• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan bisa dikatakan sebagai salah satu kebutuhan pokok manusia.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan bisa dikatakan sebagai salah satu kebutuhan pokok manusia."

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan bisa dikatakan sebagai salah satu kebutuhan pokok manusia. Munandar (2002), pendidikan mempunyai peran yang amat menentukan bagi perkembangan dan perwujudan diri individu, terutama bagi pembangunan bangsa dan negara. Kemajuan suatu kebudayaan bergantung pada cara kebudayaan tersebut mengenali, menghargai, dan memanfaatkan sumber daya manusia dan hal ini berkaitan erat dengan kualitas pendidikan yang diberikan kepada anggota masyarakatnya kepada peserta didik. Sejalan dengan arus perubahan yang tiada henti, maka sumber daya manusia (SDM) yang diciptakan harus inovatif dan berkualitas. Peningkatan mutu pendidikan, terutama untuk melahirkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas atau minimal setingkat dengan kebutuhan.

Dengan adanya pendidikan, anak-anak diasah melalui seperangkat pengetahuan untuk memiliki kesadaran dan kemauan yang positif dalam menemukan tujuan untuk dirinya di masa yang akan datang. Perkembangan pendidikan di Indonesia telah menunjukkan keberhasilan yang cukupbesar. Wajib belajar enam tahun dan pembangunan infrastruktur sekolah, lalu diteruskan dengan wajib belajar sembilan tahun adalah program pendidikan yang diakui cukup sukses(Latief, 2009).

Meskipun program pendidikan wajib belajar sembilan tahun sudah berjalan di Indonesia, tetapi masih terdapat persoalan pendidikan yang dihadapi

(2)

oleh bangsa Indonesia, yaitu masih tingginya angka putus sekolah. Berdasarkan data BKKBN tahun 2010, angka putus sekolah di Indonesia mencapai 13.685.324 siswa dengan usia sekolah 7-15 tahun. Jumlah total angka putus sekolah tersebut, sekitar 627.947 siswa putus sekolah berada di propinsi Sumatera Utara (Kiroyan, 2010). Siswa yang putus sekolah di propinsi Sumatera Utara banyak berasal dari masyarakat pesisir. Peneliti mendapatkan informasi bahwa terdapat kurang lebih 20.000 nelayan di Medan yang didapati 3.000 anak nelayan tersebut putus sekolah. Dari jumlah itu umumnya mereka hanya mengecap pendidikan di bangku sekolah menengah pertama (SMP) (Nusajaya, 2011).

Pada umumnya rumah tangga di masyarakat pesisir kurang mempunyai perencanaan yang matang terhadap pendidikan anak-anaknya. Pendidikan untuk sebagian besar keluarga di masyarakat pesisir masih menjadi kebutuhan nomor sekian dalam rumah tangga. Dapat dikatakan bahwa antusias terhadap pendidikan di masyarakat pesisir relatif masih rendah (Anggraini, 2000). Hal ini tentunya berimplikasi kepada kelangsungan pendidikan anak-anaknya (Pangemanan, 2002).

Masyarakat pesisir dapat didefinisikan sebagai kelompok orang atau suatu komunitas yang tinggal di daerah pesisir dan sumber kehidupan perekonomiannya bergantung secara langsung pada pemanfaatan sumberdaya laut dan pesisir.Masyarakat pesisir yang identik dengan nelayan merupakan bagian dari masyarakat terpinggirkan yang masih terus bergulat dengan berbagai persoalan kehidupan, baik ekonomi, sosial, pendidikan, kesehatan, maupun budaya. Kondisi kehidupan mereka selalu dalam kondisi yang memprihatinkan, terutama secara

(3)

ekonomi. Dengan penghasilan yang selalu tergantung pada kondisi alam (Winengan, 2007). Kondisi alam tersebut yang membuat sulit bagi mereka untuk merubah kehidupannya menjadi lebih baik. Kondisi yang memprihatinkan tersebut yang menyebabkan rendahnya kemampuan dan ketrampilan masyarakat pesisir (Winengan, 2007). Kemiskinan yang melanda rumah tangga masyarakat pesisir telah mempersulit mereka dalam hal menyekolahkan anak-anaknya. Anak-anak mereka harus menerima kenyataan untuk mengenyam tingkat pendidikan yang rendah, karena ketidakmampuan ekonomi orangtuanya.Keterbatasan penghasilan atau kemiskinan yang dialami oleh masyarakat pesisir tidak jarang membuat isteri maupun anak-anak mereka ikut terlibat mencari nafkah tambahan guna memenuhi kebutuhan keluarga (Kusnadi, 2003).

Selain itu berbicara tentang karakteristik budaya masyarakat pesisir yang menyangkut gaya hidup. Gaya hidup masyarakat pesisir ingin mengikuti gaya hidup masyarakat diperkotaan namun tidak sepenuhnya dapat terikuti. Dimana ada istilah “biar rumah condong asal gulai belomak”. Pepatah ini memberikan makna bahwa meskipun kondisi rumahmu tumbang asalkan tetap makan enak. Selain itu juga ada gambaran lain kecenderungan masyarakat pesisir untuk hidup boros. Penghasilan hari ini dihabiskan hari ini. Dengan penghasil yang selalu tergantung pada kondisi alam, maka hal tersebut membuat sulit bagi masyarakat pesisir untuk merubah kehidupannya menjadi lebih baik (Nikijuluw, 2001).

Namun, ditengah kemiskinan dan kesulitan tersebut ada juga temuan lapangan dari pengamatan secara tidak terstruktur dan hasil komunikasi personal dengan beberapa siswa diketahui bahwa tidak sedikit siswa sekolah menengah

(4)

pertama yang tetap ingin melanjutkan sekolah sambil bekerja membantu orangtua guna memenuhi tambahan kebutuhan keluarga. Hal ini diungkap oleh H, seorang siswa SMPN Percut Sei Tuan :

“Saya sekolah, juga kerja bantu-bantu orangtua. Bahkan sewaktu saya masi SD sampai sekarang pun saya sudah membantu orangtua kerja, pulang saya sekolah saya langsung kerja itu rasanya capek kali, kadang kalau ada pr untuk dikumpul besok tidak saya kumpul, karena udah capek bermain dan membantu orangtua saya langsung tidur.”(Komunikasi Personal, 9 April 2013)

Data lain yang mendukung dari temuan dilapangan siswa sekolah menengah pertama yang tetap ingin melanjutkan sekolah sambil bekerja membantu orangtua guna memenuhi tambahan kebutuhan keluarga.Hal ini diungkap oleh S, seorang siswa SMP Percut Sei Tuan :

“Kalau saya ikut melaut mencari ikan dengan ayah, kami biasanya berangkat malam dan itu selesainya bisa sampai jam empat pagi, dan akhirnya saya merasa capek, ditambah lagi kalau ada tugas yang harus dikumpulkan,saya memutuskan untuk tidak masuk sekolah.”(Komunikasi Personal, 9 April)

Dan dari pengamatan secara tidak terstruktur dan hasil komunikasi personal dengan salah satu guru di sekolah SMP Percut Sei Tuan, mengenai kondisi beberapa siswa yang ikut terlibat membantu pekerjaan orangtuannya sebagai nelayan :

“Biasanya kami langsung mendatangi kerumah siswa untuk menjemputnya, agar mereka tidak memiliki alasan lagi untuk tidak masuk ke sekolah, setidaknya dengan cara seperti ini kami bisa tetap mendorong anak-anak untuk tetap semangat bersekolah.”(Komunikasi Personal, 14 April 2013)

(5)

Selain itu, data lain yang mendukung berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Fani Daulay dan Rola (2009) pada mahasiswa Universitas Sumatera Utara yang bekerja dengan tidak bekerja, hasil penelitian menyatakan bahwa ada perbedaan self regulated learningpada mahasiswa yang bekerja dengan yang tidak bekerja. Bila dilihat dari nilairata-rata subjek penelitian, diperoleh bahwa self regulated learning mahasiswayang tidak bekerja lebih tinggi daripada mahasiswa yang bekerja.

Berdasarkan petikan wawancara di atas dan hasil penelitian terdahulu, terlihat bahwa siswa tersebut mengalami kesulitan dalam membagi waktu antara sekolah,kerja sambil membantu orangtua, dan belajar. Kondisi tersebut tidak mudah untuk dijalani dalam hal membagi waktu antara sekolah, kerja, istirahat, dan urusan-urusan lain.

Sukadji (2001) menambahkan bahwa agar sukses dalam pendidikan danberhasil menerapkan ilmu yang diperolehnya, peserta didik harus menggunakanseluruh potensi yang dimilikinya serta mengatur strategi belajar yang jitu. Suhana (2006) juga menyatakan bahwa di dalam proses belajar, seseorang akan memperoleh prestasi belajar yang baik bila ia menyadari, bertanggung jawab dan mengetahui cara belajar yang efisien. Hal ini tentu membutuhkan pengaturan diri yang baik pada siswa atau dengan kata lain kemampuan meregulasi diri dalam belajar atau disebut juga dengan self regulated learning.

Zimmerman dan Martinez-Pons (1990) menyatakan bahwa self regulated learning adalah konsep mengenai bagaimana seorang peserta didik

(6)

menjadipengatur bagi belajarnya sendiri. Schunk (dalam Schunk & Zimmerman, 1998)menyatakan bahwa self regulated learning dapat dikatakan berlangsung bilapeserta didik secara sistematik mengarahkan perilaku dan kognisinya dengan caramemberi perhatian pada instruksi tugas-tugas, melakukan proses danmengintegrasikan pengetahuan, mengulang-ulang informasi untuk diingat serta mengembangkan dan memelihara keyakinan positif tentang kemampuan belajar (self efficacy) dan mampu mengantisipasi hasil belajarnya.

Zimmerman (dalam Woolfolk, 2004) menambahkan bahwa self regulated learning merupakan sebuah proses dimana seorang peserta didik mengaktifkandan mendorong kognisi (cognition), perilaku (behaviour) dan perasaannya (affect) yang secara sistematis berorientasi pada pencapaian suatu tujuan belajar. Agarmencapai tujuan belajar tersebut, peserta didik yang menerapkan self regulated learning mendekati tugas belajar dengan berbagai strategi manajemen sumberdaya seperti memilih atau mengatur lingkungan fisik untuk mendukung belajardan mengatur waktu mereka secara efektif (Wahyono, 2008).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Zimmerman (dalam Schunk & Zimmerman, 1998) ditemukan empat belas strategi self regulated learning yaitu: 1) melakukan evaluasi diri dalam belajar, 2)mengatur dan mengubah materi pelajaran, 3) membuat rencana dan tujuan belajar, 4) mencari informasi, 5) mencatat hal penting mengenai pelajaran, 6) mengatur lingkungan belajar, 7) mengetahui konsekuensi setelah mengerjakan tugas, 8) mengulang dan mengingat materi pelajaran, 9) meminta bantuan teman sebaya, 10) meminta bantuan guru, 11) meminta bantuan orang dewasa dalam memahami pelajaran

(7)

yang tidak dimengerti, 12) mengkaji/mempelajari ulang tugas atau tes sebelumnya. 13) membaca ulang catatan, 14) membaca ulang buku pelajaran. Strategi tersebut digunakan peserta didik ketika belajar dan berkaitan dengan performansi akademik.

Penelitian yang dilakukan Pintrich dan De Groot (dalam Wolter, 1998) menemukan bahwa peserta didik yang menerapkan strategi self regulated learning menunjukkan motivasi intrinsik dan self efficacy serta prestasi yang lebih tinggi. Penelitian yang dilakukan oleh Spitzer (2000) juga menunjukkan bahwa selfregulated learning berkaitan erat dengan performansi akademik pada mahasiswa dimana mahasiswa yang menerapkan strategi self regulated learning mengambil alih afeksi, pikiran dan tingkah lakunya sehingga menunjang prestasi belajar yang baik.

Pada siswa yang bekerja, melakukan kegiatan akademis sekaligus mencari uang bukanlah hal yang mudah, karena dapat menyebabkan stres. Hal ini diungkapkan oleh Furr dan Elling (2000) bahwa peserta didik yang bekerja cenderung memiliki tingkat stres yang lebih tinggi dibandingkan dengan peserta didik yang tidak bekerja dan juga jarang terlibat pada aktivitas akademik dan aktivitas sosial. Jika hal tersebut terus terjadi tentunya dapat mempengaruhi afeksi, pikiran dan tingkah laku peserta didik dalam penerapan strategi self- regulatedlearning untuk menunjang prestasi belajar yang memuaskan.

Kemampuan ini tidak dapat berkembang dengan sendirinya. Dibutuhkan suatu lingkungan yang kondusif agar anak dapat mengembangkan kemampuanself- regulated learning. Self regulated learningyang baik juga

(8)

membantu siswa dalam mengatur, merencanakan dan mengarahkan dirinya untuk mencapai tujuan tertentu, dalam hal ini pencapaian prestasi yang maksimal. Adanya self regulated learning, anak akan mampu menunjukkan atau menahan perilaku tertentu secara tepat sesuai dengan kondisi yang dihadapinya dalam usaha mencapai prestasinya (Fajar, 2007).

Siswa dikatakan telah menerapkan self-regulated learning apabila siswa tersebut memiliki strategi untuk mengaktifkan metakognisi, motivasi, dan tingkah laku dalam proses belajar mereka sendiri (Zimmerman, 1990). Kebiasaan mengatur dan mengarahkan diri sendiri diharapkan dapat terbentuk dalam belajar. Self-regulated learning menempatkan pentingnya kemampuan seseorang untuk belajar disiplin mengatur dan mengendalikan diri sendiri, terutama bila menghadapi tugas-tugas yang sulit. Pada sisi lain, self-regulated learning menekankan pentingnya inisiatif karena self-regulated learning merupakan belajar yang terjadi atas inisiatif sundiri. Siswa yang memiliki inisiatif menunjukkan kemampuan untuk mempergunakan pemikiran - pemikirannya, perasaan-perasaannya, strategi dan tingkah lakunya untuk mencapaitujuan (Zimmerman, 2002). Dengan demikian dapat dikatakan betapa efektifnya belajar jika siswa memiliki keterampilan strategi self-regulated learning. Oleh sebab itu, sebaiknya sejak dini siswa perlu diajarkan bagaimana menerapkan strategi self-regulatedlearning dalam belajar agar siswa mampu mencapai prestasi maksimal dengan memanfaatkan potensinya sendiri secara utuh.

(9)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, peneliti tertarik untuk meneliti mengenai ‘‘Bagaimanakah gambaranstrategi self-regulated learning siswa SMP di masyarakat pesisir Percut Sei Tuan?”

C.Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaranstrategi self- regulated learningsiswa SMP di masyarakat pesisir.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi dan pemikiran untuk mengembangkan ilmu psikologi pendidikan, khususnya pada psikologi pendidikan yang berkaitan dengan strategi self-regulated learning, sehingga dapat dijadikan tambahan refrensi bagi penelitian-penelitian sejenis oleh peneliti selanjutnya.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini mampu memberikan gambaran mengenai strategi self- regulated learningpada siswa SMP yang khususnya tinggal di wilayah pesisir Percut Sei Tuan. Serta diharapkan dapat menjadi masukan bagi siswa-siswi mengenai pentingnya mengoptimalkan penerapan strategi self- regulated

(10)

learningdalam kegiatan akademiknya sehingga siswa dapat mencapai kesuksesan akademiknya.

E. Sistematika Penulisan Bab I Pendahuluan

Bab ini terdiri dari latar belakang masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II Landasan Teori

Bab ini berisi teori - teori yang berkaitan dengan variabel yang diteliti, yaitu strategi self-regulated learning siswa SMP di masyarakat pesisir Percut Sei Tuan.

Bab III Metode Penelitian

Bab ini menguraikan identifikasi variabel, definisi operasional variabel, metode pengambilan sampel, instrumen atau alat ukur yang digunakan, dan prosedur penelitian serta metode analisa data yang digunakan untuk mengolah hasil data penelitian.

Bab IV Analisis Data Dan Pembahasan

Terdiri dari analisis data dan pembahasan yang berisi tentang gambaran subjek penelitian, hasil penelitian, dan pembahasan/diskusi.

Bab V Kesimpulan Dan Saran

Merupakan kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang telah dilakukan.

Referensi

Dokumen terkait

Laba sebelum pajak diraih Rp29.86 miliar naik tajam dibandingkan laba sebelum pajak tahun sebelumnya yang hanya Rp395.21 juta karena naiknya pendapatan keuangan menjadi

[r]

Pemahaman dan penguasaan individu terhadap informasi yang diperlukannya akan memungkinkan individu: (a) mampu memahami dan menerima diri dan lingkungannya secara objektif,

Berdasarkan hasil pengujian dan analisa pada penelitian ini, maka dapat diambil beberapa kesimpulan diantaranya adalah Multibeam dapat dihasilkan dengan

Pertumbuhan yang sama dengan kontrol dengan peningkatan kandungan katarantin 113,90% terjadi pada kalus T4 (1754 mg/L triptofan).. Maka dari hasil tersebut perlakuan yang

Tujuan dari penelitian ini adalah membangun sistem rekomendasi yang mengkombinasikan metode ML-ARM dan CBR yang membantu menghasilkan rekomendasi barang

Di daerah intervensi, juga tidak ditemukan adanya perbedaan yang bermakna antara proporsi kepositifan larva pada kunjungan pertama dan kedua.. Dengan nilai p sebesar 0,424, dapat

Setiap individu dalam hal ini adalah karyawan memiliki pemahaman yang berbeda dalam setiap hal, maka perusahaan harus dapat menyamakan persepsi atau nilai-nilai