IMPLEMENTASI ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) DAN
ALGORITMA GENETIKA UNTUK REKOMENDASI DAN OPTIMASI
PEMUPUKAN BERIMBANG TANAMAN HORTIKULTURA
Ayu Nur Fadilah
1, Imam Cholissodin
2, Wayan Firdaus Mahmudy
2Informatika, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya, Malang 65145, Indonesia Email : [email protected],[email protected], [email protected]
ABSTRAK
Indonesia merupakan negara tropis dengan wilayah yang cukup luas dan memiliki variasi agroklimat yang beragam yang berpotensi untuk pengembangan hortikultura. Permasalahannya adalah produksi dalam negeri belum dapat memenuhi kebutuhan konsumsi sepenuhnya disebabkan rendahnya produksi komoditas hortikultura. Salah satu faktor penyebab rendahnya produksi komoditas hortikultura adalah rendahnya mutu bibit dan biaya produksi yang relatif besar. Salah satu usaha untuk meningkatkan hasil produksi komoditas hortikultura dapat dilakukan dengan penggunaan dosis pupuk secara optimal. Permasalahan optimasi dosis pupuk dapat diselesaikan dengan pendekatan baru AHP/GA yang menggabungkan Analytical Hierarchy Process (AHP) dan Genetic Algorithm (GA) untuk optimasi dosis pupuk berdasarkan jenis-jenis pupuk yang sesuai kriteria yang telah ditentukan. Metode AHP dan GA dipilih karena metode AHP dapat menyelesaikan permaslahan multi kriteria berdasarkan perbandingan preferensi dari setiap elemen dalam hierarki. Sedangkan Algoritma Genetika dipilih karena algoritma ini dapat digunakan pada optimasi masalah dalam ruang pencarian yang sangat luas dengan cepat. Dari hasil pengujian menggunakan AHP dan GA menggunakan 2 jenis tanaman, 3 jenis pupuk, jumlah populasi 80, jumlah generasi 800,
kombinasi cr 0,2 dan mr 0,8 dengan rata-rata nilai fitness 1, 54 x 10-7mampu memenuhi kebutuhan hara tanaman.
Hasil terbaik yang didapatkan hasil pengujian sistem dapat menghemat biaya sebesar 0,25 %.
Kata Kunci : Analytical Hierarchy Process, Algoritma Genetika, Optimasi Dosis Pupuk, Hortikultura
ABSTRACT
Indonesia is a tropical country with a large area and has a diverse agro-climatic variations that have the potential for development of horticulture. The problem is that domestic production can not meet consumption needs entirely due to lower production of horticultural commodities. One of the factors causing low production of horticultural commodities is the low quality of seeds and production costs are relatively large. One attempt to improve yield production of horticultural commodities can be done with the use of fertilizers optimally. Fertilizer dose optimization problems can be solved with new approach AHP / GA that combines Analytical Hierarchy Process (AHP) and Genetic Algorithm (GA) for optimization of fertilizer dose based on the types of fertilizer corresponding predetermined criteria. AHP and GA has been selected as AHP can complete multi-criteria based on comparison of the preferences of each element in the hierarchy. While the Genetic Algorithms been this algorithm can be used in the optimization problem in a very broad search space quickly. From the test results using AHP and GA uses two types of plants, 3 types of fertilizers, the total population of 80, the amount of generation 800, a combination of mr cr 0.2 and 0.8 with an average value of fitness 1, 54 x 10-7 to meet the needs plant nutrient. The best results were obtained test results the system can save as much as 0.25 %.
Keywords: Analytical Hierarchy Process, Genetic Algorithm, Ferlitilizer Dose Optimation, Horticulture
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara tropis dengan wilayah yang cukup luas dan memiliki variasi agroklimat yang beragam. yang berpotensi untuk pengembangan hortikultura. Penggunaan lahan untuk pengembangan hortikultura sebesar 1,8 juta Ha dari total 17,1 juta ha luas lahan yang digunakan untuk
komoditas pangan (Pusat Kajian Hortikultura Tropika, 2013).
Permintaan terhadap komoditas hortikultura akhir-akhir ini cenderung meningkat. Namun, produksi dalam negeri belum dapat memenuhi permintaan tersebut sepenuhnya. Hal ini terlihat dari data kebutuhan konsumsi buah dan sayuran masing-masing sekitar 32,6 kg/kapita/tahun dan 32 kg/kapita/tahun, sedangkan yang terpenuhi sebesar
Fadilah, AN, Cholissodin, I & Mahmudy, WF 2015, 'Implementasi analytical hierarchy process (AHP) dan algoritma
21,1 kg/kapita/tahun dan 14 kg/kapita/tahun (Sunu dan Wartoyo, 2006) karena rendahnya produksi hortikultura.Salah satu usaha untuk meningkatkan
hasil produksi komoditas hortikultura dapat
dilakukan dengan penggunaan pupuk. Selama ini, masyarakat petani melakukan pemupukan dengan pengetahuan yang sangat terbatas. Mereka cenderung memupuk dengan dasar perkiraan dan terkadang menyamaratakan jenis dan dosis pupuk pada tanaman mereka. Sehingga, pemupukan yang awalnya bertujuan untuk meningkatkan hasil produksi malah menimbulkan kerugian ekonomi bahkan pencemaran
lingkungan. Maka, diperlukan rekomendasi
pemupukan yang tepat agar dapat menghasilkan produk dan kualitas tanaman yang diinginkan dan juga untuk menghindari kesalahan penggunaan pupuk yang menyebabkan kerusakan lingkungan (Susila, 2013).
Rekomendasi pemupukan yang tepat terus digalakkan melalui program pemupukan berimbang. Pemupukan berimbang adalah menyediakan semua hara yang cukup pada jenis dan dosis pupuk yang sesuai dengan kebutuhan tanaman. Diperlukan suatu sarana yang dapat menjembatani pengetahuan pakar dan kebutuhan informasi para petani untuk mengaplikasikan konsep pemupukan berimbang. Salah satunya adalah pembuatan aplikasi komputer yakni sistem pakar pemupukan Phosporus and
Potassium Decision Support System (PKDSS) yang
dapat membantu atau menggantikan pakar dalam menyelesaikan masalah kesuburan tanah, terutama dalam menentukan takaran pupuk (Balai Penelitian Tanah, 2010). Namun, aplikasi tersebut masih terbatas karena hanya dapat digunakan untuk menentukan dosis pupuk pada tanaman padi dan jagung.
Permasalahan optimasi dosis pupuk dapat diselesaikan dengan penerapan Algoritma Genetika. Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Wardhani (2011), Algoritma Genetika diterapkan untuk menyelesaikan permasalahan optimasi bahan pakan ikan air tawar. Hasil dari penelitian tersebut adalah nilai komposisi bahan pakan ikan air tawar yang dapat memenuhi kebutuhan nutrisi ikan mencapai 100% dan tingkat efisiensi biaya hingga
45%. Dalam proses pengambilan keputusan
pemilihan jenis pupuk yang melibatkan banyak kriteria dan pilihan alternatif, metode Analytical
Hierarchy Process (AHP) dapat digunakan sebagai
solusi pemecahan masalah. Dalam penelitian
sebelumnya, Makassau (2012) menerapkan metode
Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk menentukan prioritas program kesehatan. Hasil dari penelitian tersebut didapatkan beberapa prioritas program kesehatan dalam bentuk perankingan dengan jumlah total bobot semua alternatif bernilai 1.
Analisa hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa dengan penggunaan metode AHP, maka semua alternatif pemecahan masalah dapat ditentukan prioritasnya dengan baik.
Pendekatan baru AHP/GA yang menggabungkan
Analytical Hierarchy Process (AHP) dan Genetic Algorithm (GA) telah diterapkan sebagai solusi untuk
menyelesaikan masalah penjadwalan guru di sekolah dasar di Libanon (Sbeity, 2014). Pada penelitian tersebut, AHP digunakan untuk memberikan nilai pada setiap guru. Titik kunci dari AHP dalam menghitung nilai adalah perbandingan berpasangan dari seperangkat kriteria guru, kemudian dilakukan perankingan. Nilai yang diperoleh masing-masing guru tersebut kemudian dijadikan sebagai salah satu inputan untuk menghitung nilai satisfaction function dalam proses Algoritma Genetika. Setelah diperoleh nilai fitness dari prosess GA, maka dihasilkan jadwal yang sesuai dan memenuhi preferensi masing-masing guru (Sbeity, 2014). Pendekatan metode gabungan AHP dan GA dalam penelitian ini terbukti dapat menghasilkan solusi yang feasible dengan nilai
satisfaction function yang maksimal.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, penulis berinisiatif untuk merancang dan membangun sebuah sistem berbasis komputer untuk merekomendasikan jenis pupuk dan optimasi dosis pupuk sesuai dengan kebutuhan tanaman. Pada proses pemilihan jenis pupuk dapat digunakan metode AHP untuk menentukan jenis-jenis pupuk yang sesuai berdasarkan kriteria yang telah ditentukan. Selain itu, permasalahan komposisi dosis pupuk memiliki ruang permasalahan yang kompleks. Meskipun telah ada batasan minimal dosis pupuk untuk masing-masing jenis tanaman, namun dosis minimal tersebut belum tentu memenuhi kebutuhan hara tanaman, karena kebutuhan hara tanaman berbeda-beda tergantung pada status hara tanah tempat tanaman tersebut akan ditanam. Algoritma Genetika dapat menjadi solusi untuk permasalahan penentuan dosis pupuk. Setiap kromosom pada satu generasi merepresentasikan komposisi dosis pupuk, dan kromosom yang mewakili solusi tersebut dapat mempunyai lebih dari satu jenis pupuk. Sehingga, dalam penelitian ini gabungan AHP dan GA dapat menjadi solusi terbaik.
Dengan adanya sistem rekomendasi pemupukan berimbang menggunakan Algoritma Genetika dan AHP ini, diharapkan dapat membantu para petani dalam menentukan jenis pupuk yang sesuai dengan kebutuhan tanaman serta menentukan dosis pupuk yang tepat sehingga kesalahan manajemen pupuk dapat dihindari untuk menjaga kesuburan tanah dalam jangka waktu panjang dan menghindari pencemaran lingkungan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah
dipaparkan, maka dapat dibuat rumusan masalah penelitian sebagai berikut :
1.
Bagaimana mengimplementasikan AHP danAlgoritma Genetika untuk rekomendasi dan optimasi pemupukan berimbang pada tanaman hortikultura ?
2.
Bagaimana mengukur kualitas solusi yangdihasilkan AHP dan Algoritma Genetika?
1.3 Batasan Masalah
Batasan masalah pada penelitian ini adalah :
1. Jenis tanaman yang digunakan sebagai salah
satu kriteria penentuan jenis pupuk adalah beberapa jenis tanaman hortikultura, meliputi 5 jenis tanaman tanaman sayur.
2. Jenis pupuk yang direkomendasikan dalam
sistem ini meliputi kombinasi pupuk organik dan anorganik.
3. Parameter masukan berupa jenis tanaman dan
status hara tanah untuk diproses menggunakan metode AHP sehingga dihasilkan output berupa rekomendasi beberapa jenis pupuk.
4. Parameter algoritma genetika terdiri dari jumlah
generasi maksimum, ukuran populasi, panjang kromosom, crossover rate (cr), mutation rate
(mr), dan fungsi fitness dihitung berdasarkan
harga pupuk dan selisih kebutuhan hara.
1.4 Tujuan
Tujuan dari penyusunan skripsi ini adalah
1. Mengimplementasikan Algoritma Genetika dan
AHP untuk rekomendasi dan optimasi
pemupukan berimbang pada tanaman
hortikultura.
2. Mengetahui kualitas solusi dari hasil penerapan
AHP dan Algoritma Genetika untuk
rekomendasi dan optimasi pemupukan
berimbang pada tanaman hortikultura.
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hortikultura
hortikultura didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari budidaya tanaman sayuran, buah-buahan, bunga-bungaan, atau tananaman hias (Zulkarnain, 2010 ). pembudidayaan tanaman hortikultura harus secara intensif, mulai dari pemanenan, pengangkutan, sampai pada pemasaran. Oleh karena itu, budidaya tanaman hortikultura bersifat padat modal dan padat karya. Secara ringkas dapat diakatakan bahwa tanaman hortikultura adalah tanaman yang budidayanya menghendaki masukan
(input) yang tinggi, namun menghasilkan keluaran (output) yang juga tinggi per satuan luas per satuan
waktu (Zulkarnain, 2010).Berdasarkan kegunaannya,
tanaman hortikultura dapat dikelompokkan menjadi tanaman hortikultura yang dapat dikonsumsi, yakni sayuran, buah-buahan, dan tanaman hortikultura yang tidak dikonsumsi seperti tanaman hias.
2.2 Pupuk dan Pemupukan
Pupuk adalah material yang ditambahkan pada media tanam atau tanaman untuk mencukupi kebutuhan hara yang diperlukan tanaman sehingga
mampu berproduksi dengan baik. Takaran pupuk
yang digunakan untuk memupuk satu jenis tanaman akan berbeda untuk masing-masing jenis tanah, hal ini dapat dipahami karena setiap jenis tanah memiliki karakteristik dan susunan kimia tanah yang berbeda. Oleh karena itu anjuran (rekomendasi) pemupukan
harus dibuat lebih rasional dan berimbang
berdasarkan kemampuan tanah menyediakan hara dan kebutuhan hara tanaman itu sendiri sehingga efisiensi penggunaan pupuk dan produksi meningkat tanpa merusak lingkungan akibat pemupukan yang berlebihan.
Pemupukan yang dilakukan pada tanaman berarti menambahkan atau menyediakan hara bagi tanaman. Unsur hara yang ditambahkan tersebut di antaranya adalah nitrogen (N), fosfat (P), kalium (K), belerang (S), kalsium (Ca), seng (Zn), tembaga (Cu), dan besi (Fe). Dengan demikian program pemupukan berimbang dapat saja menggunakan pupuk tunggal (Urea, ZA, TSP, SP-36 dan KCL) dan atau pupuk majemuk (Soemarno, 2010).
Pupuk dapat dibedakan berdasarkan bahan asal, senyawa, fasa, cara penggunaan, reaksi fisiologi, jumlah dan macam hara yang dikandungnya (Sumarno, 2013).
Berdasarkan asalnya dibedakan :
1. Pupuk alam, ialah pupuk yang terdapat di alam atau dibuat dengan bahan alam tanpa proses yang berarti. Misalnya pupuk kompos, pupuk kandang guano, pupuk hijau, dan pupuk batuan phospat.
2. Pupuk buatan ialah pupuk yang dibuat oleh
pabrik. Pupuk buatan digolongkan berdasarkan
unsur hara yang dikandungnya, sifat
kelarutannya, dan sifat keasaman yang terjadi dalam penggunaannya. Pupuk buatan yang sering dipakai adalah TSP, Urea, Rustika, dan Nitrophonska. Pupuk ini dibuat oleh pabrik dengan mengubah sumber daya alam melalui proses fisika dan/atau kimia.
Berdasarkan senyawanya dibedakan :
1. Pupuk organik, ialah pupuk yang berupa
senyawa organik.
Kebanyakan pupuk alam tergolong pupuk organik adalah pupuk kandang, kompos, guano.
Fadilah, AN, Cholissodin, I & Mahmudy, WF 2015, 'Implementasi analytical hierarchy process (AHP) dan algoritma
Berdasarkan fasa-nya dibedakan :
1. Pupuk padat, pupuk ini umumnya mempunyai
kelarutan yang beragam mulai dari yang mudah larut air sampai yang sukar larut dalam air. 2. Pupuk cair, pupuk ini berupa cairan, dan cara
penggunaannya dilarutkan dulu dengan air. Berdasarkan cara penggunaannya dibedakan:
1. Pupuk daun, ialah pupuk yang yang cara
pemupukannya dengan dilarutkan dalam air kemudian disemprotkan ke permukaan daun.
2. Pupuk akar, merupakan pupuk yang diberikan ke
dalam tanah di sekitar akar agar diserap oleh akar tanaman.
Berdasarkan reaksi fisiologisnya dibedakan :
1. Pupuk yang mempunyai reaksi fisiologis masam,
artinya bila pupuk tersebut diberikan ke dalam tanah ada kecenderungan tanah menjadi lebih asam. Misalnya adalah pupuk KCL dan Urea.
2. Pupuk yang memiliki reaksi fisiologis basa
adalah pupuk yang jika diberikan ke dalam tanah cenderung menyebabkan pH tanah meningkat. Contohnya adalah pupuk chili saltpeter, calnitro, dan kalsium sianida.
Berdasarkan jumlah hara yang dikandungnya, dibedakan :
1. Pupuk tunggal, merupakan pupuk yang hanya
mengandung satu hara tanaman saja. Jenis-jenis pupuk tunggal adalah sebagai berikut :
a. Pupuk Nitrogen
Beberapa contoh pupuk N yang penting dan sering digunakan adalah pupuk Zwavelzure
Amoniak (ZA) yang mengandung nitrogen
sebesar 20,5-21% dan belerang sebesar 24%. Contoh pupuk nitrogen lain yang juga sering digunakan adalah pupuk Urea. Pupuk ini mengandung 45-46% nitrogen.
b. Pupuk Fosfat
Pupuk fosfat yang banyak digunakan diantaranya adalah :
- Super fosfat tunggal, pupuk ini mengandung
P2O5 sebesar 14-20%.
- Triple Super Phosphate (TSP), pupuk ini
mengangdung 46% P2O5
c. Pupuk Kalium
Pupuk kalium sangat penting bagi tanaman. Pemberian pupuk K yang cukup akan meningkatkan kualitas hasil, dan menekan
kerusakan karena penyakit dan
meningkatkan ketahanan terhadap
kekeringan.
2.3 Pemupukan Tanaman Hortikultura
Program pemupukan tanaman yang berdasarkan analisis tanah dimulai dengan pengambilan contoh tanah pada lahan yang akan ditanami.
Untuk menentukan tingkat kesuburan tanah hasil analisis tanah dicocokkan dengan Tabel ineterpretasi
hasil analisis tanah menggunakan Mechlih-I untuk budidaya tanaman sayuran pada tanah mineral yang dikeluarkan oleh laboratorium uji tanah tersebut. Contoh Tabel interpretasi hasil analisis tanah disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Interpretasi hasil analisis tanah
menggunakan untuk budidaya tanaman sayuran
Unsur Satuan Sangat
Rendah Rendah Sedang Tinggi
Sangat Tinggi N % <0,1 0,1-0,2 0,2-0,5 0,5-1 >1 P2O5 ppm <10 10-15 16-30 31-60 >60 K2O ppm <20 20-35 36-60 61-125 >125 Sumber :Susila, 2013
Kemudian, setelah kategori kesuburan tanah
diketahui, selanjutnya data rekomendasi pupuk dapat ditentukan menggunakan Tabel rekomendasi yang disajikan pada Tabel 2 (Susila 2013).
Tabel 2. Rekomendasi Pemupukan Sayuran
Sumber : Susila, 2013
Sebagai contoh, seorang petani akan menanam tomat pada suatu lahan. Sebelum penanaman, petani tersebut mengambil contoh tanah secara diagonal di lahan agar dapat mewakili kesuburan tanah seluruh lahan. Contoh tanah tersebut kemudian dilakukan uji korelasi dan uji kalibrasi. Petani memperoleh hasil analisis tanah sebagai berikut (Susila 2013):
P = 15 ppm (Part Per Million ) K = 40 ppm
pH tanah = 6,6.
Setelah dicocokkan dengan Tabel 2, ternyata lahan tersebut mengandung P dalam kategori sangat rendah dan mengandung K dalam kategori sedang.
Berdasarkan Tabel rekomendasi, maka dapat
ditentukan rekomendasi sebagai berikut :
- Karena pH tanah 6,6 maka tidak perlu
dilakukan pengapuran
- Dosis pupuk yang diperlukan adalah N = 200
kg N/ha
- P = 168 kg P2O5/ha
- K = 134 kg K2O/ha
2.4 Analytical Hierarchy Process (AHP)
Analytical Hierarchy Process (AHP) adalah
teknik untuk mendukung proses pengambilan keputusan yang bertujuan untuk menentukan pilihan terbaik dari beberapa alternatif yang dapat diambil.
Jenis Tanaman Kg/ha/musim tanam N P2O5 K2O SR R S T ST SR R S T ST Bawang 150 168 213 174 0 0 168 134 112 0 0 Kacangan 100 134 174 135 0 0 134 112 90 0 0 Kentang 200 134 213 98 0 0 168 168 168 168 168 Mentimun 150 134 174 135 0 0 134 112 90 0 0 Tomat 200 168 213 174 0 0 252 168 112 0 0
AHP bertujuan mengatasi masalah dari Multi
Attribute Decision Making (MADM). Metode ini
memberikan bobot relatif berdasarkan sistem
hierarki. AHP yang diperkenalkan oleh Thomas L.Saaty di awal tahun 1970-an sebagai model subyektif proses pengambilan keputusan berdasarkan banyak atribut pada sistem hierarki ( Artika, 2013 ).
Dalam penentuan prioritas sebagai solusi
permasalahan menggunakan metode Analytical
Hierarchy Process (AHP) diperlukan beberapa
tahapan, diantaranya adalah sebagai berikut
(Winiarti, 2014):
1. Penyusunan Hierarki
Pada tahap ini, dilakukan analisis permasalahan yang nyata ke dalam struktur hierarki. Membuat struktur hierarki dimulai dengan memasukkan kriteria-kriteria yang diperlukan.
2. Membandingkan elemen
Dalam membandingkan elemen, ditetapkan
nilai perbandingan berpasangan antar-elemen.
Perbandingan dilakukan berdasarkan manajemen dan pengambilan keputusan dengan menilai tingkat
kepentingan suatu elemen lainnya.
Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut (Winiarti, 2009) :
1) Menetapkan perbandingan, elemen-elemen
dibandingkan berpasangan terhadap satu elemen level baris atas dengan level kolom kiri. Interpretasi pembobotan menggunakan skala perbandingan Saaty disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Skala AHP dan definisinya
Skala Definisi dan “Importance”
1 Sama pentingnya (Equal Importance)
3 Sedikit lebih penting (Slightly more importance)
5 Jelas lebih penting (Materially more importance)
7 Sangat jelas lebih penting (Significantly more
importance)
9 Mutlak lebih penting (Absolutely more
importance)
2,4,6,8 Ragu-ragu antara dua nilai yang berdekatan.
Kebalik an
Jika untuk aktivitas i mendapat suatu angka bila dibandingkan dengan aktivitas j, maka j mempunyai nilai kebalikan bila dibandingkan dengan i.
Sumber : Makassau, 2012
2) Nilai dialog matriks, yaitu perbandingan suatu pasangan elemen dengan elemen itu sendiri diisi dengan bilangan satu.
3) Membandingkan elemen yang pertama dari
suatu pasangan (elemen di kolom kiri matriks) dengan elemen kedua (elemen di baris puncak) dan dihitung nilai bobot prioritasnya dengan skala nilai perbandingan berpasangan yang nilainya 1 sampai 9.
3. Menghitung bobot prioritas
Setelah didapatkan matriks perbandingan
berpasangan, langkah selanjutnya adalah mengukur
bobot tiap elemen dengan langkah-langkah sebagai berikut (Nuzulita, 2014) :
a. Menjumlahkan elemen pada kolom yang
samapada matriks perbandingan yang
terbentuk. Hal ini dilakukan pada setiap kolom.
b. Membagi setiap elemen pada setiap kolom
dengan jumlah elemen kolom tersebut (hasil dari langkah sebelumnya). Hal ini dilakukan pada setiap kolom sehingga terbentuk matriks
baru yang elemennya merupakan hasil
pembagian tersebut.
c. Menjumlahkan elemen matriks baru
berdasarkan barisnya.
d. Membagi hasil penjumlahan baris dari langkah
sebelumnya dengan total alternatif agar
didapatkan prioritas akhir tiap elemen dengan total bobot prioritas sama dengan 1. Proses dilakukan untuk membuat total bobot prioritas sama dengan 1 disebut proses normalisasi.
4. Menghitung Konsistensi Logis
Konsistensi jawaban dalam menentukan
prioritas elemen merupakan prinsip pokok yang akan menentukan validitas data dari hasil pengmabilan keputusan. AHP mengukur konsistensi menyeluruh dari berbagai pertimbangan melalui rasio konsistensi (Winiarti, 2009).
Nilai konsistensi harus 10% atau kurang, jika lebih dari 10% maka pertimbangan tersebut perlu diperbaiki. Perhitungan konsistensi didasarkan pada nilai Consistency Ratio (CR) yang diperoleh dari perbandingan antara Consistency Index (CI) dengan
Random Index (RI). Indeks konsistensi (CI) adalah
perhitungan matematis untuk setiap perbandingan berpasangan. CI menyatakan deviasi konsistensi. Indeks acak Random Index (RI) merupakan hasil dari respon acak yang mutlak. Semakin tinggi CR maka
semakin rendah konsistensi, demikian juga
sebaliknya (Makassau, 2012).
Proses penghitungan konsistensi logis diperoleh
dengan persamaan di bawah ini. Sebelum
menghitung CR, maka dihitung CI terlebih dulu. Perhitungan CI ditunjukkan dalam Persaamaan (2-1).
= () ... (2-1) Dimana n = banyaknya elemen
Setelah didapat nilai CI, baru dihitung nilai CR menggunakan Persamaan (2-2).
CR = CI/RI ... (2-2)
Dimana :
- CR = Consistency Ratio
- CI = Consistency Index
- RI= Random Index
RI merupakan nilai rata-rata indeks yang dihasilkan secara random yang diperoleh dari percobaan yang menggunakan sampel dengan jumlah besar untuk matriks dengan order 1 hingga 15
Fadilah, AN, Cholissodin, I & Mahmudy, WF 2015, 'Implementasi analytical hierarchy process (AHP) dan algoritma
(Nuzulita, 2014). Nilai RI yang digunakan untuk menghitung CR disajikan pada Tabel 4 berikut ini.
Tabel 4. Nilai RI untuk menghitung nilai
konsistensi
N 1&
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 RI 0.00 0.58 0.90 1.12 1.24 1.32 1.41 1.45 1.49 1.51
Sumber : Winiarti, 2009
Jika rasio konsistensi ≤ 0.1, hasil perhitungan data dapat dibenarkan. Namun jika CR > 0.1 maka hasil proses AHP tidak valid.
5. Menentukan Prioritas Sub Kriteria
Perhitungan sub kriteria dilakukan terhadap sub-sub dari semua kriteria. Perhitungan prioritas sub
kriteria melalui proses perhitungan matriks
perbandingan kriteria berpasangan sub kriteria, kemudian dilakukan proses normalisasi, kemudian menghitung jumlah baris, lalu membagi jumlah baris dengan banyaknya elemen sub kriteria, kemudian menghitung rasio konsistensi (Artika, 2013).
2.5 Algoritma Genetika
Algoritma genetika (Genetic Algorithms, GAs) merupakan tipe Evolution Algorithm (EA) yang paling popular. Dalam penyelesaian suatu masalah, algoritma genetika memetakan (encoding) suatu masalah menjadi string kromosom yang tersusun atas sejumlah gen yang menggambarkan variabel-variabel keputusan yang digunakan dalam solusi. Representasi string kromosom beserta fungsi fitness untuk menilai seberapa bagus sebuah kromosom untuk menjadi solusi yang layak sehinngga dapat dimasukkan ke algoritma genetika (Mahmudy, 2013).
Penentuan algoritma genetika merupakan
pekerjaan yang tidak mudah. Beberapa parameter algoritma genetika adalah ukuran populasi (popSize), banyaknya generasi, crossover rate (cr), dan
mutation rate (mr) (Mahmudy, 2013).
Algoritma yang digunakan dalam penelitian ini adalah algoritma genetika dengan pengkodean real (real-coded genetic algorithms). Metode crossover yang digunakan adalah extended intermediate
crossover yang ditunjukkan dengan Persamaan (2-3)
dan Persamaan (2-4) berikut ini.
offspring1 = P1 + α (P2 – P1) ... (2-3)
offspring2 = P2 + α (P1 – P2) ... (2-4)
dimana P1 dan P2 adalah dua parent yang dipilih
secara acak, dan nilai α dibangkitkan secara acak pada interval [0,1].
Metode mutasi yang digunakan adalah random
mutation yaitu menggunakan Persamaan (2-5)
x’i = x’i + r (Maxi – Mini) ... (2-5)
dimana :
- x’i adalah nilai gen hasil mutasi ke-i
- i merupakan panjang kromosom
- Maxi adalah nilai batas atas range gen ke-i, dan
Mini adalah nilai batas bawah range gen ke-i,
pada kasus ini batas bawah dan batas atas adalah batas dosis minimal dan maksimal pupuk yang dianjurkan.
- Nilai range r dibangkitkan dari nilai random pada interval [-0,1; 0,1].
Langkah selanjutnya adalah menghitung fitness dengan Persamaan (2-6).
= () ... (2-6) Dimana :
- adalah bilangan kecil yang bervariasi sesuai dengan permasalahan yang diselesaikan.
- ℎ adalah sebuah fungsi yang akan diminimalkan
- adalah fungsi fitness
Sedangkan seleksi mengguakan metode elitism.
3. METODOLOGI PENELITIAN
Langkah-langkah dan rancangan yang digunakan dalam pneleitian ini ditunjukkan pada Gambar 1.
Gambar 1 Diagram Blok Tahap Penelitian 3.2 Data Penelitian
Data yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi :
1. Data hasil analisis tanah yang terdiri dari data jenis tanah beserta kandungan unsur haranya.
2. Data range dosis pupuk untuk tanaman
hortikultura.
3. Data pupuk yang terdiri dari nama jenis pupuk
dan kandungan hara pupuk
4. Data perbandingan bobot kriteria, sub-kriteria,
dan alternatif untuk rekomendasi pemilihan jenis pupuk. 3.3 Perancangan Sistem Pengumpulan Data Analisis Kebutuhan PengujianSistem Studi Literatur Perancangan Sistem Implementasi Sistem Pengambilan Kesimpulan dan Saran
Alir perancangan sistem untuk rekomendasi dan optimasi pupuk berimbang pada tanaman hortikultura ditunjukkan pada Gambar 2.
Gambar 2 Flowchart rekomendasi dan optimasi
pupuk berimbang tanaman hortikultura Berdasarkan ilustrasi pada Gambar 2 alur sistem meliputi :
• Memilih jenis tanaman dan status hara tanah
• Perhitungan AHP melalui tahapan :
•Penyusunan Hierarki
jika seorang petani ingin menanam tanaman tomat, memerlukan beberapa jenis pupuk yang memenuhi kebutuhan hara N, P, dan K. Untuk masing-masing kandungan unsur hara, dibuat susunan hierarki untuk menentukan prioritas pemilihan jenis pupuk berdasarkan kriteria seperti ditunjukkan Gambar 3.
Gambar 3 Hierarki proses pemilihan jenis pupuk
•Memasukkan nilai matriks perbandingan
kriteria dan sub kriteria berpasangan seperti ditunjukkan dalam Tabel 5.
Tabel 5. Matriks Perbandingan Kriteria Berpasangan
Pemilihan Pupuk N
Kriteria Kandungan N Kelarutan Biaya pada tanah Pengaruh
Pengaruh pada kualitas tanaman Kemudahan penggunaan Kandungan N 1,00 2,00 5,00 7,00 5,00 7,00 Kelarutan 0,50 1,00 3,00 3,00 5,00 5,00 Biaya 0,20 0,33 1,00 0,33 0,33 3,00 Pengaruh pada tanah 0,14 0,33 3,00 1,00 1,00 7,00 Pengaruh pada kualitas tanaman 0,20 0,20 3,00 1,00 1,00 5,00 Kemudahan Penggunaan 0,14 0,20 0,33 0,14 0,20 1,00 Jumlah 2,19 4,07 15,33 12,48 12,53 28,00
•Normalisasi nilai perbandingan kriteriadan sub
kriteria berpasangan seperti ditunjukkan dalam Tabel 6.
Tabel 6 Perhitungan normalisasi perbandingan
kriteria berpasangan
Kriteria Kandungan N Kelarutan Biaya Pengaruh pada tanah Pengaruh pada kualitas tanaman Kemudahan penggunaan Kandungan N 0,46 0,49 0,33 0,56 0,40 0,25 Kelarutan 0,23 0,25 0,20 0,24 0,40 0,18 Biaya 0,09 0,08 0,07 0,03 0,03 0,11
Pengaruh pada tanah 0,07 0,08 0,20 0,08 0,08 0,25 Pengaruh pada
kualitas tanaman 0,09 0,05 0,20 0,08 0,08 0,18
Kemudahan
Penggunaan 0,07 0,05 0,02 0,01 0,02 0,04
Jumlah 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00
Nilai Kolom 1, baris 1 = 1,00 / 2,19 = 0,46
•Menghitung bobot kriteria dan sub kriteria seperti ditunjukkan dalam Tabel 7.
Tabel 7. Hasil perhitungan bobot kriteria
Kriteria Kandungan N Kelarutan Biaya pada tanah Pengaruh Pengaruh pada kualitas tanaman Kemuda han penggu naan Bobot Kandungan N 0,46 0,49 0,33 0,56 0,40 0,25 0,41 Kelarutan 0,23 0,25 0,20 0,24 0,40 0,18 0,25 Biaya 0,09 0,08 0,07 0,03 0,03 0,11 0,07 Pengaruh pada tanah 0,07 0,08 0,20 0,08 0,08 0,25 0,13 Pengaruh pada kualitas tanaman 0,09 0,05 0,20 0,08 0,08 0,18 0,11 Kemudahan Penggunaan 0,07 0,05 0,02 0,01 0,02 0,04 0,03 Jumlah 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00
Perhitungan bobot kriteria untuk masing-masing kriteria adalah sebagai berikut :
BobotKandungan N = ,,,,,,
= 0,41
• Menghitung nilai lamda maksimum
Diawali dengan menghitung vektor jumlah bobot,
yaitu mengalikan matriks perbandingan
berpasangan dengan bobot kriteria.
Pemilihan Jenis Pupuk yang mengandung Nitrogen (N)
Kelarutan Biaya Pengaruh
pada tanah Pengaruh pada kualitas tanaman
Mudah disimpan Mudah tersedi a Mudah disiapkan kandungan N pupuk NPK Urea ZA Kemudahan Penggunaan Pengaruh pada buah Pengaruh pada bunga Pengaruh pada daun Asam Basa
Fadilah, AN, Cholissodin, I & Mahmudy, WF 2015, 'Implementasi analytical hierarchy process (AHP) dan algoritma 1,00 2,00 5,000,50 1,00 3,00 0,20 0,33 1,00 7,00 5,00 7,00 3,00 5,00 5,00 0,33 0,33 3,00 0,14 0,33 3,00 0,20 0,20 3,00 0,14 0,20 0,33 1,00 1,00 7,00 1,00 1,00 5,00 0,14 0,20 1,00&' ' ' ' ( x 0,410,25 0,07 0,13 0,11 0,03&' ' ' ' ( = 2,9161,759 0,411 0,812 0,736 0,204&' ' ' ' (
Kemudian membagi nilai vektor jumlah bobot dengan bobot kriteria. Hasil dari penghitungan ini disebut sebagai nilai prioritas.
Nilai prioritas=,,, ;,., ;,,. ;,/, ;,., ;,,0
=17,05 7,094 6,179 6,471 6,545 6,1572
Lalu menghitung rata-rata dari nilai pada langkah ke-2 dan hasilnya dinotasikan sebagai λ456. λ Maks = .,.,,.,.,,.
= 6,58
• Menghitung nilai CR
Diawali dengan menghitung nilai CI sebagai berikut CI = (λ Maksimum – n) / (n – 1)
= ( 6,58 – 6) / (6 – 1) = 0,116
Langkah terakhir dari AHP yaitu menentukan konsistensi rasio. Konsistensi Rasio ( CR ) diperoleh dengan cara membagi CI dengan RI. Dimana, RI (Random Index) adalah sebuah fungsi langsung dari
jumlah alternatif atau sistem yang sedang
dipertimbangkan. Tabel index ratio dapat dilihat pada Tabel 4. Pada kasus ini karena jumlah elemen=6 maka RI=1,24 sehingga hasil perhitungan CR adalah sebagai berikut :
Nilai CR = CI/RI = 0,116 / 1,24 = 0,094
Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan, nilai
CR untuk faktor kriteria yang digunakan
menunjukkan nilai 0,094, maka dapat disimpulkan perbandingan berpasangan yang dilakukan adalah konsisten karena nilai CR kurang dari 10%, sehingga nilai faktor evaluasi kriteria yang digunakan pada kasus perhitungan ini dapat digunakan untuk perhitungan AHP.
4. Perhitungan Algortima Genetika
Diawali dengan memilih jenis pupuk hasil
rekomendasi AHP, kemudian memasukkan parameter Algoritma genetika, meliputi : Jumlah generasi =3, Ukuran Populasi (popsize)= 10, Crossover Rate
(cr)=0,4 dan Mutation Rate (mr)=0,2.Proses GA
meliputi :
• Pembentukan Populasi Awal
Parent KROMOSOM Fitness
Urea kg/ha SP-36 kg/ha KCL kg/ha
P1 199 118 200 2,4427E-07 P2 126 121 61 2,0826E-07 P3 254 248 121 2,3646E-07 P4 182 112 60 2,1434E-07 P5 179 131 84 2,1582E-07 P6 291 189 191 2,3835E-07 P7 268 208 163 2,3594E-07 P8 131 205 62 2,1489E-07 P9 292 120 100 2,3044E-07 P10 203 148 164 2,2175E-07
Populasi awal dibangun menggunakan bilangan
random dengan range bilangan yang telah
ditentukan. Range bilangan tersebut menyatakan batas minimal dan maksimal dosis pupuk yang
telah ditentukan oleh pakar yang telah
ditunjukkan pada Tabel 2.
• Proses Crossover
Setiap kali proses crossover berlangsung, akan dihasilkan 2 offspring. Maka harus dilakukan proses
crossover sebanyak 2 kali untuk menghasilkan 4
offspring. Pada proses crossover terlebih dulu dibangkitkan nilai α1, α2, α3 secara acak. Nilai
masing-masing α ditunjukkan pada Tabel 8.
Tabel 8 Pembangkitan nilai α
α 1 α 2 α 3
0,61519 0,54886 0,52223
Kemudian dipilih dua parent secara acak, misalnya P1 dan P8.
P1 199 118 200
P8 131 205 62
Nilai gen pada masing-masing offspring didapatkan dengan perhitungan menggunakan persamaan (2-3) dan (2-4). Hasil dari perhitungan crossover pertama ditunjukkan pada Tabel 9.
Tabel 9 Hasil crossover C1 157,167 165,751 127,932
C2 172,833 157,249 134,068
C1, kolom 1 = 199 + (0,61519 x (131 – 199)) =
157,167
• Proses Mutasi
Jumlah offspring hasil proses mutasi dengan metode
random mutation adalah 0,2 x 10 = 2 offspring.
Setiap kali proses mutasi berlangsung, akan dihasilkan 1 offspring. Pada proses mutasi terlebih dulu dibangkitkan nilai rsecara acak pada interval [-0,1; 0,1]. Nilai masing-masing r ditunjukkan pada Tabel 10.
Tabel 10 Pembangkitan nilai r
r 1 r 2 r 3
-0,05 -0,0232 -0,0415
Kemudian dipilih dua parent secara acak, misalnya P2 dan P3.
P2 126 121 61
P3 254 248 121
Nilai gen pada masing-masing offspring didapatkan dengan perhitungan menggunakan persamaan (2-5). Hasil mutasi ditunjukkan pada Tabel 11
Tabel 11 Hasil mutasi C5 117,17 57,52 114,78
C6 245,17 244,52 114,78
C5, kolom 1 = 126 + (-0,05 x (300 – 125)) = 117,17
dimana nilai 300 dan 125 adalah nilai maksimum dan minimum range dosis pupuk urea untuk tanaman tomat.
• Menghitung Nilai Fitness
Terlebih dahulu dihitung jumlah hara yang terkandung dalam masing-masing pupuk sebagai berikut :
Kandungan N dalam Urea = 199 kg x
= 89,55 kg
Kandungan P2O5 dalam SP-36=118 kgx =42,48 kg
Kandungan K2O dalam KCL = 200 kg x =120 kg
Sedangkan kebutuhan hara yang harus dipenuhi adalah N sebesar 200 kg/ha, P2O5 sebesar 168 kg/ha,
dan K2O sebesar 168 kg/ha. Kemudian dihitung
selisih kebutuhan hara dalam masing-masing pupuk.
δ7 = |200 − 89,55| = 110,45 δ :;= |168 − 42,48| = 125,52 δ <; = |168 − 120| = 2
Setelah didapatkan nilai penalti untuk masing-masing pupuk, langkah selanjutnya adalah menghitung nilai
fitness dengan persamaan (2-6).
Sehingga total penalty adalah sebagai berikut :
penalty = (=* δ7) + ((=* δ :;)+ ((=* δ <;)
= (10.000 x 110,45) + (10.000 x 125,52) + (10.000 x 2) = 2.379.700
Langkah selanjutnya adalah menghitung total harga yaitu dengan mengalikan dosis pupuk pada masing-masing gen dengan harga pupuk sesuai jenisnya sebagai berikut : total harga P1= (199 x 1800) + (200 x 5600) + (118 x 2000) = 1.714.200 Fitness = ....... = 2,44266 x10 -7 • Proses Seleksi
Pada proses seleksi ini digunakan metode seleksi elitsm. Proses seleksi ini dilakukan dengan memilih individu dengan nilai fitness terbesar sebanyak jumlah populasi awal. Hasil dari proses seleksi ditunjukkan pada Tabel 12 berikut ini.
Tabel 12. Hasil seleksi
Parent baru
Parent asal
KROMOSOM
total penalti Harga Fitness
Tomat Kacang Urea Sp-36 KCL Urea SP-36 KCL P1 C6 291,86 143,17 176,64 101,90 57,98 90,08 5783559,15 2604742,47 1,1921E-07 P2 C5 274,86 225,17 151,64 56,90 72,98 91,08 5857359,15 2552742,47 1,1890E-07 P3 P5 277 146 167 99 57 88 5927200 2510800 1,1851E-07 ... P10 C2 226,56 186,67 183,52 78,58 66,43 68,02 6086434,13 2464098,12 1,1695E-07
5. PENGUJIAN DAN ANALISIS
Pengujian sistem meliputi :
1. Pengujian Data Matriks Perbandingan Kriteria
dan Sub Kriteria berpasangan
Pengujian matriks perbandingan kriteria berpasangan digunakan untuk mendapatkan nilai bobot dari sub kriteria yang digunakan. Pengujian dilakukan sebanyak 10 kali untuk masing-masing 5 data kriteria perbandingan berpasangan.
Data ke-1 sampai data ke-5 merupakan sekumpulan data yang terdiri dari data kombinasi jenis tanaman, data matriks perbandingan kriteria dan sub kriteria berpasangan, nilai status hara tanah, serta parameter Algoritma Genetika. Untuk masing-masing data dilakukan perhitungan nilai fitness untuk didapatkan rata-rata fitness terbaik
2. Pengujian jumlah populasi
Jumlah generasi yang digunakan untuk
pengujian awal ukuran populasi adalah sebanyak 100 generasi, banyak populasi yang diuji adalah kelipatan 10, dimulai dari jumlah populasi 10 sampai 100, nilai
cr yang digunakan adalah 0,4 dan nilai mr yang
digunakan adalah 0,2. Untuk setiap generasi dilakukan 10 kali percobaan.
3. Pengujian jumlah generasi
Parameter algoritma genetika yang digunakan dalam pengujian terhadap jumlah generasi terbaik adalah menggunakan ukuran populasi terbaik dari hasil pengujian populasi sebelumnya yaitu sebesar 80, nilai cr adalah 0,4 dan nilai mr adalah 0,2. Untuk pengujian generasi, masing-masing dilakukan sebanyak 10 kali dengan banyak generasi kelipatan 100, dimulai dari jumlah generasi 100 sampai jumlah generasi 1000.
4. Pengujian kombinasi cr dan mr
Pengujian terhadap kombinasi cr dan mr dilakukan untuk mendapatkan nilai kombinasi cr dan
mr terbaik
5. Pengujian range α
Pengujian terhadap nilai range α bertujuan untuk mendapatkan range α yang sesuai untuk mendapatkan individu-individu hasil crossover dengan rata-rata nilai fitness terbaik
6. Pengujian range r
Pengujian terhadap nilai range r bertujuan untuk mendapatkan range r yang sesuai untuk mendapatkan individu-individu hasil mutasi dengan rata-rata nilai
fitness terbaik
7. Pengujian konvergensi Algoritma Genetika
Pengujian konvergensi dalam Algoritma
Genetika ini bertujuan untuk mengetahui konvergensi dalam penerapan Algoritma Genetika. Dalam pengujian konvergensi ini digunakan jumlah populasi terbaik hasil pengujian sebelumnya yaitu sebesar 80, sedangkan jumlah generasi dalam pengujian ini menggunakan kelipatan 10 dimulai dari jumlah generasi 100 hingga 1000. Berbeda dengan pengujian
iterasi, pengujian konvergensi menggunakan
indikator nilai fitness terbaik. Sedangakan nilai cr,
Fadilah, AN, Cholissodin, I & Mahmudy, WF 2015, 'Implementasi analytical hierarchy process (AHP) dan algoritma
5.1.1 Analisis Pengujian Data Matriks Perbandingan Kriteria dan Sub Kriteria Berpasangan
Dari hasil pengujian data matriks perbandingan kriteria dan sub kriteria berpasangan maka dapat dibuat grafik hasil pengujian terhadap matriks perbandingan kriteria dan sub kriteria berpasangan seperti ditunjukkan dalam gambar 5.1.
Gambar 5.1 Grafik Hasil Pengujian terhadap
Matriks Perbandingan Kriteria dan sub-kriteria Berpasangan
Berdasarkan Gambar 5.1, telah ditunjukkan bahwa matriks perbandingan kriteria berpasangan memiliki pengaruh yang besar terhadap penentuan jenis pupuk yang sesuai dengan jenis tanaman dan
status hara tanah. Sedangkan nilai matriks
perbandingan sub kriteria berpasangan bergantung terhadap nilai bobot matriks perbandingan kriteria berpasangan yang diberikan. Dengan memberikan nilai matriks yang sesuai, maka akan dihasilkan
bobot yang konsisten untuk memperoleh
rekomendasi pupuk yang sesuai. Dari data jenis tanaman, status hara tanah, dan jenis pupuk yang dipilih dapat dibangkitkan solusi optimasi dosis pupuk yang optimal. Hal ini ditunjukkan oleh nilai
fitness masing-masing data. Berdasarkan Gambar 5.1
ditunjukkan bahwa nilai rata-rata fitness terbaik didapatkan pada pengujian data ke-1 dengan nilai
fitness sebesar 1,3097 x 10-7.
5.1.2 Analisis Pengujian Ukuran Populasi
Grafik hasil uji coba dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4 Uji Coba Ukuran Populasi
Berdasarkan grafik hasil uji coba pada Gambar 4, ditunjukkan bahwa semakin besar ukuran populasi, maka rata-rata fitness yang dihasilkan
cenderung meningkat. Rata-rata fitness yang
dihasilkan ukuran populasi diatas 80 cenderung stabil. Hal ini menunjukkan bahwa ukuran populasi 80 adalah ukuran populasi yang paling optimal. Perubahan yang tidak begitu besar ini terjadi karena anak yang dihasilkan pada proses reproduksi mirip dengan induknya. Pola peningkatkan nilai fitness yang sebanding dengan peningkatan ukuran populasi ini juga diperoleh oleh Pratiwi, Mahmudy, dan Dewi pada tahun 2014 yang menerapkan algoritma genetika untuk mengoptimasi biaya pemenuhan kebutuhan gizi.
5.1.3 Pengujian dan Analisis Banyaknya Generasi
Pada pengujian banyaknya generasi ini, digunakan ukuran populasi hasil uji coba sebelumnya yaitu ukuran populasi 80. Banyaknya generasi yang diuji adalah mulai 100 hingga 1000 dengan crossover
rate 0.4 dan mutation rate 0.2. Grafik hasil pengujian
dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5 Uji Coba Banyaknya Generasi
Berdasarkan grafik hasil uji coba pada Gambar 5, dapat dilihat rata-rata fitness mengalami peningkatan dari generasi 100 menuju generasi 1000. Rata-rata fitness yang dihasilkan generasi diatas 700 cenderung stabil karena perubahan rata-rata fitness yang tidak begitu besar.Semakin banyak generasi maka semakin besar waktu komputasi, namun belum tentu menghasilkan solusi yang lebih baik. Pola seperti ini juga ditemukan dua penelitian lain yaitu penelitian pertama yang menerapkan algoritma genetika untuk mengoptimasi biaya pemenuhan kebutuhan gizi yang dilakukan oleh Pratiwi, Mahmudy, dan Dewi pada tahun 2014.
5.1.4 Pengujian dan Analisis Kombinasi
Crossover Rate dan Mutation Rate
Pengujian crossover rate (cr) dan mutation
rate (mr) dilakukan untuk mengetahui kombinasi cr
dan mc terbaik yang dapat menghasilkan fitness paling optimal. Grafik hasil pengujian dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6 Uji Coba cr dan mr
Berdasarkan grafik hasil uji coba pada Gambar 6, rata-rata fitness yang dihasilkan sangat meningkat. Dapat disimpulkan bahwa kombinasi cr 0.2 dan mr 0.8 merupakan nilai kombinasi yang paling baik.
Permasalahan yang ingin diselesaikan
dipengaruhi oleh kombinasi nilai parameter yang tepat. Sebuah permasalahan sulit mendapatkan solusi terbaik jika nilai cr terlalu rendah karena algoritma
genetika kurang efektif dalam melakukan
pembelajaran dari generasi sebelumnya Sedangkan
nilai cr yang terlalu tinggi mengakibatkan
konvergensi dini yaitu tidak adanya perubahan terlalu besar dalam mendapatkan solusi ketika diuji coba pada beberapa generasi saja karena offspring yang dihasilkan akan mempunyai kemiripan yang tinggi dengan induknya.
5.1.5 Pengujian dan Analisis Range α
Grafik hasil pengujian terhadap range α ditunjukkan dalam Gambar 7.
Gambar 7 Grafik Hasil Pengujian Terhadap Range α
Berdasarkan Gambar 7 dapat disimpulkan bahwa rata-rata nilai fitness yang baik dihasilkan dari pembangkitan nilai random α 0;2, -1;0, -1;1, -1;2, dan 1;2. Pada range nilai-nilai tersebut dihasilkan rata-rata nilai fitness yang hampir sama yakni 1, 54 x 10-7. Hal ini ditunjukkan dengan garis grafik yang melandai pada range nilai-nilai tersebut.
5.1.6 Pengujian dan Analisis Range r
Grafik hasil pengujian terhadap range r ditunjukkan dalam Gambar 8.
Gambar 8 Grafik Hasil Pengujian Terhadap Range r
Berdasarkan Gambar 8 dapat disimpulkan bahwa rata-rata nilai fitness yang baik dihasilkan dari pembangkitan nilai random r 0;1, 0;2, -1;1, -1;2, dan 1;2. Pada range nilai-nilai tersebut dihasilkan rata-rata nilai fitness yang hampir sama yakni 1, 54 x 10-7.
5.1.7 Pengujian dan Analisis Konvergensi
Grafik hasil pengujian Algoritma Genetika ditunjukkan dalam Gambar 9.
Gambar 9 Grafik Pengujian Konvergensi
Berdasarkan Gambar 9 dapat disimpulkan bahwa jumlah iterasi mempengaruhi nilai fitness untuk semua data, semakin besar iterasi akan meningkatkan kinerja Algoritma Genetika dalam
menghasilkan solusi yang lebih baik yang
ditunjukkan dengan meningkatnya nilai fitness seiring dengan pertambahan jumlah iterasi. Pola seperti ini juga ditemukan pada penelitian yang dilakukan oleh Sundarningsih, Mahmudy, dan Sutrisno pada tahun 2015 yang menerapkan Algoritma Genetika untuk optimasi vehicle Routing
Problem with Time Window (VRPTW).
Berdasarkan grafik Gambar 5.6, untuk data ke-1, solusi yang dihasilkan Algoritma Genetika mulai konvergen pada jumlah iterasi 400. Untuk data ke-2, rata-rata nilai fitness mulai konvergen pada jumlah iterasi 400. Sedangkan data ke-3, grafik mulai melandai pada iterasi ke-600. Untuk data ke-4 dan ke-5, kedua grafik mulai melandai pada iterasi 600.
5.3 Solusi Terbaik yang Pernah Didapatkan
Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan pada sistem dengan menggunakan parameter Algoritma Genetika yang optimal yaitu dengan
Fadilah, AN, Cholissodin, I & Mahmudy, WF 2015, 'Implementasi analytical hierarchy process (AHP) dan algoritma
jumlah populasi sebanyak 80, jumlah generasi sebanyak 800, kombinasi cr 0,2 dan mr 0,8 didapatkan kromosom-kromosom terbaik sebagai solusi untuk menentukan kombinasi dosis pupuk untuk jenis tanaman tertentu yang dipilih dengan nilai
fitness paling besar ditunjukkan dalam tabel 5.8. Tabel 13 Hasil Rekomendasi Dosis Pupuk Optimal
Tanaman Tomat Kacang
biaya pupuk Urea SP-36 KCL Urea SP-36 KCL Kandungan hara 200,007 167,9652 251,91 99,9675 133,9776 132,432 6464550 dosis pupuk 444,46 466,57 419,85 222,15 372,16 220,72
Berdasarkan Tabel 13 maka dapat
disimpulkan bahwa dosis pupuk Urea yang direkomendasikan untuk tanaman tomat optimal, karena hanya memiliki selisih 0,015 kg lebih besar dari kebutuhan hara yang direkomendasikan pakar, pupuk SP-36 yang direkomendasikan sistem 0,097 lebih kecil dari rekomendasi pakar, pupuk KCL memiliki selisih 0,15 kg lebih kecil dari rekomendasi pakar. Sedangkan untuk tanaman kacang, pupuk Urea memiliki selisih 0,07 kg lebih kecil dari rekomendasi pakar, pupuk SP-36 memiliki selisih 0,006 kg lebih kecil dibandingkan dengan rekomendasi pakar, dan pupuk KCL memiliki selisih 2,6 kg lebih kecil dari yang direkomendasikan pakar. Total biaya yang dibutuhkan adalah sebesar Rp 6.464.550,00. Biaya ini Rp 15.894 lebih murah jika dibandingkan dengan total biaya sesuai rekomendasi dosis pakar yakni sebesar Rp 6.480.444,00.
6. PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pengujian yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut.
1. Untuk mengimplementasikan metode Analytical
Hierarchy Process (AHP) dan Algoritma
Genetika, yang harus dilakukan adalah
menghitung nilai bobot kriteria, sub kriteria, dan alternatif untuk mendapatkan peringkat dari beberapa jenis pupuk sebagai rekomendasi pemilihan pupuk yang sesaui dengan jenis tanaman yang ingin ditanam serta sesuai dengan kondisi tanah. Selanjutnya, dari beberapa jenis pupuk yang dipilih akan dioptimasi dosisnya
menggunakan Algoritma Genetika. Proses
optimasi dosis pupuk diawali dengan
membangkitkan individu sebanyak jumlah
populasi yang diinginkan. Masing-masing
individu memiliki gen sebanyak jumlah pupuk
yang dipilih. Masing-masing gen
merepresentasikan dosis pupuk yang dibangkitkan
secara acak pada range minimal dan maksimal yang telah dianjurkan oleh pakar. Kemudian akan dilakukan proses crossover dan mutasi sehingga dihasilkan sejumlah offspring yang akan diseleksi bersama dengan individu parent berdasarkan nilai
fitness-nya. Seleksi menggunakan metode elitsm
hanya akan menghasilkan individu-individu dengan nilai fitness terbaik untuk diproses pada generasi selanjutnya. Proses seleksi menggunakan
elitsm akan menjamin bahwa hanya
individu-individu terbaik yang akan terpilih. Hal ini ditunjukkan dengan grafik pengujian parameter algoritma genetika yang menunjukkan nilai
fitness yang senantiasa mengalami kenaikan.
2. Untuk mengetahui hasil akurasi menggunakan
AHP dan GA pada rekomendasi dan optimasi
dosis pupuk berimbang untuk tanaman
hortikultura dapat digunakan parameter algortima genetika hasil pengujian 5.1.1 sampai 5.1.7 yaitu dengan menggunakan ukuran populasi sebesar 80, ukuran generasi sebesar 800, nilai cr 0,2 dan mr 0,8, dengan range α antara -1 sampai 1, dan range r pada rentang nilai -1 dan 1.
6.2 Saran
1. Hasil penelitian tentang implementasi AHP dan GA untuk rekomendasi dan optimasi dosis pupuk berimbang pada tanaman hortikultura ini dapat dikembangkan dan dijadikan bahan penelitian lebih lanjut agar dapat memilih lebih banyak jenis tanaman dan jenis pupuk.
2. Rekomendasi jenis pupuk dapat dikembangkan
dengan menambahkan pertimbangan waktu
pemberian pupuk sehingga optimasi dosis pupuk dapat menjadi lebih baik.
3. Diharapkan sistem ini dapat dikembangkan juga untuk dapat menyelesaikan optimasi dosis pupuk pada kasus dimana sebuah lahan memiliki status hara tanah yang berbeda-beda.
4. Diharapkan aplikasi dapat dikembangkan untuk
rekomendasi jenis tanaman lain selain
hortikultura, seperti tanaman serat, tanaman perkebunan, serta tanaman lainnya sehingga dapat membantu meningkatkan pengembangan sektor pertanian.
DAFTAR PUSTAKA
AAK. 1989, Kedelai, Yogyakarta : Kanisius.
Artika, Rini. 2013, “ Penerapan Analytical Hierarchy
Process (AHP) dalam Pendukung Keputusan
Penilaian Kinerja Guru pada SD Negeri 095244”, Vol.4, No.3, Hal 123-128.
Balai Penelitian Tanah. 2010, “ PKDSS : Sistem Pakar Pemupukan”, Vol.32, No. 6, Hal 9-10. Balai Pengkajian dan Pengembangan Teknologi
Pertanian. 2003, Petunjuk Teknis
Penelitian dan Pengkajian Nasional Hortikultura dan Indikator Pembangunan Pertanian, Departemen Pertanian.
Mahmudy, Wayan Firdaus. 2013, Algoritma Evolusi, Malang : Program Teknologi Informasi dan
Ilmu Komputer (PTIIK) Universitas
Brawijaya Malang.
Makassau, Kasman. 2012, “Penggunaan Metode
Analytical Hierarchy Process (AHP) dalam
Penentuan Prioritas Program Kesehatan (Studi
Kasus Program Promosi Kesehatan)”,
Vol.VII, No.2. Hal 105-112.
Nuzulita, Nania, Hidayat, Nurul, Dewi, Candra. 2014, “Implementasi Metode Fuzzy-AHP untuk Rekomendasi Seleksi Penerimaan Anggota Baru Paduan Suara (Studi Kasus :
Paduan Suara Mahasiswa Universitas
Brawijaya), Skripsi, PTIIK Universitas
Brawijaya.
Pratiwi, MI, Mahmudy, WF & Dewi,C. 2014, “Implementasi Algoritma Genetika pada Optimasi Biaya Pemenuhan Kebutuhan Gizi”, DORO : Repository Jurnal Mahasiswa PTIIK Universitas Brawijaya, vol 4, no.6.
Pusat Kajian Hortikultura. 2013, Strategi
Pengembangan Hortikultura Nasional, LPPM
: Institut Pertanian Bogor.
Rukmana, rahmadi. 1994, Budidaya Mentimun. Yogyakarta : Kanisius.
Samadi, Budi.1997, Usaha Tani Kentang,
Yogyakarta : Kanisisus.
Sbeity, Ihab, Dbouk, Mohammed, Kobeissi, Habib. 2014, “Combining The Analytical Hierarchy Process And The Genetic Algorithm To Splve The Timetable Problem”, Vol.5, No.4, Hal 39-50.
Setiawati, Wiwin, Murtiningsih, Rini, dkk. 2007,
Petunjuk Teknis Budidaya Tanaman Sayuran,
Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura,
Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian.
Smith, Alice.E, Coit, David W. 1996, Penalty
Functions, Section C 5.2 of Handbook of
Evolutionary Computation, Pensylvania :
University of Pittsburgh, Pittsburgh,
Pensylvania, USA.
Soemarno.2007, Kesuburan Tanah : Evaluasi dan
Pengelolaannya, Malang : PPSUB.
Soemarno. 2013, Pupuk dan Pemupukan Ramah
Lingkungan, Malang : Fakultas Pertanian
Universitas Brawijaya Malang.
Sundarningsih, D, mahmudy, WF & Sutrisno. 2015,
“Penerapan Algoritma Genetika untuk
Optimasi Vehicle Routing Problem with Time
Window (VRPTW) : Studi Kasus Air Minum
Kemasan, DORO : Repository Jurnal
Mahasiswa PTIIK Universitas Brawijaya, Vol.5, No.9.
Sunu, Wartoyo. 2009, Buku Ajar Dasar Hortikultura, Surakarta : Program Studi Agronomi Fakultas Pertanian Univesritas Sebelas Maret.
Susila, Anas.D. 2013, Pemupukan Tanaman
Hortikultura Modul VII, Bogor : Departemen
Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Suyanto. 2011, Artificial Intelligence, Bandung : Informatika.
Tyas, Rizkhy Ayuning. 2013, “Implementasi
Algoritma Genetika untuk Optimasi 0/1
Multi-Dimensional Knapsack Problem dalam
Penentuan Menu Makanan Sehat”, Skripsi, Program Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer (PTIIK) Univeristas Brawijaya. Walikota Batu. 2013, Peraturan Walikota Batu
Nomor 4 Tahun 2013 Tentang Kebutuhan, Penyaluran, dan harga Eceran tertinggi Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian Kota batu Tahun Anggaran 20113.
Wardhani, Luh Kesuma, Safrizal.M, Chairi, Achmad. 2011, “Optimasi Komposisi Bahan Pakan Air Tawar Menggunakan Metode Multi-Objective
Genetic Algorithm”, ISSN : 1907-5022, Hal
A-113.
Winarso, Soegeng. 2003, Kesubruan Tanah :
Pemupukan untuk Mendapatkan Keuntungan dan Menjaga Kualitas, Yogyakarta : Gava
Media.
Winiarti, Sri, Yuraida, Ulfah. 2009, “Aplikasi Sistem Pendukung Keputusan Penentuan Lokasi Pendirian Warnet dengan Metode Analytical
Hierarchy Process”, Vol.3, No. 2, Hal
311-322.
Zulkarnain. 2010, Dasar-Dasar Hortikultura,