• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSEP PENYEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BUKITTINGGI DENGAN KETERBATASAN LAHAN PENGEMBANGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KONSEP PENYEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BUKITTINGGI DENGAN KETERBATASAN LAHAN PENGEMBANGAN"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

KONSEP PENYEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BUKITTINGGI DENGAN KETERBATASAN

LAHAN PENGEMBANGAN

Najmi Nur Arif1), Tomi Eriawan2), Haryani3)

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Bung Hatta, Padang

E-mail: najmi.nurarif@yahoo.com, tomi_slingka@ymail.com, irharyanimtp@yahoo.com

Abstrak

Perkembangan suatu kota mengakibatkan adanya perubahan lingkungan fisik lahan sehingga ruang terbuka hijau suatu kota tidak sesuai dengan kebutuhan. Kota Bukittinggi sebagai kota wisata akan mengalami perkembangan yang berdampak terhadap kualitas lingkungan. Studi ini bertujuan untuk mengetahui konsep penyediaan ruang terbuka hijau di Kota Bukittinggi dengan keterbatasan lahan pengembangan. Kondisi umum Ruang terbuka hijau Kota Bukittinggi adalah 336,05 Ha yang terdiri dari hutan, taman kota, lapangan olah raga, dan pemakaman. Metode analisis dalam penelitian ini yaitu evaluasi ketersediaan ruang terbuka hijau, analisis kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan luas wilayah, jumlah penduduk, dan kebutuhan fungsi tertentu. Dari hasil analisis diperoleh bahwa ruang terbuka hijau Kota Bukittinggi saat ini belum memenuhi kebutuhan rata-rata kota sedangkan lahan potensial terbatas. Oleh sebab itu, konsep yang akan diterapkan dalam penyediaan ruang terbuka hijau Kota Bukittinggi yaitu konsep penyediaan ruang terbuka hijau pada lahan potensial yang tersedia dan penyediaan ruang terbuka hijau pada lahan potensial yang terbatas. Dengan demikian diharapkan dengan lahan terbatas, Kota Bukittinggi mampu memenuhi kebutuhan rata-rata ruang terbuka hijau kota.

Kata Kunci: Ruang Terbuka Hijau, Keterbatasan Lahan, Konsep Penyediaan

Pembimbing I Pembimbing II

(2)

KONSEP PENYEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BUKITTINGGI DENGAN KETERBATASAN

LAHAN PENGEMBANGAN

Najmi Nur Arif1), Tomi Eriawan2), Haryani3)

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Bung Hatta, Padang

E-mail: najmi.nurarif@yahoo.com, tomi_slingka@ymail.com, irharyanimtp@yahoo.com

Abstract

Development of a city cause change of physical environment so green open spaces of a city is not in accordance with the requirements. Bukittinggi city as a tourist city will experience developmental impact on environmental quality. This study aims to determine the concept of provision green open space in Bukittinggi city with limited land development. The general condition of the green open spaces Bukittinggi is 336.05 Ha consisting of forests, parks, sports fields, and funeral. The method of analysis in this study is the evaluation of availability green open space, green space needs analysis based on area, population, and needs of a particular function. From the results of analyzes obtained that the green open spaces in Bukittinggi not currently meet the needs of the city, while the potential field is limited. Therefore, the concept will be applied in the provision green open spaces of Bukittinggi is the concept provision of green open space on potential land available and provision of green open space on the limited potential land. It is expected with limited land, Bukittinggi is able to meet the needs of an average urban green open space.

(3)

PENDAHULUAN

Perkembangan suatu kota sebagai pusat pemukiman, industri, dan perdagangan telah mengalami perubahan lingkungan fisik lahan yang semakin padat oleh infrastruktur sehingga berdampak terhadap kualitas kehidupan masyarakat dan lingkungan. Perubahan lingkungan fisik lahan tersebut apabila tidak diimbangi dengan pertambahan ruang terbuka hijau dapat menyebabkan menurunnya kualitas air dan udara, berkurangnya daerah tangkapan air (catchment area) dan meningkatnya pencemaran lingkungan.

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri mengenai Ruang Terbuka Hijau kawasan Perkotaan (RTHKP) merupakan bagian dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh tumbuhan dan tanaman guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika. Isu yang berkaitan dengan lingkungan terkait dengan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan (RTHKP), seperti menurunnya kualitas lingkungan hidup perkotaan, bencana banjir, longsor, dan pencemaran lingkungan. Masalah - masalah tersebut merupakan sebagian dari masalah dalam penyediaan RTH di perkotaan.

Kota Bukittinggi merupakan salah satu kota dengan tujuan wisata di Propinsi Sumatera Barat. Sebagai kota dengan

tujuan wisata akan mengalami pertumbuhan pembangunan. Pembangunan tersebut ada yang berdampak positif dan ada yang berdampak negatif. Dampak positif dari pertumbuhan pembangunan antara lain meningkatnya pendapatan asli daerah, munculnya sentra-sentra ekonomi, dan kesejahteraan masyarakat meningkat. Pada sisi lain pertumbuhan pembangunan juga berdampak negatif antara lain beban kota yang semakin berat seiring dengan pertumbuhan penduduk, kualitas lingkungan perkotaan semakin rendah dan ruang terbuka publik semakin berkurang.

Kota Bukittinggi memiliki luas wilayah administrasi ± 25,239 Km2 atau 0,06 % dari luas Propinsi Sumatera Barat. Kota Bukittinggi memiliki 3 kecamatan yaitu Kecamatan Aur Birugo Tigo Baleh, Kecamatan Guguak Panjang, dan Kecamatan Mandiangin Koto Selayan. Secara umum, RTH di Kota Bukittinggi tersebar di setiap kecamatan. Namun, RTH yang tersedia belum mencapai 30% yang terdiri dari RTH publik dan RTH privat sesuai dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 5 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan.

Berdasarkan kondisi eksisting penggunaan lahan Kota Bukittinggi,

(4)

penggunaan lahan yang berfungsi sebagai ruang terbuka hijau hanya sebesar 13,3% dari luas Kota Bukittinggi. Ruang terbuka hijau tersebut tersebar di setiap kecamatan yaitu di Kecamatan Aur Birugo Tigo Baleh seluas 61,60 Ha atau 2,4%, Kecamatan Guguk Panjang seluas 64,77 Ha atau 2,6%, dan Kecamatan Mandiangin Koto Selayan seluas 209,68 Ha atau 8,3%. Dapat dikatakan bahwa ruang terbuka hijau Kota Bukittinggi belum memenuhi kebutuhan. Mengingat ruang terbuka hijau langsung bersinggungan dengan kehidupan masyarakat maka diperlukannya studi mengenai konsep penyediaan ruang terbuka hijau, meskipun lahan yang tersedia terbatas namun tetap dapat memenuhi kebutuhan dasar penyediaannya. Dengan demikian kualitas lingkungan akan tetap terjaga serta manfaat ruang terbuka akan tercapai dengan memberikan rasa nyaman.

METODE PENELITIAN

Metodologi penelitian yang digunakan terdiri dari metode pengumpulan data dan metode analisis.

1. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan survey primer dan survey sekunder.

a. Survey primer

Metode ini dilakukan dengan cara pengamatan langsung ke lapangan guna

melihat kondisi eksisting Ruang Terbuka Hijau. Data yang dikumpulkan dari hasil survey primer berupa data primer dari hasil pengamatan lapangan. Data primer juga dapat berupa hasil wawancara dengan pejabat atau staf di dinas-dinas terkait untuk mendukung data sekunder. Adapun data yang dikumpulkan nantinya dari survey primer yaitu:

1. Data kondisi eksisting ruang terbuka hijau dan sebarannya

2. Dokumentasi ruang terbuka hijau di wilayah studi

b. Survey sekunder

Pengumpulan data dengan metode survey sekunder dilakukan untuk memperoleh data dari instansi terkait atau dapat berupa studi literatur dan standar-standar. Adapun data – data yang dikumpulkan yaitu:

1. Kebijakan terkait Ruang Terbuka Hijau Kota Bukittinggi

2. Data sebaran, jumlah dan luas Ruang Terbuka Hijau di Kota Bukittinggi. 3. Peta administrasi Kota Bukittinggi 4. Peta guna lahan Kota Bukittinggi 5. Peta arahan pengembangan Kota

Bukittinggi

2. Metode Analisis

Adapun metode analisis yang dilakukan dalam menentukan Konsep Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Kota

(5)

Bukittinggi yaitu dengan metode deskriptif kualitatif dan metode deskriptif kuantitatif.

a. Identifikasi guna lahan dan kondisi eksisting ruang terbuka hijau Identifikasi guna lahan eksisting wilayah studi untuk melihat peruntukan kawasan di wilayah studi. Dengan demikian dapat diketahui ketersediaan lahan pengembangannnya. Sedangkan identifikasi kondisi eksisting ruang terbuka hijau ini digunakan untuk melihat ruang terbuka hijau berdasarkan sebaran, jenis, bentuk, jumlah dan fungsi ruang terbuka hijau di Kota Bukittinggi. Dari hasil identifikasi tersebut diketahui lahan yangberpotensi untuk pengembangan dan sebaran serta jenis RTH di Kota Bukittinggi.

b. Evaluasi Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau

Evaluasi ini dilakukan dengan mengelompokkan RTH yang tersedia di Kota Bukittinggi dengan jenis RTH berdasarkan Pedoman Penyediaan RTH Kota. Dari hasil evaluasi tersebut dapat diketahui jenis dan sebaran RTH yang belum tersedia sesuai dengan Pedoman RTH.

c. Analisis kebutuhan ruang terbuka hijau kota.

Analisis kebutuhan ruang terbuka hijau ini dilakukan untuk mengetahui kebutuhan idealnya suatu kota sesuai

dengan pedoman penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan.

1) Kebutuhan RTH berdasarkan luas wilayah

2) Kebutuhan RTH berdasarkan jumlah penduduk

3) Kebutuhan RTH berdasarkan kebutuhan oksigen

4) Kebutuhan RTH berdasarkan kebutuhan air

Hasil analisis kebutuhan ini dibandingkan dengan kondisi eksisting ruang terbuka hijau Kota Bukittinggi yang tersedia. Dari hasil perbandingan antara kondisi ideal dengan kondisi eksisting maka akan diketahui ruang terbuka hijau di Kota Bukittinggi yang tersedia apakah sudah mencukupi atau belum. Dari analisis kebutuhan ini juga dibandingkan dengan lahan potensial yang tersedia sehingga menjadi pertimbangan dalam menentukan konsep penyediaan ruang terbuka hijau. d. Merumuskan atau menyusun konsep penyediaan ruang terbuka hijau dengan keterbatasan lahan Menyusun konsep pengembangan ruang terbuka hijau ini dengan mempertimbangkan hasil analisis yang telah dilakukan. Untuk menentukan lokasi RTH yang akan dikembangkan maka dilakukan pendekatan dengan membandingkan lahan potensial dengan kebutuhan rata-rata kota. Sedangkan

(6)

untuk menetukan jenis RTH yang akan dikembangkan melalui proporsi penyediaan RTH berdasarkan Pedoman Permen PU No. 5 Tahun 2008. Dengan demikian dapat diketahui konsep penyediaan jenis dan lokasi RTH di Kota Bukittinggi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Identifikasi jenis penggunaan lahan Kota Bukittinggi dilakukan dengan maksud untuk mengetahui ketersediaan lahan terbangun dan tidak terbangun sebagai pertimbangan dalam penyediaan kebutuhan ruang terbuka hijau. Berdasarkan kondisi penggunaan lahan Tahun 2012 luas lahan terbangun Kota Bukittinggi seluas 907,29 Ha atau 35,9 % dari luas Kota Bukittinggi. Sedangkan untuk lahan tidak terbangun lebih luas yaitu 1.616,61 Ha atau 64,1% dari lluas kota. Lahan tidak terbangun ini terdiri dari tegalan, sawah, tanah terbuka dan kolam. Untuk jenis guna lahan sawah di Kota Bukittinggi terdapat sawah irigasi ½ teknis dengan luas 169,9 Ha yang berada di Kecamatan Aur Birugo Tigo Baleh dan Mandiangin Koto Selayan. Sawah irigasi ini tidak bisa dimanfaatkan atau dialih fungsikan, oleh sebab itu luas sawah yang termasuk dalam lahan potensial adalah 446,89 Ha.

Ruang terbuka hijau eksisting Kota Bukittinggi tersebar di tiga kecamatan

dengan total luas yaitu 336,05 Ha. ruang terbuka hijau yang tersedia berupa taman kota, lapangan olah raga, hutan, dan pemakaman. Dalam penyediaan kebutuhan ruang terbuka hijau dilakukan tahap evaluasi ketersedian RTH untuk mengetahui jenis dan sebaran RTH sesuai dengan PERMEN PU No. 5 Tahun 2008. Dari hasil evaluasi tersebut dapat diketahui Kota Bukittinggi memiliki RTH berupa taman kota dan pengaman jalan. Untuk jenis lainnya, Kota Bukittinggi belum tersedia. Untuk memenuhi RTH yang belum tersedia dilakukan analisis berupa kebutuhan RTH berdasarkan luas wilayah, jumlah penduduk, kebutuhan oksigen dan kebutuhan air. Dari empat analisis tersebut diperoleh kebutuhan rata-rata kota Bukittinggi pada tahun 2013 dan 2033. Dimana luas kebutuhan rata-rata RTH tahun 2013 adalah 404,57 Ha dan kebutuhan rata-rata RTH tahun 2033 adalah 458,47 Ha. Penyediaan RTH berdasarkan kebutuhan rata-rata ini dilakukan dengan asumsi bahwa Kota Bukittinggi dapat memenuhi kebutuhan minimal RTH dengan lahan yang terbatas. Jadi dengan lahan yang terbatas, setidaknya Kota Bukittinggi dapat memenuhi kebutuhan minimal atau bahkan diata kebutuhan rata-rata kota.

Jika dibandingkan dengan ketersediaan RTH eksisting, Kota Bukittinggi belum memenuhi kebutuhan

(7)

rata-rata RTH pada tahun 2013. Sedangkan untuk tahun 2033, kebutuhan RTH terus meningkat sehingga membutuhkan lahan untuk pengembangan.

Dalam penyediaan kebutuhan RTH kota, dilakukan dengan memanfaatkkan lahan potensial yang tersedia yang diperoleh dari luas administrasi kota dikurangi dengan lahan terbangun, RTH eksisting dan luas sawah irigasi ½ teknis. Untuk lahan potensial Kota Bukittinggi seluas 1.120,54 Ha atau 44,4% dari luas kota. Dimana kecamatan yang memiliki lahan potensial paling besar adalah Kecamatan Mandiangian Koto Selayan. Untuk penyediaan RTH 20 tahu n kedepan maka diperkirakan luas lahan terbangun juga akan terus meningkat seiring petambahan jumlah penduduk. Dimana asumsinya I KK = 100 m2 dengan jumlah penduduk tahun proyeksi 2033 adalah 166.710 jiwa maka pekiraan luas lahan terbangun tahaun 2033 adalah 333,42 Ha. Dengan demikian, luas lahan potensial yang dapat dimanfaatkan untuk penyediaan kebutuhan RTH tahun 2033 setelah dikurangi dengan luas lahan terbangun tahun 2033 adalah 787,12 Ha.

Berdasarkan luas lahan potensial yang tersedia tahun 2033 jika dibandingkan dengan kebutuhan rata-rata RTH tahun 2033 yaitu 458,47 Ha, maka dapat dikatakan secara keseluruhan Kota

Bukittinggi masih memiliki lahan potensial untuk pengembangan. Namun, jika dilihat detiap kecamatan maka terdapat satu kecamatan yang memiliki lahan potensial yang terbatas sehingga dalam perlu konsep khusus dalam penyediaan kebutuhan RTH nantinya.

Adapun dalam penentuan jenis dan sebaran RTH dilihat berdasarkan proporsi RTH dimana RTH privat 10% dan RTH publik 20%. Dari hasil analisis lahan potensial maka konsep penyediaan RTH Kota Bukittinggi adalah sebagai berikut:

a. Penyediaan RTH pada lahan yang tersedia

Konsep penyediaan RTH yang direncanakan pada kawasan yang memiliki lahan potensial yang cukup besar yaitu dengan mengoptimalkan lahan potensial untuk RTH sesuai dengan kebutuhan (idealnya) kota seperti penyediaan taman kota. Dalam hal ini, peran serta pemerintah sangat penting berupa kebijakan dalam memberikan izin mendirikan bangunan (IMB) untuk menekan pertumbuhan kawasan terbangun sehingga kebutuhan RTH dapat terpenuhi. Seperti untuk kawasan permukiman, bagi setiap lembaga atau pengembang wajib menyediakan RTH minimal 20% dari kawasan yang dikembangkan diluar kaveling-kaveling bangunan.

(8)

b. Penyediaan RTH pada lahan yang terbatas

Konsep penyediaan RTH pada kawasan yang memiliki lahan potensial terbatas atau kecil, dapat dilakukan dengan menerapkan konsep penyediaan RTH secara vertikal. Maksudnya pada kawasan dengan lahan potensial yang terbatas diasumsikan sudah didominasi oleh kawasan terbangun sehingga untuk memenuhi kebutuhan RTH maka disediakan secara vertikal. Seperti taman vertikal yang sudah banyak diterapkan di negara-negara maju seperti Jepang dan Australia sebagai strategi dalam pemanfaatan ruang ditengah kota dengan lahan yang terbatas. Taman yang didesain tersebut bukan hanya merupakan taman hijau pasif, namun taman aktif. Artinya dapat menghadirkan suatu ekosistem hijau buatan dengan fungsi hampir mendekati kemampuan taman di darat. Sudah tentu dengan rekayasa teknologi yang melibatkan berbagai aspek ilmu seperti ahli pertanian, ahli lingkungan, arsitek, ahli bangunan sipil, listrik dan sebagainya.

Alokasi Sebaran RTH Publik Kota Bukittinggi

Dalam penyediaan RTH publik berupa taman di Kota Bukittinggi memanfaatkan lahan potensial yang terdapat di setiap kecamatan dimana lahan potensial ini

terdiri dari sawah, tegalan, tanah terbuka dan kolam. Lahan potensial yang akan dimanfaatkan tersebut merupakan lahan milik masyarakat. Dalam hal ini konsekuensinya pemerintah harus membeli lahan dari masyarakat dan masyarakat harus bersedia memberikan lahannya untuk digunakan sebagai RTH publik. Penetapan alokasi sebaran RTH publik di Kota Bukittinggi pada tiga kecamatan didasarkan beberapa pertimbangan sebagai berikut:

1. Penyediaan RTH di sekitar kawasan permukiman.

Perlunya penyediaan RTH di kawasan permukiman untuk mengimbangi kawasan terbangun dengan kawasan non terbangun dan juga kawasan non terbangun pada kawasan terbangun. Penyediaan RTH pada kawasan permukiman juga berfungsi sosial sebagai wadah interaksi sosial bagi masyarakat disekitar permukiman dan wadah aktifitas olahraga, taman bermain, bersantai dan lain-lain.

2. Penyediaan RTH pada jaringan jalan utama.

Penyediaan RTH pada jaringan jalan utama berupa jalur hijau jalan dan taman dipinggir jalan. Penyediaan taman jalan ini sebagai buffer mengingat tingginya aktifitas transportasi pada jalan

(9)

utama seperti jalan arteri primer, kolektor primer dan kolektor sekunder.

3. Penyediaan RTH sebagai buffer

area antara lahan pertanian dengan

kawasan terbangun.

Penyediaan RTH antara lahan pertanian dengan kawasan terbangun merupakan pembatas dimana karakteristik aktivitasnya berupa urban agriculture dengan luasan lahan terbangun masih relatif rendah.

Untuk lebih jelasnya alokasi sebaran RTH publik prioritas Kota Bukittinggi setiap kecamatan dapat dilihat pada peta peta berikut ini.

Sumber: Hasi Analisis Tahun 2014

Gambar 1

Peta Alokasi RTH Publik Kecamatan Aur Birugo Tigo Baleh

(10)

Sumber: Hasi Analisis Tahun 2014

Gambar 2

Peta Alokasi RTH Publik Kecamatan Guguk Panjang

Sumber: Hasi Analisis Tahun 2014

Gambar 3

Peta Alokasi RTH Publik Kecamatan Mandiangin Koto Selayan

(11)

KESIMPULAN

Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Bukittinggi pada tahun 2013 memiliki luas 336,05 Ha. Ruang terbuka hijau eksisting Kota Bukittinggi terdiri dari hutan, taman kota, lapangan olah raga, dan pemakaman. Dari luas 336,05 Ha tersebut, 94% merupakan hutan. Dalam pemenuhan penyediaan RTH dilakukan berdasarkan analisis kebutuhan RTH berdasarkan luas wilayah, jumlah penduduk, kebutuhan oksigen dan kebutuhan air.

Berdasarkan analisis RTH tersebut diperoleh kebutuhan rata-rata RTH tahun 2013 seluas 404,57 Ha dan kebutuhan rata-rata RTH tahun 2033 seluas 458,47 Ha. Jika kebutuhan rata-rata RTH kota tahun 2013 dibandingkan dengan kondisi eksisting 336,05 Ha, maka untuk tahun 2013 seharusnya menyediakan RTH seluas 404,57 Ha sehingga dapat dikatakan RTH saat ini masih belum memenuhi kebutuhan ideal tahun 2013. Sedangkan penyediaan RTH untuk 20 tahun kedepan yaitu tahun 2033 setelah dibandingkan dengan RTH eksisting maka dapat disimpulkan bahwa RTH saat ini masih perlu penambahan baik dari segi jumlah maupun luasnya.

Dalam penyediaan kebutuhan rata-rata RTH menggunakan lahan potensial pengembangan Kota Bukittinggi yang tersedia. Lahan potensial Kota

Bukittinggi yang tersedia dari hasil analisis adalah 1.120,54 Ha dimana lahan potensial terbesar berada di Kecamatan Mandiangi Koto Selayan. Dalam penyediaan RTH untuk 20 tahun yang akan datang, diperkirakan lahan terbangun kota juga akan terus berkembang seiring pertambahan jumlah penduduk. Oleh karena itu, untuk mengetahui luas lahan potensial dalam penyediaan RTH 20 tahun kedepan yaitu lahan potensial saat ini dikurangi dengan perkiraan luas lahan terbangun tahun 2033. Dengan demikian diperoleh luas lahan potensial untuk penyediaan RTH tahun 2033 adalah 787,12 Ha. Untuk kebutuhan rata-rata RTH masing-masing kecamatan diperoleh dari proporsi kebutuhan RTH berdasarkan luas wilayah mengingat luas masing-masing kecamatan berbeda. Setelah dievaluasi kebutuhan rata-rata RTH tahun 2033 terhadap lahan potensial Kota Bukittinggi tahun 2033 maka dapat disimpulkan bahwa untuk kebutuhan rata-rata RTH 20 tahun ke depan Kota Bukittinggi secara keseluruhan masih memiliki lahan pengembangan. Namun jika dilihat setiap kecamatan, terdapat satu kecamatan yang memiliki lahan potensial terbatas sehingga dalam menyediakan RTH perlu menerapkan konsep tertentu.

Konsep penyediaan RTH Kota Bukittinggi dilakukan berdasarkan

(12)

pertimbangan hasil analisis bahwa dalam penyediaan RTH kota dikelompokkan menjadi 2 yaitu penyediaan pada lahan yang tersedia dan lahan yang terbatas. Berdasarkan konsep penyediaan RTH tersebut untuk penyediaan RTH masing-masing kecamatan adalah sebagai berikut ini : Kecamatan Aur Birugo Tigo Baleh dan Mandiangin Koto Selayan konsep penyediaan RTH dilakukan dengan mengoptimalkan lahan potensial yang tersedia untuk menyediakan RTH sesuai dengan kebutuhan (ideal) kecamatan dan adanya kebijakan dari pemerintah kota dalam memberikan izin mendirikan bangunan (IMB) agar dapat menekan pertumbuhan pembangunan sehingga kebutuhan RTH dapat terpenuhi.

Sedangkan Kecamatan Guguk Panjang, konsep penyediaan RTH yang direncanakan berupa konsep RTH vertikal berupa taman vertikal seperti roof

garden, green wall, dan sebagainya. Hal

ini mengingat bahwa Kecamatan Guguk Panjang merupakan pusat kegiatan kota (perdagangan, jasa, dan wisata) dimana lebih didominasi oleh kawasan terbangun.

Dalam penetapan alokasi sebaran RTH publik yang akan disediakan memanfaatkan lahan potensial. Lahan potensial tersebut merupakan lahan masyarakat sehingga konsekuensinya pemerintah harus membeli lahan masyarakat untuk menyediakan RTH

publik. Adapun pertimbangan dalam alokasi sebaran RTH publik ini adalah sebagai berikut:

1. Penyediaan RTH di sekitar kawasan permukiman.

2. Penyediaan RTH pada jaringan jalan utama.

3. Penyediaan RTH sebagai buffer area antara lahan pertanian dengan kawasan terbangun.

Adapun rekomendasi untuk konsep penyediaan RTH Kota Bukittinggi dengan lahan pengembangan yang terbatas perlu adanya kerjasama antara Pemerintah Daerah Kota Bukittinggi dengan pihak swasta dan masyarakat Kota Bukittinggi dalam penyediaan dan pemanfaatan RTH khususnya RTH publik. Hal ini mengingat bahwa tidak semua lahan yang tersedia dimiliki oleh pemerintah tetapi juga dimiliki oleh swasta dan masyarakat. Oleh sebab itu perlu kerjasama antara stakeholder dalam penyediaan dan pengelolaan RTH. Adanya kebijakan dalam menyediakan dan mempertahankan RTH sehingga dalam pengambilan kebijakan nantinya tidak hanya memperhatikan dari segi ekonomis saja tetapi dari segi manfaat dalam jangka panjang. Serta memberikan sosialisasi bahwa pentingnya penyediaan RTH perkotaan kepada masyarakat sehingga masyarakat dapat memanfaatkan

(13)

RTH yang disediakan sesuai dengan fungsinya.

DAFTAR PUSTAKA

Adisasmita, Rahardjo, 2010,

Pembangunan Kawasan dan Tata Ruang, Graha Ilmu,

Yogyakarta

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bukittinggi. 2010. Rencana

Tata Ruang Kota Bukittinggi Tahun 2010-203, Bappeda Kota

Bukittinggi, Bukittinggi.

Badan Pusat Statistik Propinsi Sumatera Barat, 2012, Kota Bukittinggi

Dalam Angka Tahun 2012, Badan

Pusat Statistik Sumatera Barat, Padang.

Dinas Pekerjaan Umum Kota Bukittinggi, 2013, Penyusunan Revisi Masterplan RTH Kota Bukittinggi,

Dinas PU Kota Bukittinggi, Bukittinggi.

Ismaun, Iwan, dan Nirwono Jogja. 2011.

RTH 30% Resolusi (Kota) Hijau.

PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Gunadi, Sugeng. 1995. Arti RTH Bagi

Sebuah Kota: Makalah pada

Buku: Pemanfaatan RTH di Surabaya. Surabaya.

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 5 Tahun 2008 Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan.

Purnomohadi, S. 1995. Peran Ruang

Terbuka Hijau dalam

Pengendalian Kualtas Udara di DKI Jakarta. Disertasi Doktor

Program Pasca Sarjana IPB: Bogor.

Roza, Hendry., 2012, Evaluasi Fungsi

Taman Arena Remaja Kota Jambi Berdasarkan Karakteristik Pemanfaatan Oleh Masyarakat,

Tugas Akhir, Jurusan Perencaaan Wilayah dan Kota, Universitas Bung Hatta, Padang.

Trisia, Niken., 2006, Studi Pemenuhan

Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Serta Pemenuhan Fasilitas Taman Kota Di Kota Padang (Studi Kasus RTH Imam Bonjol), Tugas

Akhir, Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, UBH, Padang. Wahyudi, 2009, Ketersediaan Alokasi

Ruang Terbuka Hijau Kota Pada Ordo Kota I Kabupaten Kudus,

Tesis, Program Magister Ilmu Lingkungan, Universitas Diponegoro, Semarang. www.books.google.co.id/ www.tamanvertikal.com www.seminar-vertikal-garden.blogspot.com

Referensi

Dokumen terkait

Berkaitan dengan pengilhaman, Cornelius Van Til mengatakan bahwa jika sebagai orang berdosa manusia tidak memiliki Alkitab yang terilhamkan secara mutlak, maka manusia

Untuk itu penelitian kualitatif senantiasa berhubungan dengan subyeknya langsung guna mencari informasi yang diharapkan. 4 Dengan demikian peneliti secara langsung

Dengan metode pengumpulan data wawancara dan observasi serta metode analisis data kualitatif dan kuantitatif diperoleh hasil: (a) terdapat perbedaan wujud perilaku

Meski demikian, poligami dalam realitasnya juga tidak hanya berdampak negatif saja, terdapat juga dampak positif yang ada pada praktik poligami, sebagaimana beberapa

Untuk memfokuskan hasil penelitian ini, penelitian ini akan berada dalam batas pembahasan tentang penerapan Public Private Partnership terhadap pengembangan

Pemerintah Kota PematangSiantar dalam melaksanakan pembangunan khususnya pembangunan di bidang ekonomi tidak terlepas dari dampak positif maupun dampak negatif,

Jawaban : Untuk program CSR pemberian kapal motor dari Patra Jasa Anyer media yang efektif untuk mengkomunikasikan program dengan komunikasi langsung secara lisan,

4) Paling miskin, pendapatan per kapita per tahun di bawah 270 kg beras, nilai tukar beras per orang per tahun. Direktorat Jenderal Tata Guna Tanah,