• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. dituntut untuk terbiasa menghadapai peran yang berbeda dari sebelumnya, karena memiliki anak berkebutuhan khusus (Miranda, 2013).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. dituntut untuk terbiasa menghadapai peran yang berbeda dari sebelumnya, karena memiliki anak berkebutuhan khusus (Miranda, 2013)."

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Setiap manusia pada dasarnya ingin mejaga kelestarian hidupnya dengan menghasilkan keturunan yang dan menjadi orang tua. Sebagai orang tua pasti menginginkan kehadiran seorang anak terlahir sempurna merupakan harapan semua orang tua. Orang tua mendambakan memiliki anak yang sehat, baik secara jasmani maupun rohani. Namun, tidak semua anak dilahirkan dan tumbuh dalam keadaan normal. Beberapa diantaranya memiliki keterbatasan baik secara fisik maupun psikis yang telah dialami sejak awal masa perkembangan.

Memiliki anak disabilitas ganda merupakan beban berat bagi orang tua baik secara fisik maupun mental. Beban tersebut membuat reaksi emosional didalam diri orang tua. Orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus dituntut untuk terbiasa menghadapai peran yang berbeda dari sebelumnya, karena memiliki anak berkebutuhan khusus (Miranda, 2013).

Menurut Puspita (Rachmayanti & Zulkaida, 2007), reaksi pertama orang tua ketika awalnya dikatakan bermasalah adalah tidak percaya, shock, sedih, kecewa, merasa bersalah, marah dan menolak. Tidak mudah bagi orang tua yang anaknya menyandang berkebutuhan khusus untuk mengalami fase ini, sebelum akhirnya sampai pada tahap penerimaan (acceptance). Ada masa orang tua merenung dan tidak mengetahui tindakan tepat apa yang harus diperbuat. Tidak sedikit orang tua yang kemudian memilih tidak terbuka mengenai keadaan anaknya kepada teman, tetangga bahkan keluarga dekat sekalipun, kecuali pada dokter yang menangani anak tersebut.

(2)

Sedangkan menurut Miranda (2013), ditinjau dari segi keluarga penderita, maka adanya seorang anak yang menderita kelainan perkembangan bisa menjadi beban bagi orang tuanya. Lebih banyak waktu dan perhatian harus diberikan kepada anak tersebut. Oleh sebab itu, keluarga mempunyai peranan yang besar dalam mempengaruhi kehidupan seorang anak, terutama pada tahap awal maupun tahap-tahap kritis, bila orang tua tidak mampu mengelola emosi negatifnya dengan baik, bukan tidak mungkin akibatnya akan berimbas pada anak. Selain itu bantuan medis, kesembuhan anak berkebutuhan khusus bertumpu penting pada dukungan orang tua.

Anak dengan disabilitas ganda merupakan anak yang membutuhkan pendidikan dan pelayanan khusus untuk mengembangkan segenap potensi yang mereka miliki (Hallahan & Kauffman, 2006). Para anak disabilitas mungkin saja mengalami gangguan, seperti gangguan fisik (disabilitas daksa), emosional atau perilaku, penglihatan (disabiltas netra), komunikasi, pendengaran (disabilitas rungu), kesulitan belajar (disabilitas laras), atau mengalami retardasi mental (disabilitas grahita). Adapun beberapa anak mengalami lebih dari satu gangguan. Mereka dikenal sebagai anak disabilitas ganda.

Penjelasan mengenai anak penyandang tuna ganda atau disabilitas ganda dijelaskan dalam Undang-Undang Republik Indonesian nomor 8 tahun 2016 tentang penyandang disabilitas pasal 4 Ayat (2) Yang dimaksud dengan “Penyandang Disabilitas ganda atau multi” adalah Penyandang Disabilitas yang mempunyai dua atau lebih ragam disabilitas, antara lain disabilitas

(3)

rungu-wicara dan disabilitas netra-tuli. Yang dimaksud dengan “dalam jangka waktu lama” adalah jangka waktu paling singkat 6 (enam) bulan dan/atau bersifat permanen.

Penyandang disabilitas ganda adalah mereka yang mempunyai kelaianan perkembangan mencangkup kelompok yang mempunyai hambatan-hambatan perkembangan neorologis yang disebabkan oleh satu atau dua kombinasi kelainan dalam kemampuan seperti intelegensi, gerak, bahasa atau hubungan pribadi masyarakat (Delphie, 2006). Beberapa kombinasi ketunaan yang termasuk disabilitas ganda adalah disabilitas netra- disabilitas rungu, disabilitas netra- disabilitas daksa, disabilitas netra- disabilitas grahita, disabilitas rungu- disabilitas daksa, disabilitas rungu- disabilita grahita, disabilitas daksa- disabilitas grahita, disabilitas netra- disabilitas rungu- disabilitas daksa, disabilitas netra- disabilitas rungu- disabilitas daksa, dan lain-lain.

Anak disabilitas ganda atau majemuk membutuhkan dukungan besar pada lebih dari satu aktivitas hidup yang utama, seperti mobilitas, komunikasi, pengurusan diri, tinggal mandiri, bekerja, dan pemenuhan diri (Hallahan & Kauffman, 2006).

Peneliti memfokuskan peneltian pada beberapa jenis anak disabilitas ganda karena sedikit penelitian yang menelti anak disabilitas ganda. Dari data yang diperoleh dari Direktorat Pendidikan Luar Biasa (2006) menunjukan jumlah anak yang mengalami disabilitas ganda mencapai 450 orang. Jumlah

(4)

itu terus mengalami peningkatan dengan tingkat kenaikan 0,1 persen setiap tahunnya.

Bagi anak, tidak ada sumber kekuatan (resource) yang lebih penting selain orang tua. Ketika guru hanya bersifat sementara, orang tua merupakan figur utama dan tetap bagi kehidupan anak. Orang tua harus memberikan dukungan yang dibutuhkan anak secara konsisten, terus-menerus dan sistematis (Lestari dan Nuraini, 2013).

Orang tua adalah seorang pria dan wanita yang terkait dalam perkawinan dan siap sedia untuk memikul tanggung jawab sebagai ayah dan ibu dari anak-anak yang dilahirkanya Miami (Munir, 2016)

Menurut Safaria (2005) kebanyakan orang tua akan mengalami shock bercampur perasaan sedih, khawatir, cemas, takut, dan marah ketika pertama kali mendengar diagnosis mengenai gangguan yang dialami oleh anaknya. Perasaan tak percaya bahwa anaknya mengalami disabilitas kadang-kadang menyebabkan orang tua mencari dokter lain untuk menyangkal diagnosis dokter sebelumnya, bahkan sampai beberapa kali berganti dokter. Hal ini sangat memukul perasaan orang tua. Bagaimana tidak, anak yang sangat dicintainya harus menderita suatu gangguan yang menyebabkannya tidak berkembang sebagaimana anak-anak lainnya. Hal tersebut seperti disambar petir di siang bolong, pilu, memilukan dan merasa shock berat. Banyak sekali dampak negatif yang akan dirasakan oleh orang tua, baik secara fisik maupun psikologi. Pemahaman awal akan dampak negatif yang akan banyak timbul merupakan langkah yang sangat penting yang bertujuan agar orang tua mampu secara cepat menyadarinya sehingga mampu mengendalikannya agar dampak

(5)

tersebut tidak bertambah berat. Bahkan mungkin saja berakibat anak akan menjadi korban karena kekurangan kasih sayang dan perhatian.

Orang tua tentunya menyadari kemungkinan memiliki anak yang mengalami disabilitas, walaupun tentu saja tidak ada yang mengharapkan hal itu menimpa mereka. Kenyataan bahwa anak mereka mengalami disabilitas menimbulkan tekanan bagi orang tua. Pada sebagian besar kasus, orang tua merasa bersalah, seolah-olah mereka telah melakukan sesuatu yang menyebabkan anak mereka memiliki tekanan tersebut semakin bertambah karena memiliki anak dengan disabilitas dapat mendatangkan masalah finansial yang serius, dimana mereka membutuhkan pelayanan medis, sosial, dan pendidikan khusus. Di samping itu, peran orangtua anak berkebutuhan khusus sangat banyak, terutama pada anak yang mengalami disabilitas berat, seperti disabilitas ganda. Sebagai contoh, mereka harus memberikan dukungan yang dibutuhkan dalam kehidupan anak secara kontinu. Mereka juga berperan sebagai advocates, guru, dan pengasuh. Hal yang terpenting adalah orang tua harus membantu anak mengembangkan kemampuan pada berbagai aspek kehidupan, seperti kemampuan komunikasi, bina-bantu diri, mobilitas, perkembangan pancaindera, motorik halus dan kasar, kognitif, dan sosial. (Lestari dan Nuraini, 2013).

Venesia, (2012) mengatakan bahwa orang tua yang memiliki anak down

syndrome sering kali di landa stres, terutama bagi seorang ibu yang

frekuensinya bersama dengan anaknya lebih sering dari pada ayah karena dalam hal pengasuhan anak, ibu lebih membutuhkan dukungan sosial emosional dalam waktu yang lama dan lebih banyak informasi tentang kondisi

(6)

anak serta dalam hal merawat anak, sebaliknya ayah lebih terfokus pada finansial dalam membesarkan anak.

Halalan dan Kauffman, (2006) mengatakan bahwa ayah tidak mengalami stress yang sama denga ibu, namun dengan bertambahnya peran kaum ayah membantu dalam bertanggung jawab mengasuk anak dibandingkan jaman sebelumnya, terlihat bahwa stress yang dialami ibu dan ayah relatif sama.

Agar adanya keseimbangan dalam melakukan pengasuhan terhadap anak yang memiliki disabilitas dan untuk meminimalisir terjadinya stres terhadap ibu karena merasa tertekan dan frekuensi mengasuh anak lebih banyak dilakukan oleh ibu maka dari itu harus adanya keseimbangan dalam pengasuhan, yaitu dimana ibu dan ayah melakukan pengasuhan secara bersama untuk saling lebih menguatkan dan adanya dukungan sosial antara satu sama lain agar tidak ada yang mengalami stres karena merasa tertekan memiliki anak disabilitas ganda dan masalah perbedaan frekuensi dalam pengasuhan, dengan melakukan pengasuhan secara bersama juga diharapkan ibu dan ayah dapat lebih bisa memiliki rasa syukur yang tinggi dengan begitu orang tua memiliki perasaan yang bahagia, memiliki emosi yang positif dan dapat menjalani hidup dengan sejahtera.

Menurut McCullough dalam Breckler, Olson & Wiggins (2006) individu yang memiliki tingkat syukur yang tinggi, akan memiliki tingkat kebahagiaan yang tinggi pula karena ada kecenderungan untuk lebih puas dan optimis jika dibandingkan dengan individu yang tidak bersyukur. Kecemasan dan depresi

(7)

diketahui dlebih tinggi pada individu yang tidak bersyukur. Selain itu, syukur memunculkan emosi positif, kognitif positif dan memori yang positif pada individu, sehingga kan memunculkan evaluasi yang positif ketika individu mengevaluasi kehidupannya.

Syukur memiliki peran yang cukup besar dalam pemahaman fungsi manusia (Emmons, 2007), dan sebagai indikator yang dapat diandalkan untuk kesejahteraan (Wood, Maltby, Stewart, Linley &Joseph, 2008). Rasa syukur juga dapat menjadi kunci dalam hal dukungan sosial yang dirasakan, atas dasar perilaku dan atribusi interaksi yang sebenarnya, sehingga ketika rasa syukur diungkapkan dalam bentuk penghargaan maka hal tersebut cenderung untuk memberikan dukungan positif pada diri individu untuk menjadi pribadi yang lebih baik. (Bartlett & DeSteno, 2005).

Rasa syukur dapat dicirikan sebagai konsep moral dan pro-sosial, serta ekspresi yang memiliki implikasi potensial untuk kepuasan hidup dan kesejahteraan. Konsep kebersyukuran berlaku termasuk dalam pada setiap situasi tergantung bagaimana individu memposisikan kebersyukuran sebagai sebuah solusi (Emmons, McCullough & Tsang, 2004). Syukur memiliki relevansi yang tak terbantahkan untuk kedua pemahaman dan pengembangan dari kedua kesejahteraan dan kepuasan hidup, bahkan pada hasil penelitian yang relevan saat ini akan tampil lebih valid sebagai prediktor kesejahteraan psikologis.

Penelitian Froh, Emmons, Card, Bono, dan Wilson, (2011) dan McCullough, Emmons, dan Tsang, (2002) menemukan bahwa orang yang memiliki rasa syukur yang tinggi ternyata memiliki rasa iri hati dan depresi yang rendah. Emosi-emosi positif yang muncul karena rasa syukur

(8)

diantaranya adalah kemurahan hati kepada orang lain (McCullough, Kimeldorf, & Cohen, 2008), perasaan optimis menjalani kehidupan (Hyland, Whalley, & Geraghty, 2007), dan memiliki suasana hati yang lebih baik (McCullough, Tsang, & Emmons, 2004).

Orang tua yang memiliki tingkat rasa syukur yang tinggi seharusnya bisa menanamkan rasa terimakasih, menanamkan emosi yang positif dalam perilaku maupun perasaan, selain itu orang tua yang bersyukur memiliki rasa cinta dan kasih sayang kepada siapapun itu termasuk kepada anaknya. Rasa cinta dan kasih sayang tersebut dapat diperlihatkan dengan cara subjek dengan memanjatkan rasa terimaksih kepada Allah SWT dan selalu mengingatnya . selain itu juga subjek dapat mempelihatkan rasa terimaksih tersbut dengan mengurus dan merawat anaknya tanpa mengeluh dan perasaan lelah karena dijalani dengan hati.

Kemudian orang tua yang memiliki tingkat rasa syukur yang tinggi selalu ingat Allah SWT setiap kejadian atau yang sedang terjadi. Selain itu orang tua yang memiliki tingkat rasa syukur yang tinggi memiliki niat baik yang ditunjukan kepada seseorang, atau sesuatu meliputi keinginan untuk membantu orang lain yang kesusahan, atau sesuatu meliputi keinginan membantu orang lain yang kesusahan. Niat baik yang ingin ditunjukan kepada seseorang tersebut tentu dapat lebih diaplikasikan atau diapresiasikan kepada anaknya sendiri, seperti membantu segala hal yang tidak mampu anaknya lakukan sendiri.

(9)

Selain itu juga orang tua yang memiliki tingkat rasa syuku yang tinggi, memiliki kecenderungan untuk bertindak positif berdasarkan rasa penghargaan dan kehendak baik, melalui intensi menolong orang lain, membalas kebaikan orang lain dan beribadah. Sebagai orang tua yang memiliki tingkat rasa syukur yang tinggi tentunya mampu mendidik anaknya dengan baik, seperti memberi tahu dengan cara yang baik apabila anaknya melakukan kesalahan, menghukum dengan cara yang tepat serta mampu memberikan penghargaan atas segala hal baik yang dilakukan anaknya dan orangtua yang memiliki tingkat rasa bersyukur yang tinggi melakukan kewajiban sebagai umat muslim yang beragama baik.

Menurut hasil survey yang dilakukan, peneliti menemukan 3 orang tua yang memiliki anak disabilitas ganda remaja di SLBN Purwakarta, ke tiga orang tua tersebut memiliki anak berinisial O, A dan M, untuk memudahkan orang tua dari O diberi inisial A, orang tua M diberi inisial B dan orang tua F diberi inisial C.

A adalah orang tua dari O. O adalah seoarang anak laki-laki berusia 14 tahun. O mengalami gangguan disabilitas grahita sedang dan disabilitas daksa sejak umur 2 tahun. Hasil wawancara yang dilakukan dengan A adalah A mengaku merasa bahwa Allah SWT tidak adil, mempertanyakan nikmat Allah, sedih dengan keadaan yang subjek alami. Subjek merasa apa yang dialaminya tidak adil, terkadang subjek pun suka menarik diri dan merasa kesal dengan stigma dari lingkungan yang berkata tidak baik dan suka mengolok-olok O. Subjek mengaku subjek sangat sayang kepada O karena O sebagai

(10)

penyemangat subjek untuk terus hidup lebih baik dan subjek tidak merasa malu dengan keadaan tersebut. Subjek mengatakan setiap harinya subjek mengurus O untuk sekolah dari mulai O mandi, pakai baju, makan dan berangkat sekolah hingga pulang sekolah. Masakan yang dibuat oleh subjek, subjek jual di sekolah O dan hasil jualan itu untuk kehidupan sehari-hari dan untuk jajan O, subjek melakukan itu semata-mata karena subjek sayang kepada O.

B adalah orang tua dari M. M adalah seorang anak perempuan berusia 20 tahun. M mengalami gannguan semenjak lahir, pada saat M usia 2 bulan M mengalami kebocoran pada otak. B merasa panik dan sedih, B langsung membawa M ke rumah sakit terdekat tapi sayang rumah sakit tidak merasa sanggup dan di rujuk ke tempat, menurut dokter yang menangani, M mengalami hal tersebut karena terkena virus ketika masih ada di dalam kandungan. Hal tersebut terjadi sampai usia M 10 tahun. Dan pada saat umur 11 tahun M masuk sekolah dari situ orang tua mengetahui bahwa M mengalami gangguan disabilitas daksa dan disablitiasa grahita. Hasil wawancara yang dilakukan dengan M. B mengatakan bahwa B panik dan takut dengan kondisi yang dialami dengan M, terakadang B harus mendengarkan stigma yang tidak enak dari anak-anak setempat yang mengolok-ngolok anaknya karena tidak bisa jalan dan kondisi fisik yang berbeda dengan anak-anak yang lainnya. B merasa kecewa kenapa hal tersebut kenaa harus terjadi kepada anaknya dan B juga merasa ceroboh pada saat hamil M tidak memperdulikan kesehatannya yang berdampak pada anaknya pada saat lahir. Selain itu juga M mengatakan tidak ingin berlarut pada apa

(11)

yang terjadi, B membawa anaknya setiap ada acara dan memperkenalkan anaknya walaupun B harus mendengar perkataan yang menyinggung hati B dan B juga mengatakan bahwa masih banyak anak lain yang lebih menderita dari anaknya.

C adalah orang tua dari F, F adalah seorang anak laki-laki berusia 23 tahun. F di diagnosa mengalami gangguan disabilitas grahita ringan dan disabilitas rungu saat usianya 1 setengan tahun. Hal tersebut berawal dari F jatuh dan ada benjolan di kepala F dan dari situ F menjadi pasif. Berdasarkan hasil wawancara dengan C, C mengaku bahwa pertama kali mengetahui F mengalami kelainan C merasa sedih, kecewa, terkejut dan tidak tau harus berbuat apa, C mengakui bahwa C merasa sedikit kerepotan memiliki anak seperti F karena menurut C, F semakin tahun semakin besar dan tidak dapat mengontrol emosi apabila sedang marah. Selain itu C juga mengatakan bahwa merasa sakit hati dengan stigma dari masyarkat karena kondisi anak C yang berbeda, C merasa bahwa masyarakat di sekitar lingkungannya tinggal tidak menghargai dan tidak dapat bertetangga dengan baik.

Dari ketiga wawancara yang dilakukan kepada subjek, bahwa pada saat orang tua memiliki anak disabilitas ganda subjek merasa bahwa Allah tidak adil dan masih memiliki prasangka buruk kepada Allah SWT, tidak bisa menerima bahwa anaknya berbeda dengan yang lain, marah, sedih, terkejut, kecewa, malu, merasa putus asa, merasa menyesal, kehilangan rasa percaya diri, mengangap bahwa semua salah dari dirinya, merasa sendiri, cemas, menarik diri dari lingkungan karena stigma dari masyarakat mengenai anak yang berbeda atau anak berkebutuhan khusus.

(12)

Orang tua yang memilki anak disabilitas ganda terkadang memilki perasaan yang negatif yang selalu muncul di dalam dirinya karena pola pikir ditanamkan dalam pikiran dan perasaanya yang selalu negatif menjadikan orang tua tersebut kurang memiliki rasa syukur dengan apa yang telah Allah berikan.

Tekanan yang dialami oleh orang tua yang memiliki anak disabilitas

ganda adalah suatu perasaan yang sangat menyakitkan. Sejak awal terdiagnostik bahwa anaknya terkena gangguan, orang tua yang memiliki anak disabilitas ganda memandang dirinya negatif, kurangnya penghargaan terhadap diri, pandangan hidup yang negatif, merasa kurang dalam hidup dan kurangnya rasa terimakasih. Namun seiringnya waktu berjalannya waktu, orang tua yang memilki anak disabilitas ganda dapat memahami dan ikhlas yang ada, dapet menerima hidupnya secara positi dan dapat memandang dirinya secara positif. Meskipun pada akhirnya orang tua yang memiliki anak disabilitas ganda dapat menjalani kehidupannya setelah mengetahui anaknya memiliki kelainan tetapi untuk bagaimana menuju kepada proses gambaran perwujudan rasa syukur yang positif itulah yang sulit untuk dicapai.

Berdasarkan kasus yang diuraikan diatas, peneliti merasa tertarik untuk meneliti masalah mengenai rasa syukur pada orang tua yang memiliki anak disabilitas ganda karena peneliti ingin mengkaji proses gambaran perwujudan rasa syukur pada orang tua yang memiliki anak disabilitas ganda. Selain itu, masih sedikit peneliti yang melakukan penelitian mengenai perwujudan rasa syukur pada orang tua yang memiliki anak disabilitas ganda.

(13)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut dapat dikemukakan suatu rumusan masalah penelitian sebagai berikut: bagaimana proses perwujudan bersyukur pada orang tua yang memiliki anak disabilitas ganda.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji proses perwujduan bersyukur pada orang tua yang memiliki anak disabilitas ganda.

D. Manfaat penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat berupa:

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah keilmuan

di bidang ilmu Psikologi khususnya ilmu Psikologi Keluarga.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapakan dapat memberikan masukan kepada

orang tua khususnya pada orang tua yang memiliki anak penyandang disabilitas ganda di Purwakarta mengenai dinamika psikologis yang dihadapi.

Referensi

Dokumen terkait

berdasarkan hasil survei yang telah dilakukan dengan 21 koasisten Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, terdapat karakteristik kecemasan pada mahasiswa koasisten

Oleh karena itu, pengwujudan dari nilai-nilai dan norma-norma kultural ini mempunyai kecenderungan untuk mengubah secara imanen (terus-menerus), karena dunia saat ini dan yang

Data tahap prasiklus, secara terperinci motivasi siswa pada tahap prasiklus (sebelum ada tindakan) dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial dengan materi perkembangan

Artikel ini membincangkan kemahiran membaca dalam bahasa Arab meliputi maksud membaca (al-Qira'ah wal-Mutala'ah), realiti pembelajaran kemahiran membaca, pembahagian bacaan kepada

Logo dapat membedakan perusahaan yang satu dengan yang lain, produk yang satu dengan yang lain...

yang akan dipakai oleh peneliti. Setelah itu, matriks tersebut diajukan kepada penguji Matriks yang mana diampu oleh sekretaris program studi saat itu yakni Bapak

Kapasitas adsorpsi terbesar pada kedua adsorben diperoleh pada konsentrasi awal metilen biru 100 ppm, yaitu sebesar 4,895 mg/g oleh adsorben SSzM dan 4,924 mg/g oleh adsorben SSzC

Kapasitas penyerapan optimum (q max ) berdasarkan persamaan Langmuir sebesar 83,33 mg/g untuk Pb(II) dan 27,78 mg/g untuk Cd(II), hasil ini tidak berbeda jauh jika