• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. Udang merupakan jenis ikan konsumsi air payau, badan beruas berjumlah 13

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. Udang merupakan jenis ikan konsumsi air payau, badan beruas berjumlah 13"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Udang (Penaeus modonon)

Udang merupakan jenis ikan konsumsi air payau, badan beruas berjumlah 13 (5 ruas kepala dan 8 ruas dada) dan seluruh tubuh ditutupi oleh kerangka luar yang disebut eksosketelon. Umumnya udang yang terdapat di pasaran sebagian besar terdiri dari udang laut. Hanya sebagian kecil saja yang terdiri dari udang air tawar, terutama di daerah sekitar sungai besar dan rawa dekat pantai. Udang air tawar pada umumnya termasuk dalam keluarga Palaemonidae, sehingga para ahli sering menyebutnya sebagai kelompok udang palaemonid. Udang laut, terutama dari keluarga Penaeidae, yang biasa disebut udang penaeid oleh para ahli (Menristek, 2003).

Udang dapat kita klasifikasikan sebagai berikut: Klas : Crustacea (binatang berkulit keras)

Sub Kelas : Malacostraca (udang-udangan tingkat tinggi) Super Ordo : Eucarida

Ordo : Decapoda (binatang berkaki sepuluh) Sub Ordo : Natantia (kaki digunakan untuk berenang) Famili: : Palaemonidae, Penaeidae

(Menristek, 2003).

Tubuh udang terbagi atas tiga bagian besar, yakni kepala dan dada, badan, serta ekor. Sedangkan persentasenya adalah 36-49% bagian kepala, daging

(2)

keseluruhan 24-41% dan kulit ekor 17-23% dari seluruh berat badan, tergantung juga dari jenis udangnya (Suparno dan Nurcahaya, 1984).

Pendayagunaan Limbah Udang

Limbah udang yang mencapai 30-40% dari produksi udang beku belum banyak dimanfaatkan. Moelyanto (1979) mengatakan bahwa pemanfaatan limbah udang menjadi produk udang yang bernilai ekonomis tinggi merupakan contoh yang sangat baik untuk memperoleh bahan makanan dengan kandungan protein tinggi.

Selama ini jengger udang telah dimanfaatkan sebagai bahan pembuat terasi, keripik udang dan petis serta pasta udang dan hidrolisat protein yang merupakan produk jenis baru dari limbah jengger udang. Akan tetapi pemanfaatan limbah ini hanya 3% dari skala limbah udang (Suparno dan Nurcahaya, 1974).

Menurut Moelyanto (1979), limbah udang selain dimafaatkan sebagai bahan pangan, dapat juga dipergunakan untuk keperluan industri. Pembuatan kitosan dari kulit udang dapat dipakai sebagai bahan kimia untuk industri dan kertas.

Kepala udang yang menyatu dengan jengger udang sebagai limbah industri udang beku baru sebagian kecil yang dimafaatkan, yaitu dibuat tepung kepala udang yang dibuat sebagai pencampur bahan dalam pembuatan pellet untuk pakan ternak (Mudjiman, 1982).

Kulit udang mengandung unsur yang bermanfaat yaitu protein kalsium dan kitin yang mempunyai kegunaan dan prospek yang baik dalam industri. Protein dan

(3)

sedang kitin dapat dimanfaatkan sebagai surfaktan, zat pengemulsi, bahan tambahan untuk antibiotika dan kosmetik (Knorr, 1984).

Susunan Kimia Limbah Udang

Produk hasil perikanan mengandung dua unsur utama, yaitu air dan protein selain unsur lain yang terdapat dalam jumlah kecil. Susunan kimia limbah udang dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Susunan kimia limbah udang (%)

Unsur Kepala udang Jengger udang

Air 78,51 69,30

Protein 12,28 20,70

Lemak 1,27 8,40

Abu 5,34 1,50

Sumber: Juhairi, 1986.

Kulit udang yang terdapat pada kepala, jengger dan tubuh udang mengandung protein 34,9%, kalsium 26,7%, khitin 18,1% dan unsur lain seperti zat terlarut, lemak dan protein tercerna sebesar 19,4% (Casio dkk.,1982).

Kitin dan Kitosan Kitin

Kitin sebagai prekursor kitosan pertama kali ditemukan pada tahun 1811 oleh Henri Braconnot (Perancis) sebagai hasil isolasi dari jamur. Sedangkan kitin dari kulit serangga ditemukan kemudian pada tahun 1820. Kitin merupakan polimer kedua terbesar di bumi selelah selulosa. Kitin adalah senyawa amino polisakarida berbentuk polimer gabungan. Kitosan ditemukan C. Roughet pada tahun 1859 dengan cara memasak kitin dengan basa. Perkembangan penggunaan kitin dan kitosan meningkat

(4)

pada tahun 1940-an, terlebih dengan makin diperlukannya bahan alami oleh berbagai industri sekitar tahun 1970-an. Penggunaan kitosan untuk aplikasi khusus, seperti farmasi dan kesehatan dimulai pada pertengahan 1980 - 1990. Umumnya kitin diisolasi melalui rangkaian proses produksi. Pertama, demineralisasi atau proses penghilangan mineral menggunakan asam. Kedua, deproteinasi atau proses penghilangan protein menggunakan basa. Ketiga, dekolorisasi atau proses penghilangan warna menggunakan oksidator atau pelarut organik (Rismana, 2006).

Kitin merupakan salah satu biopolimer homopolisakarida yang tersedia sangat banyak di alam. Kitin terutama terdapat pada invertebrata laut, serangga, kapang dan beberapa jenis khamir. Kitin biasanya banyak ditemukan dalam keadaan bergabung dengan protein (Knorr, 1984).

Kitin merupakan biopolimer alami yang melimpah dari kulit luar kepiting, udang dan juga dinding sel jamur dan serangga. Pada saat ini hanya sedikit jumlah limbah dan cangkang yang dimanfaatkan sebagai pakan ternak atau sumber bahan kitin, sehingga pengolahan kerang – kerangan menimbulkan pencemaran lingkungan (Synowiecky and Al-Khateeb, 2003).

Komposisi kitin dan protein pada limbah Crustaceae dapat dilihat pada Tabel 3.

(5)

Tabel 3 . Komposisi (%) kitin dan protein berdasarkan berat kering pada limbah Crustaceae

Sumber Kitin Protein Kitin

Kepiting: Collnectes sapidus 21,5 13,5

Chinocetes opilio 29,2 26,6

Udang: Pandanus borealis 41,9 17,0

Crangon crangon 40,6 17,8

Penaeus monodon 47,4 40,4

Udang karang: Procamborus clarkii 29,8 13,2

Krill: Euphausia superba 41,0 24,0

Udang biasa 61,6 33,0

Sumber: Synowiecky and Al-Khateeb (2003)

Kitosan

Kitosan adalah senyawa polimer alam turunan kitin yang diisolasi dari limbah perikanan, seperti kulit. udang dan cangkang kepiting dengan kandungan kitin antara 65-70 persen. Sumber bahan baku kitosan yang lain di antaranya kalajengking, jamur, cumi, gurita, serangga, laba - laba dan ulat sutera dengan kandungan kitin antara 5-45 persen. Kitosan merupakan bahan kimia multiguna berbentuk serat dan merupakan kopolimer berbentuk lembaran tipis, berwarna putih atau kuning, tidak berbau. Kitosan merupakan produk deasetilasi kitin melalui proses kimia menggunakan basa natrium bidroksida atau proses enzimatis menggunakan enzim chitin deacetylase. Serat ini bersifat tidak dicerna dan tidak diserap tubuh. Sifat menonjol kitosan adalah kemampuan mengabsorpsi lemak hingga 4-5 kali beratnya (Rismana, 2006).

Kitosan adalah senyawa kimia yang berasal dari bahan hayati kitin, suatu senyawa organik yang melimpah di alam ini setelah selulosa. Kitin ini umumnya diperoleh dari kerangka hewan invertebrata dari kelompok Arthopoda sp, Molusca sp, Coelenterata sp, Annelida sp, Nematoda sp, dan beberapa dari kelompok jamur.

(6)

Selain dari kerangka hewan invertebrata, juga banyak ditemukan pada bagian insang ikan, trakea, dinding usus dan pada kulit cumi-cumi. Sebagai sumber utamanya ialah cangkang Crustaceae sp, yaitu udang, lobster, kepiting, dan hewan yang bercangkang lainnya, terutama asal laut. Sumber ini diutamakan karena bertujuan untuk memberdayakan limbah udang (Hawab, 2005).

Kitosan adalah produk terdeasetilasi dari kitin yang merupakan biopolimer alami kedua terbanyak di alam setelah selulosa, yang banyak terdapat pada serangga, krustasea, dan fungi (Sanford and Hutchings, 1987). Diperkirakan lebih dari 109-1.010 ton kitosan diproduksi di alam tiap tahun. Sebagai negara maritim, Indonesia sangat berpotensi menghasilkan kitin dan produk turunannya. Limbah cangkang rajungan di Cirebon saja berkisar 10 ton perhari yang berasal dari sekurangnya 20 industri kecil. Kitosan tersebut masih menjadi limbah yang dibuang dan menimbulkan masalah lingkungan. Data statistik menunjukkan negara yang memiliki industri pengolahan kerang menghasilkan sekitar 56.200 ton limbah. Pasar dunia untuk produk turunan kitin menunjukkan bahwa oligomer kitosan adalah produk yang termahal, yaitu senilai $ 60.000/ton.

Kitosan merupakan senyawa turunan kitin, senyawa penyusun rangka luar hewan berkaki banyak seperti kepiting, ketam, udang dan serangga. Kitosan dan kitin termasuk senyawa kelompok polisakarida. Senyawa – senyawa lain yang termasuk kelompok polisakarida yang sudah tidak asing bagi kita adalah pati dan sellulosa. Polisakarida – polisakarida ini berbeda dalam jenis monosakarida penyusunnya dan

(7)

cara monosakarida – monosakarida berikatan membentuk polisakarida (Rismana, 2006).

Sifat – sifat Kimia Kitin dan Kitosan

Sebagian besar polisakarida yang terdapat secara alami seperti sellulosa, dekstran, pektin, asam alginat, agar, karangenan bersifat netral atau asam di alam, sedangkan kitosan merupakan polisakarida yang bersifat basa (Kumar, 2000).

Kitin dicirikan oleh sifatnya yang sangat susah larut dalam air dan beberapa pelarut organik, rendahnya reaktivitas kimia dan sangat hidrofobik. Ketiga sifat tersebut menyebabkan penggunaan kitin relatif lebih sedikit dibandingkan kitosan dan derivatnya. Aplikasi kitin yang utama adalah sebagai senyawa pengkelat logam dalam instalasi pengolahan air bersih atau limbah, kosmetik sebagai fungisida dan fungistatik penyembuh luka (Rismana 2006).

Menurut Rismana (2006) sifat alami kitosan dapat dibagi menjadi dua sifat besar yaitu, sifat kimia dan biologi. Sifat kimia kitosan sama dengan kitin tetapi yang khas antara lain:

 Merupakan polimer poliamin berbentuk linear.  Mempunyai gugus amino aktif.

 Mempunyai kemampuan mengikat beberapa logam.

(8)

 Bersifat biokompatibel artinya sebagai polimer alami sifatnya tidak mempunyai akibat samping, tidak beracun, tidak dapat dicerna, mudah diuraikan oleh mikroba (biodegradable).

 Dapat berikatan dengan sel mamalia dan mikroba secara agresif.  Bersifat hemostatik, fungistatik, spermisidal, antitumor, antikolesterol.

 Bersifat sebagai depresan pada sistem saraf pusat. Berdasarkan kedua sifat tersebut maka kitosan mempunyai sifat fisik khas yaitu mudah dibentuk menjadi spons, larutan, pasta, membran, dan serat. yang sangat bermanfaat.

Dalam hal kelarutan kitin berbeda dengan selulosa karena kitin merupakan senyawa yang stabil terhadap pereaksi kimia. Kitin bersifat hidrofobik, tidak larut dalam air, alkohol dan hampir semua pelarut organik. Kitin dapat larut dalam asam klorida, asam sulfat dan asam fosfat pekat (Roberts, 1992).

Kitosan dengan bentuk amino bebas tidak selalu larut dalam air pada pH lebih dari 6,5 sehingga memerlukan asam untuk melarutkannya. Kitosan larut dalam asam asetat dam asam formiat encer. Adanya dua gugus hidroksil pada kitin sedangkan kitosan dengan 1 gugus amino dan 2 gugus hidroksil merupakan target dalam modifikasi kimiawi (Hirano, dkk.,1987).

Sifat kation kitosan adalah linier polielektrolit, bermuatan positif, flokulan yang sangat baik, pengkelat ion – ion logam. Sifat biologi kitosan adalah non toksik, polimer alami, sedangkan sifat kimia seperti linier poliamin, gugus amino dan gugus

(9)

hidroksil yang reaktif. Aplikasi kitosan dalam berbagai bidang tergantung sifat – sifat kationik, biologi dan kimianya (Sandford and hutchings, 1987).

Ekstraksi Kitin

Kitin secara komersil umumnya diekstraksi dari kulit udang, cangkang kepiting yang diperoleh dari limbah industri pengolahan. Proses ekstraksi kitin dari kulit udang adalah dan cangkang kepiting adalah proses reaksi kimia yang sederhana. Alternatif lain untuk menggantikan proses ekstraksi kimia yaitu dengan proses fermentasi dengan menggunakan mikroorganisme bakteri proteolitik atau bakteri asam laktat (Peberdy, 1999).

Proses isolasi kitin biasanya terdiri dari demineralisai, deproteinisasi dan pemutihan (bleaching). Dua tahap pertama dapat dilakukan dengan urutan yang sebaliknya atau saling dipertukarkan tergantung kepada pemisahan karateonida dan protein dan penggunaan kitin yang dihasilkan. Kitin yang akan digunakan untuk absorben atau penjerat enzim harus didahului oleh didemineralisasi, karena pemisahan garam akan mengisi dan melindungi struktur materi kitin menjamin deasetilasi polisakarida pada penembahan alkali selama depeoteinisasi. Akan tetapi deprotenisasi harus dilakukan lebih dulu untuk mempross cangkang yang sebelumnya telah diekstraksi dengan minyak untuk memisahkan karotenoidanya (Synoweiecky and Al-Khateeb, 2003 ).

(10)

Menurut Yunizal, dkk (2001) ekstraksi kitosan dari kulit udang dengan kondisi perlakuan yang tepat adalah deproteinisasi dengan NaOH 3%, demineralisai dengan HCl 1,25 N dan proses deasetilasi menggunakan NaOH 50%.

Demineralisasi

Demineralisai biasanya dapat dilakukan dengan HCl 1 – 8% selama 1 -3 jam pada suhu kamar. Demineralisai sempurna dapat dicapai dengan memakai asam yang secara stokiometrik melebihi kandungan mineral. Jika reaksi demineralisasi terlampau lama sampai 24 jam maka degradasi kitin akan terjadi (Synoweiecky and Al-Khateeb, 2003).

Proses demineralisasi menggunakan berbagai pereaksi asam seperti HCl, HNO3, H2SO4, CH3COOH, dan HCOOH, umumnya menggunakan HCl dengan

konsentrasi 0,275 – 1 N, dengan kisaran suhu perendaman -20oC sampai dengan

22oC. perendaman pada suhu kamar lebih banyak dilakukan untuk meminimalkan hidrolisis pada rantai polimer. Proses ini bertujuan memisahkan kitin dari CaCO3

(Roberts, 1992).

Deproteinisasi

Untuk deproteinisasi digunakan larutan natrium atau kalium hidroksida dalam air. Efektivitas deproteinisasi tergantung pada suhu selama proses, konsentrasi basa dan rasio larutan dengan cangkang. Limbah kulit krustacean diproses dengan natrium

(11)

hidroksida dengan konsentrasi yang berkisar antara 1-10% dan suhu dinaikan sampai 65 ke 100oC (Synoweiecky and Al-Khateeb, 2003).

Proses deproteinisasi menggunakan berbagai pereaksi seperti Na2CO3,

NaHCO3, KOH, Na2SO4, Na2S, Na3PO4 dan NaOH. Tetapi NaOH yang lebih banyak

digunakan. Perlakuan dengan larutan NaOH bervariasi antara 0,25N hingga 2,5N (Roberts, 1992).

Deproteinisasi dapat juga dilakukan dengan cara enzimatis untuk mempertahankan nilai biologis protein yang dihasilkan. Tetapi cara ini tidak menjamin pemisahan protein secara sempurna. Pada pemisahan protein secara enzimatik, demineralisasi terlebih dahulu sangat menguntungkan. Hal ini akan meningkatkan permeabilitas jaringan untuk penetrasi enzim dan mengeluarkan mineral (Synoweiecky and Al-Khateeb, 2003).

Proses ekstraksi kitosan dimulai dengan mencuci kulit udang dengan air tawar bersih. Selanjutnya dihancurkan dengan blender, untuk kemudian dilakukan deproteinasi menggunakan larutan alkali (0,5 N NaOH) sambil dipanaskan, dan disaring. Residu (padatan), lanjutnya, dicuci dengan aquades, untuk memasuki proses demineralisasi menggunakan 1 N HCl pada suhu kamar. Setelah itu dilakukan penyaringan, residu dicuci dengan aquades. Residu kemudian diputihkan menggunakan larutan NaOCl 0,5%, kemudian dilakukan penyaringan dan pencucian serta pengeringan pada suhu 30-40oC selama 8-12 jam. Dari tahap ini akan diperoleh

(12)

Ekstraksi Kitosan

Proses pengolahan cangkang menjadi kitin dan kitosan, adalah sebagai berikut: cangkang demineralisasi yaitu dikurangi kandungan mineralnya dengan HCL. Kedua, deproteinisasi, yaitu mengurangi kandungan protein dengan NaOH dalam suhu medium. Cuci netral lalu dikeringkn, dinamakan kitin. Pengolahan kitin menjadi kitosan, yaitu cangkang diberi NaOH suhu tinggi (Menristek, 2003).

Kitin dideasetilasi menggunakan NaOH 40%, dilanjutkan dengan penyaringan dan pencucian sampai bersih lalu dikeringkan. Bubuk Kitosan yang dihasilkan disimpan dalam wadah yang kedap udara. Pemanfaatan kitosan dalam bidang budidaya pertanian, antara lain sebagai pelapis benih gandum sehingga relatif lebih tahan terhadap kerusakan ketika disimpan. Selain itu, kualitas benih tetap terjaga baik sehingga mampu meningkatkan produksi (Djagal, 2003).

Kitosan dapat diperoleh dengan mengkonversi kitin. Sedangkan kitin dapat kita peroleh dari kulit udang, kulit kepiting dan serangga. Kitin banyak juga terdapat pada jamur. Konversi kitin menjadi kitosan pertama kali dilakukan tahun 1859 oleh C. Rouget (Lampungpost 2004).

Deasetilasi

Kitin yang diperoleh dari proses deproteinisasi tidak dapat larut dalam sebagian besar pereaksi kimia. Untuk memudahkan kelarutannya, maka kitin

(13)

maka daya adsorbsi kitin meningkat dengan bertambahnya gugus amina. Perubahan kitin menjadi kitosan dapat dilakukan secara enzimatis dan kimiawi (Muzzarelli, 1977).

Biasanya kitosan dibuat dengan proses deasetilasi dari kitin kepiting dan udang halus. Proses ini dilakukan pada kombinasi yang berbeda dari suhu (80-140oC)

selama 10 jam dengan menggunakan larutan natrium atau kalium hidroksida 30-60%. (Synoweiecky and Al-Khateeb, 2003).

Proses deasetilasi kimiawi dilakukan untuk menghilangkan gugus asetil kitin melalui perebusan dalam larutan alkali konsentrasi tinggi. Larutan NaOH 40% dalam proses deasetilasi kitin, pada suhu 70oC selama 6 jam menghasilkan kitosan dengan

derajat deasetilasi 92%. Derajat deasetilasi kitosan tergantung dari konsentrasi alkali yang digunakan, lama reaksi, ukuran partikel kitin dan berat jenis (Hwang dan Shin, 2000).

Makin tinggi konsentrasi alkali yang digunakan, makin rendah suhu atau makin singkat waktu yang diperlukan untuk proses ini. Beberapa variasi deasetilasi dapat dilihat pada Tabel 4.

(14)

Tabel 4. Variasi deasetilasi

NaOH (%) Suhu (oC) Lama Pemanasan (Jam)

5 150 24

40 100 18

50 100 1

Sumber : Roberts (1992).

Pemanfaatan Kitosan

Kitosan dewasa ini banyak dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, baik sebagai makanan yang menjaga kesehatan maupun industri. Kitosan dipakai untuk mengawetkan biji-bijian dari serangan hama, membersihkan dan menjernihkan air, bahan baku kosmetik, bahan baku industri pangan, pemupukan lahan pertanian, dan pengolahan lingkungan. Dewasa ini manfaat kitosan sebagai makanan kesehatan (bukan obat) banyak diteliti, bahkan sudah diaplikasikan (Hawab, 2004).

Fungsi kitosan pada penjernihan air limbah telah banyak digunakan di Jepang dengan volume penggunaan mencapai 500 ton pada 1986. Dalam dunia farmasi, kitosan telah banyak digunakan sebagai drug-delivery vehicle, dimana kitosan mudah dicampur dengan obat sebagai pembentuk obat dan bahan aktif obat akan dilepas ketika terjadi kontak dengan cairan dalam tubuh. Penelitian dalam bidang kesehatan, juga menunjukkan bahwa kitosan mampu berfungsi sebagai health-promoting agents (agen peningkat kesehatan) dengan memberikan efek penurunan kolesterol (hyphocholesterolemic) dan lemak (hypolipidemic) pada hewan percobaan maupun

(15)

Medis

Dalam dunia medis, kitosan dipakai sebagai bahan benang operasi. Di Malaysia, sudah dikembangkan pemanfaatan kitosan untuk pelapis luka. Manfaatnya lebih baik jika dibandingkan dengan perban, termasuk bioplasenta yang juga dikembangkan Malaysia. Sementara itu, upaya menambah nilai dari produk perikanan itu sendiri kurang optimal. Di dunia medis, kitosan memiliki keunggulan yaitu dapat melepas senyawa berdasarkan waktu. Jika kitosan menjadi campuran dalam obat, ketika di pencernaan maka melepas senyawa obat dalam tahapan berbeda. (Hawab 2004).

Menurut Krissentiana (2004), pemanfaatan Kitosan pada industri sudah hampir mencakup semua ruang lingkup industri seperti: Industri tekstil, bidang fotografi, industri fungisida, kosmetik, pengolahan pangan dan kesehatan.

Industri Tekstil.

Serat tenun dapat dibuat dari kitin dengan cara membuat suspensi kitin dalam asam format, kemudian ditambahkan triklor asam asetat dan segera dibekukan pada suhu 20 derajat C selama 24 jam. Jika larutan ini dipintal dan dimasukkan dalam etil asetat maka akan terbentuk serat tenun yang potensial untuk industri tekstil. Pada kerajinan batik, pasta kitosan dapat menggantikan ''malam'' (wax) sebagai media pembatikan.

(16)

Bidang Fotografi.

Jika kitin dilarutkan dalam larutan dimetilasetamida, maka dari larutan ini dapat dibuat film untuk berbagai kegunaan. Pada industri film untuk fotografi, penambahan tembaga kitosan dapat memperbaiki mutu film yaitu untuk meningkatkan fotosensitivitasnya.

Industri Fungisida.

Kitosan mempunyai sifat antimikrobia melawan jamur lebih kuat dari Kitin. Jika Kitosan ditambahkan pada tanah, maka akan menstimulir pertumbuhan mikrobia yang dapat mengurai jamur. Selain itu Kitosan juga dapat disemprotkan langsung pada tanaman. Misalnya larutan 0,4% kitosan jika disemprotkan pada tanaman tomat dapat menghilangkan virus tobacco mozaik.

Industri Kosmetika.

Kini telah dikembangkan produk baru shampoo kering mengandung kitin yang disuspensi dalam alkohol. Termasuk pembuatan lotion dan shampoo cair yang mengandung 0,5 - 6,0 % garam kitosan. Shampoo ini mempunyai kelebihan dapat meningkatkan kekuatan dan berkilaunya rambut, karena adanya interaksi antara polimer tersebut dengan protein rambut.

(17)

Industri Pengolahan Pangan.

Karena sifat kitin dan kitosan yang dapat mengikat air dan lemak, maka keduanya dapat digunakan sebagai media pewarnaan makanan. Mikrokristalin kitin jika ditambahkan pada adonan akan dapat meningkatkan pengembangan volume roti tawar yang dihasilkan. Selain itu juga sebagai pengental dan pembentuk emulsi lebih baik dari pada mikrokristalin sellulosa. Pada pemanasan tinggi kitin akan menghasilkan pyrazine yang potensial sebagai zat penambah cita rasa. (Krissentiana, 2004).

Kesehatan

Sifat kitosan sebagai polimer alami mempunyai sifat menghambat absorpsi lemak Sifat ini sangat potensial untuk dijadikan obat penurun lemak, penurun kolesterol, pelangsing tubuh atau pencegahan penyakit lainnya. Kitosan juga bersifat tidak dicernakan dan tidak diabsorpsi tubuh, sehingga lemak dan kolesterol makanan terikat menjadi bentuk non - absorpsi yang tak berkalori, Tidak seperti serat alam lain, kitosan mempunyai sifat unik karena memberikan daya pengikatan lemak yang sangat tinggi. Pada kondisi normal kitosan mampu menyerap 4 - 5 kali lemak dibandingkan serat lain. Kapasitas yang tinggi ini juga diakibatkan gugus kitosan yang relatif bersifat basa dengan adanya gugus amino. Sebagai contoh jumlah lemak yang dieksresi oleh kitosan sekitar 51 persen sedangkan oleh pektin dan selulosa hanya mencapai 5 - 7 persen (Krissentiana, 2004).

(18)

Kitosan tidak bisa dicerna sehingga tidak mempunyai nilai kalori. Sifat ini sangat penting untuk produk-produk pelangsing tubuh. Tetapi, tak seperti serat lain, kitosan mempunyai daya pengikatan lemak yang sangat tinggi (superabsorban) sehingga mampu menghambat absorpsi lemak oleh tubuh. Kitosan adalah serat yang tidak diabsorpsi sehingga bila lemak terikat dengannya akan menjadi senyawa yang tak diabsorpsi. Hasil penelitian pada hewan percobaan menunjukkan, hewan yang diberi makanan mengandung kitosan mampu mengekskresi lemak di kotorannya hingga 5-10 kali serat lain. Kitosan mampu menurunkan kolesterol LDL (Low density lipoprotein) sekaligus meningkatkan komposisi perbandingan kolesterol HDL (High density lipoprotein) terhadap LDL (Rismana, 2006).

Kitin dan turunannya (karboksimetil kitin, hidroksietil kitin dan etil kitin) dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan benang operasi. Benang operasi ini mempunyai keunggulan dapat diurai dan diserap dalam jaringan tubuh, tidak beracun, dapat disterilisasi dan dapat disimpan lama. Kitin dan kitosan dapat digunakan sebagai bahan pemercepat penyembuhan luka bakar, lebih baik dari yang terbuat dari tulang rawan. Selain itu juga sebagai bahan pembuatan garam-garam glukosamin yang mempunyai banyak manfaat di bidang kedokteran. Misalnya untuk menyembuhkan influenza, radang usus dan sakit tulang. Glukosamin terasetilasi merupakan bahan antitumor, sedangkan glukosamin sendiri bersifat toksik terhadap sel-sel tumor sehingga dapat menurunkan kadar kolesterol darah dan kolesterol liver. Kitin tidak dapat dicerna dalam pencernaan, sehingga berfungsi sebagai dietary fiber

(19)

Penelitian Sebelumnya

Menurut Roberts (1992), standar mutu kitosan belum ada, sehingga analisa kitosan ditujukan untuk menentukan karakterisasi yang berhubungan dengan sumber bahan kitosan dan tujuan penggunaannya.

Secara umum grade kitosan dikelompokkan atas pemanfaatannya pada berbagai bidang dan sumber bahan, seperti untuk farmasi dan kosmetika, untuk bahan pangan dan untuk aplikasi bahan teknis lainnya. Kitosan yang hendak diaplikasikan di bidang farmasi dan medis tidak boleh tercemar logam berat dan residu protein (Roberts, 1992).

Pada penelitian Sirait (2002), parameter yang diuji adalah kadar air, rendemen, kadar abu, kadar protein dan uji kelarutan dalam asam asetat. Deasetilasi

Gambar

Tabel 2. Susunan kimia limbah udang (%)
Tabel 3 . Komposisi (%) kitin dan protein berdasarkan berat kering pada limbah Crustaceae
Tabel 4. Variasi deasetilasi

Referensi

Dokumen terkait

Jika jumlah luas daerah yang tidak diarsir seluruhnya pada bangun tersebut adalah 150 cm 2 , maka luas daerah yang diarsir adalah

Kelebihan model ini adalah: (1) Hemat waktu, (2) Hemat biaya, (3) Pembelajaran lebih efektif dan efisien, (4) Peserta mudah dalam mengakses materi pembelajaran,

Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Rendahnya Minat Akseptor Vasektomi di Kelurahan Sei Merbau Kecamatan Teluk Nibung.. Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan depresi pada pasien penyakit ginjal kronik.Penelitian ini dilaksanakan dengan metode cross

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Mahatma Gandhi sangat berperan dalam membela keadilan bagi orang India yang mengalami diskriminasi rasial di Afrika Selatan.. Langkah

Rencana lima tahunan tersebut harus sesuai dengan visi, misi, tugas pokok dan fungsi Puskesmas bedasarkan pada analisis kebutuhan masyarakat akan pelayanan

11th Floor, Wisma Bank Islam, Jalan Dungun, Bukit Damansara, 50490 Kuala Lumpur.. BORANG SENARAI SYARIKAT UNTUK PERMOHONAN PENAJAAN 42 Oxford Fajar Sdn.. BORANG SENARAI