• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN REFERENSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN REFERENSI"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN REFERENSI

Dalam bab ini, penulis akan membahas variabel tunggal penelitian yaitu prokrastinasi akademik, kemudian bahasan mengenai definisi prokrastinasi akademik, definisi kegiatan ekstrakurikuler, teori sekolah, serta kerangka berpikir.

2.1 Definisi Prokrastinasi Akademik

Beberapa individu tertarik dalam melindungi harga diri mereka dan menghindari kegagalan sehingga mereka tidak dapat mencapai tujuan mereka serta mereka terlibat dalam strategi yang tidak efektif (Assor, Vansteenkiste & Kaplan, 2009; Covington, 2009 dalam Santrock, 2011). Menurut Covington dan Dray (2002, dalam Santrock, 2011), prokrastinasi adalah individu yang menunda belajar untuk ujian hingga menit terakhir dapat disalahkan dalam hal kegagalan manajemen waktu, sehingga mengalihkan kemungkinan bahwa mereka tidak kompeten.

Istilah prokrastinasi berasal dari bahasa latin procrastination dengan awalan “pro” yang berarti mendorong maju atau bergerak maju dan akhiran “crastinus” yang berarti keputusan hari esok. Jika digabungkan menjadi “menangguhkan” atau “menunda sampai hari berikutnya” (Ghufron & Risnawita, 2014). Solomon & Rothlum (dalam Tondok, 2008; dalam Chriswanto, 2016), menyatakan bahwa perilaku menunda dapat dikatakan sebagai prokrastinasi, apabila dilakukan pada tugas atau pekerjaan yang penting, continue atau berulang-ulang, dilakukan secara sengaja dan menimbulkan perasaan tidak nyaman. Brown dan Holzman (dalam Ghufron & Risnawita, 2014) menyebutkan bahwa prokrastinasi adalah suatu kecenderungan untuk menunda-nunda dan menyelesaikan suatu tugas atau pekerjaan. Sedangkan (dalam Gunawinata, 2008; dalam Sari 2013), menyebutkan bahwa prokrastinasi juga merupakan penundaan terhadap suatu tugas dan pekerjaan yang terjadwal, yang penting untuk dilakukan. Sependapat dengan Steel, Glenn (dalam Ghufron & Risnawita, 2014), juga menambahkan bahwa prokrastinasi mempunyai hubungan dengan berbagai sindrom-sindrom psikiatri, seperti mempunyai pola tidur yang tidak sehat, mempunyai tingkat depresi yang kronis, penyebab stress dan penyimpangan psikologis lainnya.

(2)

Menurut Watson (dalam Ghufron & Risnawita, 2014), munculnya perilaku prokrastinasi didasari oleh adanya perasaan takut untuk gagal, tidak menyukai tugas yang diberikan, menentang, melawan kontrol serta memiliki sifat ketergantungan dan kesulitan dalam pengambilan keputusan. Secara umum prokrastinasi dapat dilakukan pada beberapa jenis pekerjaan. Ghufron dan Risnawita (2014), mengatakan bahwa prokrastinasi dibagi menjadi dua, yaitu prokrastinasi akademik dan non-akademik. Prokrastinasi akademik adalah suatu jenis penundaan yang bersifat formal dan berhubungan dengan bidang akademik (tugas sekolah, tugas kursus dll). Sedangkan prokrastinasi non-akademik berkaitan dengan tugas non-formal atau tugas yang berhubungan dengan kegiatan sehari-hari (pekerjaan rumah, tugas sosial, dll.) (Ghufron & Risnawita, 2014).

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa prokrastinasi akademik dapat diartikan sebagai perilaku menunda-nunda dalam menyelesaikan ataupun memulai suatu pekerjaan yang berkaitan dengan bidang akademik.

2.1.1 Bentuk-bentuk Prokrastinasi Akademik

Menurut Univeristy of Illinois Counseling Center (2016, dalam Santrock, 2011) prokrastinasi dapat terjadi dalam beberapa bentuk yaitu:

- Mengabaikan tugas dan berharap tugas tersebut akan hilang begitu saja

- Meremehkan kerjaan dalam tugas atau mengandalkan kemampuan seseorang atau sumber lainya.

- Menghabiskan waktu berjam - jam untuk bermain games dan menjelajahi internet. - Melakukan aktivitas lain yang walaupun penting tapi sebenarnya bukan prioritas seperti

membersikan ruangan dibandingkan belajar.

- Percaya bahwa kebiasaan menunda-nunda tidak menyakiti siapapun.

- Hanya mengerjakan sebagian tugas saja seperti menulis dan menulis kembali paragraf pertama dari paper tapi tidak pernah maju ke isinya.

- Menjadi paralyzed ketika harus memilih antara 2 alternatif seperti bingung memilih apakah harus mengerjakan tugas biologi atau bahasa inggris terlebih dahulu tapi pada akhirnya tidak ada yang dikerjakan.

(3)

2.1.2 Ciri-Ciri Prokrastinasi Akademik

Ferrari dkk (dalam Ghufron & Risnawita, 2014), menjelaskan bahwa terdapat beberapa indikator terjadinya prokrastinasi akademik. Indikator tersebut dapat diukur dan dilihat melalui 4 ciri seperti berikut:

a. Penundaan untuk memulai dan menyelesaikan tugas.

Orang yang melakukan prokrastinasi sebenarnya telah mengetahui bahwa tugas tersebut harus segera diselesaikan.Tetapi orang tesebut selalu selalu menunda dan tidak segera menyelesaikan sampai tuntas jika sebelumnya telah memulainya.

b. Keterlambatan dalam mengerjakan tugas.

Prokrastinator atau orang yang melakukan prokrastinasi biasanya membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan orang lain dalam mengerjakan dan menyelesaikan tugas. Selain mempersiapkan diri dengan berlebihan, prokrastinator juga melakukan hal-hal yang tidak diperlukan dalam penyelesaian suatu tugas, sehingga membutuhkan waktu yang lebih banyak dibandingkan orang lain pada umumnya. Karena hal tersebut, maka banyak diantara para prokrastinator yang gagal dan tidak berhasil dalam menyelesaikan suatu tugas. Kelambatan dalam menyelesaikan tugas dapat menjadi ciri utama dalam prokrastinasi akademik.

c. Kesenjangan waktu antara rencana dan kinerja aktual.

Prokrastinator atau orang yang sering melakukan penundaan umumnya mengalami kesulitan dalam melakukan atau menyelesaikan sesuatu pekerjaan dengan deadline yang telah diberikan dan ditetapkan sebelumnya, baik ketentuan dari orang lain maupun ketentuan yang telah dia buat sendiri.

d. Melakukan aktivitas yang lebih menyenangkan.

Seorang prokrastinator tidak segera menyelesaikan tugas yang ada, tetapi dia cenderung melakukan hal lain yang lebih menyenangkan, mendatangkan hiburan dibandingkan menyelesaikan tugasnya dengan segera dalam waktu luang yang dia miliki. Jadi, dari uraian yang telah disampakain di atas, dapat disimpulkan bahwa prokrastinasi akademik dalam penelitian kali ini ditinjau dari beberapa aspek yang dikemukakan oleh Surijah & Tjundjing (2007) antara lain perceived time atau adanya kegagalan dalam menepati deadline, intention-action gap atau adanya perbedaan antara keinginan dengan prilaku yang terwujud, emotional distress atau adanya perilaku

(4)

menghindar saat tidak memenuhi kewajiban atau tangungjawabnya, serta perceived ability atau keraguan seseorang terhadap dirinya.

2.1.3 Aspek-aspek Prokrastinasi Akademik

Untuk mengenal prokrastinasi akademik lebih dalam, perlu diketahui mengenai aspek-aspek pada prokrastinasi akademik menurut Surijah dan Tjundjing (2007) terdiri dari 4 hal antara lain:

a. Perceived time

Kecenderungan seorang prokrastinator salah satunya adalah gagal menepati deadline. Mereka hanya berorientasi pada “masa sekarang” dan bukan “masa mendatang”. Hal ini menjadikan individu sebagai seseorang yang tidak tepat waktu karena gagal memprediksikan waktu yang dibutuhkan untuk mengerjakan tugas.

b. Intention-action gap

Celah antara keinginan dan perilaku. Perbedaan antara keinginan dengan perilaku terbentuk dalam wujud kegagalan siswa dalam mengerjakan tugas akademik meskipun siswa tersebut ingin mengerjakannya. Namun, ketika tenggang waktu semakin dekat, celah yang terjadi antara keinginan dan perilaku semakin kecil. Prokrastinator yang semula menunda-nunda pekerjaan sebaliknya dapat mengerjakan hal-hal yang lebih dari apa yang ditargetkan.

c. Emotional distress

Perasaan cemas saat melakukan prokrastinasi. Perilaku menunda semestinya membawa perasaan tidak nyaman bagi pelaku. Konsekuensi negative yang ditimbulkan memicu kecemasan dalam diri prokrastinator.

d. Perceived ability

Keyakinan terhadap kemampuan diri pada seseorang. Meskipun prokrastinasi tidak berhubungan secara langsung dengan kemampuan seseorang, namun keragu-raguan seseorang terhadap kemampuan diri akan menyebabkan seseorang melakukan prokrastinasi. Rasa takut akan kegagalan juga menjadikan seseorang selalu menyalahkan diri sebagai seorang yang “tidak mampu”. Untuk menghindari hal tersebut maka seseorang cenderung memilih untuk menghindari tugas-tugas tersebut karena takut akan mengalami kegagalan. Waktu atau lebih memilih melakukan sesuatu yang lebih menyenangkan dan masuk akal dilakukan.

(5)

Aspek ini di gunakan dalam alat ukur Procrastination Assessment Scale for Student (PASS) yang dirancang oleh Solomon dan Rothblum (1984) yang diadaptasi oleh Tektonika (2012) memiliki aspek-aspek prokrastinasi akademik.

2.1.4 Faktor Yang Mempengaruhi Prokrastinasi Akademik

Ghufron dan Risnawita (2014) mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku prokrastinasi disebabkan oleh 2 faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

a. Faktor Internal

Faktor internal meliputi kondisi fisik, dan kondisi psikologis dari individu. (1) Kondisi Fisik Individu

Faktor fisik dan kesehatan individu seseorang dapat mempengaruhi terjadinya prokrastinasi akademik, misalnya fatigue atau kelelahan. Orang yang mengalami fatigue atau kelelahan memiliki kencenderungan untuk melakukan prokrastinasi daripada mereka yang tidak. Tingkat intelegensi yang dimiliki seseorag sebenarnya tidak memiliki pengaruh terhadap terjadinya prokrastinasi, meskipun prokrastinasi sering disebabkan oleh adanya keyakinan yang tidak rasional pada seseorang (Ghufron & Risnawita, 2014).

(2) Kondisi Psikologis Individu

Millgram, menyatakan bahwa trait kepribadian individu ikut memberikan kontribusi terhadap munculnya prokrastinasi akademik, seperti trait kemampuan sosial yang tercermin dalam self regulation dan tingkat kecemasan dalam hubungan sosial. Motivasi pada diri seseorang juga mempunyai pengaruh yang besar terhadap terjadinya prokrastinasi, semakin tinggi motivasi intrinsik yang dimliki oleh seseorang dalam mengerjakan tugas, maka akan semakin kecil tingkat prokrastinasi yang terjadi. Kontrol diri juga dapat memberikan kontribusi terhadap terjadinya prokrastinasi pada diri seseorang, semakin rendah kontrol diri, maka akan semakin besar tingkat prokrastinasi yang dilakukan (dalam Ghufron & Risnawita, 2014).

b. Faktor Eksternal

Faktor eksternal meliputi gaya pengasuhan dan kondisi lingkungan. (1) Gaya Pengasuhan Orangtua

(6)

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Ferrari dan Ollivete (dalam Ghufron & Risnawita, 2014), menemukan bahwa pengasuhan oleh seorang ayah yang otoriter dapat menyebabkan munculnya prokrastinasi pada subjek anak perempuan, sedangkan pola asuh ayah yang otoritatif dapat menghasilkan anak perempuan dengan tingkat prokrastinasi rendah. Seorang ibu yang memiliki kecenderungan untuk melakukan avoidance procrastination dapat menghasilkan anak perempuan yang memiliki kecenderungan untuk melakukan avoidance procrastinaton.

(2) Kondisi Lingkungan

Kondisi Lingkungan yang memiliki pengawasan rendah lebih banyak terjadi prokrastinasi dengan tingkat yang tinggi dibandingkan dengan lingkungan yang penuh dengan pengawasan.

2.2 Definisi Kegiatan Ekstrakurikuler

Kegiatan ekstrakurikuler merupakan kegiatan yang dilakukan dalam mengembangkan aspek-aspek tertentu dari apa yang ditemukan pada kurikulum yang sedang dijalankan, termasuk yang berhubungan dengan bagaimana penerapan sesungguhnya dari ilmu pengetahuan yang dipelajari oleh peserta didik sesuai dengan tuntutan kebutuhan hidup mereka maupun lingkungan sekitarnya (Wiyani, 2013). Menurut Peraturan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 62 Tahun 2014 pasal 2 tentang Kegiatan Ekstrakurikuler, kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan kurikuler yang dilakukan oleh peserta didik di luar jam belajar kegiatan intrakurikuler dan kegiatan kokurikuler, di bawah bimbingan dan pengawasan satuan pendidikan.

Pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah bahwa kegiatan ekstrakurikuler diselenggarakan dengan tujuan untuk mengembangkan potensi, bakat, minat, kemampuan, kepribadian, kerjasama, dan kemandirian peserta didik secara optimal dalam rangka mendukung pencapaian pendidikan nasional. Hal tersebut mengartikan bahwa kegiatan ekstrakurikuler berperan penting dalam pembentukan kemandirian siswa, salah satunya adalan kemandirian dalam belajar.

Tujuan utama dari kegiatan ekstrakurikuler ini adalah untuk mengembangkan bakat dan minat dari para siswa melalui kegiatan-kegiatan tertentu baik di dalam sekolah maupun di luar sekolah yang tidak tercantum di dalam kurikulum pendidikan. Kegiatan ini juga merupakan proses pengaktualisasian potensi kreativitas dimana para

(7)

siswa dengan potensi, inteligensi, motivasi belajar, dan kemauan belajar yang berbeda-beda lebih leluasa dan bebas untuk memilih jenis kegiatan yang sesuai dengan bakat dan minat mereka (Yudistiro, 2016).

2.2.1 Bentuk Kegiatan Ekstrakurikuler

Menurut peraturan kementrian pendidikan dan kebudayaan nomor 62 tahun 2014 Bentuk kegiatan ekstrakurikuler terdapat beberapa bagian yaitu:

1.Krida

Kepramukaan, Latihan Kepemimpinan Siswa (LKS), Palang Merah Remaja (PMR), Usaha Kesehatan Sekolah (UKS), Pasukan Pengibar Bendera (Paskibra), dan lainnya.

2.Karya ilmiah

Kegiatan Ilmiah Remaja (KIR), kegiatan penguasaan keilmuan dan kemampuan akademik, penelitian.

3.Latihan olah-bakat dan latihan olah-minat

Pengembangan bakat olahraga, seni dan budaya, pecinta alam, jurnalistik, teater, teknologi informasi dan komunikasi, rekayasa, dan lainnya 4.Keagamaan

Pesantren kilat, ceramah keagamaan, baca tulis alquran, retreat dan lainya. 2.2.2 Prinsip Kegiatan Ekstrakurikuler

Kegiatan ekstrakurikuler pada satuan pendidikan dikembangkan dengan prinsip:

1. Partisipasi aktif: Keikutsertaan peserta didik secara penuh sesuai dengan minat dan pilihan masing-masing.

2 Kegiatan yang menyenangkan: Kegiatan Ekstrakurikuler dilaksanakan dalam suasana yang menggembirakan bagi peserta didik.

2.2.3 Lingkup Kegiatan Ekstrakurikuler

Lingkup Kegiatan Ekstrakurikuler meliputi:

1. Individual, yakni Kegiatan Ekstrakurikuler yang diikuti oleh peserta didik secara perorangan.

2. Berkelompok, yakni Kegiatan Ekstrakurikuler yang diikuti oleh peserta didik secara: Berkelompok dalam satu kelas (klasikal), Berkelompok dalam kelas parallel, Berkelompok antar kelas.

(8)

2.2 Teori Sekolah SMA

Menurut Papalia, Olds, dan Feldman (2008) Sekolah merupakan pusat pengorganisasian pengalaman bagi kebanyakan remaja. Sekolah menawarkan kesempatan untuk mempelajari informasi, menguasai kemampuan baru, dan mengasah kemampuan yang sudah dimiliki. Sekolah Menengah Atas Negeri (SMA) merupakan suatu bentuk satuan pendidikan menengah yang menyelenggarakan program pendidikan tiga tahun, tujuan pendidikan SMA adalah Menunjang tercapainya tujuan pendidikan nasional, untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya (dalam Ariska, 2012). Sekolah menengah atas ditempuh dalam waktu 3 tahun, mulai dari kelas 10 sampai kelas 12. Pelajar SMA umumnya berusia 15-18 tahun.

Pada umumnya sekolah negeri memiliki tiga jenis kegiatan kurikulum yaitu (1) kegiatan intrakurikuler, (2) kegiatan kokurikuler, dan (3) kegiatan ekstrakurikuler (dalam Fatmala & Nurwidawati, 2016). Sekolah juga menjadi tempat untuk berpartisipasi dalam olahraga, kesenian dan aktivitas lainya, mengeksplorasi pilihan kejuruan dan untuk berteman. Secara lebih rinci saya akan membahas mengenai ekstrakurikuler. Kegiatan Ekstrakurikuler adalah kegiatan kurikuler yang dilakukan oleh peserta didik di luar jam belajar kegiatan intrakurikuler dan kegiatan kokurikuler, di bawah bimbingan dan pengawasan satuan pendidikan.

2.3 Kerangka Berpikir

Permasalahan di sekolah SMAN 71 Siswa SMA

Siswa yang mengikuti kegiatan Ekstrakurikuler

Olahraga

Siswa yang mengikuti kegiatan Ekstrakurikuler Bahasa v v Jenis Kurikulum SMA Negeri Prokrastinasi Akademik

(9)

Gambar di atas merupakan kerangka berpikir dari hasil pemikiran penulis. Pada umumnya sekolah negeri memiliki tiga jenis kegiatan kurikulum yaitu kegiatan intrakurikuler, kegiatan kokurikuler, dan kegiatan ekstrakurikuler (Fatmala & Nurwidawati, 2016). Di antara ketiga kurikulum tersebut, penulis berfokus pada kegiatan ekstrakulikuler yang merupakan kegitatan yang dilaksanakan di luar jam pelajaran biasa (intrakulikuler). Oleh karena itu, penulis ingin melihat apakah terdapat perbedaan antara prokrastinasi akademik pada siswa yang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler olahraga dan kegiatan ekstrakurikuler bahasa pada siswa SMAN 71 Jakarta mengingat ekstrakurikuler olahraga merupakan kegiatan yang membutuhkan banyak aktivitas fisik, serta berbanding terbalik dengan ekstrakurikuler bahasa.

(10)

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan rendemen ekstrak daun tua Sonneratia alba yang diambil dari Desa Wori, Kabupaten Minahasa Utara, Provinsi Sulawesi

Penarikan obat merupakan suatu proses penilaian kembali (re-evaluasi) terhadap obat jadi yang telah terdaftar dan beredar di masyarakat,terutama terhadap obat-obat yang

Dari uraian data pada hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran fisika modern berorientasi kemampuan berpikir dalam penelitian ini dapat meningkatkan kemampuan

Hasil uji regresi juga menunjukkan bahwa resiliensi tidak hanya memberikan kontribusi terbesar terhadap kesiapan individu untuk berubah, tetapi resiliensi juga

Dalam UU Wakaf, pasal 62 yang menjelaskan tentang penyelesaian sengketa mengenai wakaf, disebutkan apabila penyelesian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat 1

Senyawa turunan vinkadiformina yang tidak memiliki nilai aktivitas antimalaria pada rentang tersebut tidak dapat diterima sebab berada di luar rentang intrapolasi model

c. Mahasiswa dan Lulusan: 1) Secara kuantitatif, jumlah mahasiswa baru yang diterima Prodi PAI relatif stabil dan di atas rata-rata dibandingkan dengan jumlah

Kesimpulan : Dari percobaan yang telah di lakukan maka dapat disimpulkan bahwa dengan mencampurkan larutan asam nitrat dengan putih telur maka akan di peroleh