• Tidak ada hasil yang ditemukan

ditanam bersama sama dengan tanaman pertanian dan tanaman penghasil makanan ternak. Asosiasi ini meliputi dimensi waktu dan ruang, dimana

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ditanam bersama sama dengan tanaman pertanian dan tanaman penghasil makanan ternak. Asosiasi ini meliputi dimensi waktu dan ruang, dimana"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi Agroforestri Karet

Agroforestri berhubungan dengan sistem penggunaan lahan di mana pohon ditanam bersama – sama dengan tanaman pertanian dan tanaman penghasil makanan ternak. Asosiasi ini meliputi dimensi waktu dan ruang, dimana komponen – komponen ini tumbuh bersama-sama pada lahan yang sama. Dalam sistem ini akan mempertimbangkan nilai – nilai ekologi dan ekonomi dalam interaksi antar pohondan komponen lainnya. Di sisi lain agroforestri merupakan bentuk pengelolaan lahan dengan mengelola pohon secara bersama-sama dengan tanaman pertanian dan atau makanan ternak dalam sistem berkelanjutan secara ekologi, sosial maupun ekonomi. Sistem agroforestri dapat dikelompokkan menurut struktur dan fungsinya, dan merupakan kombinasi antara pepohonan, tanaman, padang rumput/makanan ternak dan komponen lainnya (Hairiah, 2003).

Pembukaan hutan menjadi kebun-kebun karet rakyat secara tradisional, terdapat pola-pola pencampuran penanaman antara tanaman karet sebagai tanaman pokok dengan tanaman semusim (padi, palawija, dan lain-lain), maupun dengan tanaman keras lainnya (kayu-kayuan dan buah-buahan). Khusus untuk penanaman karet rakyat dengan pencampuran atau kombinasi tanaman lainnya, menurut de Foresta dan Michon (1992) suatu bentuk agroforestri karet yang biasa terdapat pada daratan-daratan rendah di Sumatera dan Kalimantan yang menyerupai hutan sekunder dengan tegakan-tegakan lebat, pohon-pohon rendah dan pergantian spesies yang sangat cepat. Agroforesri karet rakyat biasanya

(2)

dikelola dengan teknik budidaya sederhana berupa pemupukan sesuai kemampuan petani.

Lebih spesifik lagi pola pencampuran atau kombinasi karet dengan tanaman lainnya menurut Budiman dkk (1994) disebut sebagai suatu Sistem Agroforestri Karet atau Rubber Agroforestry System (RAS) yaitu suatu pola agroforestri pada karet yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas hasil panen, termasuk karet itu sendiri sebagai hasil utama dan juga hasil sampingan seperti 3 buah-buahan, kayu, rotan, dan lain-lain dengan suatu sistem intensifikasi dan untuk kepentingan kelestarian karet tersebut.

Agroforestri memliki 2 tipe bentuk lahan, yakni tipe agroforestri sederhana dan tipe agroforestri kompleks. Pada Sistem agroforestri sederhana adalah menanam pepohonan contoh karet, secara tumpang-sari dengan satu atau beberapa jenis tanaman semusim contoh kakao, kacang-kacangan dan lain-lain. Agroforestri kompleks merupakan suatu sistem pertanian menetap yang berisi banyak jenis tanaman (berbasis pohon) yang ditanam. Di dalam sistem ini tercakup beraneka jenis komponen seperti pepohonan, perdu, tanaman musiman dan rerumputan dalam jumlah banyak. Kenampakan fisik dan dinamika di dalamnya mirip dengan ekosistem hutan alam baik hutan primer maupun hutan sekunder (ICRAF, 2013).

Penerapan pola agroforestri berupa memberikan manfaat yang cukup besar bagi warga masyarakat baik secara ekonomi maupun ekologi. Secara ekologi pola memberikan banyak manfaat yakni: (1) Dapat mempertahankan kualitas sumberdaya alam serta agroekosistem secara keseluruhan yang didalamnya

(3)

termasuk hewan,tanaman dan jasad renik; (2) tercipta iklim mikro yang cocok bagi organisme lain; (3) sebagai sumber penghasilan tambahan bagi keluarga; (4) mobilisasi unsur hara dalam ekosistem; (5) mengendalikan populasi hama, penyakit dan gulma jauh dibawah ambang ekonomis; (6) mengkonservasi air dan mengoptimalkan pemakaiannya; (7) mengkonservasi berbagai keragaman genetik dengan fungsi yang berbeda dalam menstabilkan ekosistem tersebut (Hairiah dan Sunaryo,1999).

Potensi Tanaman Karet

Indonesia memiliki luas lahan perkebunan karet terbesar di dunia, dengan luas areal mencapai 3,4 juta ha, mengungguli areal karet Thailand (2,67 juta ha) dan Malaysia (1,02 juta ha). Menurut data Ditjenbun (2012), penerimaan devisa negara dari perkebunan karet dapat mencapai 5,27 miliar dolar AS. Selain berperan besar dalam perekonomian, perkebunan karet juga berkontribusi penting dalam peningkatan cadangan karbon. Jumlah penyerapan karbon di perkebunan karet dapat mencapai 4,65 ton CO2/ha tiap tahunnya. Artinya, jumlah karbon yang diserap dalam areal perkebunan karet selama satu siklus penanaman (±21 tahun) dapat mencapai 97,65 ton CO2/ha. Penyerapan tersebut bersumber dari serasah tanaman karet (64,99 ton CO2/ha) dan biomassa tanaman (32,59 ton CO2

Sumatra dan Kalimantan adalah daerah penghasil karet terbesar di Indonesia dengan sentra produksi tersebar di Sumatra Selatan (668 ribu hektar), Sumatra Utara (465 ribu hektar), Jambi (444 ribu hektar), Riau (390 ribu hektar), dan Kalimantan Barat (388 ribu hektar). Sementara Sulawesi Selatan adalah

/ha) (Stevanus dan Sahuri, 2014).

(4)

Provinsi yang memiliki luas perkebunan karet terbesar di Sulawesi yaitu sekitar 19 ribu hektar (Janudianto dkk, 2013).

Tanaman karet juga memberikan kontribusi yang sangat penting dalam pelestarian lingkungan. Upaya pelestarian lingkungan akhir-akhir ini menjadi isu penting mengingat kondisi sebagian besar hutan alam makin memprihatinkan. Pada tanaman karet, energi yang dihasilkan seperti oksigen, kayu, dan biomassa dapat digunakan untuk mendukung fungsi perbaikan lingkungan seperti rehabilitasi lahan, pencegahan erosi dan banjir, pengaturan tata guna air bagi tanaman lain, dan menciptakan iklim yang sehat dan bebas polusi. Pada daerah kritis, daun karet yang gugur mampu menyuburkan tanah. Daur hidup tanaman karet yang demikian akan terus berputar dan berulang selama satu siklus tanaman karet paling tidak selama 30 tahun. Oleh karena itu, keberadaan pertanaman karet sangat strategis bagi kelangsungan kehidupan, karena mampu berperan sebagai penyimpan dan sumber energi (Indraty, 2005).

Nilai ekonomis karet terletak pada kemampuannya dalam menghasilkan lateks, sedangkan produk non lateks seperti kayu karet pada awalnya dianggap sebagai hasil samping terutama untuk kayu bakar. Namun, sejalan dengan berkembangnya teknologi pengolahan dan pengawetan kayu karet dan makin terbatasnya ketersediaan kayu dari hutan alam, baik untuk memenuhi permintaan pasar domestik maupun ekspor maka permintaan terhadap kayu karet terus meningkat setiap tahun (Boerhendhy dkk, 2003).

(5)

Analisis Vegetasi

Analisis vegetasi merupakan sebuah cara untuk mempelajari komposisi jenis dan struktur vegetasi atau kelompok tumbuh-tumbuhan. Dalam ekologi hutan satuan yang diselidiki adalah suatu tegakan, yang merupakan asosiasi konkrit. Analisis vegetasi dapat digunakan untuk mempelajari tegakan hutan, yaitu tingkat pohon dan permudaannya dan mempelajari tegakan tumbuh-tumbuhan bawah, yaitu suatu jenis vegetasi dasar yang terdapat dibawah tegakan hutan kecuali permudaan pohon hutan, padang rumput/alang-alang dan vegetasi semak belukar. Untuk suatu kondisi hutan yang luas, maka kegiatan analisa vegetasi dapat dilakukan dengan sampling, bagian dari metodologi statistika yang berhubungan dengan pengambilan sebagian dari populasi. Dalam sampling ini ada tiga hal yang perlu diperhatikan, yaitu jumlah petak, cara peletakkan petak dan teknik analis vegetasi yang digunakan (Loveless, 1983).

Teknik sampling kuadrat ini merupakan suatu teknik survey vegetasi yang sering digunakan dalam semua tipe komunitas tumbuhan. Plot yang dibuat dalam teknik sampling ini bisa berupa petak tunggal atau beberapa petak. Petak tunggal mungkin akan memberikan informasi yang baik bila komunitas vegetasi yang diteliti bersifat homogen. Adapun plot yang dibuat dapat diletakkan secara random atau beraturan. Pada umumnya Metode jalur (line transect) paling efektif untuk mempelajari perubahan keadaan vegetasi menurut kondisi tanah, topografi dan elevasi. Jalur - jalur contoh ini harus dibuat memotong garis-garis topografi, misal tegak lurus garis pantai, memotong sungai, dan menaik atau menurun lereng gunung. Analisis vegetasi ini dapat digunakan untuk mengetahui bagaimana komposisi tegakan pada suatu lahan (Kusmana, 1997).

(6)

Dalam analisis vegetasi juga bertujuan untuk menghitung kerapatan, frekuensi, dominansi dan Indeks Nilai Penting (INP) pada suatu tegakan. Kerapatan adalah jumlah individu per satuan luas atau per unit volume, Frekuensi spesies tumbuhan adalah jumlah plot tempat ditemukannya suatu spesies dari sejumlah plot yang dibuat. Frekuensi merupakan besarnya intensitas ditemukannya spesies dalam pengamatan keberadaan organisme pada komunitas atau ekosistem. Dominansi menyatakan suatu jenis tumbuhan utama yang mempengaruhi dan melaksanakan kontrol terhadap komunitas dengan cara banyaknya jumlah jenis, besarnya ukuran maupun pertumbuhannya yang dominan. Indeks Nilai Penting (INP) atau important value index merupakan indeks kepentingan yang menggambarkan pentingnya peranan suatu vegetasi dalam ekosistemnya. Apabila nilai INP suatu jenis vegetasi bernilai tinggi, maka jenis itu sangat mempengaruhi kestabilan ekosistem tersebut (Irwanto, 2007).

Sifat Kimia Tanah

Tanah yang baik dan subur adalah tanah yang mampu menyediakan unsur hara secara cukup dan seimbang untuk dapat diserap oleh tanaman. Hal ini dapat dilihat dari nilai produktifitas lahan, salah satunya dengan menganalisa konsentrasi unsur hara yang terkandung di dalam tanah tersebut. Pemanfaatan tanah oleh manusia dituntut seoptimal mungkin, oleh karena itu perlu adanya salah satu teknik pemanfaatan lahan yang harus diterapkan oleh masyarakat yaitu teknologi agroforestri, dimana pengkombinasian antara tanaman kehutanan dan pertanian ini diharapkan akan mendapatkan keuntungan ekologis dan ekonomis baik jangka pendek yang dihasilkan dari tanaman pertanian dan jangka panjang dari tanaman kehutanan, dengan strategi pengaturan ruang dan waktu yang telah

(7)

direncanakan, sehingga produksi hasil usaha akan lebih maksimal dan mampu meningkatkan kesuburan tanah serta penambahan unsur hara bagi tanaman yang diusahakan baik secara kualitas maupun kuantitas (Yamani, 2010).

Sifat kimia tanah merupakan salah satu komponen yang dapat dijelaskan untuk menentukan kesuburan. Komponen kimia tanah tersebut meliputi pH tanah, N, P, C-organik, dan KTK. Adanya perbedaan sifat kimia ini, dapat diketahui dari tanah lapisan atas bumi yang merupakan campuran dari pelapukan batuan dan jasad makhluk hidup yang telah mati dan membusuk, akibat pengaruh cuaca, jasad makhluk hidup tadi menjadi lapuk, mineral-mineralnya terurai (terlepas), dan kemudian membentuk tanah yang subur (Saridevi, 2013).

Kandungan C organik dalam tanah menunjukkan besarnya kandungan bahan organik. Bahan organik merupakan bahan penting dalam menciptakan kesuburan tanah baik secara fisik, kimia maupun biologi. Bahan organik adalah bahan pemantap agregat tanah yang baik. Bahan organik berperan sebagai sumber hara tanaman dan sumber energi bagi sebagian besar organisme tanah (Hakim dkk 1986). Kandungan bahan organik tanah telah terbukti berperan sebagai kunci utama dalam mengendalikan kualitas tanah baik secara fisik, kimia maupun biologi. Bahan organik mampu memperbaiki sifat fisik tanah seperti menurunkan berat volume tanah, meningkatkan permeabilitas, menggemburkan tanah, memperbaiki aerasi tanah, meningkatkan stabilitas agregat, meningkatkan kemampuan tanah memegang air, menjaga kelembaban dan suhu tanah, mengurangi energi kinetik langsung air hujan, mengurangi aliran permukaan dan erosi tanah (Rahayu, 2008).

(8)

Fenomena yang menarik juga menunjukan bahwa kandungan C-organik pada lapisan ≤ 30 cm lebih tinggi dibandingkan dengan lapisan 30 -60 cm. Kandungan C-organik yang rendah merupakan indikator rendahnya jumlah bahan organik tanah yang tersedia dalam tanah (Gerson, 2008). Hal ini di sebabkan karena lapisan tanah bagian atas merupakan tempat akumulasi bahan-bahan organik. Jatuhnya dedaunan, ranting dan batang dari vegetasi di atasnya sebagai sumber bahan organik utama. Menurut Wasis (2012), pembukaan lahan dengan perambahan hutan juga berdampak menurunkan jumlah kandungan bahan organik tanah terutama C-organik, N-total dan P.

Nitrogen merupakan hara makro utama yang sangat penting untuk pertumbuhan tanaman, namun jumlah nitrogen yang terdapat dalam tanah sedikit sedangkan yang diangkut tanaman berupa panen setiap musim cukup banyak. N

diserap tanaman dalam bentuk ion NO3- (Nitrat) atau NH4+ (Rosmarkam dan Yuwono, 2002). Tanaman sering mengalami kekurangan

nitrogen (N) dibandingkan unsur-unsur lain. Hal ini disebabkan karena 97-99% dari N di tanah berada sebagai kompleks organik dan lambat menjadi tersedia bagi tanaman melalui dekomposisi mikroorganisme (Mukhlis, 2007). Tingginya N-total disebabkan oleh adanya bahan organik yang memberikan sumbangan kedalam tanah. Hal ini mengidentifikasikan bahwa telah terjadi pelepasan hara dari proses dekomposisi bahan organik ke dalam tanah sebagai stimulan bertambahnya N dalam tanah. Selain itu penurunan jumlah nitrogen juga dipengaruhi oleh penurunan jumlah bahan organik dan mikroorganime tanah di lokasi tersebut. Karena di dalam susunan jaringan bahan organik terkandung unsur

(9)

nitrogen organik yang di dekomposisi oleh mikroorganisme tanah menjadi nitrogen tersedia bagi tanaman (Izzudin, 2012).

Fosfor (P) merupakan unsur hara kedua setelah nitrogen (N) yang sangat dibutuhkan oleh tanaman untuk pertumbuhan baik dan normal. Kertersediaan unsur P dalam tanah sangat ditentukan oleh sifat dan jenis tanah. Unsur P berperan dalam pembentukkan biji dan buah. Adrinal (2012) mengemukakan bahwa semakin baiknya kondisi hara tanah tanah terutama P-tersedia ini diduga karena meningkatnya pH tanahnya. Tingginya P-tersedia pada hutan primer kemungkinan disebabkan oleh pengaruh pH tanah yang netral yaitu pH 6,59. Ketersediaan unsur P ditentukan oleh pH dan konsentrasi P itu sendiri. Pada tanah bereaksi masam (pH rendah), P akan mudah bersenyawa dengan Al, Fe, dan Mn, yang mengubah P menjadi tidak larut dan juga tidak tersedia bagi tumbuhan tanaman.

Kapasitas Tukar Kation (KTK) adalah jumlah muatan positif dari kation yang diserap koloid tanah pada pH tertentu. Kapasitas tukar kation (KTK) merupakan sifat kimia yang sangat erat hubungannya dengan kesuburan tanah. Pada tanah dengan nilai KTK relatif rendah, proses penyerapan unsur hara oleh koloid tanah tidak berlangsung relatif, dan akibatnya unsur-unsur hara tersebut akan dengan mudah tercuci dan hilang bersama gerakan air di tanah (infiltrasi, Perkolasi), dan pada gilirannya hara tidak tersedia bagi tumbuhan tanaman. Nilai KTK tanah sangat beragam dan tergantung pada sifat dan ciri tanah itu sendiri (Barek, 2013).

(10)

Kapasitas tukar kation (KTK) adalah kemampuan suatu koloid untuk mengadsorpsi kation dan mempertukarkannya. Besarnya KTK suatu tanah ditentukan oleh faktor-faktor berikut antara lain tekstur tanah, tanah bertekstur liat akan memilki nilai KTK lebih besar dibandingkan tanah yang bertekstur pasir. Hal ini karena liat merupakan koloid tanah, kadar bahan organik, oleh karena sebagian bahan organik merupakan humus yang berperan sebagai koloid tanah, maka semakin banyak bahan organik akan semakin besar KTK tanah, jenis mineral liat yang terkandung di tanah, jenis mineral liat sangat menentukan besarnya KTK tanah (Mukhlis dkk, 2011).

Kandungan unsur hara tanah memiliki berbagai kriteria. Kriteria status hara tanah untuk tanaman karet dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kriteria status hara tanah untuk tanaman karet (Adiwiganda, 1994). Unsur Hara Sangat

Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi

C (%) < 1.00 1- 2 2.01- 3.00 3.01- 4.00 > 4.00 N (%) < 0.10 0.10- 0.20 0.21- 0.50 0.51- 0.80 > 0.80 P (ppm) < 5 5- 15 16- 25 26-35 > 35 K (me/100g) < 0.10 0.10- 0.30 0.31- 0.50 0.51- 0.70 > 0.70 Ca (me/100g) < 0.25 0.25- 1.00 1.01- 1.75 1.76- 2.50 > 2.50 Mg (me/100g) < 0.20 0.20- 0.50 0.51- 0.80 0.81- 1.10 > 1.10 KTK (me/100g) < 5 5- 16 17- 28 29-40 > 40 Sangat

Masam Masam Agak Masam Netral Agak Alkalis Alkalis

(11)

Tanah

Dalam bidang pertanian, tanah memiliki arti yang lebih khusus dan penting sebagai media tumbuh tanaman darat. Tanah berasal dari hasil pelapukan

batuan bercampur dengan sisa bahan organik dari organisme (vegetasi atau hewan) yang hidup di atasnya atau di dalamnya. Selain itu di dalam

tanah terdapat pula udara danair yang berasal dari hujan yang ditahan oleh tanah sehingga tidak meresap ke tempat lain. Dalam proses pembentukan tanah, selain campuran bahan mineral dan bahan organik terbentuk pula lapisan-lapisan tanah yang disebut horizon. Dengan demikian tanah (dalam arti pertanian) dapat didefenisikan sebagai kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horizon-horizon, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara, dan merupakan media tumbuhnya tanaman (Fauzi, 2008).

Darmawijaya (1990) menjelaskan bahwa sifat tanah sangat menentukan dalam menunjang pertumbuhan dan perkembangan tanaman, baik sifat fisik, biologi dan kimia tanah. Sifat fisik tanah antara lain tekstur, struktur dan permeabilitas tanah. Sifat kimia tanah antara lain pH tanah dan kandungan unsur hara. Kandungan hara, terdiri dari kandungan nitrogen, fospor, kalium dan bahan organik. Sifat biologi tanah antara lain mikroorganisme pengurai bahan organik di dalam tanah.

Tanah dikatakan subur apabila fase padat mengandung cukup unsur hara tersedia dan cukup air serta udara bagi pertumbuhan tanaman. Apabila ruang-ruang pori yang terdapat diantara partikel-partikel padat menyebar sedemikian rupa sehingga dapat menyediakan air yang cukup untuk pertumbuan tanaman dan

(12)

pada waktu yang bersamaan memungkinkan aerasi yang cukup pada akar, maka tanah itu dinilai mempunyai hubungan air dan udara yang cocok. Banyaknya unsur hara di dalam tanah tidak menjamin tanaman dapat tumbuh dengan baik dan berproduksi tinggi, tetapi tergantung juga dari hubungan air dan udara yang memungkinkan tanaman dapat mempergunakan unsur hara tersedia secara efisien, perkembangan akar lebih intensif dan proses biologi dan kimia berlangsung baik pada kondisi optimum (Hasibuan, 1981).

Keragaman sifat tanah secara alamiah adalah akibat dari faktor dan proses pembentukannya mulai dari bahan induk berkembang menjadi tanah pada berbagai kondisi lahan. Sehubungan dengan tingginya keragaman tanah tersebut, maka informasi yang lebih objektif tentang kesuburan tanah sangat diperlukan untuk lebih mengarahkan pengelolaan tanahnya. Tanah yang subur akan memiliki nilai status kesuburan yang tinggi, sehingga upaya pemeliharaannya akan dapat dilakukan secara mudah, sedangkan pada tanah kurus nilai kesuburannya yang rendah akan memerlukan pemeliharaan yang lebih intensif (Adiwiganda, 1998).

Kadar hara tanah di kebun wilayah Sumatera menunjukkan bahwa secara umum kesuburan tanahnya tergolong rendah hingga agak rendah. Kemasaman

(pH) tanah berkisar 4,7–5,5 yang tergolong agak rendah. Kadar karbon (C-organik) tanah lapisan atas berkisar 1–4,4 yang tergolong rendah hingga

sedang, selanjutnya pada lapisan bawah berada dibawah 2% berkisar 0,15–1,45% yang tergolong rendah. Ratio C/N lapisan atas berkisar 10,50–20,40 yang tergolong sedang hingga tinggi, selanjutnya pada lapisan bawah berkisar 5,7–10,75 yang tergolong agak rendah hingga sedang. Kandungan P tersedia umumnya adalah sangat rendah berkisar 1–3 ppm. Kation tertukarkan K, Na, Ca,

(13)

dan Mg juga tergolong rendah, Secara umum tingkat kesuburan tanah kebun wilayah Sumatera sedikit lebih baik dibanding tanah kebun wilayah Kalimantan (Koedadiri dkk. 1999).

Uji Tanah

Uji Tanah adalah pengukuran sifat kimia dan fisika yang diperlakukan terhadap tanah dan dapat memberikan informasi kepada kebutuhan hara tertentu. (Nelson and Anderson,1977 dalam Mukhlis, 2007) mengemukakan bahwa uji tanah adalah pengukuran terhadap tanah untuk hara tertentu yang memberikan informasi tertentu kepada kebutuhan pupuk. Kesuburan Tanah menghendaki bentuk hara yang tersedia, yaitu bentuk unsur yang dapat diserap oleh akar tanaman, maka hasil analisis tanah lebih diarahkan untuk menggambarkan jumlah unsur yang tersedia tersebut. Pengambilan contoh tanah merupakan tahapan terpenting di dalam program uji tanah. Analisis kimia dari contoh tanah yang diambil diperlukan untuk mengukur kadar hara, menetapkan status hara tanah dan dapat digunakan sebagai petunjuk penggunaan pupuk dan kapur secara efisien, rasional dan menguntungkan. Namun, hasil uji tanah tidak berarti apabila contoh tanah yang diambil tidak mewakili areal yang dimintakan rekomendasinya dan tidak dengan cara yang benar (Hardjowigeno, 1987).

Pengambilan contoh tanah merupakan tahap penting di dalam program uji tanah. cara umum uji tanah adalah suatu kegiatan analisis kimia di laboratorium yang sederhana, cepat, murah, tepat, dan dapat diulang (reproduceable) untuk menduga ketersediaan hara dalam tanah. Dalam arti yang luas, uji tanah menyangkut aspek-aspek interpretasi, evaluasi dan penyusunan rekomendasi

(14)

pupuk dari hasil uji tanah serta pengambilan contoh tanah (Melsted and Peck, 1972 dalam Mukhlis, 2007). Dengan demikian program uji

tanah dapat dirangkum dalam empat komponen pokok yaitu, pengambilan contoh tanah, analisis tanah, interpretasi, evaluasi dan rekomendasi.

Kesuburan tanah merupakan kemampuan tanah menyediakan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman untuk mendukung pertumbuhan dan reproduksinya. Unsur hara dalam bentuk nutrisi dapat diserap oleh tanaman melalui akar. Nutrisi di dalam tanah diserap tanaman agar dapat tumbuh dengan baik. Penyediaan nutrisi bagi tanaman dapat dilakukan dengan penambahan pupuk yang merupakan kunci dari kesuburan tanah. Pupuk dapat menggantikan nutrisi yang habis diserap tanaman (Hardjowigeno, 2007).

Referensi

Dokumen terkait

Sebaran Responden berdasarkan Status Kepemilikan Tempat · Tinggal Status Kepemilikau Rumab Menumpangl Ikut Jumlah Kelompok Milik Sementara Orang tual Responde Nelayan

Setelah penulis mengidentifikasi permasalahan perkawinan lintas agama yang sangat luas tersebut, agar diperoleh pembahasan yang lebih spesifik mengenai objek penelitian, maka

Gambar 4.7 Swimlane Diagram Perencanaan Proyek Usulan.. Owner membuat SPK untuk perusahaan pemenang tender setelah terjadi kesepakatan kerja sama antara owner dan

terbuka, yang mana angket jawaban diisi oleh responden secara langsung dan tak terbatas. Penerapan dari diberikannya angket ini bertu- juan untuk mendapatkan informasi

Berdasarkan pengamatan terhadap kelompok B tampak jelas bahwa pemberian bFGF menginduksi terjadinya angiogenesis pada CAM, pembuluh darah baru terbentuk dengan pola radial menuju

Matrikulasi dilaksanakan dalam bentuk kuliah yang diberikan oleh Departemen di Fakultas Farmasi yang terkait dengan minat bidang ilmu disertasi yang diambil Peserta

berbantuan kahoot terhadap motivasi belajar siswa pada mata pelajaran simulasi digital kelas XI TKJ di SMK Bajang NW Ajan tahun ajaran 2019/2020”. Berdasarkan hasil analisis data

pembelajaran NHT disertai bahan ajar modul lebih baik jika dibandingkan dengan model pembelajaran STAD untuk meningkatkan prestasi belajar siswa kemampuan afektif