• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sarwono Prawirohardjo Memorial Lecture XIV

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Sarwono Prawirohardjo Memorial Lecture XIV"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

1

Sarwono Prawirohardjo Memorial Lecture XIV

25 Agustus 2014

BONUS DEMOGRAFI:

TANTANGAN PENELITI UNTUK PENGABDIAN YANG KONKRET

DALAM PEMBANGUNAN NEGARA DAN BANGSA

Prof. dr. Fasli Jalal, PhD, SpGK

Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional

Pembangunan bangsa Indonesia merupakan cerminan untuk memenuhi harapan rakyat sehingga harus dilaksanakan secara sistematis dan berdasarkan nilai dan norma yang berlaku di masyarakat. Harapan utama masyarakat tentang apa yang ingin diwujudkan tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945 serta tercermin dalam falsafah hidup bangsa Indonesia, yaitu Pancasila.

Dasar dan falsafah hidup berbangsa dan bernegara mengarahkan pengembangan kehidupan masyarakat dan penyelenggaraan negara yang menjamin terwujudnya masyarakat yang terus meningkat kesejahteraan serta kemakmurannya sehingga rasa aman, tentram, dan keadilan masyarakat selalu terpenuhi. Dengan demikian, pembangunan harus diarahkan demi tercapainya kesejahteraan lahir dan batin bagi seluruh penduduk Indonesia, tidak saja bagi penduduk Indonesia saat ini, tetapi juga bagi penduduk Indonesia di masa mendatang. Oleh karena itu, pembangunan yang berkelanjutan merupakan prasyarat mutlak untuk terwujudnya masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera.

(2)

2

Konsep pembangunan berwawasan kependudukan adalah pembangunan yang menempatkan penduduk sebagai titik sentral pembangunan. Pemikiran ini antara lain tercetus di The Asia Pacific Conference (Konferensi Asia Pasifik) ke-55 di Bangkok, Thailand tahun 2002, yang menyatakan bahwa penduduk merupakan sumber daya pertama dan utama bagi suatu bangsa. Upaya meningkatkan kualitas penduduk juga dilakukan oleh seluruh anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), yang sejak tahun 1990-an, terutama pada International Conference on Population and Development (ICPD) tahun 1994, di Kairo, Mesir, merumuskan strategi pembangunan global untuk meningkatkan kesejahteraan umat manusia.

Pada proses selanjutnya, partisipasi seluruh negara anggota PBB untuk mendukung peningkatan kualitas penduduk dunia disepakati melalui deklarasi yang indikator-indikator pembangunannya lebih dikenal sebagai Millennium Development Goals (MDGs). Indikator-indikator pembangunan dalam MDGs sangat menekankan pada capaian kualitas hidup penduduk dan tentunya sangat wajar bila kebijakan pembangunan haruslah berdasar pada dinamika penduduk yang ada.

Berbagai temuan empirik menunjukkan bahwa tingkat kemajuan suatu bangsa sebagian besar ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia dan bukan oleh melimpahnya sumber daya alam. Jumlah penduduk yang besar akan bermanfaat jika kualitasnya tinggi. Sebaliknya jika kualitas penduduknya rendah maka jumlah penduduk yang besar hanya akan menjadi beban pembangunan. Dengan demikian, kependudukan merupakan faktor yang sangat strategis dalam kerangka pembangunan nasional yang berkelanjutan. Oleh karena itu, program kependudukan harus terintegrasi dan menjadi arus utama (mainstream) dalam semua aspek pembangunan.

Pertumbuhan Penduduk Dunia

Laju pertumbuhan penduduk dunia menunjukkan peningkatan yang sangat drastis. Pada tahun pertama Masehi penduduk dunia diperkirakan hanya sebanyak 250 juta dan pada tahun 1800 jumlah penduduk dunia menjadi 1 miliar. Selanjutnya, untuk mencapai angka 2 miliar diperlukan waktu 130 tahun. Tahun 1930 penduduk dunia menjadi 3 miliar dan penambahan 1 miliar berikutnya membutuhkan waktu 30 tahun.

(3)

3

Pada tahun 1959 penduduk dunia mencapai 4 miliar, namun penambahan 1 miliar hanya membutuhkan waktu 15 tahun. Jumlah penduduk dunia terus meningkat dari tahun ke tahun sampai pada akhirnya penambahan 1 miliar penduduk tidak lagi membutuhkan waktu yang terlalu lama, hanya sekitar 12 tahun. Pada tahun 2011 penduduk dunia telah mencapai 7 miliar.

Angka kelahiran total (Total Fertility Rate/TFR) penduduk dunia masih tinggi dan jauh di atas 2,1 anak per wanita usia reproduktif. Jika tidak dikendalikan, maka jumlah penduduk dunia akan terus meningkat. PBB telah melakukan proyeksi penduduk dengan menggunakan 3 skenario fertilitas, yaitu asumsi tinggi (TFR di atas 2,1), asumsi medium (TFR = 1,8-2,1), dan asumsi rendah (TFR di bawah 1,8). Diperkirakan jika tingkat kelahiran dunia berada di atas 2,1 sampai dengan tahun 2050, maka penduduk dunia pada saat itu akan berjumlah 10,6 miliar. Jika tingkat kelahiran antara 1,8 – 2,1, maka pada tahun 2050 penduduk dunia akan berjumlah 9,3 miliar. Sementara jika tingkat kelahiran berada di

bawah 1,8, maka jumlah

penduduk bisa ditekan menjadi 8,1 miliar. Dari beberapa skenario tersebut, diproyeksikan pada tahun 2100 penduduk dunia akan mencapai 15,8 miliar.

Namun, apabila program

pengendalian penduduk terus

ditingkatkan, maka jumlah

penduduk dunia bisa ditekan

menjadi 10,1 miliar, bahkan bisa turun menjadi 6,2 miliar. Dampak pertumbuhan penduduk baru akan terlihat dalam jangka waktu cukup lama. Perbedaan TFR sedikit saja akan menghasilkan banyak perbedaan dalam jangka panjang. Tingkat kelahiran yang ideal menurut PBB adalah antara 1,8 – 2,1.

Pertambahan jumlah penduduk yang terus-menerus akan mempengaruhi daya tampung dan daya dukung lingkungan di dunia. Apabila jumlah penduduk dunia terus bertambah sesuai dengan skenario proyeksi asumsi tinggi, maka pada tahun 2050

(4)

4

diperlukan 3 Bumi untuk bisa menampung seluruh penduduk dunia. Namun, apabila diterapkan skenario penurunan fertilitas yang cepat sejak tahun 2010, maka pada tahun 2050 hanya diperlukan sumber daya alam dari 1 Bumi saja.

Menurut PBB, pada tahun 2050 yang akan datang negara dengan jumlah penduduk terbesar di dunia adalah India dengan jumlah penduduk mencapai 1,69 miliar jiwa. India akan diikuti di urutan kedua Tiongkok dengan 1,31 miliar jiwa, ketiga Nigeria dengan 433 juta jiwa, keempat Amerika Serikat dengan 423 juta jiwa, kelima Pakistan dengan 312 juta jiwa. Indonesia ada di urutan keenam dengan jumlah penduduk mencapai 309 juta jiwa.

Perubahan struktur penduduk sebagai akibat dari

adanya perubahan tingkat kelahiran, tingkat kematian, dan

perpindahan penduduk menyebabkan terjadinya transisi

demografi, yang kemudian dibagi ke dalam empat tahapan. Fase pertama, sebelum revolusi industri

tahun 1800, saat tingkat kelahiran dan kematian masih sama-sama tinggi sehingga pertumbuhan jumlah penduduk masih rendah. Pada fase kedua, setelah revolusi industri, pertambahan penduduk tinggi karena tingkat kelahiran tetap tinggi tapi tingkat kematian mulai menurun akibat perbaikan derajat kesehatan. Pada fase ketiga, pertambahan penduduk mulai menurun karena tingkat kelahiran mulai menurun sedangkan tingkat kematian menjadi lebih rendah. Saat ini, Indonesia berada pada fase ketiga. Pada fase keempat, pertumbuhan penduduk amat rendah karena tingkat kelahiran dan tingkat kematian sama-sama rendah.

Dengan adanya penambahan penduduk yang terus-menerus, maka kebutuhan pangan, air, dan energi akan terus meningkat. Sumber daya alam yang tersedia tidak akan dapat memenuhi kebutuhan dasar manusia sehingga perebutan sumber daya alam yang semakin terbatas akan menjadi sumber konflik di masa depan. Menurut proyeksi penduduk PBB dalam World Population Prospect 2011, dengan kondisi jumlah

(5)

5

penduduk dunia sebanyak 7 miliar pada tahun 2010, maka diperlukan sumber daya alam sebanyak 1,5 bumi untuk menghidupi penduduk sejumlah tersebut.

Kondisi Penduduk Indonesia

Pada tahun 1600 jumlah penduduk Indonesia diperkirakan sekitar 10 juta jiwa. Dibutuhkan sekitar 300 tahun untuk meningkat 4 kali lipat menjadi 40 juta pada tahun 1900-an. Jumlah ini kemudian meningkat pesat pada era 1900-2000 menjadi lima kali lipatnya yaitu sekitar 200 juta. Kondisi ini menyebabkan Indonesia menjadi negara penyumbang terbesar dalam hal pertambahan penduduk dunia setelah Cina, India, Brasil, dan Nigeria (Harmadi, 2011).

Indonesia telah mengalami transisi demografi yang lebih pendek jika dibandingkan negara-negara di Eropa dan Amerika Serikat. Transisi demografi yang terjadi akibat intervensi kesehatan dan pelaksanaan program KB yang dijalankan sejajar dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi menyebabkan Indonesia secara cepat mampu mengalami transisi demografi. Pada awal tahun 1960-1970-an, Indonesia mengalami baby boom tahap pertama dengan TFR mencapai 5,6 anak per wanita usia subur. Baby boom ini terjadi tidak lepas dari kondisi sejarah Indonesia. Ketika kemerdekaan telah dicapai, terjadi lonjakan perkawinan yang diikuti dengan lonjakan jumlah kelahiran. Sementara angka kematian telah mulai menurun akibat intervensi kesehatan, terutama imunisasi dan pemakaian obat-obat modern, serta akibat perbaikan kesehatan lingkungan.

Penurunan angka kematian terutama terjadi pada kematian bayi sehingga anak-anak yang lahir pada tahun 1950-an dan seterusnya lebih banyak bertahan hidup menuju usia yang lebih tinggi (Adioetomo, 2005). Kemudian, ketika program keluarga berencana (KB) mulai digalakkan di Indonesia, TFR terus mengalami penurunan sehingga mengakibatkan pergeseran struktur penduduk menurut umur dan laju pertumbuhan penduduk (LPP).

Berdasarkan hasil Sensus Penduduk tahun 1961 dan 1971, maka Widjojo dan Iskandar memperkirakan penduduk Indonesia akan meningkat dengan cepat dan mencapai 330 juta jiwa pada tahun 2010. Namun, hasil Sensus Penduduk 2010

(6)

6

menunjukkan jumlah penduduk Indonesia hanya mencapai 237,6 juta jiwa. Artinya, melalui Program KB hampir 100 juta kelahiran dapat dicegah karena intervensi untuk menurunkan angka kelahiran melalui program KB intensif dilaksanakan di seluruh daerah. Program KB tidak saja berhasil menurunkan jumlah anak dalam setiap keluarga tetapi telah berhasil mengubah paradigma dari banyak anak banyak rejeki menjadi

norma keluarga kecil bahagia sejahtera.

TABEL 1. INDIKATOR DEMOGRAFI INDONESIA 1950-2000

1950 1961 1971 1980 1990 2000 2010

Jumlah penduduk (juta) 79,54 97,02 119,21 147,49 179,38 206,3 237,64

Jumlah perempuan 15-49 tahun (juta) 38,1 23,75 28,62 35,94 46,09 57,34 65,21 Jumlah penduduk 0-14 tahun (juta) 31,1 41,04 52,04 60,04 65.69 63.21 68,60 Jumlah penduduk 15-64 tahun (juta) 45,26 53,38 63,34 81,94 106.8 133.06 157,05 Jumlah penduduk 65+ tahun (juta) 3,18 2,61 2,97 4,77 6,75 9,58 11,98 Angka ketergantungan 75,8 81,8 86,8 79,1 67,8 54,7 51,3 1950-61 1961-71 1971-80 1980-90 1990-00 2000-10 Laju pertumbuhan penduduk (LPP) (%/tahun) 2,1 2,32 1,98 1,96 1,45 1,49

Jumlah kelahiran per

tahun (juta) 3,83 5,1 5,33 4,98 4,12 4,31

Jumlah kematian per

tahun (juta) 2,17 2,14 1,97 1,7 1,57 1,48

1967-70 1976-79 1986-89 1996-99 2005-10

TFR 5,61 4,68 3,33 2,34 2,14

IMR 145 109 71 47 28

Usia harapan hidup 45,7 52,2 59,8 65,4 69,8

Sumber: BPS. Sensus Penduduk 1950-2010.

Kalau kita melihat kembali kesuksesan program KB yang telah mengharumkan nama bangsa di dunia internasional melalui penghargaan PBB di bidang KB dan Kependudukan pada tahun 1989, memang hasilnya amat mengagumkan. Penurunan angka kelahiran dan LPP yang cukup tajam telah berhasil mencegah hampir 100 juta kelahiran penduduk hanya dalam tiga dekade.

Keberhasilan menekan LPP ini telah membawa manfaat yang besar bagi pembangunan dan ketahanan nasional kita dengan a). meningkatnya usia harapan hidup dari 45 tahun pada tahun 1961 menjadi 65 tahun pada tahun 1996; b). penurunan proporsi anak di bawah usia 15 tahun telah meringankan beban pembiayaan dalam

(7)

7

pemenuhan kebutuhan dasar seperti pangan, sandang, pelayanan kesehatan, perbaikan gizi, dan pendidikan, yang memberi peluang investasi pada berbagai bidang pembangunan sehingga berhasil menurunkan angka kemiskinan dengan tajam; c). makin pendeknya waktu untuk melahirkan dan merawat anak memungkinkan partisipasi angkatan kerja perempuan meningkat dengan sangat mengesankan; d). meningkatnya partisipasi sekolah dasar (SD) dari 41% pada tahun 1968 menjadi 94% pada tahun 1996 sedangkan partisipasi sekolah menengah setingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) meningkat dari 62% pada tahun 1993 menjadi 80% tahun 2002; e). meningkatnya rata-rata pendapatan per kapita dari US$ 57 pada tahun 1967 menjadi US$ 1.154 pada tahun 1996; f). tercapainya swasembada pangan karena peningkatan produksi pangan sejalan dengan menurunnya LPP; g) pengurangan tekanan penduduk pada lingkungan sehingga mengurangi konversi lahan-lahan produktif dan kawasan buffer zone menjadi daerah pemukiman, industri, dan perdagangan.

Sejarah ini terukir berkat kuatnya komitmen segenap pimpinan negara dan pemerintahan, kokohnya partisipasi seluruh unsur masyarakat, dan gencarnya pelembagaan Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS). Semangat gotong royong diyakini menjadi fondasi sosial yang menyatukan keterlibatan berbagai pihak, termasuk sektor swasta, dalam program KB.

Tentu semua keberhasilan tersebut disebabkan oleh adanya kelembagaan

yang utuh dan kokoh dari Pusat sampai ke tingkat daerah, bahkan sampai ke tingkat desa, dengan sumber daya manusia (SDM) berkualitas, cukup jumlahnya, dan didukung sarana dan prasarana yang lengkap.

Kita harus mengakui bahwa keberhasilan yang telah dicapai selama 30 tahun tersebut tidak berhasil kita pertahankan. Sejak reformasi dan kebijakan otonomi daerah mulai diberlakukan, Indonesia masih menghadapi 4 masalah besar dalam bidang kependudukan, yaitu jumlah yang besar, pertumbuhan yang tinggi, persebaran yang tidak merata, dan kualitas yang rendah. Program KB yang dilaksanakan sejak tahun 1970 telah berhasil menurunkan TFR dari 5,6 anak per wanita pada tahun 1970 menjadi 2,6 pada tahun 2002. Namun, TFR tidak mengalami penurunan lagi sampai dengan tahun 2012. Demikian pula LPP masih sebesar 1,49% per tahun pada periode 2000-2010. Pada periode 2000-2010 tersebut rata-rata setiap tahunnya lahir lebih dari

(8)

8

4,5 juta bayi di Indonesia. Kondisi ini menempatkan Indonesia pada peringkat keempat negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia setelah Tiongkok, India, dan Amerika Serikat.

Berdasarkan Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035, yang telah diluncurkan secara resmi oleh Presiden RI pada tanggal 29 Januari 2014 yang lalu, jumlah penduduk Indonesia akan terus meningkat dan pada tahun 2035 akan mencapai 305 juta jiwa. Diproyeksikan LPP per tahun selama periode 2010-2035 akan terus menurun menjadi 0,62% per tahun pada periode 2030-2035. Namun, apabila kita tidak berhasil menurunkan LPP, yang pada periode 2000-2010 malah meningkat dari 1,45% (periode 1990-2000) menjadi 1,49%, maka diperkirakan penduduk Indonesia akan meningkat menjadi 343 juta pada tahun 2035. Artinya, akan ada tambahan beban kependudukan yang disebabkan oleh 38 juta kelahiran yang sebetulnya tidak direncanakan. Tentunya kita semua sadar dan amat memahami betapa besarnya beban yang akan ditanggung keluarga dan negara untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka.

TABEL 2. PROYEKSI PENDUDUK INDONESIA 2005-2050

2005 2010 2015 2020 2025 2030 2035 2040 2045 2050 Jumlah penduduk (juta) 225,31 238,37 250,42 261,05 270,11 277,56 283,87 288,83 292,17 293,79 Pertambahan jumlah penduduk/tahun 2,75 2,61 2,41 2,12 1,81 1,49 1,26 0,99 0,66 0,32 Jumlah perempuan 15-49 tahun (juta) 62,1 65,7 68,5 70,11 70,94 70,88 70,2 69,1 67,7 66,3 Jumlah penduduk 0-14 tahun (juta) 64,66 64,12 63,6 62,13 60,23 58,01 56,4 55,16 54,05 52,56 Jumlah penduduk 15-64 tahun (juta) 148,25 168,18 170,79 180,38 187,18 192,63 194,74 195,25 193,71 191,55 Jumlah penduduk 65+ tahun (juta) 12,39 14,06 16,02 18,53 22,68 26,92 32,64 38,41 44,41 49,65 Angka ketergantungan 51,98 48,81 46,63 44,72 44,3 44,09 45,77 47,93 50,83 53,37 Sumber: diolah dari UN, World of Population Projection 2002 Revision

Saat ini Program Kependudukan dan Keluarga Berencana (KKB) mendapatkan “rapor merah”. Sasaran Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 nampaknya sulit tercapai. TFR, yang diharapkan turun menjadi 2,3 (sebelumnya ditargetkan 2,1) tidak berubah dari 2,6 selama 10 tahun terakhir ini. Pemakaian kontrasepsi modern pada tahun 2012 sebesar 57,9% masih jauh dari

(9)

9

sasaran sebesar 65%. Unmet need masih 11,4% padahal sasarannya harus diturunkan menjadi 5%. Selain itu, proporsi peserta KB yang menggunakan metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) cenderung menurun dan rata-rata usia perkawinan pertama perempuan juga belum mencapai target yang diharapkan. Kesemuanya itu menyebabkan rencana penurunan LPP dari 1,45% menjadi 1,27% per tahun tampaknya tidak akan tercapai karena berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2010, LPP Indonesia justru naik dari 1,45% (periode 1990-2000) menjadi 1,49% per tahun (periode 2000-2010).

Sebagian kalangan mengasosiasikan kegagalan mencapai target ini dengan terlambatnya pendelegasian kewenangan pengelolaan program KKB dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Kabupaten/Kota, yang baru berhasil dilaksanakan pada awal tahun 2004. Padahal, UU Nomor 22 tentang Pemerintahan Daerah, yang mengamanatkan otonomi daerah, sudah diterbitkan sejak 1999. Demikian pula dengan keterlambatan dalam melaksanakan Peraturan Pemerintah (PP) pelaksananya, yaitu PP Nomor 121 Tahun 2001 tentang Kewenangan Pemerintah Daerah, yang mengakibatkan semua kantor KB di masa Orde Baru yang begitu kokoh dan efektif, karena waktu itu didukung oleh sumber daya manusia (SDM) dan sumber dana yang

(10)

10

amat memadai, tercerai-berai dan hilang dari nomenklatur satuan kerja perangkat daerah (SKPD) secara mandiri. Kalau pun ada, ditempel-tempelkan saja pada SKPD yang sudah terlebih dahulu terbentuk (tahun 2000-2001) berdasarkan Peraturan Daerah (Perda).

Ketiadaan kelembagaan/SKPD yang mandiri untuk mendukung program KKB menyebabkan melemahnya komitmen sebagian besar pemerintah daerah terhadap program KB, yang kemudian diikuti dengan menurunnya jumlah dan kualitas Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) di daerah. Hal ini diperparah oleh amat terbatasnya anggaran yang disediakan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk menunjang program KKB. Keadaan ini bertambah berat karena perubahan persepsi sebagian masyarakat untuk memiliki anak yang lebih banyak, terutama di kalangan penduduk yang mempunyai kesejahteraan lebih tinggi, khususnya di daerah perkotaan, dan karena ideologi tertentu yang dianut sebagian masyarakat sehingga menolak program KB.

Jika ketiga prasyarat utama untuk keberhasilan program KKB berikut ini tidak tersedia, yaitu kelembagaan yang utuh, SDM yang cukup dan profesional, serta alokasi dana yang memadai, maka akan sulit bagi Pemerintah untuk memastikan program nasional sepenting KKB bisa terlaksana dengan efektif di 511 kabupaten dan kota yang sudah otonom tersebut. Inilah penyebab utama dari stagnan/tidak menurunnya TFR dan LPP.

Bonus Demografi

Akibat keberhasilan menurunkan angka kelahiran dan bertumbuhnya anak-anak yang lahir pada tahun 1970-an menjadi angkatan kerja, maka Indonesia berpeluang memperoleh bonus demografi pada periode tahun 2012-2045. Bonus demografi adalah suatu kondisi ketika jumlah penduduk usia produktif (15-64 tahun) di suatu wilayah jauh lebih besar jika dibandingkan dengan penduduk usia nonproduktif (0-14 tahun dan 65+ tahun). Kondisi ini dapat dilihat melalui Angka Ketergantungan, yang dihitung dari pembagian antara jumlah penduduk nonproduktif dengan penduduk produktif. Bila 100 orang usia angkatan kerja hanya menanggung kurang dari 50 orang yang tidak bekerja,

(11)

11

yaitu anak-anak dan orang tua, maka dimulailah periode bonus demografi tersebut. Selanjutnya, akan terjadi jendela peluang (window of opportunity), yaitu kondisi ketika angka ketergantungan berada pada tingkat terendah, yaitu 44 per 100 pekerja, yang diperkirakan akan terjadi selama 10 tahun dari 2020 sampai dengan tahun 2030. Penurunan rasio ini disebabkan oleh menurunnya jumlah anak yang dimiliki oleh keluarga di Indonesia. Hal ini membuat beban yang ditanggung penduduk usia produktif makin sedikit.

Namun, harus kita sadari bahwa stagnasi TFR selama 10 tahun terakhir ternyata berdampak secara nyata terhadap peluang bonus demografi dan jendela peluang. Hasil Sensus Penduduk tahun 2010 menunjukkan bahwa jumlah penduduk Indonesia mencapai 237,6 juta. Angka ini lebih banyak sekitar 3,5 juta jiwa dari yang diproyeksikan sebelumnya berdasarkan Sensus Penduduk tahun 2000. Sementara itu, berdasarkan hasil SDKI 2012, TFR yang sebesar 2,6 anak per wanita usia produktif menunjukkan bahwa TFR cenderung konstan dalam 10 tahun terakhir (2002-2012). Kedua parameter di atas mengubah perkiraan durasi jendela peluang maupun besaran angka ketergantungan (dependency ratio) pada periode jendela peluang tersebut. Semula jendela peluang diproyeksikan akan terjadi selama 10 tahun (2020-2030) dengan angka ketergantungan sebesar 44 per 100. Namun, dikarenakan tingkat fertilitas yang stagnan tadi, maka jendela peluang diperkirakan akan terjadi dalam durasi yang lebih singkat, yaitu 4 tahun, pada tahun 2028-2031, dengan kisaran angka ketergantungan yang lebih tinggi, yaitu sebesar 47 per 100. Uraian di atas menunjukkan betapa pentingnya arti penurunan TFR bagi terjadinya durasi jendela peluang maupun besaran angka ketergantungan. Kegagalan menurunkan angka fertilitas akan memperbesar proporsi penduduk non-produktif dan berdampak pada meningkatnya angka ketergantungan.

Mason (2001) dan Ross (2004) (dalam Adioetomo, 2005) mengatakan bahwa bonus demografi merupakan keuntungan ekonomi karena menurunkan proporsi penduduk umur muda dan meningkatkan proporsi penduduk usia kerja. Ini menjelaskan hubungan pertumbuhan penduduk dengan pertumbuhan ekonomi. Menurut beberapa ahli, perubahan struktur umur penduduk akibat transisi demografi mempunyai dampak terhadap pertumbuhan ekonomi di mana pertumbuhan penduduk usia kerja akan

(12)

12

memiliki hubungan positif dengan GDP per kapita. Perubahan struktur umur penduduk akibat transisi demografi berdampak pada: 1) peningkatan jumlah tenaga kerja, yang apabila mendapatkan kesempatan kerja produktif akan meningkatkan total output/ pendapatan, 2) peningkatan tabungan, serta 3) tersedianya human capital dalam jumlah yang lebih banyak. Oleh sebab itu, bonus demografi dapat dimanfaatkan apabila penduduk usia kerja yang jumlahnya sangat besar tersebut dapat memperoleh kesempatan kerja yang produktif. Kesempatan kerja yang produktif dapat diperoleh apabila kualitas SDM-nya baik sehingga dapat mengisi kesempatan kerja yang tersedia.

Bloom (2002) mengatakan bahwa terdapat faktor-faktor yang penting untuk menjelaskan hubungan bonus demografi dengan pertumbuhan ekonomi, yaitu: penawaran tenaga kerja (labor supply), peran perempuan, tabungan, dan modal manusia. Penawaran tenaga kerja yang cukup besar harus ditunjang oleh kesempatan kerja yang memadai, karena jika tidak, maka pengangguran terbuka akan semakin meningkat. Faktor kedua menyatakan bahwa perempuan mempunyai peran yang besar dalam pengendalian kelahiran melalui keikutsertaan mereka dalam ber-KB. Mengikuti KB merupakan jalan untuk mewujudkan harapan hidup kesejahteraan agar menjadi kenyataan. Perempuan lebih memilih memiliki anak yang berkualitas dibandingkan jumlah yang besar sehingga mereka kemudian dapat ikut terjun ke pasar kerja. Di sisi lain, mutu modal manusia menjadi salah satu kunci untuk pemanfaatan bonus demografi yang terjadi. Tanpa mutu modal manusia yang baik, maka kesempatan kerja tidak dapat dimanfaatkan dengan baik.

Di Asia Tenggara, Indonesia adalah negara dengan luas kawasan terbesar, penduduk terbanyak, dan sumber daya alam (SDA) terkaya. Hal tersebut menempatkan Indonesia sebagai kekuatan utama negara-negara di Asia Tenggara. Di sisi lain, konsekuensi dari akan diimplementasikannya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) dan terdapatnya ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) mengharuskan Indonesia meningkatkan daya saingnya guna mendapatkan manfaat nyata dari adanya integrasi ekonomi tersebut.

(13)

13

Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar kita dapat menikmati bonus demografi. Pertama, angkatan kerja yang berlimpah tersebut haruslah berkualitas, baik dari sisi kesehatan dan kecukupan gizinya maupun dari sisi pendidikan dan pelatihan serta kompetensi profesionalnya. Kedua, suplai tenaga kerja produktif yang besar harus diimbangi dengan tersedianya lapangan pekerjaan yang memadai sehingga pendapatan per kapita meningkat dan penduduk Indonesia dapat menabung sehingga akan meningkatkan tabungan di tingkat keluarga dan di tingkat nasional. Ketiga, jumlah anak yang sedikit dan dengan pendidikan yang lebih baik akan memungkinkan perempuan memasuki pasar kerja untuk membantu peningkatan pendapatan keluarga. Keempat, dengan berkurangnya jumlah anak umur 0-15 tahun karena program KB, anggaran yang semula disediakan untuk pelayanan kesehatan dan pendidikan mereka dapat dialihkan untuk peningkatan kualitas SDM pada kelompok umur 15 tahun ke atas agar nantinya mereka mampu bersaing meraih kesempatan kerja, baik di tingkat lokal, nasional, maupun global.

Oleh karena itu, permasalahan pembangunan SDM harus diselesaikan dari sekarang agar kita dapat memanfaatkan bonus demografi secara optimal. Apalagi bonus demografi ini hanya berlangsung sekali dalam sejarah Republik Indonesia karena angka ketergantungan sesudah tahun 2045 akan meningkat lagi di atas 50 sebagai dampak dari banyaknya penduduk lanjut usia (lansia) karena usia harapan hidup yang meningkat. Jangan sampai hal yang seharusnya menjadi berkah justru membawa bencana dan membebani negara karena masalah yang mendasar, yaitu kualitas manusia yang rendah. Jumlah tenaga kerja yang besar, jika tidak diikuti dengan kualitas tinggi, akan menjadi penduduk yang tidak produktif. Jika kita tidak mampu menyediakan lapangan kerja atau peluang usaha yang kondusif, maka kondisi ini akan diikuti dengan jumlah pengangguran yang tinggi. Tingginya jumlah pengangguran ini dapat memicu timbulnya masalah sosial yang dapat mengganggu ketahanan nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia yang kita cintai. Selain itu, kita juga harus memberi bekal kepada mereka agar mereka tidak hanya bergantung pada ketersediaan lapangan pekerjaan, tapi juga mampu menciptakan lapangan pekerjaan sendiri dengan menjadi wirausahawan (entrepreneur).

(14)

14

Untuk mengantisipasi ancaman kegagalan pemanfaatan bonus demografi, maka berbagai faktor penentu harus diperhatikan. Faktor-faktor tersebut meliputi, di antaranya, penanganan anak usia sekolah, peningkatan etos kerja, pendidikan kewirausahaan, dan penekanan kompetensi soft skills. Selain itu, harus dicermati dan diantisipasi peningkatan derajat kesehatan, pemberdayaan perempuan, agar perempuan dapat memasuki pasar kerja sehingga tabungan keluarga meningkat, dan penurunan fertilitas secara signifikan untuk mewujudkan norma keluarga kecil bahagia sejahtera, serta pemberdayaan lansia tangguh yang produktif. Semuanya harus dilakukan agar Indonesia dapat terbebas dari jebakan negara berkembang berpenghasilan menengah (low middle income trap).

Maka pertanyaan yang penting adalah intervensi apakah yang harus dilakukan terhadap berbagai kelompok umur yang sedang berada pada periode bonus demografi tersebut (2012-2045) dan kelompok umur yang pada waktunya nanti akan menjadi angkatan kerja pada periode tersebut?

Ada beberapa kelompok dalam angkatan kerja yang harus mendapat perhatian saat ini. Pertama, anak-anak yang sudah termasuk angkatan kerja tapi masih bersekolah, baik di jenjang pendidikan menengah atau pun di pendidikan tinggi. Bagi mereka tentu diperlukan proses pembelajaran yang lebih memberdayakan, yang tidak hanya membuat mereka mencintai belajar dan akan menjadi pembelajar sepanjang hayat, tetapi juga menjalani pembelajaran yang merangsang kreativitas dan inovasi, serta membentuk kepribadian atau karakter yang kokoh di samping tentunya memiliki akhlak mulia, moral, dan budi pekerti yang luhur. Bagi angkatan kerja yang masih mengganggur, perlu dilakukan intervensi peningkatan akses terhadap lapangan kerja sedangkan yang telah bekerja tapi dengan tingkat produktivitas yang rendah perlu meningkatkan keterampilan dan produktivitasnya agar lebih berdaya saing di pasar kerja.

Penentuan intervensi seperti di atas harus didasarkan pada analisis terhadap timing pemanfaatan bonus demografi, dalam hal ini berarti harus menelaah kohor (kelompok penduduk pada usia tertentu). Misalnya, bila periode jendela peluang di Indonesia terjadi mulai tahun 2028, atau 14 tahun mendatang, maka mulai tahun 2014 ini, para calon ibu harus diberi edukasi tentang perencanaan pengaturan kelahiran,

(15)

15

kehamilan dan persalinan yang sehat, serta pengetahuan tentang pentingnya menjamin kualitas pengasuhan dalam seribu hari pertama kehidupan anak. Hal ini dikarenakan bayi-bayi yang lahir pada tahun ini akan berusia 14 tahun pada tahun 2028, sedang bersiap-siap untuk menjadi angkatan kerja produktif atau melanjutkan pendidikannya. Kelompok bayi dan balita juga perlu digarap melalui pengasuhan tumbuh kembang anak secara optimal karena 14 tahun mendatang bayi-bayi tersebut akan berusia 15-19 tahun dan bersiap mulai bekerja. Dengan pengasuhan tumbuh kembang yang baik, bayi dan balita saat ini akan mengalami peningkatan kemampuan kognitif maupun psikomotorik.

Pada tahun 2014 ini anak usia sekolah dan remaja (<20 tahun) juga perlu dipersiapkan dengan baik karena 14 tahun mendatang, mereka akan berusia 25-35 tahun sehingga akan memainkan peran dominan mereka di bidang ketenagakerjaan. Kita harus memberi mereka kesempatan luas untuk menguasai teknologi dan informasi, menanamkan semangat kewirausahaan dalam diri mereka, serta membekali mereka dengan pendidikan karakter dan keterampilan hidup (life skills) agar mereka “siap pakai” saat memasuki dunia kerja nanti. Dengan demikian, proses transisi dari sekolah ke dunia kerja (transition from school to work) dapat berjalan lancar tanpa kendala. Dengan demikian, lulusan sekolah dapat sepenuhnya terserap ke dalam pasar kerja karena mempunyai kompetensi yang memadai dan produktivitas yang tinggi sehingga mampu bersaing dengan tenaga kerja asing, baik di pasar dalam negeri maupun di pasar global.

Penyiapan tenaga kerja yang produktif, mandiri, dan mempunyai etos kerja yang baik harus dilakukan sejak dini. Berbagai ahli menyebutkan bahwa peningkatan kualitas SDM dapat dilakukan sejak bayi masih berada dalam kandungan ibunya dengan cara memperbaiki kondisi kesehatan ibu dan melakukan komunikasi dengan bayi dalam kandungan. Selain itu, pemantauan proses tumbuh kembang harus dilakukan sejak bayi baru lahir sampai dia mencapai usia dewasa. Dalam hal ini, maka investasi di bidang kesehatan dan pendidikan mutlak diperlukan untuk menjawab tantangan ketenagakerjaan di era globalisasi. Hal ini berarti investasi bagi tumbuh kembang

(16)

16

optimal untuk bayi, balita, anak, dan remaja harus dilakukan sebelum mereka memasuki pasar kerja.

Kondisi Kesehatan

Kondisi kesehatan berikut ini akan memberikan gambaran pentingnya aspek kesehatan untuk diperhatikan dalam rangka mempersiapkan kualitas SDM mulai dari janin dalam kandungan sampai dengan pertumbuhan selanjutnya. Kualitas SDM yang sudah dipersiapkan mulai dari janin akan memberikan dampak positif pada saat mereka mencapai usia muda (0-14 tahun), usia produktif (15-64 tahun), dan usia lansia (≥ 65 tahun). SDM pada kelompok usia produktif akan mengisi jendela peluang yang dihasilkan dari periode bonus demografi yang akan dialami pada periode tahun 2012-2045. Oleh karena itu, sebaiknya kondisi kesehatan perlu mendapat perhatian yang sangat khusus dalam rangka menyiapkan kualitas SDM ke depan.

Keberhasilan program kesehatan dan program pembangunan sosial ekonomi pada umumnya dapat dilihat dari

peningkatan usia harapan hidup penduduk dari suatu negara.

Meningkatnya perawatan kesehatan melalui Puskesmas dan

rumah sakit, meningkatnya daya beli masyarakat sehingga meningkatkan akses penduduk terhadap pelayanan kesehatan, kemampuan memenuhi kebutuhan

gizi, kemampuan mempunyai pendidikan yang lebih baik sehingga memperoleh pekerjaan dengan penghasilan yang memadai, pada gilirannya semuanya itu akan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan memperpanjang usia harapan hidup.

Usia harapan hidup baik pada penduduk perempuan maupun laki-laki terus meningkat sebagaimana ditunjukkan oleh hasil Sensus Penduduk 1971 sampai dengan 2010. Usia harapan hidup ini terus meningkat berdasarkan perhitungan proyeksi

(17)

17

penduduk 2010-2035, ketika penduduk perempuan mencapai usia 74,4 tahun, dan laki-laki 70,6 tahun. Tampak di sini bahwa usia harapan hidup perempuan lebih tinggi jika dibandingkan dengan laki-laki.

Peningkatan usia harapan hidup itu menyebabkan bertambahnya populasi penduduk berusia lanjut atau berusia di atas 60 tahun. Pada tahun 2000, jumlah penduduk usia lanjut di Indonesia sekitar 5,3 juta. Pada 2010, jumlah itu meningkat tajam menjadi 18 juta. Meningkatnya usia harapan hidup menunjukkan perbaikan kesehatan penduduk. Namun, pemerintah mesti lebih waspada untuk mengantisipasi kebutuhan akan perawatan dan pengobatan penduduk usia lanjut. Artinya, semakin besar jumlah penduduk usia lanjut, maka tantangan di bidang kesehatan juga semakin besar. Penduduk lansia sangat rentan terhadap berbagai penyakit seperti depresi, demensia, gangguan jiwa dan psikis, insomnia, dan gangguan sistem organ. Hal ini menjadi pekerjaan besar, khususnya bagi Kementerian Kesehatan RI, untuk menyiapkan layanan kesehatan yang lebih baik. Apabila penyakit-penyakit tadi tidak segera diatasi, maka akan menjadi kronis.

Satu hal lagi yang sangat penting dalam mempersiapkan SDM masa depan adalah pentingnya memperhatikan 1.000 (seribu hari) pertama kehidupan manusia, yaitu mulai dari janin sampai bayi berumur 2 tahun. Gangguan yang terjadi pada 1.000 hari pertama kehidupan bermuara pada dua kemungkinan, yaitu anak mati atau bila hidup sekalipun akan terkena dampak negatif, baik yang terjadi dalam waktu pendek maupun panjang. Dampak negatif jangka pendek yang dimaksud adalah perkembangan otak yang terganggu, pertumbuhan massa tubuh dan komposisi badan yang tidak sempurna, serta gangguan metabolisme glukosa, lemak (lipids), protein, dan hormon/receptor/gen. Dampak negatif jangka pendek ini dapat berdampak jangka panjang. Gangguan perkembangan otak akan memberikan dampak negatif pada perkembangan kognitif dan prestasi belajar pada jangka panjang sedangkan gangguan pertumbuhan massa tubuh dan komposisi badan akan menurunkan kekebalan tubuh dan kapasitas kerja dalam waktu jangka panjang. Sementara itu, gangguan metabolisme glukosa, lemak (lipids), protein, dan hormon/receptor/gen berdampak negatif pada penyakit degeneratif seperti diabetes, obesitas, penyakit jantung dan pembuluh darah, kanker, stroke, dan disabilitas lansia.

(18)

18

Pertumbuhan dan perkembangan otak dimulai sejak masih janin sampai dengan lahir. Kondisi pertumbuhan dan perkembangan jaringan otak ini banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti kualitas pelayanan kesehatan ibu hamil oleh tenaga kesehatan terlatih, kecukupan asupan gizi ibu hamil, termasuk pencegahan terhadap gangguan psikis selama hamil dan menyusui. Asupan makanan ibu hamil yang bergizi baik akan menghasilkan pertumbuhan dan perkembangan janin yang baik pula. Selain itu, perkembangan otak janin, bayi, dan balita tergantung pada stimulasi yang diberikan oleh orang tua, yang merupakan orang pertama yang melakukan kontak. Stimulasi tersebut dapat melalui suara, penglihatan, bau, sentuh, rasa, interaksi sosial, serta gerakan otot halus dan kasar, yang tentunya diberikan sesuai dengan tahap pertumbuhan dan perkembangan. Tahap ini sangat perlu menjadi perhatian keluarga pada umumnya dan orang tua pada khususnya. Hal ini menjadi perhatian Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) sehingga mengadakan kegiatan ketahanan keluarga, yang merupakan bagian dari Program Kependudukan, Keluarga Berencana, dan Pembangunan Keluarga (KKBPK), yaitu kelompok kegiatan Bina Keluarga Balita (BKB).

Beberapa proses dalam pertumbuhan dan perkembangan otak antara lain proses merangkai jaringan otak janin dalam kandungan sampai bayi lahir yang bisa menghasilkan 100 miliar sel otak (neuron), pembentukan lebih lanjut cabang-cabang denrit dan sinaps (wiring) yang bisa membentuk lebih dari 10 triliun koneksi, serta kecukupan zat-zat gizi untuk memfasilitasi transmisi bio-elektrik antarsinaps dengan bantuan neuro transmitter, yang akan menentukan apakah kondisi jaringan otak anak normal atau terabaikan. Berbagai studi menunjukkan betapa pentingnya stimulasi psiko-sosial dan pemenuhan kebutuhan gizi anak bagi pertumbuhan dan perkembangan anak.

Kualitas pertumbuhan dan perkembangan janin dalam kandungan akan memberikan pengaruh pada berat badan bayi lahir (BBL). Berat badan bayi yang baru saja dilahirkan dikatakan tidak normal (berat badan lahir rendah/BBLR) apabila kurang dari 2,5 kg. Kondisi ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain ibu hamil pemakai memakai obat, alkohol atau perokok; konsumsi gizi dan nutrisi untuk ibu hamil

(19)

19

kurang; selama dalam kandungan janin mengalami infeksi; terjadi kelainan kromosom pada bayi; atau ibu hamil tidak melakukan perawatan kehamilan dengan baik.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa janin dengan berat normal sesuai usia kehamilan menjadi pertanda bahwa janin dalam keadaan sehat dan plasenta berfungsi dengan baik. Oleh karena itu, untuk mencapai berat badan bayi baru lahir yang ideal, perlu dilakukan pemantauan saat kehamilan secara rutin. Proporsi bayi yang mengalami BBLR secara nasional masih cukup besar, yaitu setiap 1 dari 10 bayi yang lahir, walaupun menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 proporsi ini sedikit menurun jika dibandingkan dengan hasil Riskesdas tahun 2010.

Satu lagi kondisi kesehatan yang dialami oleh balita dan anak-anak adalah pertumbuhan tinggi yang tidak normal, yaitu anak pendek atau stunting. Kondisi ini merupakan akibat dari kekurangan gizi yang secara kronis dialami anak mulai dari masih berada dalam kandungan sampai dengan balita, terutama dalam dua tahun pertamanya. Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya stunting ini, yaitu ketidakcukupan asupan makanan yang bergizi, lingkungan tidak sehat yang menyebabkan anak sering sakit karena infeksi, ketersediaan pangan dan gizi di tingkat rumah tangga, serta kualitas pengasuhan oleh orang tua. Menurut hasil Riskesdas tahun 2013, masih terdapat lebih dari 37% anak Indonesia yang mengalami stunting. Jika dibandingkan dengan hasil Riskesdas sebelumnya, maka angka stunting ini mengalami peningkatan.

Kematian bayi, balita, neonatum, post neonatum, dan anak merupakan indikator dari kualitas pelayanan kesehatan ibu dan anak, mulai dari pemeriksaan ibu hamil,

pertolongan persalinan, dan

perawatan kesehatan pascamelahirkan. Sejak tahun 1991

angka kematian bayi dan anak di

(20)

20

namun penurunan ini semakin melandai selama 10 tahun terakhir, bahkan untuk angka kematian neonatum justru cenderung naik.

Kondisi kesehatan angkatan kerja Indonesia, yang ditunjukkan oleh penyakit-penyakit degeneratif, perlu juga mendapat perhatian karena akan berdampak pada produktivitasnya. Salah satu penyakit degeneratif adalah diabetes. Menurut Riskesdas, prevalensi penduduk yang menderita diabetes terus meningkat hampir di seluruh provinsi di Indonesia sejak tahun 2007 sampai dengan 2013. Demikian pula dengan prevalensi penduduk yang mengalami serangan stroke, yang cenderung meningkat hampir di semua provinsi di Indonesia.

Selanjutnya, kematian ibu juga merupakan indikasi dari kualitas pelayanan kesehatan anak dan ibu. Adapun konsep kematian ibu adalah kematian perempuan pada saat hamil atau kematian dalam kurun waktu 42 hari sejak terminasi kehamilan tanpa memandang lamanya kehamilan atau tempat persalinan, yaitu kematian yang disebabkan karena kehamilannya atau pengelolaannya, tetapi bukan karena sebab-sebab lain seperti kecelakaan, terjatuh dll. (Budi Utomo, 1985). Sementara definisi Angka Kematian Ibu (AKI) atau Maternal Mortality Ratio (MMR) adalah banyaknya kematian perempuan pada saat hamil atau selama 42 hari sejak terminasi kehamilan tanpa memandang lama dan tempat persalinan, yang disebabkan karena kehamilannya atau pengelolaannya, dan bukan karena sebab-sebab lain, per 100.000 kelahiran hidup. Informasi mengenai tingginya AKI akan bermanfaat untuk pengembangan program peningkatan kesehatan reproduksi, terutama pelayanan kehamilan dan membuat kehamilan yang aman dan bebas risiko tinggi (making pregnancy safer), program peningkatan jumlah kelahiran yang dibantu oleh tenaga kesehatan, penyiapan sistem rujukan dalam penanganan komplikasi kehamilan, penyiapan keluarga dan suami SIAGA dalam menyongsong kelahiran. Semua program ini bertujuan untuk mengurangi AKI dan meningkatkan derajat kesehatan reproduksi. AKI menurun dari 390 kematian per 100.000 kelahiran hidup (SDKI 1994) menjadi 228 kematian per 100.000 kelahiran hidup (SDKI 2007). Namun, angka ini meningkat kembali menjadi 359 kematian per 100.000 kelahiran hidup (SDKI 2012). Kondisi ini mengindikasikan perlunya peninjauan kembali kualitas pelayanan kesehatan ibu, mulai dari saat ibu hamil, tenaga penolong persalinan, tempat persalinan, dan perawatan kesehatan pascapersalinan. Pada tahun

(21)

21

2010, Indonesia menduduki peringkat ke-130 dari 180 negara di dunia dalam hal AKI sedangkan di antara 10 negara ASEAN Indonesia berada di peringkat ke-8. Pada waktu itu AKI di Indonesia adalah 228 kematian per 100.000 kelahiran hidup berdasarkan hasil SDKI 2007.

Kondisi kesehatan berikut ini tidak kalah pentingnya yaitu keterkaitan penyakit degeratif/penyakit tidak menular (PTM) dengan status gizi anak balita. Kekurangan gizi secara kronis pada 1.000 hari pertama kehidupan akan mengubah respon biologis anak terhadap efisiensi pemanfaatan makanan. Anak yang mengalami stunting akan lebih “rakus” memanfaatkan semua zat gizi yang diterimanya karena terlalu lama berada dalam kondisi asupan gizi yang tidak cukup. Akibatnya, begitu dia mendapatkan asupan makanan yang normal saja, maka tubuhnya dengan cepat menjadi gemuk. Karena kegemukan ini, maka dia cenderung menderita PTM seperti diabetes, jantung, dan stroke.

Burden of Disease (Beban Penyakit Penduduk)

Berbagai kelompok umur angkatan kerja Indonesia menghadapi resiko beban penyakit (burden of disease) yang tidak ringan dan bervariasi. Kondisi ini ditunjukkan oleh banyaknya tahun produktif yang hilang karena beban penyakit atau disebut Disability Adjusted Life Years (DALYs). Pada tahun 2010 penyakit terbanyak yang mengurangi tahun-tahun sehat atau DALYs penduduk usia 15-24 tahun adalah penyakit yang berhubungan dengan “mental and behavioural”, disusul dengan penyakit akibat “transport injuries” atau akibat kecelakaan lalu lintas, meskipun kedua penyakit tersebut banyak terjadi pada penduduk laki-laki. Pada kelompok umur 25-34 tahun, pola penyakit yang terbanyak mengorbankan tahun-tahun produktif penduduk mengalami perubahan. Yang banyak menghabiskan DALYs berhubungan dengan “mental and behavioural” berada di urutan ketiga sementara di urutan pertama adalah HIV/AIDS dan tuberkulosis, disusul dengan penyakit yang disebabkan karena kecelakaan lalu lintas. Pada penduduk kelompok umur 35-44 tahun, penyakit HIV/AIDS dan tuberkulosis masih merupakan penyakit terbanyak yang menghilangkan DALYs penduduk, disusul dengan penyakit “mental and behavioural” sedangkan penyakit jantung dan pembuluh

(22)

22

darah menjadi penyakit ketiga yang paling banyak merampas DALYs dari angkatan kerja Indonesia. Pada kelompok penduduk umur 45-54 tahun, pola ini mulai bergeser. Terlihat bahwa penyakit yang banyak mengurangi tahun produktif pada kelompok tersebut adalah penyakit jantung dan pembuluh darah, disusul HIV/AIDS dan tuberkulosis, dan penyakit kanker. Pola ini sama dengan pola pada kelompok umur 55-64 tahun, di mana penyakit jantung dan pembuluh darah masih merupakan penyakit yang terutama mengurangi tahun produktif angkatan kerja, disusul penyakit kanker dan diabetes.

Kondisi Pendidikan

Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk ke-4 terbesar di dunia. Penduduk yang besar dengan daya beli yang terus meningkat adalah pasar yang potensial, sementara itu jumlah penduduk yang besar dengan kualitas SDM yang terus membaik adalah potensi daya saing yang luar biasa. Implikasi penting dari kondisi ini adalah semakin pentingnya penyediaan lapangan kerja agar perekonomian dapat memanfaatkan secara optimal besarnya porsi penduduk usia produktif. Lebih penting lagi, bila tingkat pendidikan secara umum diasumsikan terus membaik, maka produktivitas perekonomian negara ini sesungguhnya dalam kondisi optimal. Hal tersebut akan sangat bermanfaat untuk tujuan percepatan maupun perluasan pembangunan ekonomi.

Kualitas SDM masih menjadi tantangan bagi Indonesia. Saat ini sekitar 50% tenaga kerja di Indonesia berpendidikan SD dan hanya sekitar 8% yang berpendidikan diploma/sarjana. Kualitas SDM sangat terkait dengan kualitas sarana pendidikan, kesehatan, dan akses ke infrastruktur dasar. SDM yang produktif merupakan penggerak pertumbuhan ekonomi. Untuk menghasilkan tenaga kerja yang produktif, maka diperlukan pendidikan yang bermutu dan relevan dengan kebutuhan pembangunan. Sistem ekonomi semakin bergeser ke arah ekonomi berbasis pengetahuan sehingga peran pendidikan tinggi sangat penting, antara lain untuk menghasilkan tenaga kerja yang unggul dan produktif, yang semakin mampu

(23)

23

menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dibutuhkan untuk meningkatkan nilai tambah kegiatan ekonomi yang berkelanjutan.

Tantangan untuk

menyediakan pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia masih cukup berat. Di sisi akses pendidikan, pemerintah telah berhasil menuntaskan wajib belajar 6 tahun dan sekarang sedang menyelesaikan wajib belajar 9 tahun untuk selanjutnya

masuk pada kebijakan wajib

belajar 12 tahun. Kalau kita perhatikan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), maka terlihat penduduk usia sekolah pada kelompok umur 16-18 tahun cukup banyak yang tidak melanjutkan sekolah setelah menyelesaikan pendidikan mereka di SMP. Di antara yang melanjutkan pendidikan, terlihat bahwa akses anak usia 16-18 tahun pada kuintil kekayaan terbawah (termiskin) jauh lebih rendah dari kelompok quintil yang kaya. Dari 100% yang masuk kelas 1 SD hanya 40% yang akhirnya menyelesaikan pendidikan sampai 12 tahun. Artinya, 60% siswa putus di tengah jalan.

Dari sisi mutu, yang digambarkan oleh tingkat kecanggihan berpikir (higher thinking order) anak-anak Indonesia, kita memang menghadapi tantangan yang berat. Sebagaimana ditunjukkan oleh hasil Trends in International Mathematic and Sciences Study (TIMSS), dari lima tingkatan kecanggihan berpikir, maka pada tahun 2011 lebih dari 95% siswa SMP kelas 2 di Indonesia memperoleh hasil standar kualitas matematika pada tingkatan sangat rendah, rendah, dan menengah. Hanya 5 persen yang mencapai tingkat berpikir tinggi dan lanjutan (advance). Sementara hampir 50% siswa Taiwan, Singapura, dan Korea Selatan mampu mencapai standar matematika tingkat tinggi dan lanjutan. Kondisi yang sama terjadi pada penguasaan ilmu pengetahuan alam atau science. Lebih dari 95% siswa Indonesia hanya mampu sampai level menengah sementara hampir 40% siswa Singapura, Taiwan, dan Korea Selatan mampu mencapai level tinggi dan lanjut. Dengan keyakinan bahwa semua anak

(24)

24

dilahirkan sama, kesimpulan dari hasil ini adalah bahwa ilmu pengetahuan yang diajarkan di Indonesia dan cara mengajarnya berbeda dengan yang diujikan (yang distandarkan) di tingkat internasional. Tentu untuk mengatasinya diperlukan guru-guru yang profesional, berdedikasi, dan sejahtera, yang selain bisa menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan berpusat pada siswa, tapi juga adalah pribadi-pribadi yang dapat diteladani oleh para murid.

Implikasi Kebijakan

Berkaitan dengan pemanfaatan bonus demografi, yang diproyeksikan akan terjadi pada periode 2012-2045, maka Pemerintah RI dituntut untuk berupaya sungguh-sungguh mulai dari sekarang agar dapat mengambil manfaat dari peluang tersebut. Jika pemerintah bermaksud meningkatkan kesejahteraan penduduknya, berbagai macam upaya perlu dilakukan, misalnya dalam hal penyediaan kesempatan kerja produktif, iklim investasi yang kondusif, dan peningkatan kualitas modal SDM, termasuk perempuan. Pimpinan tertinggi di Indonesia berkewajiban menyediakan lapangan kerja yang sesuai dengan tingkat pendidikan angkatan kerja yang ada agar mampu menyerap seluruh penduduk usia produktif secara optimal ke dalam pasar kerja. Penting kiranya meningkatkan kesadaran dan perhatian pemerintah daerah tentang implikasi dan dampak pertumbuhan penduduk terhadap berbagai program pelayanan dasar serta mendorong mereka untuk lebih memberi perhatian khusus terhadap datangnya bonus demografi. Dengan demikian, pemerintah daerah dapat menyusun langkah-langkah penanganan untuk memanfaatkan bonus demografi di wilayah masing-masing.

Penutup

Berdasarkan gambaran tentang pertumbuhan penduduk Indonesia yang telah diuraikan di atas, proyeksi jumlah penduduk di masa yang akan datang, serta bonus demografi yang akan dialami Indonesia pada periode tahun 2012 – 2045 dengan angka ketergantungan terendah pada periode tahun 2028 - 2031, maka perlu dikaji lebih

(25)

25

dalam melalui berbagai penelitian tentang upaya apa yang harus dilakukan untuk memberikan masukan bagi para penentu kebijakan (policymaker) agar bonus demografi benar menjadi bonus bukan malapetaka (demographic disaster).

Beberapa kajian atau penelitian yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Penyiapan kualitas SDM yang akan masuk ke angkatan kerja

a. Bidang kesehatan

1) Penelitian tentang faktor-faktor yang menyebabkan anak stunting

2) Penelitian tentang model-model pengasuhan oleh orang tua dan keluarga bagi tumbuh kembang anak secara optimal dalam 1.000 hari pertama kehidupan

3) Penelitian tentang faktor-faktor penyebab meningkatnya AKI

4) Penelitian tentang hubungan antara gaya hidup dan pola makan orang Indonesia dengan penyakit tidak menular.

b. Bidang pendidikan

1) Penelitian tentang model-model pembelajaran yang dapat meningkatkan tingkat kecanggihan berpikir anak sehingga menjadi lebih kreatif dan inovatif. 2) Kesiapan dan kemampuan para guru dalam menciptakan pembelajaran yang

menyenangkan, berpusat pada anak, kontekstual dengan lingkungan mereka, dan berbasis kompetensi serta berawal dari masalah (problem-based learning).

3) Penelitian tentang perbandingan antara proses belajar-mengajar di Indonesia dengan negara-negara yang selalu menduduki ranking tinggi dalam studi TIMSS atau studi Program for International Student Assessment (PISA).

4) Penelitian tentang faktor-faktor yang menghambat atau mendorong entrepreneurship atau kewirausahaan siswa, mahasiswa, dan pemuda Indonesia.

2. Bidang kependudukan

a. Penelitian tentang faktor-faktor yang menyebakan TFR Indonesia tidak turun dalam 10 tahun terakhir.

b. Penelitian tentang penyebab menurunnya penggunaan metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP).

(26)

26

c. Penelitian tentang upaya peningkatan cakupan KB pria, terutama penggunaan metode kontrasepsi operasi (MOP) pada pria.

d. Penelitian tentang pemanfaatan herbal sebagai obat kontrasepsi e. Penelitian tentang perilaku seksual remaja perkotaan

3. Bidang tenaga kerja

a. Penelitian tentang kesiapan sektor pertanian dalam memanfaatkan peluang bonus demografi.

b. Penelitian tentang potensi ekonomi kreatif dalam penciptaan lapangan kerja untuk memanfaatkan bonus demografi.

c. Penelitian tentang potensi kelautan dan perikanan dalam menyerap angkatan kerja pada periode bonus demografi.

d. Penelitian tentang peluang sektor pariwisata dalam menyerap angkatan kerja muda secara lebih besar.

e. Penelitian tentang pemberdayaan perempuan untuk bisa masuk ke dalam pasar kerja secara fleksibel.

f. Penelitian tentang pemberdayaan lansia dalam dunia kewirausahaan.

g. Penelitian tentang pemberdayaan tenaga kerja yang produktivitasnya rendah melalui tailor-made training, yang mengarah pada kepemilikan sertikat kompetensi.

4. Bidang ekonomi

a. Penelitian tentang penyediaan lapangan kerja bagi pemuda yang baru lulus sekolah, yang membantu mereka memahami proses transisi dari dunia sekolah ke dunia kerja

b. Penelitian tentang fleksibilitas pasar tenaga kerja

c. Penelitian tentang pengaruh keterbukaan perdagangan terhadap penyerapan pengangguran muda

d. Penelitian tentang insentif untuk menabung (saving)

5. Analisis kebijakan Pemerintah Kabupaten dan Kota dalam menyongsong bonus demografi bagi daerah yang belum mengalaminya, dan kebijakan pemanfaatan bonus demografi bagi daerah yang sedang menghadapinya.

(27)

27

Daftar Pustaka

1. Adioetomo, Sri Moertiningsih. Bonus Demografi. Menjelaskan Hubungan antara Pertumbuhan Penduduk dengan Pertumbuhan Ekonomi. Jakarta: 2005.

2. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Badan Pusat Statistik (BPS), United Nation Population Funds. Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035. Indonesia Population Projection 2010-2035. Jakarta: BPS, 2013.

3. Badan Pusat Statistik. Sensus Penduduk Indonesia 1971, Jakarta: Badan Pusat Statistik, 1971.

4. Badan Pusat Statistik. Sensus Penduduk Indonesia 1980. Jakarta: Badan Pusat Statistik, 1980.

5. Badan Pusat Statistik. Sensus Penduduk Indonesia 1990. Jakarta: Badan Pusat Statistik, 1990.

6. Badan Pusat Statistik. Sensus Penduduk Indonesia 2000. Jakarta: Badan Pusat Statistik, 2000.

7. Badan Pusat Statistik. Sensus Penduduk Indonesia 2010. Jakarta: Badan Pusat Statistik, 2010.

8. Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Departemen Kesehatan, dan Macro International Inc. (MI). Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2002-2003. Jakarta: BPS dan MI, 2003.

9. Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Departemen Kesehatan, dan Macro International Inc. (MI). Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2007. Calverton, Maryland, USA: BPS dan MI 2007.

10. Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Kementerian Kesehatan, dan Macro International Inc. (MI). Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2012. Calverton, Maryland, USA: BPS dan MI, 2012.

11. James et. al 2000. “Short and long term effects of early nutrition,” British Journal of Nutrition, 2000.

12. Kementerian Kesehatan RI. Riset Kesehatan Dasar, Jakarta: Kementerian Kesehatan, 2013.

13. United Nations Department of Economic and Social Affairs, Population Division. World Population Prospects: The 2010 Revision, New York: United Nations Department of Economic and Social Affairs, Population Division, 2011.

14. United Nations Development Programme (UNDP). Human Development Report 2013 - The Rise of The South: Human Progress in A Diverse World. New York: United Nation Development Programme (UNDP), 2013.

15. <http:www.coolgeography.co.uk> diunduh 2 Juli 2014.

16. Encyclopedia of Nations, <http://www.nationsencyclopedia.com/> diakses Januari 2011.

17. http://www.feralchildren.com/image.php?if=figures/perry20021

(28)

28

CURRICULUM VITAE

PRIBADI

Nama Prof. dr. Fasli Jalal, PhD, SpGK

Tempat dan tanggal lahir Padang Panjang, 1 September 1953

Jabatan Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga

Berencana Nasional (BKKBN)

NIP 195309011982031001

Pangkat/golongan/ruang Pembina Utama (IV/e)

Agama Islam

(29)

29

Alamat kantor BKKBN

Gedung Halim I lantai 1

Jl. Permata No. 1, Halim Perdanakusuma, Jakarta 13650

Alamat rumah Komplek Taman Berdikari Blok O No. 3-4

Jl. Pemuda, Rawamangun Jakarta Timur

E-mail faslijalal@yahoo.com

Website www.faslijalal.com

Status perkawinan Menikah

Nama isteri Dr. Gusnawirta Taib, MPd

Nama anak Fitra Ifana, SPsi, MPsi

Anisa Ifana Wahyu Figura, SMb, MSc

PENDIDIKAN

1991 Doktor (PhD)

Ilmu Gizi Masyarakat Minor: Epidemiologi dan Kajian Asia Tenggara

Cornell University, Ithaca, New York, Amerika Serikat

1981 Dokter (dr) Kedokteran Universitas Andalas, Padang,

(30)

30

PELATIHAN

Februari - Juli 2002 Kursus Singkat Angkatan X (KSA-X) Lemhannas RI 29 November –

4 Desember 1999

Kursus “Experience with Structural Adjustment Policies”, kerja sama IMF dan Bank Dunia, IMF-Singapore Regional Training Institute

1 – 13 Januari 1998 Pelatihan Peningkatan Kemampuan Eksekutif

(Executive Development Program), kerja sama Universitas Harvard dan Universitas Stanford dengan Bank Dunia, Landsdowne Conference Center, VA, Washington, Amerika Serikat

5 – 17 Oktober 1997 Pelatihan Peningkatan Kemampuan Eksekutif

(Executive Development Program), kerja sama Universitas Harvard dan Universitas Stanford dengan Bank Dunia, Landsdowne Conference Center, VA, Washington, Amerika Serikat

17 - 29 Agustus 1997 Pelatihan Peningkatan Kemampuan Eksekutif

(Executive Development Program), kerja sama Universitas Harvard dan Universitas Stanford dengan Bank Dunia, Boston, Amerika Serikat

4 – 19 November 1995 Pelatihan Perencanaan Proyek-proyek

Pembangunan, kerja sama Pemerintah Jepang dengan Pemerintah Indonesia, Tokyo, Jepang

25 – 28 Mei 1992 Pelatihan Regional “Implikasi Ekonomi dari

HIV/AIDS”, Bank Pembangunan Asia, Bangalore, India

1992 Pelatihan Regional “Strategi Pengentasan

Kemiskinan”, Bank Dunia, Kuala Lumpur, Malaysia

PENGHARGAAN

2013 Fakultas Kedokteran UNPAD Award

(31)

31

2011 CIPUTRA Award for Enterpreneurship

2011 Penerima Pertama Henry Kaufman Prize dari The Institute of

International Education, AS

2010 The Leadership Achievement Award in Higher Education dari

Asia Pacific Academic Consortium for Public Health, Honolulu, AS

2010 Tokoh Pendidikan yang Berpengaruh terhadap Peningkatan

Mutu Pendidikan, Pacific Countries Social and Economic Solidarity Association (PASIAD), Turki

2001 Work of Excellence Award dari Bank Dunia, Washington DC,

AS

2001 The Most Outstanding Alumni of The Past 30 Years dari

Canada World Youth, Montreal, Kanada

1996 Satyalancana Wira Karya dari Pemerintah Indonesia

1987 Asisten Dosen Terbaik (Teaching Assistant Recognition

Award), Cornell University, Ithaca, New York, AS

1981 Lulusan terbaik Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas,

Padang

1977 Mahasiswa Teladan Universitas Andalas, Padang

PENGALAMAN BEKERJA (Birokrasi)

13 Juni 2013 – sekarang Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga

Berencana Nasional (BKKBN)

7 Januari 2010 – Oktober 2011 Wakil Menteri Pendidikan Nasional, Kementerian Pendidikan Nasional

(32)

32

23 Oktober 2007 – 7 Januari 2010 Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional RI

19 Mei 2005 – 23 Oktober 2007 Direktur Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Departemen Pendidikan Nasional RI

29 Maret 2001 – 19 Mei 2005 Direktur Jenderal Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda, Departemen Pendidikan Nasional RI 6 Juni 2000 – 29 Maret 2001 Staf Ahli Menteri Pendidikan Nasional Bidang

Sumber Daya Pendidikan

Juli 1996 – Februari 2000 Kepala Biro Agama, Pendidikan, Kebudayaan, dan Olahraga, Bappenas

Maret 1993 – Juli 1996 Kepala Biro Kesejahteraan Sosial, Kesehatan, dan Gizi, Bappenas

PENGALAMAN AKADEMIS

2011 - sekarang Staf Pengajar pada Program Studi S3 Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Fakultas Pascasarjana, Universitas Negeri Jakarta 2010 – sekarang Pembimbing dan penguji mahasiswa S3 Fakultas Kesehatan

Masyarakat (FKM) UI

25 April 2009 Dikukuhkan sebagai Guru Besar Tetap Bidang Ilmu Gizi pada Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas, Padang

2002 – sekarang Pembimbing dan penguji mahasiswa pada Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB), Bogor

1994 – 1995 Staf Pengajar Tamu pada SEAMEO TROPMED, Universitas

Indonesia, Jakarta

(33)

33

New York, Amerika Serikat

1986 – 1987 Asisten Peneliti Prof. Malden C. Nesheim, bidang Gizi, Cornell University, Ithaca, New York, Amerika Serikat

1982 – sekarang Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, Padang

KEGIATAN PROFESIONAL

Pernah menjabat atau sedang menjabat sebagai:

2014 Anggota Dewan Penasihat Strategic Review on Food and

Nutrition Security UKP4

2014 Sekretaris Tim Independen/Anggota Dewan Juri Indonesia

MDGs Awards 2013

2009 - sekarang Anggota AMINEF Board of Trustees

Januari – Juni 2014 Team Member of Health Sector Review to develop Background Study for the Third Mid-term National Development Plan: on Fertility, Family Planning and

Reproductive Health, including Universal Health Care for FP 2013 - sekarang Chairman of International Council on Management of

Population (ICOMP), Kuala Lumpur, Malaysia

2013 - sekarang Board Member, Partners in Population and Development (PPD), New Delhi, India

2007 – sekarang Board of Directors, World Association on Cooperative Education (WACE), AS

2013 Ketua Dewan Juri Indonesia MDGs Awards 2012

2013 - sekarang Wakil Ketua Asosiasi Profesor Indonesia (API)

(34)

34

2010 - sekarang Board of Patron Institute of Peace and Democracy Bali (penyelenggara Bali Democracy Forum)

periode 2011 – 2016 Wakil Ketua Dewan Pakar Pengurus ICMI

periode 2011 - 2015 Ketua Dewan Pembina Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI) periode 2010 – 2014 Dewan Pembina Perhimpunan Dokter Gizi Medik Indonesia

(PDGMI)

periode 2009 - 2014 Ketua II/Koordinator Pembinaan Sumber Daya Manusia Dewan Pengurus Nasional Korps Pegawai Republik Indonesia (DPN Korpri)

2005 - 2009 Wakil Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka Bidang Hubungan Luar Negeri

2000 - 2004 Anggota Dewan Penyantun Institut Seni Indonesia Padang

Panjang

Penasehat Pengurus Pusat Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI)

Ketua Pengurus Pusat Perhimpunan Peminat Gizi dan Pangan (PERGIZI-PANGAN)

1997 - 2003 Ketua Umum Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Gizi

Medik Indonesia (PDGMI), dua periode Anggota Dewan Riset Nasional

Anggota Majelis Pendidikan Tinggi Nasional

Anggota Pengurus Pusat Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI)

Penasihat Ahli Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI), dua periode

(35)

35

1995 Penasehat RAND Corporation, Amerika Serikat untuk

Indonesian Family Life Survey (IFLS)

1994 Anggota Gugus Tugas Persatuan Ahli Gizi Internasional

(IUNS)

1994 - 1995 Anggota Dewan Penasihat Program Tuberkulosa Paru WHO,

Jenewa, Swiss

1993 – 1995 Anggota Tim Pengarah dalam Penyusunan Strategi Nasional

Pengendalian AIDS

KEGIATAN INTERNASIONAL

Menjadi Pembicara dan Pimpinan Delegasi Indonesia ke berbagai forum internasional, di antaranya: 8 – 10 Agustus 2014 President of the Conference

The 15th Conference of the Pacific

Early Childhood Education Research Association (PECERA)

Denpasar, Bali, Indonesia 30 Juni - 1 Juli

2014

Speaker The 2014 Partnership for Maternal, Newborn, and Child Health

(PMNCH) Forum (The 3rd Partners

Forum) – Session 4E Family Planning

Johannesburg, Afrika Selatan

5 Mei 2014 Speaker The World Bank Education Staff

Development Program (ESDP)

Nusa Dua, Bali, Indonesia 16 – 17 April 2014 Ketua Delegasi Indonesia

FP2020 Reference Group Meeting Seattle, Washington, Amerika Serikat

(36)

36

2014 Delegasi

Indonesia

Kependudukan dan Pembangunan (The 47th Session of UN Commission

on Population and Development/CPD) Amerika Serikat 5 April 2014 Ketua Delegasi Indonesia

The 47th Session of CPD Youth

Sexual Reproductive Rights Caucus

New York, Amerika Serikat

4 April 2014 Undangan

Khusus

High-Level Interaction Debate on the ICPD Beyond 2014 and Human Progress and Sustainability

New York, Amerika Serikat 22 - 24 Januari 2014 Keynote Speaker

The 7th Asia Pacific Conference on

Sexual and Reproductive Health and Rights (APCSRHR)

Manila, Filipina

12 - 15

November 2013

Pembicara The 2013 International Conference on Family Planning

Addis Ababa, Ethiopia 22 – 23 Oktober

2013

Speaker Partners in Population and

Development (PPD) Annual Board Meeting Beijing, Tiongkok 16 – 20 September 2013 Ketua Delegasi Indonesia

The 6th Asian and Pacific Population

Conference Bangkok, Thailand 19 - 20 September 2013 Keynote Speaker

The Ministerial Segment of the 6th

Asian and Pacific Population Conference

Bangkok, Thailand

2013 Member UTM International Advisory Panel

(IAP)

Johor Bahru, Malaysia Maret 2013 Speaker British Council: Going Global 2013

Conference

Dubai, Uni Emirat Arab

(37)

37

11-15

September 2012

Keynote Speaker

The International Conference on Globalization in Medical Education

Beijing, Tiongkok 18-20 September 2012 Keynote Speaker

Indonesia Update Conference, The Australian National University

Canberra, Australia 20 – 22 Juli 2012 Keynote Speaker

The 13th Conference of the Pacific Early Childhood Education Research Association (PECERA) Singapura 29 – 31 Mei 2012 Keynote Speaker

IFE2020 Senior Seminar Seoul, Korea

Selatan November 2011 Keynote

Speaker

The International Conference on Early Childhood Beijing, Tiongkok 8 – 10 September 2011 Keynote Speaker

The International Conference on Women’s Literacy for Inclusive and Sustainable Development

New Delhi, India 6 - 8 Juni 2011 Keynote

Speaker

System Assessment and

Benchmarking for Education Results (SABER)

Denpasar, Bali, Indonesia 2 - 3 Juni 2011 Keynote

Speaker

MDGs Follow Up Meeting: Ensuring Equity in Education: Indonesian Case Tokyo, Jepang 19 - 20 Januari 2011 Keynote Speaker International Conference on Teachers for EFA in Africa:

Collaborative Action to Address the Teacher Gap Nairobi, Kenya 7 - 9 Desember 2010 Keynote Speaker dan Juri

World Innovation Summit for Education Doha, Qatar 21 - 24 Juni 2010 Keynote Speaker

Eighth E-9 Ministerial Review Meeting on Education for All

Abuja, Nigeria 3 – 5 Juli 2009 Keynote

Speaker

Simposium Internasional Visi dan Misi Intelektual Indonesia di Luar

(38)

38

Negeri: Strategi Pembangunan Indonesia Menuju 2020

24 Agustus 2008

Keynote Speak

International Conference on Higher Education: The Role of Higher

Education Institution in Empowering Community in Indonesia Malaysia 29 November 2007 Keynote Speaker

The 2nd National Education Leaders

Forum Bangkok, Thailand 20 – 22 Agustus 2007 Keynote Speaker

Improving Quality of Basic

Education – Policies and Practices

Washington DC, Amerika Serikat 11 – 13 April 2007 Keynote Speaker

The Development of Transnational Standards for Teacher Training and Vocational Education and Training (TT-TVET) with a Multidisciplinary and Industrial Orientation

Barcelona, Spanyol 25 – 27 Mei 2004 Pimpinan Sidang

Conference in Scaling Up Poverty Reduction

Shanghai, Tiongkok 17 – 22

Desember 2003

Pembicara Forum E-9 Pendidikan Anak Dini Usia (PADU) Dunia

Kairo, Mesir 16 – 18

November 2003

Pembicara Human Development Forum, The World Bank Washington, DC, Amerika Serikat 22 - 25 Oktober 2003

Pembicara High Level Policy Meeting on EFA Pyongyang, Korea Utara 20 - 22 Agustus

2003

Wakil Indonesia

Group of Eminent Intelectuals of ASEAN+3

Bangkok, Thailand 5 – 7 Mei 2003 Wakil

Indonesia

Group of Eminent Intelectuals of ASEAN+3

Tokyo, Jepang November 1995 Peserta Konferensi Internasional

Penanggulangan Masalah

Salt Lake City, Utah, Amerika

(39)

39

Kekurangan Gizi Mikro Berdasarkan Pendekatan Pertanian

Serikat 20-21

September 1995

Pembicara Fifth Meeting of the Coordination, Advisory and Review Group (CARG) of the Global Tuberculosis

Programme

Oslo, Norwegia

22 – 25 Mei 1995

Pembicara The 1st Regional Conference on

Health Sector Reform in Asia

Manila, Filipina 17 – 18 Mei

1995

Pembicara Iron Intervention for Pre-School Children Seminar

London, Inggris 21 - 23 Maret

1995

Pembicara The 3rd Meeting of The Technical

and Research Advisory Sub-Committee (TRAC) of the Global Tuberculosis Program WHO

New York, Amerika Serikat Oktober 1994 Konsultan

Bank Dunia

Reformasi Kesehatan Vietnam

4 – 7 Oktober 1994

Pembicara Seminar Nasional Health Sector Development

Vietnam 7 – 12 Agustus

1994

Peserta Konferensi Internasional Kesepuluh tentang AIDS

Yokohama, Jepang 28 - 29 Maret

1994

Pembicara WHO Tuberculosis Program

Coordination Advisory and Review Group (CARG)

Den Haag, Belanda

PUBLIKASI

Menjadi penulis dan/atau editor dari belasan buku dan ratusan makalah/presentasi ilmiah yang telah disajikan di berbagai forum, baik nasional maupun internasional, antara lain:

Gambar

TABEL 1. INDIKATOR DEMOGRAFI INDONESIA 1950-2000
TABEL 2.  PROYEKSI PENDUDUK INDONESIA 2005-2050

Referensi

Dokumen terkait

Analisa rasio keuangan adalah suatu metode analisis untuk mengetahui hubungan antara suatu pos atau kelompok pos dengan pos lain dalam neraca atau laporan rugi- laba. Dengan

[r]

Jenis pohon dengan kategori sangat sesuai dengan nilai KPI &gt;81% adalah: angsana (Pterocar pus indicus), beringin (Ficus benjamina), flamboyan (Delonix regia),

22 Dengan demikian diharapkan klien yang sudah di pindahkan dari RSJ (Rumah Sakit Jiwa) ke UPT (Unit Pelaksaan Teknis) Rehabilitasi dapat menjalani kehidupan selayaknya

(3) Jika badan musyawarah tidak dapat menghadiri rapat anggota, pimpinan rapat dipilih dari anggota UKM-unsub yang hadir dengan cara mufakat atau pemilihan suara.

Kemudian membandingkannya dengan pendapat para filosof saat beliau belum cenderung kepada filsafat Isyraqi dan tasawuf, seperti Ibnu Sina dan yang lainnya. ( Mauqif Ibnu Taimiyah

Prioritas pertama adalah penyempurnaan sistem dan disiplin kerja yang ada saat ini untuk mengatasi persoalan yang terkait dengan keterlambatan penerbitan. SOP yang sudah ada

Untuk memperoleh memperoleh gambaran serta landasan awal bagaimana penelitian diarahkan juga dikemukakan kajian terhadap berbagai gagasan dan pemikiran dari para Pemikir yang