• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IV. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

19

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

Kelompok jamaah produksi yang menjadi fokus penelitian ini terletak di empat kelurahan dalam dua kecamatan di kota Salatiga, yaitu:

1. Kelurahan Kalibening (Dusun Kalibening) merupakan salah satu Kelurahan yang berada di Kecamatan Tingkir, Kota Salatiga. Kelurahan Kalibening memiliki luas keseluruhan wilayah + 91,18 Ha. Kelurahan Kalibening berbatasan wilayah dengan: Kelurahan Sidorejo Kidul di sebelah utara; Kelurahan Tingkir Lor di sebelah timur; Kelurahan Tingkir Lor di sebelah selatan; dan Kelurahan Ledok di sebelah barat. Kelurahan Kalibening memiliki 9 RT dalam 3 RW. Jumlah keseluruhan penduduk di Kalibening sebanyak 2.117 jiwa, dengan rincian: 1.061 laki-laki dan 1.056 perempuan. 2. Kelurahan Tingkir Lor (Dusun Krajan) merupakan salah satu Kelurahan yang

berada di Kecamatan Tingkir, Kota Salatiga. Kelurahan Tingkir Lor memiliki luas keseluruhan wilayah + 177,3 Ha. Kelurahan Tingkir Lor berbatasan wilayah dengan: Kelurahan Kalibening di sebelah utara; Kelurahan Tingkir Tengah di sebelah timur; Kelurahan Tingkir Tengah di sebelah selatan; dan Kelurahan Tingkir tengah di sebelah barat. Kelurahan Tingkir Lor memiliki 24 RT dalam 8 RW. Jumlah keseluruhan penduduk di Tingkir Lor sebanyak 4.986 jiwa, dengan rincian: 2.470 laki-laki dan 2.516 perempuan.

3. Kelurahan Tingkir Tengah (Dusun Wiroyudan) merupakan salah satu Kelurahan yang berada di Kecamatan Tingkir, Kota Salatiga. Kelurahan Tingkir Tengah memiliki luas keseluruhan wilayah + 134,5 Ha. Kelurahan Tingkir Tengah berbatasan wilayah dengan: Kelurahan Tingkir Lor di sebelah utara; Desa Tegal Waton di sebelah timur; Desa Bener di sebelah selatan; dan Kelurahan Cebongan di sebelah barat. Kelurahan Tingkir Lor memiliki 32 RT dalam 10 RW. Jumlah keseluruhan penduduk di Tingkir Lor sebanyak 5.491 jiwa, dengan rincian: 1.398 laki-laki dan 1.574 perempuan.

4. Kelurahan Bugel (Dusun Sawo) merupakan salah satu Kelurahan yang berada di Kecamatan Sidorejo, Kota Salatiga. Kelurahan Bugel memiliki luas keseluruhan wilayah + 260,62 Ha. Kelurahan Tingkir Lor berbatasan wilayah dengan: Kelurahan Pabelan, Kecamatan Pabelan, Kabupaten Semarang di

(2)

20

sebelah utara; Kelurahan Kauman Kidul di sebelah timur; Kelurahan Salatiga di sebelah selatan; dan Kelurahan Sidorejo Lor di sebelah barat. Kelurahan Bugel memiliki 20 RT dalam 6 RW. Jumlah keseluruhan penduduk di Tingkir Lor sebanyak 3.297 jiwa, dengan rincian: 1.665 laki-laki dan 1.632 perempuan.

4.2 Identitas Singkat Narasumber

Narasumber yang berasal dari kelompok jamaah produksi (kader dan anggota kelompok), maupun narasumber pengamat (RT) memiliki peran ganda, artinya di satu sisi ia bisa berperan sebagai partisipan, tetapi di sisi lain ia bisa berperan sebagai key informant. Penentuan peran narasumber sebagai partisipan ataukah sebagai key informant tergantung pada konteks yang sedang diteliti. Untuk memperoleh pemahaman, tabel berikut ini akan membantu menjelaskan identitas singkat masing-masing narasumber.

Tabel 4.2 Daftar Narasumber

No. Nama Lokasi Status

1 Ariyani Kalibening Kader JP

2 Jaelani Kalibening Anggota JP

3 Sugeng Kalibening Ketua RT

4 Halis Tingkir Lor Kader JP

5 Mukri Tingkir Lor Anggota JP

6 Munir Tingkir Lor Ketua RT

7 Siti Tingkir Tengah Kader JP 8 Nurhadi Tingkir Tengah Anggota JP 9 Parman Tingkir Tengah Ketua RT

10 Andi Bugel Kader JP

11 Mahmudan Bugel Anggota JP

(3)

21

4.3 Pemberdayaan Masyarakat Pada Kelompok Jamaah Produksi

4.3.1 Pemberdayaan Masyarakat Pada Kelompok Jamaah Produksi Kali Bening

Jamaah produksi Kalibening awal dibentuk sebagai desa percontohan program jamaah produksi. Jamaah produksi pada Kalibening dikaderi oleh Ibu Ariyani yang beranggotakan 20 orang. Ibu Ariyani dipilih sebagai kader karena sebelum adanya jamaah produksi beliau sudah memiliki kelompok dan dianggap dapat menggerakkan kelompoknya tersebut. Anggota kelompok ini didominasi oleh remaja yang umumnya ikut kelompok ini untuk mencari pendapatan sampingan diluar pendapatan utamanya. Anggota kelompok ini didominasi oleh buruh ataupun karyawan.

Kelompok jamaah produksi ini memiliki perkumpulan rutin yang diadakan satu bulan sekali pada minggu terakhir. Agenda perkumpulan rutin kelompok ini membahas mengenai ide baru tentang keberlangsungan jamaah produksi, permasalahan yang terjadi di lapangan, pendapat anggota, dan solusi yang dimiliki oleh anggota. Untuk mencapai kesepakatan akan hasil dari permasalahan yang ada kelompok ini menggunakan metode musyawarah agar diperoleh solusi yang cocok untuk masalah yang ditemukan. Walaupun diadakan perkumpulan rutin namun masih banyak anggota yang kurang partisipatif karena untuk pelaksanaan masih banyak didominasi oleh orang-orang tertentu.

Jamaah produksi ini memiliki aktifitas produksi utama yaitu pembudidayaan jamur kuping namun sedang stagnan karena faktor cuaca (kemarau). Cuaca panas (kemarau) menjadi penghambat karena menyebabkan banyak jamur hasil budidaya menjadi terlalu kering sebelum usia optimal untuk pemetikan. Walaupun saat ini posisi usaha budidaya jamur kuping sedang stagnan namun direncanakan untuk dijalankan lagi saat cuaca lebih mendukung untuk melakukan pembudidayaan. Penanaman jamur kuping pada daerah ini (Kalibening) dilakukan di dua tempat yaitu pada tempat Bapak Jaelani dan Bapak Budi.

Menurut Bapak Jaelani bentuk usaha yang dilakukan awalnya sudah bagus dan dapat membantu perekonomian, namun untuk pemberdayaan masyarakat dianggap belum maksimal. Diharapkan untuk ke depannya dapat dilakukan

(4)

22

pengawasan ataupun tindakan khusus untuk menarik partisipasi warga dan juga diharapkan adanya bantuan dalam bentuk materi dari pemerintah untuk mengembangkan jamaah produksi pada daerah ini. Selain hal diatas salah satu faktor yang dianggap Bapak Jaelani menyebabkan partisipasi dari masyarakat pasif adalah kondisi usaha yang sulit berkembang karena kurangnya dana.

Menurut bapak Sugeng selaku ketua RT 4 aktifitas jamaah produksi terhambat karena cuaca yang tidak mendukung dan memang menjadi faktor utama vakumnya usaha budidaya jamur yang telah dilaksanakan, sehingga menyebabkan berhentinya produksi jamur kuping. Terdapat permasalahan lain yang terjadi pada jamaah produksi Kalibening, yaitu partisipasi masyarakat yang pasif, pembudidayaan jamur yang dilakukan oleh Bapak Budi, Bapak Jaelani dan Ibu Ariyani yang memang berminat dan berniat melakukan budidaya jamur, masyarakat lain sering hanya ikut meramaikan suasana (datang untung bercakap-cakap) dan lebih parahnya terdapat masyarakat yang hanya terlibat pada awal usaha pembentukan usaha namun tidak ikut andil setelah usaha budidaya jamur ini berjalan. Bapak Sugeng beranggapan bahwa yang berpeluang paling besar membenahi jamaah produksi ini adalah pemerintah, pemerintah memiliki peran besar guna memfasilitasi warga dalam aspek pengawasan dan pembiayaan.

4.3.2 Pemberdayaan Masyarakat Pada Kelompok Jamaah Produksi Tingkir Lor

Jamaah produksi Tingkir Lor memfokuskan usahanya ke dalam budidaya lele konsumsi. Budidaya lele dilakukan secara individu, setiap anggota membuat kolam dengan ukuran 1m2 yang berlokasi disamping rumah tiap anggota, setiap individu akan bertanggung jawab merawat kolam yang telah diberikan kepada masing-masing anggota. Kolam yang diperoleh beserta bibit dan kebutuhan lain (terpal, pakan) diperoleh dari bantuan pemerintah dengan total sebesar Rp 10.000.000,00.

Budidaya lele dipilih sebagai aktifitas utama jamaah produksi Tingkir Lor karena lele memiliki kekebalan dan ketahanan yang lebih kuat terhadap cuaca dan kondisi lingkungan daripada kebanyakan ikan. Budidaya ini sudah dilakukan selama kurang lebih dua tahun.

(5)

23

Budidaya lele dilakukan menggunakan 13,5 kg atau ± 500 bibit untuk setiap kolam. Tingkat bertahan hidup lele pada setiap kolam pun berbeda-beda antara 15% hingga 50%. Hal ini akan dipengaruhi bagaimana kondisi kolam dan perawatan yang diberikan oleh pemilik kolam.

Budidaya lele jamaah produksi Tingkir Lor rata-rata dapat memperoleh hasil tiga kali panen walaupun terdapat sekitar 25% anggota mengundurkan diri sebelum memperoleh hasil panen pertama. Waktu yang diperlukan dari awal pembibitan hingga panen paling cepat selama 2,5 bulan dan paling lama bisa mencapai 5 bulan tergantung pada besar lele dan kualitas lele. Untuk pembudidayaan sendiri dilakukan oleh anggota pria, anggota wanita melakukan aktifitas pemasaran dari hasil budidaya.

Penjualan lele dilakukan melalui media online, sms, dan jual di tempat. Namun di luar itu ada anggota yang menjual sendiri di luar jamaah produksi Tingkir lor. Lele hasil produksi jamaah produksi Tingkir Lor dijual dengan harga rata-rata Rp 20.000,00/kg. Budidaya lele yang paling berkembang merupakan milik Bapak Munir (ketua RT) yang hingga saat ini sudah berkembang menjadi tujuh kolam.

Anggota kelompok jamaah produksi Tingkir Lor hingga tahun 2015 berjumlah 16 orang, angka ini mengalami penurunan dari jumlah awal anggota yang berjumlah 22 anggota. Seperti jamaah produksi lainnya, terdapat permasalahan yang tidak jauh berbeda dan masih seputar terdapatnya anggota pasif. Namun tidak hanya anggota pasif saja tetapi juga menyerahnya anggota saat terjadi kegagalan pertama. Anggota jamaah produksi Tingkir Lor merupakan buruh batu, buruh tani dan ibu-ibu rumah tangga tanpa mata pencaharian utama. Pada jamaah produksi Tingkir Lor tidak ada pengikat yang pasti untuk setiap anggotanya sehingga anggota dapat dengan mudah keluar dari jamaah produksi.

Jadwal pertemuan rutin dilakukan tiap minggu walaupun merupakan rapat tidak formal dengan jadwal yang tidak ditentukan terlebih dahulu (fleksibel). Pertemuan akan tetap dilakukan setiap minggu dengan waktu yang menyesuaikan tiap anggota. Pertemuan rutin ini membahas mengenai budidaya lele dari permasalahan yang terjadi, proses budidaya lele hingga pemasaran Lele.

(6)

24

Menurut Ibu Halis selaku kader pada jamaah produksi Tingkir Lor mengatakan bahwa permasalahan yang terjadi disebabkan oleh kurang sabarnya anggota dalam membudidayakan lele dan minat anggota yang muncul pada saat awal pembudidayaan.

Pihak pemerintah belum memberikan pendidikan khusus untuk budidaya lele pada Tingkir Lor. Budidaya lele dipelajari sendiri dan dipraktekkan sendiri tanpa adanya andil pemerintah selain pada faktor pembiayaan. Selain dipelajari sendiri informasi juga pernah diperoleh melalui penyuluhan pertanian.

4.3.3 Pemberdayaan Masyarakat Pada Kelompok Jamaah Produksi Tingkir Tengah

Jamaah produksi Tingkir Tengah dibentuk dengan tujuan untuk memberi nilai tambah secara materi guna membantu masyarakat meningkatkan perekonomiannya serta memberdayakan masyarakat Tingkir Tengah. Dalam jamaah produksi ini pemerintah berperan sebagai penyokong dana yang ditujukan sebagai modal untuk memulai usaha yang harapannya dapat dikembangkan.

Pada awal pembentukan jamaah produksi ini masyarakat antusias untuk menggeluti usaha ini dikarenakan masyarakat melihat dengan tujuan dibentuknya jamaah produksi maka akan memberi dampak positif bagi masyarakat, khususnya secara materi. Jamaah produksi ini berawal dari 20 anggota yang sekarang berkembang menjadi 30 anggota (2015) namun banyak anggota yang pasif bahkan ada yang sengaja tidak ikut.

Jamaah produksi Tingkir Tengah dibentuk dengan tujuan yang sama seperti pada kelompok jamaah produksi yang lain dengan cita-cita yaitu, dapat memiliki penghasilan dua kali Upah Minimum Regional (UMR). Pemerintah juga memberikan nominal yang sama sebagai modal awal jamaah produksi Tingkir Tengah yaitu sebesar Rp 10.000.000,00.

Jamaah produksi Tingkir Tengah memfokuskan bentuk usaha peternakan kelinci, usaha peternakan kelinci diawali dengan usulan Ibu Siti yang sebelumnya sudah mulai beternak kelinci secara independen. Peternakan kelinci memiliki nilai ekonomis yang tinggi sehingga disetujui oleh masyarakat untuk dipraktekkan. Seiring berjalannya waktu juga karena keterbatasan pengetahuan banyak kelinci yang mati dan ada juga yang menjual kelinci modal sebelum berhasil dikembang

(7)

25

biakkan. Permasalahan tersebut disebabkan karena perawatan yang tidak memadai, kebanyakan anggota beralasan mereka lebih fokus pada pekerjaan utamnya sehingga tidak sempat merawat kelinci secara memadai dan selain itu menurut mereka lebih baik untuk menjual kelinci modal daripada kelinci modal mati.

Perkumpulan pada jamaah produksi Tingkir Tengah tidak pernah dilakukan secara rutin. Perkumpulan dilakukan tidak terjadwal dan lebih sering dilakukan saat sedang ada masalah yang ditemukan di lapangan. Pertemuan juga biasanya membahas mengenai perkembangan peternakan kelinci dan permasalahannya serta solusi untuk menangani permasalahan yang ada. Perkumpulan secara non formal menggunakan metode musyawarah untuk mencapai keputusan, namun secara nyata kebanyakan anggota rapat tidak memberikan pendapat dan hanya mengikuti apa pendapat kader sehingga terjadi komunikasi satu arah. Menurut Ibu Siti selaku kader hal ini mungkin disebabkan oleh tingkat pendidikan anggota yang merupakan lulusan SD ataupun tidak bersekolah sehingga kurang mengerti mengenai materi rapat.

Permasalahan di atas berimbas pada sangat pentingnya peran kader pada jamaah produksi. Kader akan berpengaruh penting untuk menjelaskan program-program yang dimiliki sedetail mungkin dan pendampingan yang harus giat dilakukan.

Menurut Ibu Siti selaku kader jamaah produksi Tingkir Tengah perkembangan peternakan kelinci milik ibu Siti ini cukup baik karena pada awal pembentukan hanya memiliki 18 kelinci indukan dan 2 kelinci jantan, namun saat ini kelinci yang dimiliki ibu Siti terhitung sebanyak 150 ekor. Hal ini dianggap cukup membanggakan. Peternakan kelinci milik ibu siti dapat berkembang hampir 10 kali lipat jumlah kelinci awal, namun perkembangan itu tidak terjadi tanpa hambatan.

Menurut beliau seharusnya peternakan kelinci binaan jamaah produksi Tingkir Tengah dapat berkembang lebih baik. Permasalahan utama yang dianggap menjadi salah satu faktor kegagalan adalah pasifnya partisipasi masyarakat baik dalam hal pembahasan masalah dan pemecahan masalah yang dihadapi. Selain itu hambatan lain yang tidak kalah merugikan adalah banyaknya kelinci yang mati

(8)

26

karena kurang mengertinya masyarakat mengenai bagaimana cara perawatan kelinci, namun juga tidak sedikit yang tetap berjalan hingga saat ini.

Kelinci anakan produk dari jamaah produksi Tigkir Tengah biasanya dihargai antara Rp 20.000,00 – Rp 30.000,00. Uniknya kelinci-kelinci produksi dari jamaah produksi Tingkir Tengah selalu dicari dan tidak pernah dilakukan penjualan secara langsung.

Selain peternakan kelinci, jamaah produksi Tingkir Tengah juga memanfaatkan limbah kelinci yang tidak lain adalah urin sebagai salah satu produknya. Urin kelinci pada Tingkir Tengah dihargai Rp 1.000,00/liter. Ide pemanfaatan urin kelinci sebagai penambah penghasilan sangat baik namun terkendala dengan personil dan bentroknya pekerjaan ini dengan pekerjaan primer dari tiap individu sehingga tidak dapat berlanjut.

Hingga tahun 2015 perkembangan jamaah produksi Tingkir Tengah terhitung berhenti, hanya di tempat Ibu siti yang masih mengusahakan ternak kelinci, itu pun belum dapat mencapai cita-cita yang diinginkan. Hal ini disebabkan karena belum adanya sistem yang mengatur aktifitas dari jamaah produksi.

Perkembangan jamaah produksi Tingkir Tengah dianggap dapat lebih jauh lagi berkembang namun terkendala dengan faktor penghambat lain yang tidak kalah penting yaitu adanya kelompok pemberdayaan lain seperti kelompok pemberdayaan perempuan dan bank sampah sehingga minat dari masyarakat untuk ikut andil dalam jamaah produksi bersaing dengan dua kelompok pemberdayaan diatas.

Menurut Bapak Parman tingkat pencapaian jamaah produksi masih dapat dikembangkan lagi. Walaupun jumlah kelinci yang dimiliki bertambah hingga lebih dari 9 kali lipat namun kelinci tersebut milik satu anggota saja dan secara nyata usaha jamaah produksi Tingkir Tengah ini sekitar 95% berhenti. Untuk mengembalikan minat dan partisipasi masyarakat menurut Bapak Parman diperlukan adanya tindakan khusus dan penjelasan kepada masyarakat mengenai pentingnya penghasilan sampingan diluar penghasilan utama untuk mensejahterakan individu.

(9)

27

4.3.4 Pemberdayaan Masyarakat Pada Kelompok Jamaah Produksi Bugel Pembentukan jamaah produksi Bugel tidak berbeda dengan jamaah produksi di tempat lain, yaitu bertujuan untuk memberdayakan masyarakat guna meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar. Jamaah produksi Bugel berfokus pada peternakan bebek, selain bebek jamaah produksi Bugel juga memiliki kegiatan lain yaitu usaha catering khusus untuk memberdayakan anggota perempuan. Jamaah produksi Bugel ini sudah berusia sekitar 1,5 tahun dan sudah memperoleh sekali pencairan dana hibah dari pemerintah sebesar Rp 10.000.000,00.

Hal unik yang terjadi pada jamaah produksi Bugel adalah menjadi satunya jamaah produksi Bugel dengan RT setempat sehingga dalam hal rapat, kas, dan kegiatan lebih didominasi oleh RT. Melalui program Jamaah produksi, diharapkan kegiatan yang dilakukan benar-benar cocok dan dapat memberikan hasil yang terus menerus untuk masyarakat.

Anggota pada jamaah produksi ini berjumlah 15 orang, permasalahan yang terjadi pun tidak jauh berbeda dari kelompok jamaah produksi yang lain yang masih seputar partisipasi pasif dari anggota. Untuk menjadi anggota jamaah produksi Bugel tidaklah rumit, hanya dibutuhkan keinginan untuk ikut andil sudah dapat menjadi anggota namun belum ada peraturan resmi mengenai keaktifan dan partisipasi anggota, hal inilah yang mungkin menyebabkan partisipasi pasif anggota masih dirasakan.

Anggota pada jamaah produksi ini menganggap bahwa pekerjaan utamanya lebih menarik daripada aktifitas usaha kelompok dan hasil dari aktifitas usaha tidak dapat diterima dalam waktu dekat sehingga mengakibatkan adanya partisipasi pasif. Permasalahan partisipasi pasif yang terjadi akhirnya diselesaikan dengan memasrahkan bebek kepada salah satu anggota dan kemudian setelah hasil produksi dapat diperoleh baru dilakukan bagi hasil setelah dilakukan pengurangan akan biaya-biaya yang dibutuhkan.

Pertemuan rutin biasanya diadakan sebulan sekali bergiliran pada rumah anggota-anggota RT karena sekaligus ikut di dalam perkumpulan RT. Agenda pembahasan pada pertemuan rutin seputar perkembangan peternakan bebek, kas usaha, dan pesanan catering dan kue. Anggota jamaah produksi Bugel tidak hanya

(10)

28

laki-laki saja namun juga ada anggota perempuan. Untuk anggota perempuan biasanya mewakilkan dirinya kepada suaminya sehingga pertemuan rutin jamaah produksi dapat dilakukan sekaligus pertemuan RT.

Hingga saat ini produk yang dihasilkan dari peternakan bebek hanya telur bebek saja, belum dilakukan penjualan produk daging maupun hewan. Dari 50 ekor bebek yang dimiliki dapat menghasilkan 20-25 butir telur dalam sehari. Telur bebek tersebut kemudian diolah menjadi telur asin yang kemudian dipasarkan. Belum ada bebek yang diremajakan karena keterbatasan modal yang dialami.

Tujuan utama pemasaran sebenarnya berada pada supermarket namun karena modal yang belum mencukupi sehingga standar yang dibutuhkan untuk memasarkan produknya ke supermarket belum dapat dipenuhi. Harapan anggota ke depannya produk dapat dipasarkan ke supermarket dengan diberinya tambahan modal untuk diolah kembali demi meningkatkan kualitas dan kuantitas produk yang dihasilkan, selain itu anggota juga menginginkan untuk memasarkan produknya ke penjual martabak dan sedang diusahakan.

Selain peternakan bebek juga terdapat usaha catering dan produksi kue yang saat ini produksinya dilakukan by order. Selain dua usaha tersebut jamaah produksi ini sedang ingin merintis usaha baru yaitu budidaya belut yang hingga saat ini masih dalam tahap pembahasan.

Hasil penjualan produk bebek langsung dimasukkan ke kas RT untuk digunakan membeli pakan bebek dan perawatan bebek. Selain digunakan untuk hal diatas kas juga sering digunakan untuk membiayai keperluan RT, hal inilah yang dianggap sebagian warga menyebabkan tidak dapat berkembangnya peternakan bebek pada jamaah produksi Bugel.

4.4 Analisis Pemberdayaan Pada Jamaah Produksi

Fahrudin (nd) mengemukakan bahwa ada delapan prinsip yang digunakan dalam pemberdayaan masyarakat. Delapan prinsip yang digunakan adalah:

1. Dilakukan dalam kelompok-kelompok kecil.

2. Pemberian tanggung jawab kepada kelompok tersebut. 3. Kepemimpinan kelompok dilakukan oleh anggota kelompok. 4. Pendidik berperan sebagai fasilitator.

(11)

29

6. Kesatuan pemahaman antara kelompok dan pendidik tentang upaya mencapai tujuan.

7. Peningkatan status sosial ekonomi dan kemampuan politik mereka dalam masyarakat.

8. Dampak bagi kemajuan diri dan masyarakat yang mencakup pembelajaran orang lain, dan partisipasinya dalam pembangunan masyarakatnya.

Pemberdayaan masyarakat yang terdapat pada objek penelitian jika dilihat dari delapan prinsip yang terdapat pada teori di atas maka pemberdayaan yang dilakukan tidak dapat dikatakan sebagai pemberdayaan yang baik karena masih terdapat prinsip yang tidak terpenuhi. Ringkasan gambaran pemberdayaan masyarakat pada objek penelitian disajikan pada tabel 4.4a.

Tabel 4.4a Gambaran Pemberdayaan Masyarakat Berdasarkan Prinsip Pemberdayaan Fahrudin di Empat Lokasi Penelitian

Prinsip Pemberdayaan (Fahrudin, nd) Pemberdayaan Yang Terjadi Keterangan Awal Sekarang 1. Dilakukan dalam kelompok-kelompok kecil* terpenuhi terpenuhi Kelompok jamaah produksi merupakan kelompok kecil (20-30 anggota) 2. Pemberian tanggung jawab kepada kelompok tersebut

terpenuhi terpenuhi Kelompok mengatur aktifitasnya sendiri 3. Kepemimpinan kelompok

dilakukan oleh anggota kelompok

terpenuhi terpenuhi

Ketua kelompok diambil dari internal kelompok

4. Pendidik berperan sebagai

fasilitator terpenuhi terpenuhi

Kader selaku pendidik berperan sebagai fasilitator 5. Proses pembelajaran dilakukan secara demokratis terpenuhi tidak Karena adanya partisipasi pasif sehingga menjadi tidak demokratis 6. Kesatuan pemahaman

antara kelompok dan pendidik terpenuhi terpenuhi Sudah satunya pemahaman antara kelompok dan pendidik

(12)

30 Tabel 4.4a Lanjutan

Prinsip Pemberdayaan (Fahrudin, nd)

Pemberdayaan Yang

Terjadi Keterangan

Awal Sekarang

7. Peningkatan status sosial ekonomi dan kemampuan politik terpenuhi tidak Tidak terjadi peningkatan di semua kelompok, gagalnya aktifitas

8. Dampak bagi kemajuan

diri dan masyarakat terpenuhi tidak

Tidak terjadi peningkatan kemajuan diri dan partisipasi pada pembangunan masyarakat.

 menurut Kumar (2000) kelompok kecil merupakan kelompok yang beranggotakan 15-25 orang.

Pengembangan masyarakat yang dilakukan pada objek penelitian belum mencakup delapan prinsip diatas, terdapat beberapa kelompok yang dari kedelapan prinsip tersebut belum terpenuhi semuanya (ada yang terpenuhi namun hanya untuk sementara waktu dan kemudian tidak muncul kembali). Prinsip yang tidak terpenuhi adalah prinsip kelima, prinsip ke tujuh dan prinsip ke delapan.

Prinsip kelima tidak terpenuhi karena menurun dan pasifnya partisipasi masyarakat, hal tersebut mengakibatkan proses pembelajaran tidak dapat tersampaikan secara maksimal dan demokratis, yang secara lanjut akan berimbas pada terhambatnya aktifitas kelompok yang diberdayakan karena pembelajaran tidak dapat dilakukan sesuai dengan kebutuhan semua anggota kelompok khususnya anggota yang memiliki partisipasi pasif, pada kelompok jamaah produksi yang diteliti anggota tidak berpartisipasi secara aktif pada saat pengambilan keputusan sehingga keputusan yang tercapai hanya mencakup kebutuhan dari pihak-pihak yang berpartisipasi aktif.

Pada keempat kelompok jamaah produksi terdapat prinsip lain yang tidak terpenuhi, yaitu prinsip ke tujuh. Peningkatan status sosial ekonomi dan kemampuan politik yang terjadi pada empat kelompok tidak berlangsung terus menerus namun semakin berkurang bahkan hingga menghilang (tidak terjadi peningkatan, atau gagalnya aktifitas). Prinsip terakhir yang tidak terpenihi adalah

(13)

31

prinsip ke delapan karena kemajuan dan partisipasi yang ada hanya bersifat semantara.

Jamaah produksi dibentuk dengan tujuan utama untuk meningkatkan kesejahteraan buruh tani dan petani penggarap termasuk perempuan melalui pengembangan kelompok usaha bersama (jamaah produksi) dengan prinsip keadilan, kelestarian lingkungan dan kesetaraan laki – laki dan perempuan.

Tujuan utama jamaah produksi (komunikasi pribadi, 2015a)1 kemudian dibagi lagi ke dalam beberapa tujuan yang lebih spesifik yaitu :

1. Meningkatnya kesadaran petani laki-laki dan perempuan akan hak-hak buruh tani dan petani penggarap (terutama hak terhadap tanah, sumber produksi dan ekonomi) dan kesadaran pentingnya berorganisasi.

2. Berkembangnya organisasi tani yang solid dan efektif untuk memperjuangkan kepentingan petani dan perempuan.

3. Berkembangnya usaha produksi dan ekonomi (jamaah produksi) bagi buruh tani, petani penggarap dan perempuan melalui berbagai macam usaha produktif dan ekonomi.

Penilaian efektifitas pemberdayaan dilakukan dengan cara membandingkan hasil pemberdayaan dengan tujuan yang ingin dicapai, seperti disajikan pada tabel 4.4b.

Tabel 4.4b Efektifitas Pemberdayaan Masyarakat Pada Kelompok Jamaah Produksi

Tujuan Pemberdayaan

Jamaah Produksi Hasil Pemberdayaan Jamaah Produksi

1. Meningkatnya kesadaran petani akan pentingnya berorganisasi

Tiga dari empat kelompok jamaah produksi tujuan pertama terpenuhi kecuali pada jamaah produksi tingkir lor, terjadi penurunan jumlah anggota

2. Berkembangnya organisasi tani yang solid dan efektif

Tidak terdapat kelompok yang aktifitas usahanya meningkat, dapat dilihat dari jumlah individu yang aktif dalam kegiatan kelompok dan aktifitas yang dilakukan kelompok 3. Berkembangnya usaha

produksi dan ekonomi

Tidak terdapat kelompok yang aktifitas usahanya meningkat, dapat dilihat dari jumlah individu yang aktif dalam kegiatan kelompok dan aktifitas yang dilakukan kelompok

1

(14)

32

Pemberdayaan yang telah dilakukan oleh jamaah produksi pada keempat lokasi pada masa-masa awal sudah memenuhi tujuan, namun belum maksimal dikarenakan tidak adanya penekanan mengenai hak terhadap tanah. Tujuan pertama tersebut terpenuhi namun tidak pada semua kelompok karena terdapat kelompok yang jumlah anggotanya semakin berkurang (Tingkir Lor), walaupun juga terdapat kelompok yang memiliki anggota yang bertambah (Tingkir Tengah) ataupun stagnan (Kalibening dan Bugel).

Tujuan kedua tidak tercapai pada semua kelompok, karena kelompok yang ada tidak mengalami perkembangan. Dari keempat kelompok yang ada tidak terdapat kelompok yang aktifitas usahanya meningkat, hal ini dapat dilihat dari jumlah individu yang aktif dalam kegiatan kelompok dan aktifitas yang dilakukan kelompok. Tujuan ketiga juga tidak tercapai karena alasan yang sama.

Pemberdayaan yang dilakukan oleh jamaah produksi pada kelompok jamaah produksi Tingkir Tengah, Kalibening dan Bugel dapat dikatakan belum efektif karena dengan melihat dari tujuan yang harus dicapai belum ada kelompok jamaah produksi yang dapat mencapai semua tujuan yang ada, namun pada jamaah produksi daerah Tingkir lor dapat dikatakan tidak efektif karena dari ketiga tujuan yang harus dicapa tidak ada yang terpenuhi.

4.5 Dampak Pemberdayaan yang Telah Dilakukan

Pemberdayaan yang telah dilakukan oleh jamaah produksi belum dapat dirasakan masyarakat secara riil, namun secara sempit dirasakan oleh beberapa individu tertentu;

– Pada Kelurahan Kalibening kegiatan didominasi oleh Ibu Ariani (kader), Bapak Budi (anggota) dan Bapak Jaelani (Anggota).

– Pada Kelurahan Tingkir Lor didominasi oleh Bapak Munir (ketua RT). – Pada Kelurahan Tingkir Tengah didominasi oleh Ibu Siti (kader). – Pada Kelurahan Bugel didominasi oleh pihak RT.

Dampak pemberdayaan yang dilakukan oleh jamaah produksi antara lain adalah:

(15)

33

1. Peningkatan pengetahuan masyarakat pada bidang ekonomi.

Masyarakat dilatih mengenai bentuk usaha tertentu untuk dikembangkan masing-masing. Pelatihan tersebut kemudian dipraktekkan kedalam aktifitas usaha setiap kelompok.

2. Peningkatan kesadaran masyarakat untuk berorganisasi.

Masyarakat dibagi dalam kelompok-kelompok kecil yang beranggotakan antara 15-20 anggota yang kemudian melakukan aktifitasnya secara berkelompok. Kesadaran masyarakat untuk berorganisasi meningkat namun tidak berlangsung secara terus menerus karena pada kelompok yang diteliti mengalami penurunan partisipasi masyarakat dan penurunan jumlah anggota kelompok.

3. Peningkatan perekonomian masyarakat.

Perekonomian masyarakat yang tergabung dalam kelompok-kelompok kecil jamaah produksi jika dilihat dari aktifitas jamaah produksi pada awalnya meningkat namun seiring dengan berjalannya waktu peningkatan perekonomian akibat dari pemberdayaan yang dilakukan oleh jamaah produksi tidak dapat dirasakan secara maksimal yang dikarenakan oleh pasifnya masyarakat dan berbagai tindakan masyarakat yang mengakibatkan aktifitas yang seharusnya dilakukan tidak dapat dilakukan seperti penjualan barang modal dan kesalahan penanganan masalah. Peningkatan perekonomian hanya dirasakan oleh individu-individu tertentu yang dapat mengelola aktifitas yang dilakukannya sendiri dengan benar.

4.6 Permasalahan yang Terjadi Pada Jamaah Produksi dan Alternatif Solusinya

Pada setiap jamaah produksi yang menjadi objek penelitian terdapat beberapa permasalahan yang sama. Salah satunya adalah minimnya partisipasi masyarakat dalam pengembangan jamaah produksi khususnya pada aktifitas kelompok dan proses pemecahan masalah.

Kramer dan Tjokroamidjojo dalam Rohman (2012) yang membagi partisipasi ke dalam tiga tahapan seperti :

1. Partisipasi atau keterlibatan dalam proses penentuan arah, strategi dan kebijaksanaan pembangunan yang dilakukan pemerintah.

(16)

34

2. Keterlibatan dalam memikul beban dan tanggung jawab dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan.

3. Keterlibatan dalam memetik dan memanfaatkan pembangunan secara berkeadilan

Jika dilihat dari tahapan diataas maka terjadinya penurunan partisipasi masyarakat yang terjadi pada keempat objek penelitian terjadi sejak tahapan kedua. Dalam pelaksanaan kegiatan di keempat objek penelitian didominasi oleh individu-individu tertentu, pelaksanaan kegiatan didominasi oleh individu yang benar-benar mengerti tentang kegiatan yang dilakukan dan pada objek penelitian yang diamati yang mendominasi kegiatan adalah kader dari setiap kelompok. Selain didominasinya partisipasi oleh salah satu individu tertentu juga terdapat hilangnya partisipasi (tidak ikut berpartisipasi lagi) yang diakibatkan oleh banyak hal seperti masyarakat menyerah akibat kegagalan pertama, masyarakat merasa kurang mampu, masyarakat merasa adanya kesenjangan akibat lebih suksesnya hasil produksi dari salah satu anggota, dan selain itu masyarakat merasa adanya bidang produksi lain yang lebih menarik dari aktifitas yang sedang dilakukan.

Untuk memecahkan masalah partisipasi diatas dapat dilakukan perubahan model partisipasi dari yang partisipasi setiap anggotanya dibagi merata (setiap masyarakat melakukan aktifitas yang sama) menjadi partisipasi setiap masyarakat dikelompokan menjadi lima jenis seperti yang dikatakan oleh Pasaribu dan Simanjuntak (1986), sebgai berikut:

a. Partisipasi buah pikiran b. Partisipasi tenaga c. Partisipasi harta benda

d. Partisipasi keterampilan dan kemahiran e. Partisipasi sosial

Dengan dibaginya bentuk partisipasi yang diberikan maka setiap masyarakat dapat memberikan partisipasi sesuai kemampuannya dan lebih membuka kemungkinan untuk berpartisipasi lebih luas. Selain dua hal di atas, dengan adanya bentuk partisipasi yang dibagi sesuai jenisnya diharapkan akan meningkatkan partisipasi masyarakat oleh karena masyarakat akan berpartisipasi sesuai kemampuan yang mau mereka berikan.

(17)

35

Partisipasi dibagi dalam lima jenis harus diawasi dan dibentuk sistemnya agar tidak terjadi kesenjangan partisipasi dan anggapan bahwa partisipasi salah satu individu lebih besar daripada yang lain sehingga berhak atas sesuatu yang lebih (iri).

Minimnya partisipasi dapat juga diatasi dengan menyerahkan perawatan atas aktifitas yang dilakukan kepada pihak ketiga seperti yang dilakukan oleh jamaah produksi Kelurahan Bugel, namun hal ini akan menimbulkan biaya baru untuk timbal balik pada pihak ketiga.

Partisipasi masyarakat akan terwujud sebagai kegiatan nyata apabila terpenuhi faktor-faktor yang mendukungnya (Slamet, 1994), yaitu:

a. Adanya kesempatan, yaitu adanya suasana atau kondisi lingkungan yang disadari orang tersebut bahwa dia berpeluang untuk berpartisipasi.

b. Adanya kemauan, yaitu adanya sesuatu yang mendorong atau menumbuhkan minat dan sikap mereka untuk termotivasi berpartisipasi, misalnya berupa manfaat yang dapat dirasakan atas partisipasinya tersebut.

c. Adanya kemampuan, yaitu adanya kesadaran atau keyakinan pada dirinya bahwa dia mempunyai kemampuan untuk berpartisipasi, bisa berupa pikiran, tenaga, waktu, atau sarana dan material lainnya.

Bila dilihat dari ketiga faktor di atas maka permasalahan berfokus pada dua faktor yaitu kemauan dan kemampuan. Seiring berjalannya waktu kemauan masyarakat semakin berkurang hal ini disebabkan tidak adanya tindakan penumbuhan motivasi secara berlanjut, pada umumnya tindakan penumbuhan motivasi pada objek penelitian dilakukan pada awal pembentukan. Untuk mengatasi permasalahan pada faktor ini maka akan lebih baik jika dilakukan tindakan untuk menjaga motivasi secara berlanjut agar kemauan masyarakat tidak semakin berkurang bahkan hingga hilangnya kemauan masyarakat seperti yang terjadi pada objek penelitian.

Masalah lain juga terjadi pada faktor kemampuan masyarakat. Kemampuan masyarakat berbeda-beda bahkan ada beberapa individu yang dianggap memiliki kemampuan yang lebih besar dikarenakan tingkat penyerapan materi saat proses penumbuhan kemampuan (pemberian pendidikan) berbeda-beda, hal ini didukung oleh pendapat Ibu Siti selaku kader jamaah produksi yang

(18)

36

mengatakan bahwa permasalahan timbul karena banyak anggota yang hanya merasakan pendidikan dasar atau tidak bersekolah sehingga terjadi kurangnya timbal balik. Untuk mengatasi permasalahan yang timbul akibat adanya perbedaan tingkat pendidikan maka akan lebih baik jika pada pendidikan yang diberikan lebih berfokus pada praktek atau contoh tindakan langsung pada saat pendidikan, hal ini didukung oleh wawancara singkat peneliti kepada masyarakat yang memperoleh tanggapan masyarakat mengenai lebih mudahnya masyarakat memahami pendidikan yang diberikan bila disertai contoh nyata.

Permasalahan juga terjadi pada bidang keuangan, permasalahan yang terjadi adalah tidak dibedakannya antara setiap entitas ekonomi yang berbeda. Sohidin (2002), menjelaskan bahwa setiap entitas ekonomi harus dibedakan, bila tidak dilakukannya pembedaan maka akan terjadi masalah pada perhitungan keuangannya baik itu dalam hal biaya maupun modal. Permasalah mengenai entitas ekonomi ini dengan jelas terjadi pada objek penelitian Kelurahan Bugel, akibat tidak adanya pembedaan entitas ekonomi maka terjadinya penggunaan dana salah satu entitas yang bila dilihat lebih lanjut berasal dari entitas lain, hal ini memperlambat pertumbuhan entitas lain tersebut yang tidak lain adalah jamaah produksi Bugel. Untuk memecahkan masalah ini maka harus dipisahkan antara setiap entitas dengan jelas sehingga tidak ada entitas yang dirugikan.

Faktor lain selain faktor-faktor di atas juga menjadi penyebab permasalahan yang terjadi pada objek penelitian, salah satu faktor penting terjadinya penyebab permasalahan adalah faktor pengawasan. Pengawasan yang dilakukan pada umumnya hanya diberikan pihak pemerintah pada saat proses pembentukan dan seiring berjalannya waktu menghilang hingga tidak ada sama sekali, selain itu pengawasan lain juga dilakukan oleh pihak internal sendiri.

Pengawasan yang tidak dilakukan secara berlanjut akan menyebabkan semakin tingginya kemungkinan untuk terjadinya permasalahan baik itu akibat kelalaian maupun kecurangan. Kecurangan terjadi secara nyata pada beberapa daerah yang dijadikan objek penelitian, kecurangan yang paling mudah dilihat adalah dijualnya aset yang seharusnya menjadi modal jamaah produksi pada daerah tertentu.

(19)

37

Pengawasan yang dilakukan oleh pihak internal akan berakibat secara nyata terhadap kelompok yang diawasi, karena dengan adanya pengawas yang tidak independen maka tindakan yang dilakukan tidak dapat diberikan secara objektif (Arens, 2010). Tindakan dan pendapat pengawas akan banyak dipengaruhi oleh penilaian subjektif pengawas yang dikarenakan pengawas juga memiliki ikatan dengan objek yang diawasi, hal ini didukung oleh pendapat Bapak Munir selaku ketua RT yang mengemukakan bahwa tindakan pengawas di pengaruhi rasa pekewuh terhadap masyarakat sekitar yang tidak lain adalah tetangga.

Hal lain yang tidak kalah penting diperhatikan adalah ketersediaan sistem yang memadai untuk mengatur serta mengawasi kegiatan (aktifitas usaha kelompok) yang dilakukan. Menurut Ibu Siti selaku kader jamaah produksi Kelurahan Tingkir Tengah belum adanya sistem yang mengatur kegiatan jamaah produksi mengakibatkan terlalu fleksiblenya kegiatan jamaah produksi serta tidak teraturnya aktifitas jamaah produksi yang mengakibatkan sulitnya dilakukan pengawasan. Adanya sistem akan mempermudah pengaturan aktifitas, manajemen masalah, serta mempermudah pengawasan untuk setiap aktifitas.

Adanya sistem harus diikuti dengan dibentuknya faktor pengikat untuk setiap anggota, sehingga anggota tidak dapat keluar masuk kedalam aktifitas kelompok dengan mudah. Permasalahan ini sangat jelas terlihat pada jamaah produksi Tingkir Lor, dengan mudahnya anggota untuk keluar berimbas pada menurunnya jumlah anggota yang berarti terbuang percumanya nominal yang seharusnya digunakan untuk modal aktifitas kelompok. Untuk menghindari permasalahan ini maka sebaiknya dibentuk sistem yang cocok dengan aktifitas kelompok yang dapat memanfaatkan sumberdaya kelompok secara maksimal, serta faktor pengikat yang jelas untuk meminimalisasi terbuangnya nominal modal secara cuma-cuma.

Gambar

Tabel 4.2 Daftar Narasumber
Tabel  4.4a  Gambaran  Pemberdayaan  Masyarakat  Berdasarkan  Prinsip  Pemberdayaan Fahrudin di Empat Lokasi Penelitian
Tabel  4.4b  Efektifitas  Pemberdayaan  Masyarakat  Pada  Kelompok  Jamaah  Produksi

Referensi

Dokumen terkait

Alasan pertama yang muncul setelah membaca artikel tersebut adalah adanya beberapa hal yang mungkin perlu disepakati seluruh pihak; alasan kedua adalah tentang biaya UN

Kebijakan puritanisme oleh sultan Aurangzeb dan pengislaman orang-orang Hindu secara paksa demi menjadikan tanah India sebagai negara Islam, dengan menyerang berbagai praktek

mendamaikan kedua belah pihak dengan cara mempertemukan para pihak untuk mediasi. Ketua Pengadilan Agama Rengat Bapak Drs. Muhdi Kholil, SH., M.A., M.M juga menyampaikan

Dari tabel diatas pada variabel kepemimpinan menunjukkan bahwa di kategori tinggi memiliki porsentase sebesar 32% artinya suatu sikap pemimpin terhadap karyawan

Untuk masalah diagnosa yang muncul pada pasien dengan congestive heart failure (CHF) antara lain pola nafas yang tidak efektif sudah teratasi dengan memberikan

Dari hasil temuan penelitian tersebut di atas diketahui bahwa model kewirausahaan agribisnis yang dijalankan pada Yaponpes Dayama pada kegiatan pertania, yakni

Kontestasi Pilkada memang berjalan dengan efektif ketika adanya pengaturan cuti kampanye bagi kepala daerah, namun tata kelola pemerintahan daerah menjadi tidak

Judul Proposal : APLIKASI TOPIKAL EKSTRAK KULIT BUAH MANGGIS (GARCINIA MANGOSTANA) SEBAGAI KEMOPREVENSI ALAMIAH TUMOR KULIT PADA MENCIT ALBINO SETELAH DIINDUKSI