• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PENUTUP. Kristus. Sakramen-sakramen merupakan tahap paling konkret di mana

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB V PENUTUP. Kristus. Sakramen-sakramen merupakan tahap paling konkret di mana"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Panggilan hidup manusia merupakan anugerah Allah. Manusia dipanggil untuk hidup bersama Allah. Konsekuensi praktis dari pandangan demikian mau melegitimasi karunia Allah sebagai faktor utama dalam sejarah keselamatan manusia. Oleh karena itu, jawaban konkret manusia ialah mengambil bagian dalam keselamatan Allah. Konsepsi demikian menyata dalam tiap sakramen-sakramen sebagai manifestasi relasi Allah dan manusia. Sakramen sebagai sebuah simbol real yang mengungkapkan jati diri Gereja sebagai sebuah sakramen Kristus. Sakramen-sakramen merupakan tahap paling konkret di mana keselamatan Allah dalam Kristus dapat dialami. Hal demikian dimaksudkan bahwa Sakramen dimaksudkan untuk menguduskan manusia, membangun tubuh Kristus dan mempersembahkan ibadat kepada Allah. Sakramen tidak hanya meneguhkan iman tetapi memupuk, meneguhkan dan mengungkapkan iman. Bukan hanya menganugerahkan rahmat tetapi mempersiapkan kaum beriman untuk memperoleh rahmat yang membuahkan hasil: menyembah Allah secara benar dan mengamalkan cinta kasih.

Legalitas Sakramen dipahami bahwa Tuhan hadir dan menyertai manusia dalam sebuah rahmat Ilahi yang hanya datang dan bersumber dari Allah. Melalui sakramen kita dapat diubah secara rohani menjadi yang Ilahi, dan dengan demikian kita dapat dibentuk oleh Allah agar dapat lebih serupa dengan diri-Nya.

(2)

Dengan adanya sakramen kita manusia dapat lebih didekatkan pada Allah, asalkan manusia senantiasa mau membuka dirinya dengan tulus dan ikhlas dengan suatu kepercayaan yang total bahwa dalam dan melalui sakramen Allah hadir dan mau menyelamatkan manusia.

Sakramen Tahbisan (Sacramentum Ordinis) sebagai salah satu dari ketujuh sakramen Gereja mau menekankan peristiwa tahbisan yang mengubah dan menguduskan seseorang menjadi pelayan khusus dalam Gereja. Pengertian demikian mau mengafirmasi bahwa dengan menerima sakramen tahbisan seorang pelayan Tuhan dapat merayakan sakramen-sakramen dalam Gereja sebagai bukti kehadiran Allah yang menyelamatkan umat manusia. Lebih lanjut, dengan menerima sakramen tahbisan, seseorang masuk dalam relasi kaum klerus yang membuatnya berbeda dalam pelayanan di Gereja dengan kaum awam yang tidak menerima sakramen ini. Sakramen-sakramen dalam Gereja hanya dapat dilayani oleh para kaum tertahbis, para kaum tertahbislah yang menjadi pemimpin dalam setiap perayaan sakramen yang berlangsung dalam Gereja, sedangkan para kaum awam hanya mengambil bagian dalam setiap perayaan-perayaan sakramen yang berlangsung.

Adapun Imamat umum kaum beriman dan Imamat jabatan atau hirarkis, kendati berbeda hakikatnya dan bukan hanya tingkatannya, saling terarahkan. Konsili Vatikan II menegaskan bahwa pada dasarnya Imamat umum dan Imamat jabatan itu adalah sama, keduanya dengan cara khasnya masing-masing mengambil bagian dalam satu Imamat Kristus. Dengan kekuasaan kudus yang ada padanya, Imam pejabat atau mereka yang telah menerima rahmat sakramen

(3)

tahbisan ini (Diakon, Imam, dan Uskup) akan membentuk dan memimpin umat keimanan atau umat beriman kristiani yang hanya menerima Imamat umum berkat rahmat sakramen pembaptisan, penguatan dan ekaristi. Ia menyelenggarakan korban Ekaristi atas nama Kristus, dan mempersembahkannya kepada Allah atas nama segenap umat. Imamat ini mereka laksanakan dalam menyambut sakramen-sakramen, dalam berdoa dan bersyukur, dengan memberi kesaksian hidup suci, dengan pengingkaran diri serta cinta kasih yang aktif.

Sakramen Tahbisan dalam pelaksanaannya sebagai bagian dari tradisi Gereja Katolik tidak luput dari seperangkat aturan atau hukum yang mengaturnya. Konteks berhukum dalam Sakramen Tahbisan diatur agar memiliki legalitas formalnya di tengah perubahan. Adapun hukum yang mengaturnya dimuat dalam sederet peraturan-peraturan yang disebut dengan Hukum Kanonik. Hukum Kanonik inilah yang memberikan gambaran tentang struktur dasar Gereja, termasuk di dalamnya jabatan-jabatan Paus dan Uskup, susunan Sakramen, dan juga aturan-aturan yang berkaitan dalam Gereja. Hukum Kanonik dalam pembahasannya merangkul mengenai Tata Tertib dan Disiplin dalam Gereja. Dan kanon-kanon Gereja menjadi kaidah-kaidah atau norma-norma yang digunakan untuk mengatur kehidupan eksternal Gereja.

Dalam kaitannya dengan Sakramen Tahbisan. Kitab Hukum Kanonik tidak hanya berbicara tentang Sakramen Tahbisan itu pada tataran umum. Namun Kitab Hukum Kanonik pun membahas secara khusus tentang jenis-jenis tahbisan yang ada dalam Gereja Katolik yakni tentang tahbisan Episkopat, tahbisan Presbiterat, dan tahbisan Diakonat, dan berbicara tentang penumpangan tangan dan doa yang

(4)

terjadi dalam perayaan Sakramen Tahbisan yang sudah ditetapkan dalam buku-buku liturgi untuk masing-masing jenis tingkatan tahbisan.

Sebagaimana sakramen-sakramen lainnya sakramen pentahbisan ini juga diatur sesuai dengan ketentuan-ketentuannya dalam hukum Gereja Katolik yang dimuat dalam Kitab Hukum Kanonik Tahun 1983 yang merupakan undang-undang revisi dari Kitab Hukum Kanonik 1917. Ada dua butir kanon yang berbicara tentang sakramen pentahbisan. Dalam kedua butir kanon tersebut dibicarakan tentang tahbisan, dikatakan bahwa dengan adanya sakramen pentahbisan ini menurut ketetapan Ilahi sejumlah orang dari kaum kristiani diangkat untuk menjadi pelayan suci dengan ditandai materai yang tidak terhapuskan, dan dikuduskan untuk menggembalakan umat Allah dengan melaksanakannya dalam pribadi Kristus kepala, masing-masing menurut tingkatannya, tugas-tugas mengajar, menguduskan dan memimpin.

5.2 Saran

Sakramen sebagai sebuah simbolisasi karunia Allah merupakan representasi panggilan Allah kepada manusia. Apa yang tampak dalam Gereja menjadi simbol real yang efektif dan menghadirkan keselamatan Allah dalam Yesus Kristus. Legalitas ketujuh sakramen merupakan pengungkapan Gereja sebagai sakramen dasar. Sakramen bukan sekedar ritus tetapi menghadirkan karya penyelamatan Allah dalam Kristus bagi dunia. Konsepsi sakramentalitas sendiri dapat diperluas dalam berbagai bidang kehidupan Gereja, karena segala hal yang berciri sakramental menunjuk hidup bersama Allah, maka Yesus Kristus adalah

(5)

sakramen hidup Allah sendiri. Dalam Yesus Kristus hidup Allah dinyatakan dan diwahyukan secara sempurna.

Sakramen tahbisan sebagai bagian dari ketujuh sakramen merupakan pengejewantahan panggilan Allah dan jawaban bebas manusia sebagai ciptaan-Nya. Seperangkat aturan bagi pelayan Tuhan tersebut terdapat dalam Kanon 1008 yang merupakan sebuah titik tolak kaum beriman Kristiani untuk menemukan jawaban bebasnya sebagai pelayan Tuhan.

Refleksi praktis dari tulisan ini, hemat penulis bahwa konteks Sakramen Tahbisan yang termaktub dalam Kanon 1008 semestinya dimaknai sebagai bentuk aturan, norma, tata cara dalam berpikir, bertindak sebagai seorang Imam dan calon Imam. Seorang terpanggil semestinya memiliki dedikasi yang tinggi untuk melihat keseluruhan proses panggilan dan rahmat tahbisan sebagai sebuah karunia cuma-cuma dari Allah. Lebih lanjut representasi praktis dari Kanon 1008 mengharuskan agar tiap pelayan, entah sebagai Imam dan calon Imam untuk mengambil langkah profetis demi sebuah perbaikan diri. Disposisi batin demikian yang menjadikan seorang calon Imam, Imam dan kaum biarawan/ti memiliki ketetapan hati yang berpusat kepada Allah Tuhan sekaligus memaknai panggilan Tuhan sebagai sebuah ketetapan Ilahi yang tak terbantahkan.

(6)

DAFTAR PUSTAKA

KITAB SUCI

Lembaga Alkitab Indonesia, Alkitab (LAI), Jakarta, 1995.

KAMUS

Dagun M. Save, Kamus Besar Ilmu pengetahuan, Jakarta: Lembaga Pengkajian Kebudayaan Nusantara, 1997.

Budi Susianto Sivester, Kamus Kitab Hukum Kanonik, Yogyakarta: Kanisius 2014.

DOKUMEN-DOKUMEN GEREJA

Konsili Vatikan II, Dei Verbum, Konstitusi Dogmatis tentang Wahyu Ilahi, (18 November1965), dalam Hardawiryana, R., (penerj.), Dokumen

Konsili Vatikan II, Jakarta: OBOR, 2006.

---, Lumen Gentium, Konstitusi Dogmatis tentang Gereja, (21 November 1964), dalam Hardawiryana, R., (penerj.), Dokumen

Konsili Vatikan II, Jakarta: OBOR, 2006.

---, Presbyterorum Ordinis, Dekrit tentang Pelayanan dan Kehidupan Para Imam, (7 Desember 1965), dalam Hardawiryana, R., (penerj.),

Dokumen Konsili Vatikan II, Jakarta: OBOR, 2006.

---, Sacrosanctum Concilium, Konstitusi Dogmatis tentang Liturgi Suci, (4 Desember 1965, dalam Hardawiryana, R., (penerj.),

Dokumen Konsili Vatikan II, Jakarta: OBOR, 2006.

Yohanes Paulus II, Paus (promulgatus) Codex Iuris Canonici. M. Dcccc. LXXXIII, Rubiyatmoko R. D. R, (editor), Kitab Hukum Kanonik, Jakarta: Grafika Mardi Yuana, Bogor, 2006

.---, Promulgator, Katekismus Gereja Katolik, dalam Embuiru, Herman (penerj.), Ende: Arnoldus, 1995.

BUKU-BUKU

hm Cornelis, (penerj.), Redemptionis Sacramentum, Jakarta: OBOR 2004.

Coriden, James A., An Introduction To Canon Law, London: Geoffrey Chapman,1991.

George J, Donal, Imam Masa Kini, Maumere: Ledalero, 2003.

Gronen, C., Pengantar Kedalam Perjanjian Baru, Yogyakarta: Kanisius, 1984. Gula M. Richard, Etika Pastoral, Yogyakarta: Kanisius, 2009.

(7)

Hane, Emanuel, Hakekat Sakramen Tahbisan, Jakarta: Konfrensi Wali Gereja, 2006.

Kempis, Tomas A, J.O.H Padmasepoetra (penerj.), De Imitatione Christi

Mengikuti Jejak Kristus, Tulisan Suci dan Inspirasional dari Thomas A Kempis ( 1380-1471), Jakarta: OBOR, 1977.

Kusumawanta Bagus Gusti, Dominikus, Imam Di Ambang Batas, Yogyakarta: Kanisius, 2009.

Martasudjita, E., Sakramen-Sakramen Gereja, Tinjauan Teologis Liturgis Dan

Pastoral, Yogyakarta: Kanisius, 2003.

Masan, Markus dkk., Penuntun Praktis Mengenal Sakramen Gereja, Jakarta: Fidei Press, 2011.

Punda P., Herman, Sakramen dan Sakramentali Dalam Gereja, Kupang: Pusat Studi Humaniora, Fakultas Filsafat Agama Widya Mandira Kupang, 2012.

Wolor, Jhon, Menggugat Identitas Pastor dan Keabsahan Sakramen, Umat

Bertanya Gereja Menjawab, Jakarta: Prestasi Pustaka Kasih, 2009.

Ximenes C. da Helena, Panggilan dan Kepribadian Tinjauan Psikologis, Yogyakarta: Sanjuan, 2013.

MODUL

Punda Panda, Herman, Sakramentologi (diktat), Kupang: Fakultas Filsafat UNWIRA, 2007.

(8)

Lampiran 1

KUISIONER PENELITIAN TENTANG PEMAHAMAN UMAT MENGENAI SAKRAMEN DAN PARA PELAYAN SAKRAMEN

Keterangan :

 Jumlah 20 pernyataan.

 Berilah tanda centang (ѵ) pada kolom setuju atau tidak setuju sesuai pendapat anda atas pernyataan yang ada.

No PERNyATAAN Jumlah Responden 100 Orang Responden dan persentasi Responden Setuju Tidak Setuju Setuju Tidak Setuju 1 Imam Diakon dan Uskup adalah

mereka yang sudah menerima sakramen Pembabtisan.

2 Imam Diakon dan Uskup adalah mereka yang sudah menerima sakramen Imamat.

3 Diakon, Imam dan Uskup yang sudah ditahbiskan menggantikan posisi Allah dalam menyelamatkan umat manusia di dunia.

4 Rahmat sakramen berasal dari para pelayan sakramen.

5 Rahmat sakramen berasal dari Allah. 6 Sakramen dalam Gereja Katolik layak

diterimakan oleh para pelayan sakramen yang terlibat dalam skandal. 7 Daya guna sakramen tidak tergantung

pada Imam ataupun disposisi si pelayan (dan atau penerima).

8 Sakramen yang dibawakan oleh para pelayan sakramen yang terlibat skandal adalah sah

9 Sakramen yang diterimakan oleh para pelayan sakramen yang terlibat dalam skandal itu berdaya guna.

10 Perayaan sakramen yang dibawakan oleh para pelayan sakramen yang

(9)

sudah meninggalkan Gereja Katolik atau sudah meninggalkan imannya sebagai seorang yang beriman katolik adalah tidak sah.

11 Sebelum merayakan Sakramen para pelayan sakramen harus mempersiapkan diri terlebih dahulu. 12 Sebelum merayakan Sakramen para

pelayan sakramen harus mempersiapkan diri terlebih dahulu walaupun ia terlibat skandal yang berat

13 Para pelayan sakramen yang terlibat skandal atau masalah serius yang bertentangan dengan kehidupannya sebagai kaum tertahbis pantas merayakan sakramen-sakramen dalam Gereja Katolik.

14 Pelayan sakramen yang sudah di ex komunikasikan dari Gereja Katolik masih memiliki rahmat untuk merayakan sakramen.

15 Rahmat itu berasal dan bersumber dari pelayan sakramen.

16 Para pelayan sakramen yang melakukan skandal dengan tahu dan mau telah menghilangkan rahmat sakramen yang ada dalam dirinya. 17 Sah atau tidak sahnya sebuah perayaan

sakramen bergantung mutlak pada disposisi batin para pelayan sakramen meskipun ia terlibat skandal.

18 Umat sebagai penerima sakramen dianjurkan untuk tidak menerima sakramen dari para pelayan sakramen yang terlibat skandal.

19 Para pelayan sakramen dilarang untuk tidak berbuat dosa.

20 Para pelayan sakramen adalah mereka yang dipilih karena hidup mereka suci dan tak bercelah.

(10)

Lampiran II NO Pernyataan Jumlah Responden 100 Orang Jumlah % Responden

Setuju Tidak Setuju 1 Imam, Diakon, dan Uskup adalah

mereka yang sudah menerima sakramen Pembabtisan.

92 8 100

2 Imam, Diakon, dan Uskup adalah mereka yang sudah menerima sakramen Imamat.

82 18 100

3 Diakon, Imam, dan Uskup yang sudah ditahbiskan menggantikan posisi Allah dalam menyelamatkan umat manusia di dunia.

57 43 100

4 Rahmat sakramen berasal dari para pelayan sakramen.

53 47 100

5 Rahmat sakramen berasal dari Allah. 83 17 100 6 Sakramen dalam Gereja Katolik layak

diterimakan oleh para pelayan sakramen yang terlibat dalam skandal.

74 26 100

7 Daya guna sakramen tidak tergantung pada Imam ataupun disposisi si pelayan (dan atau penerima).

58 42 100

8 Sakramen yang dibawakan oleh para pelayan sakramen yang terlibat skandal adalah sah

59 41 100

9 Sakramen yang diterimakan oleh para pelayan sakramen yang terlibat dalam skandal itu berdaya guna.

61 39 100

10 Perayaan sakramen yang dibawakan oleh para pelayan sakramen yang sudah meninggalkan Gereja Katolik atau sudah meninggalkan imannya sebagai seorang yang beriman katolik adalah tidak sah.

54 46 100

11 Sebelum merayakan Sakramen para pelayan sakramen harus mempersiapkan diri terlebih dahulu.

100 0 100

12 Sebelum merayakan Sakramen para pelayan sakramen harus mempersiapkan diri terlebih dahulu walaupun ia terlibat skandal yang

(11)

berat

13 Para pelayan sakramen yang terlibat skandal atau masalah serius yang bertentangan dengan kehidupannya sebagai kaum tertahbis pantas merayakan sakramen-sakramen dalam Gereja Katolik.

82 18 100

14 Pelayan sakramen yang sudah di ex komunikasikan dari Gereja Katolik masih memiliki rahmat untuk merayakan sakramen.

94 6 100

15 Rahmat itu berasal dan bersumber dari pelayan sakramen.

24 76 100

16 Para pelayan sakramen yang melakukan skandal dengan tahu dan mau telah menghilangkan rahmat sakramen yang ada dalam dirinya.

76 24 100

17 Sah atau tidak sahnya sebuah perayaan sakramen bergantung mutlak pada disposisi batin para pelayan sakramen meskipun ia terlibat skandal.

50 50 100

18 Umat sebagai penerima sakramen dianjurkan untuk tidak menerima sakramen dari para pelayan sakramen yang terlibat skandal.

41 59 100

19 Para pelayan sakramen dilarang untuk tidak berbuat dosa.

40 60 100

20 Para pelayan sakramen adalah mereka yang dipilih karena hidup mereka suci dan tak bercelah.

(12)

Lampiran III Indikator dan Skor

NO PERNYATAAN Jumlah Responden 100 Orang Respon dan Prosentase Respon Setuju Tidak Setuju Setuju TDK SETU JU 1 Imam Diakon dan Uskup adalah mereka

yang sudah menerima sakramen Pembabtisan

92 8 92

( 92 % ) 8 ( 8 % ) 2 Imam Diakon dan Uskup adalah mereka

yang sudah menerima sakramen Imamat

82 18 82 ( 82% )

18 ( 18% ) 3 Diakon, Imam dan Uskup yang sudah

ditahbiskan menggantikan posisi Allah dalam menyelamatkan umat manusia di

dunia

57 43 57 ( 57 % )

43 ( 43 % )

4 Rahmat sakramen berasal dari para pelayan sakramen

53 47 53 ( 53% )

47 ( 47% ) 5 Rahmat sakramen berasal dari Allah 83 17 83

( 83 %) 17 ( 17% ) 6 Sakramen dalam Gereja Katolik layak

diterimakan oleh para pelayan sakramen yang terlibat dalam skandal

74 26 74 ( 74 % )

26 ( 26 % ) 7 Daya guna sakramen tidak tergantung

pada imam ataupun disposisi si pelayan (dan atau penerima)

58 42 58 ( 58 % )

42 ( 42% ) 8 Sakramen yang dibawakan oleh para

pelayan sakramen yang terlibat skandal adalah sah

59 41 59 ( 59 % )

41 ( 41 % ) 9 Sakramen yang diterimakan oleh para

pelayan sakramen yang terlibat dalam skandal itu berdaya guna

61 39 61 ( 61 % )

39 ( 39 % ) 10 Perayaan sakramen yang dibawakan oleh

para pelayan sakramen yang sudah meninggalkan Gereja Katolik atau sudah

meninggalkan imannya sebagai seorang yang beriman katolik adalah tidak sah

54 46 54 ( 54 %)

46 ( 46 % )

11 Sebelum merayakan Sakramen para pelayan sakramen harus mempersiapkan

diri terlebih dahulu

100 0 100 ( 100 %)

0 ( 0 % )

(13)

12 Sebelum merayakan Sakramen para pelayan sakramen harus mempersiapkan

diri terlebih dahulu walaupun ia terlibat skandal yang berat

57 43 57 ( 57 % )

43 ( 43 % )

13 Para pelayan sakramen yang terlibat skandal atau masalah serius yang bertentangan dengan kehidupannya sebagai kaum tertahbis pantas merayakan

sakramen-sakramen dalam Gereja Katolik

82 18 82 ( 82 % )

18 ( 18 % )

14 Pelayan sakramen yang sudah di ex komunikasikan dari gereja katolik masih

memiliki rahmat untuk merayakan sakramen

94 6 94

( 94 % ) 6 ( 6 % )

15 Rahmat itu berasal dan bersumber dari pelayan sakramen

24 76 24 ( 24 % )

76 ( 76 % ) 16 Para pelayan sakramen yang melakukan

skandal dengan tahu dan mau telah menghilangkan rahmat sakramen yang

ada dalam dirinya.

76 24 76 ( 76 % )

24 ( 24 % )

17 Sah atau tidak sahnya sebuah perayaan sakramen bergantung mutlak pada disposisi batin para pelayan sakramen

meskipun ia terlibat skandal

50 50 50 ( 50 % )

50 ( 50 % )

18 Umat sebagai penerima sakramen dianjurkan untuk tidak menerima sakramen dari para pelayan sakramen

yang terlibat skandal

41 59 41 ( 41 % )

59 ( 59 % )

19 Para pelayan sakramen dilarang untuk tidak berbuat dosa

40 60 40 ( 40 % )

60 ( 60 % ) 20 Para pelayan sakramen adalah mereka

yang dipilih karena hidup mereka suci dan tak bercelah

52 48 52 ( 52 % )

48 ( 48 % )

(14)

Lampiran IV

Tabel : Skala Prosentase Jumlah Responden dan Interpretasi

No Jumlah Responden Interpretasi Prosentase 1

2

3

100 Orang yang diambil dari Paroki Santo Simon Petrus Tarus khususnya Kelompok Umat Basis ( K U B ) Santa Maria Ratu Damai

Umat memahami dengan baik tentang rahmat sakramen

0 – 45

Umat kurang memahami tentang rahmat Sakramen

46 – 70

Umat sangat kurang memahami tentang rahmat sakramen

(15)

Lampiran V Kuisioner

kuisioner dibagikan kepada 100 Orang Umat Paroki St. Simon Petrus Tarus, Kelompok Umat Basis (KUB) Sta. Maria Ratu Damai Noelbaki.

(16)

Lampiran VI Daftar Informan

1. NAMA : BENEDIKTUS BEN SOGE UMUR : 55 TAHUN

JENIS KELAMIN : LAKI-LAKI ALAMAT : NOELBAKI

2. NAMA : AGUSTINA A. SERAN UMUR : 52 TAHUN

JENIS KELAMIN : PEREMPUAN ALAMAT : NOELBAKI

3. NAMA : STEFANUS FLORIANUS GOO MASYA UMUR : 28 TAHUN

JENIS KELAMIN : LAKI-LAKI ALAMAT : NOELBAKI 4. NAMA : PETRUS TODA

UMUR : 34 TAHUN JENIS KELAMIN : LAKI-LAKI ALAMAT : NOELBAKI

(17)

CUURICULUM VITAE

Nama Lengkap : Chanel Dorotheus Odjan Soge

Tempat dan Tanggal Lahir : Kupang, 28 Maret 1991

Riwayat Pendidikan :

SDK Santo. Yosep Noelbaki Kupang Tengah 1997 – 2003

SMPK Hati Tersuci Maria ( H T M ) Halilulik – Atambua 2003 – 2004

SMPK SANTA. Theresia Kupang 2004 – 2006

SMA Seminari Sta. Maria Imaculata Lalian 2006 - 2010

(18)

Gambar

Tabel : Skala Prosentase Jumlah Responden dan Interpretasi

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu standar yang telah ditetapkan adalah standar penilaian, dalam standar penilaian disebutkan adanya Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), yaitu kriteria ketuntasan belajar

- menguraikan contoh kasus pemilu di Indonesia - menjelaskan dampak pemilu terhadap perubahan Materi Pokok : definisi, tugas, sistem dan organisasi partai politik

Penelitian padada tahun sebelumnya oleh De Bruyn dan Lilien (2008) menyatakan bahwa konsumen masa kini akan bergantung pada media sosial lebih untuk mendapatkan

1. Pola hubungan pemanfaatan lahan pertanian ini terjadi karena adanya ketidakmerataan pemilikan lahan. Bentuk pola hubungan antara pemanfaat lahan pertanian ini dilihat

Berdasarkan hasil penelitian perubahan garis pantai di sepanjang pantai perairan muara Cisadane (Kali Adem sampai dengan Tanjung Pasir) dengan menggunakan data citra Landsat 5TM

Komputer dalam jaringan yang menjalankan program yang tersimpan di komputer lain disebut ..... Sebuah komputer yang menyimpan program dan data yang digunakan oleh

Keberadaan bakteri probiotik PTB 1.4 pada saluran pencernaan ikan sebesar 18% mampu meningkatkan aktivitas enzim dan kecernaan, sehingga mampu meningkatkan

Perubahan sosial yang tidak dikehendaki atau yang tidak direncanakan, merupakan perubahan-perubahan yang terjadi tanpa dikehendaki, berlangsung diluar jangkauan