang ada dalam daerah tersebut.

c. Lingkungan sosial melingkupi berbagai kekuatan dalam masyarakat yang membentuk kehidupan dan pikiran masyarakat suatu sama lain. Namun, yang paling penting dari keluatan sosial tersebut adalah agama, standar, etika, bentuk organisasi politik danseni.

2.1.6 Leksikon

Leksikon merupakan komponen bahasa yang memuat semua informasi tentang makna dan pemakaian kata dalam bahasa, leksikon juga diartikan sebagai kosakata, kekayaan yang dimiliki sebuah bahasa (Kamus Besar Bahasa Indonesia 2008:805).

Leksikon adalah koleksi leksem pada suatu bahasa. Kajian terhadap leksikon mencakup apa yang dimaksud dengan kata, strukturisasi kosakata, penggunaan dan penyimpanan kata, pembelajaran kata, sejarah dan evolusi kata (etimologi), hubungan antarkata, serta proses pembentukan kata pada suatu bahasa. Dalam penggunaan sehari-hari, leksikon dianggap sebagai sinonim kamus atau kosakata. Sedikit membedakan leksikon dari perbendaharaan kata, yaitu ”Leksikon mencakup komponen yang mengandung segala informasi tentang kata dalam suatu bahasa seperti perilaku semantis, sintaksis, morfologis, dan fonologisnya, sedangkan perbendaharaan kata lebih ditekankan pada kekayaan kata yang dimiliki seseorang atau sesuatu bahasa.

(4)

2.1.7 Kata Benda (Nomina)

Chaer (2008:69) mengatakan nomina adalah kata-kata yang dapat diikuti dengan frase yang.... atau yang sangat... Misalnya kata-kata: (1) jalan (yang bagus); (2) murid (yang rajin); (3) pemuda (yang sangat rajin). Ada tiga macam kata benda,yaitu:

(a) Kata benda yang jumlahnya dapat dihitung sehingga di depan kata benda itu dapat diletakkan kata bantu bilangan.

(b) Kata benda yang jumlahnya tak terhitung. (c) Kata benda yang menyatakan khas.

2.2 Landasan Teori

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori ekolinguistik. Ekolinguistik adalah kajian interdisipliner yang mengkaitkan ekologi dan linguistik diawali pada tahun 1970-an menciptakan paradigma ‘ekologi bahasa’. Dalam pandangan Haugen, ekologi bahasa adalah kajian tentang interaksi bahasa dan lingkungannya. Dalam konteks ini, menggunakan konsep lingkungan bahasa secara metaforis, yakni lingkungan dipahami sebagai masyarakat pengguna bahasa, sebagai salah satu kode bahasa. Bahasa berada hanya dalam pikiran penuturnya, dan oleh karenanya bahasa hanya berfungsi apabila digunakan untuk menghubungkan antarpenutur, dan menghubungkan penutur dengan lingkungannya, baik lingkungan sosial ataupun lingkungan alam. Dengan demikian, ekologi bahasa ditentukan oleh orang-orang yang mempelajari, menggunakan, dan menyampaikan bahasa tersebut kepada orang lain.

Ekolinguistik adalah studi hubungan timbal balik yang bersifat fungsional. Dua parameter yang hendak dihubungkan adalah bahasa dan lingkungan. Hal ini bergantung pada perspektif yang digunakan baik ekologi bahasa maupun bahasa ekologi. Kombinasi keduanya menghasilkan kajian ekolinguistik.

Peneliti bidang ekolinguistik dapat juga membedah makna –makna sosial-ekologis di balik bahasa, khususnya leksikon, di atas konsep dan landasan teoretis yaitui (1) bahasa yang hidup dan lingkungan itu menggambarkan, mewakili, melukis (mereprentasikan secara simbolik-verbal) realitas di lingkungan baik lingkungan alam maupun lingkungan buatan manusia (lingkungan sosial-budaya;

(5)

(2) dinamika dan perubahan bahasa pada tataran leksikon. Pada tataran leksikon, dinamika dan perubahan bahasa dipengaruhi oleh tiga dimensi (Lindo dan Bundsgaard; 10-11), antara lain:

1) Dimensi ideologis, yaitu adanya ideologi atau adicita masyarakat misalnya ideologi kapitalisme yang disangga pula dengan ideologi sehingga perlu dilakukan aktivitas terhadap sumber daya lingkungan, seperti muncul istilah dan wacana ekspoitasi, pertumbuhan, keuntungan secara ekonomis. Jadi, ada upaya untuk tetap mempertahankan , mengembangkan, dan membudidayakan jenis ikan dan tumbuhan produktif tertentu yang bernilai ekonomi tinggi dan kuat.

2) Dimensi biologis, yakni adanya aktivitas wacana, dialog, dan dikursus sosial untuk mewujudkan ideologi tersebut. Dalam dimensi ini bahasa merupakan wujud praktis sosial yang bermakna.

3) Dimensi biologis, berkaitan dengan adanya diversitas (keanekaragaman) biota danau (atau laut, maupun darat) secara berimbang dalam ekosistem, serta dengan tingkat vitalis spesies dan adanya hidup yang berbeda antara satu dengan yang lain. Dimensi biologis itu secara verbal terekam secara leksikon dalam khazanah kata setiap bahasa sehingga entitas-entitas itu tertandakan dan dipahami.

2.2.1 Ekolinguistik

Dalam lingkup kajian Ekolinguistik, bahasa yang hidup dan digunakan untuk menggambarkan,mewakili,melukiskan (mempresentasikan secara simbolik-simbolik) realitas di lingkungan, baik lingkungan ragawi maupun lingkungan buatan manusia (lingkungan sosial-budaya). Hal tersebut mengimplikasikan bahasa mengalami perubahan seiring dengan perubahan lingkungan ragawi dan sosialnya, sebagaimana dinyatakan Liebert dalam Mbete (2009:7) bahwa perubahan bahasa mempresentasikan perubahan ekologi.” Proses perubahan pada bahasa tersebut berjalan secara bertahap dalam kurun waktu yang lama, tanpa disadari oleh penuturnya, dan tidak dapat dihindari.

Ekolinguistik adalah ilmu pengetahuan antardisiplin yang merupakan sebuah payung bagi semua penelitian bahasa dan bahasa-bahasa yang dikaitkan

(6)

sedemikian rupa dengan ekologi. Hal itu seperti yang dikatakan oleh Fill (1993:126) dalam Lindo dan Simonsen (2000:40) bahwa ekolinguistik merupakan sebuah payung bagi semua penelitian bagi bahasa yang ditautkan dengan ekologi. Ekolinguistik ini pertama kali dikenalkan oleh Haugen dalam tulisannya yang bertajuk Ecology Of Language tahun 1972. Haugen lebih memilih istilah ekologi bahasa (Ecology Of Language) dari istilah lain yang bertalian dengan kajian ini. Pemilihan tersebut karena pencakupan yang luas di dalamnya. Yang mana para pakar bahasa dapat berkerjasama dengan berbagai jenis ilmu sosial lainnya dalam memahamio interaksi antar bahasa (Haugen dalam Al-Gayoni, 2012:2).

Haugen (1972 dalam Mbete 2009 11-12 ), menyatakan bahwa ekolinguistik memiliki kaitan dengan 10 ruang kaji, yaitu:

(1) Linguistik historis komparatif (2) Linguistik demografi (3) Sosiolinguistik (4) Dialinguistik (5) Dialektologi (6) Filologi (7) Linguistik preskriptif (8) Glotopolitik

(9) Etnolinguistik, linguistik antropologi ataupun linguistik kultural (cultural linguistics)

(10) Tipologi bahasa-bahasa di suatu lingkungan

Leksikon yang terekam melalui proses konseptualisasi dalam pikiran penutur menjadi leksikon yang fungsional untuk digunakan (Mbete dan Abdurahman 2009). Sehubungan dengan itu, penutur bahasa akan menggunakan leksikon yang ada dalam konseptual mereka jika didukung dengan lingkungan ragawi yang ada. Sebaliknya, konsepsi leksikal dalam alam pikiran penutur ini akan berubah jika adanya perubahan lingkungan ragawi. Perubahan itu terjadi dalam waktu yang cukup lama sehingga mengakibatkan menghilangnya atau menyusutnya sejumlah leksikon bahkan, pada komunitas yang dwibahasawan, yang hanya terjadi perubahan.

(7)

2.3 Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka memuat hasil-hasil penelitian yang ditemukan oleh peneliti sebelumnya yang berhubungan dengan penelitian yang akan dilakukan. penelitian-penelitian tersebut menajadi sumber acuan dalam penelitian ini.

Surbakti (2013) dalam tesisnya yang berjudul “Leksikon Ekologi Kesungaian Lau Bingei : Kajian Ekolinguistik “, mengkaji leksikon terhadap pemahaman dan nilai budaya ekoleksikon lau bingei bagi guyub tutur bahasa karo. Teori yang digunakan adalah teori ekolinguistik dan antropolinguistik. Untuk menganalisis leksikon ekologi kesuangaian Lau Bingei , nilai budaya, dan kearifan lingkungan digunakan metode deskriftif kualitatif. Dari hasil analisis diperoleh 14 kelompok leksikon dengan jumlah 409 leksiokon nomina dan 111 leksikon verba. Total leksikon terdiri atas 520 leksikon. Kemudian leksikon tersebut diujikan kepada guyub tutur bahasa karo di 16 kelurahan dengan menyodorkan 4 kategori pilihan kepada tiga generasi usia >46 tahun, 21-45 tahun, 15-20 tahun, maka diperoleh hasil pemahaman guyub tutur bahasa karo terhadap leksikon nomina kategori A JP 12093 (30,79%) , BJP 14898(37,94 %), C JP 5251(13,39%) dan D JP 7018 (17,87%). Pemahaman guyub tutur terhadap leksikon verba dengan kategori A JP 5465 (51,28%), B JP 2940(27,59%), C JP 1455 , (13,65%)dan D JP 796 (7,46%). Nilai budaya dan kearifan lingkungan guyub tutur bhasa karo melalui leksikon ekologi kesuangaian Lau Bingei mengandung nilai-nilai budaya yaitu (1) nilai sejarah, (2) nilai religius dan keharmonisan, (4) nilai sosial dan budaya, (4) nilai kesejahteraan dan (5) nilai ciri khas. Sedangkan, nilai kearifan lingkungan yang dapat digali melalui leksikon ekologi kesungaian Lau Bingei adalah (1) nilai kedamaian, dan (2) nilai kesejahteraan dan gotong royong. Penlitian oleh Surbakti tersebut menambah informasi mengenai teori yang digunakan. Penelitian tersebut juga memberikan kontribusi terhadap penelitian ini yaitu berkaitan dengan metode penelitian. Pada teknik pengumpulan data, data yang diperoleh berasal dari dokumen tertulis , wawancara mendalam dan observasi partsipan. Wawancara yang dilakukan menggunakan teknik catat dan rekam. Pada teknik analisis data , untuk menjawab masalah pemahaman guyub tutur bahasa karo menggunakan metode kuantitatif,

(8)

serta menggunakan rumus untuk mendapatkan jumlah persentase pemahaman leksikn ekologi kesungaian Lau Bingei, sedangkan penelitian ini mengkaji kosakata kelautan dalam bahasa pesisir sibolga.

Tangkas (2013) dalam tesisnya “ Khazanah Verbal Kepribadian Komunitas Tutur Bahasa Kodi, Sumbar Baat Daya : Kajian Eklinguistk menggunakan teori ekolinguistik dengan menerapkan model hierarki dialektikal, model referensial, model matriks semantik, dan model dimensi logis untuk mengkaji bentuk kebahasaan khazanah verbal kepribadian serta fungsi dan makna khazanah verbal kepribadian. Khazanah verbal kepribadian terdiri atas satan-satuan lingual berupa ekoleksikon dan ekowacana kepadian dengan menerpkan aspek semantik, sntaksis, dan pragmatik. Ekoleksikon kepadian terdiri atas leksikon kepadian tahap pratanam , dan leksikon kepadian tahap pascatanam. Aspek sintaksis pada leksikon untuk mengetahui bentuk atau struktur satuan lingual dari sistem pemarkah pada leksikon, sedangkan aspek semantik untuk menemukan inpor sosial leksiokn yang dipengaruhi oleh semantik teks dan konteks, sedangkan penelitian ini mengkaji kosakata kelautan dalam bahasa pesisir sibolga.

Simanjuntak (2014) dalam tesisnya “Perubahan Fungsi Sosioekologis Leksikon Flora Bahasa Pakpak Dairi” membahas perubahan fungsi sosioekologis leksikon flora bahasa Pakpak Dairi di Desa Urug Gedag Kabupaten Dairi melalui perspektif eklnguistik. Fokus penelitian ini adalah untuk mndeskripsikan leksikon flora, pemahaman masyarakat terhadap leksikon flora, dan relasi semantis yang terbentuk dari leksikon flora Bahasa Pakpak Dairi. Pengumpulan data leksikon folra dilakukan melalui dokumen tertulis, observasi, dan wawancara terhadap beberapa orang infoman yang lahir dan tinggal di Desa Urug Gedag serta berprofesi sebagai petani minimal 20 tahun.

Untuk mengetahui gambaran pemahaman masyarakat Urug Gedang terhadap leksikon flora tersebut, maka data leksikon yang telah terkumpul diujikan kepada 60 orang responden yang terbagi atas tiga kelompok usia yaitu 20 orang kelompok usia tua, 20 orang kelompok usia dewasa, dan 20 orang kelmpok usia remaja. Pendekatan dan metode penelitian yang digunakan adalah perpaduan kualitatif dan kuantitatif. Jumlah data yang dipeoleh dalam penelitian ini adalah

(9)

sebanyak 200 leksikon flora yang terbagi atas lima kelompok yaitu : (1) 63 leksikon, (2) 53 leksikon rambah , (3) 36 leksikon suanen, (4) 23 leksikon buah, dan (5) 25 leksikon rorohen. Seluruh data leksikon diujikan kepada 60 orang responden untuk mengetahui bagaimana gambaran pemahaman mereka terhadap leksikon flora Bahasa Pakpak Dairi, sedangkan penelitian ini mengkaji kosakata kelautan dalam bahasa pesisir sibolga.

Dari hasil pengujian data ditemukan penyusutan pada semua kelompok leksikon. Kelompok leksikon paling rendah dalam pemahaman remaja adalah kelompok leksikon kayu dan rambah. Relasi semantis yang terbentuk dari data leksikon Bahasa Pakpak Dairi adalah antonim , homonim, homgaf, hiponim, dan meronim. Penelitian yang dilakukan oleh Simanjuntak tersebut memberikan kontribusi bagi penelitian ini, yaitu mengeni teori dan metode penelitian yang digunakan , terutama pada teknik analisis data. Untuk menjawab permasalahan pemahaman leksikon flora tesebut dengan penelitian ini terletak pada objek yang dikaji . penelitian tersebut mengkaji perubahan fungsi sosioekologis leksikon flora daalam bahasa Pakpak Dairi, sedangkan penelitian ini mengkaji tentang leksikon kelautan dalam bahasa Pesisir Sibolga.

Kesuma (2015) dalam tesisnya “Keterancaman Leksikon Ekoagraris dalam Bahasa Angkola/Mandailing : Kajian Ekolinguistik, mendeskipskan keberadaan leksikon agraris yang masih digunakan oleh masyarakat diAngkola Mandailing dan nilai budaya dan kearifan lingkungan yang terkandung dalam leksikon ekoagraris di Kecamatan Sayurmatinggi. Penelitian ini menggunkan metode deskriftif kualitatif dan kuantitatif. Data yang digunakan diambil dengan teknik wawancara, observasi,penyebaran koesioner, dan memanfaatkan literatur yang sudah ada. Data penelitian ini adalah leksikon verba, nomina, adjectiva yang berhubungan dengan leksikon persawahan dan perladangan di Kecamatan Sayurmatinggi.

Hasil penelitian ini adalah 11 kelompok leksikon yaitu (1) lekskon bagian sawah , (2) leksikon benda –benda persawahan dan perladangan, (3) leksikon peralatan hasil panen, (4) leksikon alur beras dan palawijaya, (5) leksikon alat dan mesin pertanian, (6) leksikon tumbuhan sawah dan sekitar sawah, (7) leksikon

(10)

tanaman ladang , (8) leksikon nama tumbuhan obat di sekitar sawah dan ladang, (9) lekskon fauna dalam persawahan dan perladangan, (10) leksikon alat penangkap ikan , (11) leksikon alat penangkap burung. Dari sebelas kelompok leksikon tersebut diperoleh 315 leksikon nomina , leksikon verba terdiri atas 66 leksikon , dan leksikon adjektiva terdiri atas 13 leksikon, total leksikon yang ditemukan dalam persawahan dan perladangan diperoleh hanya dari dua jenis leksikon dalam tataran nomina dan verba sedangkan penelitian ini mengkaji kosakata kelautan dalam bahasa pesisir sibolga.

Rizkyansyah (2015) dalam skripsinya “Leksikon Nomina dan Verba Bahasa Jawa dalam Lingkungan Persawahan di Tanjung Morawa: Kajian Ekolinguistik “ mendeskripsikan leksikon nomina dan verba bahasa Jawa dalam lingkungan persawahan di Tanjung Morawa dan gambaran pemahaman masyarakat terhadap leksikon nomina dan verba dalam lingkungan persawahan. Penelitian ini menggunakan metode deskriftif kualitatif dan kuantitatif. Data yang digunakan untuk diambil dengan teknik wawancara, observasi, dan penyebaran kuesioner. Dari hasil analisis, dapat diketahui bahwa leksikon persawahan dalam bahasa Jawa di Tanjung Morawa terdiri atas 11 kelompok leksikon yaitu (1) leksikon bagian sawah, (2) leksikon benda-benda persawahan dan perladangan, (3) leksikokn peralatan produksi hasil panen, (4) leksikon alur beras dan palawija, (5) leksikon alat dan mesin pertanian, (6) leksikn tumbuhan, (7) leksikon tanaman ladang, (8) leksikon nama tumbuhan bat disekitar sawah dan ladang, (9) leksikon fauna dalam persawahan dan perladangan, (10) leksikon alat penangkap ikan , (11) leksikon alat penangkap burung. Dari sebelas kelompok leksikon tersebut diperoleh 222 leksikon nomina dan leksikon verba terdir atas 36 leksikon dan total leksikon yang ditemukan dalam persawahan dan perladangan di Tanjung Mrawa 258 leksikon. Penelitian tersebut memliki persamaan dan perbedaan dari penelitian ini. Persamannya terletak pada teori yang digunakan yaitu sama-sama menggunkan teori ekolinguistik, serta sama-sama menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif. Perbedaannya terletak pada bahasa dan tempat yang menjadi fokus dalam penelitian. Penelitian yang dilakukan Rizkyansyah mengkaji leksikon dalam bahasa Jawa di Tanjung Morawa, sedangkan penelitian ini mengkaji kosakata kelautan dalam bahasa Pesisir Sibolga.

Referensi

Dokumen terkait

[r]

[r]

Hasil pengukuran kinerja supply chain dengan model SCOR berdasarkan atribut yang ada di PT ALX Logistics adalah nilai kinerja yang dicapai pada indikator perfect order

Dari hasil wawancara dengan beberapa konselor SMK di Kota Batu, diperoleh informasi bahwa (1) belum pernah dilakukannya pelatihan tentang pengembangan karir

Pada hasil penelitian disimpulkan sebagai berikut; Dominasi penggunaan kategori headline pada iklan produk sabun mandi di majalah Femina periode Januari 2014 –

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah tanāzu’ (frase koordinatif) dan mengenal posisi amil dalam tanāzu’ yang terdapat pada surah Al-Baqarah dan Ali-'Imr ā

Penelitian yang akan datang juga dapat menganalisis pengaruh gambaran maskulinitas pada iklan produk perawatan laki-laki pada keseharian laki- laki sebenarnya dan

Sehubungan dengan penyampaian Dokumen Kualifikasi Saudara pada Pengadaan Jasa Konsultansi Metode Seleksi Sederhana Pekerjaan Jasa Konsultansi Perencanaan Pembangunan