• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERILAKU PANTANG MAKANAN PADA IBU NIFAS DI BPS NY E DESA MLANDINGAN WETAN KECAMATAN BUNGATAN KABUPATEN SITUBONDO MARINDA ISTIGHFARI NIM.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERILAKU PANTANG MAKANAN PADA IBU NIFAS DI BPS NY E DESA MLANDINGAN WETAN KECAMATAN BUNGATAN KABUPATEN SITUBONDO MARINDA ISTIGHFARI NIM."

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

PERILAKU PANTANG MAKANAN PADA IBU NIFAS DI BPS NY “E” DESA MLANDINGAN WETAN KECAMATAN

BUNGATAN KABUPATEN SITUBONDO

MARINDA ISTIGHFARI NIM. 11002258

Subject

Ibu Nifas, Perilaku Pantang Makanan Description

Kebutuhan gizi seimbang, baik kualitas maupun kuantitasnya sangatlah penting bagi ibu pada masa nifas atau menyusui. Namun fenomena yang sering terjadi di masyarakat pedesaan adalah kuatnya pengaruh sosial budaya terhadap kebiasaan sehari-hari. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perilaku pantang makanan pada ibu nifas.

Jenis penelitian deskriptif, variabel penelitian perilaku pantang makanan pada ibu nifas. Populasi dalam penelitian ini sebanyak 19 ibu nifas. Teknik sampling menggunakan total sampling sehingga didapatkan sampel sebanyak 19 responden. Penelitian dilaksanakan di BPS Ny “E” Desa Mlandingan Wetan Kecamatan Bungatan Kabupaten Situbondo pada Tanggal 24 Mei – 05 Juni 2014. Instrument penelitian menggunakan lembar kuesioner. Teknik pengolahan data menggunakan editing, coding, entry data, cleaning lalu disajikan dalam tabel distribusi frekuensi.

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa sebagian besar responden mengatakan tidak melakukan pantang makanan yaitu sebanyak 12 responden (63,2%).

Simpulan dalam penelitian ini ibu nifas tidak melakukan perilaku pantang makanan. Tenaga kesehatan khususnya bidan diharapkan dapat lebih meningkatkan lagi dalam memberikan penyuluhan atau konseling pada ibu tentang nutrisi pada masa nifas. Penyuluhan dan pemberian konseling dapat dilakukan dengan cara penyebaran leaflet atau ketika ibu melakukan kunjungan nifas.

Abstract :

The nutritions needs is balanced nutrition, either quality or quantity, it is the most important for the mother during childbirth or breastfeeding. But the phenomena that often happen in rural communities are the strength of influenced social culture on daily habits. The purpose of this study is to determine the behavior of abstinent food to postpartum women.

The kind of this study descriptive, the variable is the behaviour of abstinent food to postpartum women. The population in this study is 19 postpartum women. The technique uses total sampling to obtain 19 respondents as sample. The experiment had been conducted in BPS Ny "E" in Desa Bungatan Mlandingan Wetan Situbondo on May 24-June 5, 2014. The instrument uses questionnaire. The data are processed with editing, coding, data entry, cleaning and presented with a frequency distribution table.

(2)

Based on the results, the majority of respondents don’t take abstiment food consist of 12 respondents (63.2%).

The conclusion of this study, the postpartum women don’t take abstinence food. Therefore, the health professionals, especially midwives are expected to further increase again in providing counseling to maternal about nutrition during parturition. Counseling can be done with distributing leaflets or when the postpartum women.

Keywords : The Behavior of Abstinent Food, Postpartum Woman Contributor : 1. Sari Priyanti, M.Kes

2. Erfiani Mail, S.ST Date : 19 Juni 2014

Type Material : Laporan Penelitian Permanen Link :

Right : Open Dokument

Summary :

Latar Belakang

Masa nifas merupakan masa setelah partus selesai dan setelah partus selesai dan setelah 6 minggu. Akan tetapi, seluruh alat genetalia baru pulih kembali seperti sebelum ada kehamilan dalam waktu 40 hari (Prawirohardjo, 2009). Kebutuhan gizi seimbang, baik kualitas maupun kuantitasnya sangatlah penting bagi ibu pada masa nifas atau menyusui. Namun fenomena yang sering terjadi di masyarakat pedesaan adalah kuatnya pengaruh sosial budaya terhadap kebiasaan sehari-hari. Adat dan tradisi merupakan dasar perilaku tersebut. Fenomena inilah yang masih mempengaruhi kebiasaan masyarakat dalam memilih dan menyajikan makanan. Masyarakat masih mempercayai adanya pantangan makanan, mereka menerima dan menolak jenis makanan tertentu. Dalam masa nifas banyak yang terjadi bersifat karakteistik yang memberikan ciri ibu nifas melakukan perawatan khusus untuk memulihkan kondisi kesehatan tubuhnya termasuk dengan perilaku makan pada ibu nifas untuk membantu proses penyembuhan (Prawiroharjo, 2009). Asia Tenggara pada tahun 2010 terjadi pada sebagian kalangan ibu yaitu, 53% yang masih melakukan tarak atau pantang mengkonsumsi makanan tertentu yang mana hal tersebut dikarenakan pengaruh budaya orang tua terdahulu yang diyakini dapat menimbulkan sesuatu yang merugikan bagi mereka, padahal mereka masih harus memberikan ASI pada anaknya. Hal inilah yang membuat merka ingin melakukan pantang makanan. Mereka tidak sadar bahwa tindakannya berpengaruh terhadap pertumbuhan bayinya (Kardinan, 2010).

Berdasarkan data tahun 2010 di Indonesia dengan total ibu nifas 5.067.000 orang dan 89% (4.509.630 orang) dari total ibu nifas yang ada mempunyai kebiasaan pantang makanan yang pedas. Data Jawa timur tahun 2010 dengan total ibu nifas 21.043 orang didapatkan data bahwa 68% ibu nifas melakukan pantang makanan dan 32% dan ibu nifas tidak melakukan pantang makanan. Tingginya angka pantang makanan yang dilakukan oleh ibu nifas ini menjadi penyebab terhadap lamanya proses involusi uteri maupun penyembuhan luka perineum dan terhambatnya proses laktasi. Data ini menunjukan bahwa pengetahuan ibu tentang kebutuhan gizi ibu nifas atau menyusui kurang sesuai dengan kaedah pemenuhan

(3)

gizi yang baik dan seimbang. Hal ini disebabkan karena anjuran atau budaya yang berlaku dalam keluarga. Pantang makanan yang sering terjadi misalnya dilarang makan daging, telur dan ayam (53,5%) sayur, sawi dan bayam (12,4%), pantang dengan makanan yang panas (6,3%), dan pantangan terhadap ikan laut (27,8%) (Nasya, 2010). Berdasarkan penelitian di Jawa Timur angka pantang makanan pada masa nifas mencapai 1.983.214 (80%) dari jumlah ibu nifas yang ada pada tahun 2010 dan penyebabnya adalah pengetahuan yang kurang 26,5%, budaya / anjuran dalam keluarga 37,6% dan status ekonomi sebanyak 25,4% dan paritas 10,5% (Badan Litbang Kesehatan, 2010). Berdasarkan studi pendahuluan tanggal 02-04 Mei 2014 secara wawancara 5 ibu nifas di BPS Ny. Endang Srihartini, S.ST Desa Mlandingan Wetan Kec. Bungatan Kab. Situbondo didapatkan 3 ibu melakukan pantang makanan dan 2 ibu tidak melakukan pantang makanan.

Dampak dari perilaku pantang makanan pada ibu nifas adalah lamanya penyembuhan luka bahkan bisa menyebabkan infeksi yang mengganggu pengecilan rahim (involusi) sehingga rahim akan tetap membesar (sub involusi). Infeksi yang sudah menjalar ke rahim dapat mengakibatkan perdarahan sehingga ibu biasanya akan diberi obat-obatan untuk membuat dinding dalam rahim berkontraksi sehingga darah dapat dikeluarkan (Rahmi, 2005). Kekurangan zat gizi pada masa nifas menimbulkan infeksi. Apalagi pada ibu nifas tentu sangat membutuhkan makanan bergizi untuk memulihkan kondisi, mempercepat kesembuhan luka, dan proses laktasi. Adanya komplikasi masa nifas yaitu infeksi peurperalis, trauma tractus genitourinarius, mastitis, thrombophlebitis, abses payudara, bendungan ASI dan putting susu lecet (Prawirohardjo, 2009).

Upaya yang dilakukan agar ibu nifas tidak menerapkan perilaku tarak yaitu dengan penyampaian informasi pada waktu kehamilan khususnya tentang dampak dari pantang makanan pada masa nifas untuk dapat merubah perilaku masyarakat terutama pada ibu nifas. Pelatihan bagi tenaga kesehatan dan kader masyarakat tentang konseling dampak melakukan pantang makanan melalui kegiatan di posyandu arisan dan pertemuan di Desa dengan mnyebarkan leafeld dan mengikutsertakan suami dan keluarga sangat diperlukan guna menunjang peningkatan pengetahuan ibu nifas tentang dampak pantang makanan sehingga ibu tidak melakukan pantang makanan (Asiandi, 2010).

METODOLOGI PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian deskriptif. Dalam penelitian ini adalah untuk perilaku pantang makan pada ibu nifas. Variabel dalam penelitian ini adalah perilaku pantang makan pada ibu nifas. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu nifas di BPS Ny “E” Amd.Keb Desa Mlandingan Kecamatan Bungatan Kabupaten Situbondo sebanyak 19 ibu nifas. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh ibu nifas di BPS Ny “E” Amd.Keb Desa Mlandingan Kecamatan Bungatan Kabupaten Situbondo sebanyak 19 ibu nifas. Sampling merupakan proses menyeleksi porsi populasi untuk dapat mewakili populasi. Teknik sampling merupakan cara-cara yang ditempuh dalam pengambilan sampel. Cara pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan non probability sampling dengan teknik sampling jenuh yaitu cara

(4)

pengambilan sampel dengan mengambil semua anggota populasi menjadi sampel (Hidayat, 2007).

HASIL PENELITIAN

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa sebagian besar responden berumur 20-35 tahun yaitu sebanyak 14 responden (73,7%), sebagian besar responden berpendidikan menengah (SMA) yaitu sebanyak 14 responden (73,7%), sebagian besar responden tidak bekerja yaitu sebanyak 15 responden (78,9%), sebagian besar responden memiliki sosial ekonomi > Rp. 1.071.000 yaitu sebanyak 11 responden (57,9%).

Berdasarkan hasil penelitian tentang perilaku pantang makanan pada ibu nifas yang dilaksanakan di BPS Ny “E”, Amd.Keb, Desa Mlandingan Kecamatan Bungatan Kabupaten Situbondo didapatkan bahwa sebagian besar responden mengatakan tidak melakukan pantang makanan yaitu sebanyak 12 responden (63,2%).

Pantang makanan merupakan suatu larangan untuk mengkonsumsi jenis makanan tertentu karena terdapat ancaman bahaya terhadap barang siapa yang melanggarnya. Dalam ancaman bahaya ini terdapat kesan magis, yaitu adanya kekuatan super power yang berbau mistik yang akan menghukum orang-orang yang melanggar pantangan tersebut. Pada kenyataannya hukuman ini tidak selalu terjadi. Pantangan merupakan sesuatu yang diwariskan dari leluhur melalui orangtua, terus ke generasi-generasi di bawahnya. Hal ini menyebabkan orang tidak tau lagi kapan suatu pantangan atau tabu makanan dimulai dan apa sebabnya. Seringkali nilai sosial ini tidak sesuai dengan nilai gizi makanan (Baumali dan Nurhikmah, 2009). Perilaku makan ibu nifas secara kualitatif dapat diketahui dari frekuensi, jenis, dan porsi makan ibu selama menyusui bayinya. Frekuensi makan ibu nifas yang dianjurkan yaitu makan 3 kali sehari (pagi, siang dan malam) dan sesuai dengan porsinya. Sedangkan jenis makanan yang dianjurkan adalah semua makanan yang mengandung semua unsur utama dalam tubuh terutama karbohidrat, protein, dan lemak yang mana dikonsumsi secara seimbang dan tidak berlebihan dengan porsi makan 2 kali porsi makan waktu hamil. Ibu menyusui diwajibkan menambah konsumsi protein hewani hingga 1,5 kali dengan jumlah normal (Krisnatuti, 2005)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar ibu nifas tidak melakukan pantangan makanan, hal ini disebabkan karena sebagian besar ibu nifas selalu memperhatikan kebutuhan gizinya pada masa nifas yakni setiap hari ibu selalu mengkonsumsi makanan seperti ikan, daging, telur, buah-buahan, sayuran dengan frekuensi makan 3x/hari secara teratur selama masa nifas. Disamping hal tersebut ibu yang tidak melakukan pantangan makanan pada masa juga disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya yaitu kemungkinan besar dipengaruhi oleh pendidikan, pekerjaan.

Berdasarkan tabel 4.2 didapatkan bahwa sebagian besar responden berpendidikan menengah (SMA) yaitu sebanyak 14 responden (73,7%) dan berdasarkan hasil tabulasi silang didapatkan bahwa kurang dari setengah responden berpendidikan menengah (SMA) tidak melakukan pantang makanan yaitu sebanyak 10 responden (52,6%).

Pendidikan dalam hal ini biasanya dikaitkan dengan pengetahuan, akan berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan dan pemenuhan kebutuhan gizi.

(5)

Salah satu contoh, prinsip yang dimiliki seseorang dengan pendidikan rendah biasanya yang penting mengenyangkan, sehingga porsi bahan makanan sumber karbohidrat lebih banyak dibandingkan dengan kelompok bahan makanan lain. Sebaliknya, kelompok orang dengan pendidikan tinggi memiliki kecenderungan memilih bahan makanan sumber protein dan berusaha menyeimbangkan dengan kebutuhan zat gizi lain. Pendidikan merupakan jalur yang ditempuh untuk mendapatkan informasi. Informasi memberikan pengaruh besar terhadap perilaku ibu nifas. Apabila ibu nifas diberikan informasi tentang bahaya pantang makanan dengan jelas, benar dan komprehensif termasuk akibatnya maka ibu nifas tidak akan mudah terpengaruh atau mencoba melakukan pantanng makanan (Paath, 2005).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden berpendidikan SMA tidak melakukan pantangan makanan. Pendidikan erat kaitannya dengan pemilihan bahan makanan dan kebutuhan gizi ibu pada masa nifas. Ibu yang berpendidikan menengah atau tinggi lebih rentan tidak melakukan pantangan makanan dikarenakan cukupnya informasi yang didapatkan ibu yang diberikan oleh tenaga kesehatan. Ibu dengan pendidikan menengah atau tinggi juga lebih mudah menerima dan mencerna informasi yang diberikan. Hal ini berbeda dengan ibu yang berpendidikan rendah dimana ibu lebih sering melakukan pantangan makanan karena rendahnya pendidikan ibu mempengaruhi pemahaman ibu tentang pemilihan bahan makanan dan kebutuhan gizi pada masa nifas, dimana ibu yang berpendidikan rendah sering tidak memperhatikan makanan yang tidak dianjurkan untuk dikonsumsi pada masa nifas. Sehingga dalam penelitian ini terdapat kesenjangan antara pendidikan ibu dengan perilaku pantang makanan pada ibu nifas dimana ibu dengan pendidikan menengah atau tinggi lebih sering memperhatikan makanan yang akan dikonsumsinya, begitupun sebaliknya ibu yang berpendidikan rendah sering kurang memperhatikan kebutuhan gizi ibu pada masa nifas.

Berdasarkan tabel 4.3 didapatkan bahwa sebagian besar responden tidak bekerja yaitu sebanyak 15 responden (78,9%) dan berdasarkan hasil tabulasi silang didapatkan bahwa kurang dari setengah responden tidak bekerja tidak melakukan pantang makanan yaitu sebanyak 9 responden (47,4%).

Pekerjaan merupakan suatu usaha dalam memporelh imbalan yaitu uang. Suami yang bekerja akan mendukung ibu dalam memenuhi kebutuhan masa nifas yang mengandung banyak zat gizi, sedangkan sebaliknya ibu yang bekerja menyebabkan ibu kurang mempunyai kesempatan untuk bertukar informasi khususnya dengan rekan kerja tentang pantang makanan. Ibu yang bekerja lebih mementingkan pekerjaanya dibandingkan mementingkan kebutuhan nutrisi dan gizi pada masa nifas. Hal ini berbeda dengan ibu yang bekerja sebagai ibu rumah tangga dimana ibu lebih banyak memiliki waktu luang dirumah sehingga ibu mudah untuk mendapatkan atau mencari informasi khususnya tentang dampak melakukan pantang makanan pada ibu nifas (Paath, 2005).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar ibu tidak bekerja tidak melakukan pantang makanan. Hal ini disebabkan karena ibu yang tidak bekerja lebih sering memiliki waktu luang khususnya untuk mencari informasi tentang pantang makanan bila dibandingkan dengan ibu yang bekerja dimana ibu yang bekerja lebih sering melakukan pantang makanan dikarenakan ibu lebih mementingkan pekerjaannya dibandingkan kebutuhan nutrisi ibu. Namun dalam

(6)

penelitian ini juga masih terdapat ibu yang bekerja melakukan pantang makanan sehingga disimpulkan bahwa dalam penelitian ini masih tidak terdapat kesenjangan antara pekerjaan dengan perilaku pantang makanan pada ibu nifas.

Berdasarkan tabel 4.4 didapatkan bahwa sebagian besar responden memiliki sosial ekonomi > Rp. 1.071.000 yaitu sebanyak 11 responden (63,2%) dan berdasarkan hasil tabulasi silang didapatkan sebagian besar responden memiliki sosial ekonomi > Rp. 1.071.000 yaitu sebanyak 11 responden (57,9) tidak melakukan pantang makanan.

Status ekonomi merupakan simbol status sosial di masyarakat. Pendapatan yang tinggi menunjukan kemampuan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan nutrisi yang memenuhi faedah zat gizi untuk ibu hamil. Sedangkan kondisi ekonomi keluarga yang rendah mendorong ibu nifas untuk melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan kebutuhan kesehatan. Ketidakmampuan masyarakat dalam menyediakan makanan yang bergizi bagi ibu nifas menyebabkan penerimaan tradisi berpantang makanan bagi ibu nifas dapat diterima dengan mudah (Paath, 2005).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki sosial ekonomi yang dalam kategori penghasilan tinggi ditempat peneitian. Ibu nifas yang dalam keluarganya memiliki penghasilan dalam kategori tinggi lebih sering tidak melakukan pantang makanan, hal ini dikarenakan cukupnya penghasilan yang didapatkan keluarga untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan gizi ibu selama kehamilan. Hal ini berbeda dengan ibu nifas yang dalam keluarganya memiliki penghasilan < Rp. 1.071 atau rendah dimana ibu lebih sering melakukan pantang makanan dikarenakan ibu lebih mementingkan kebutuhan keluarganya dibandingkan dengan kebutuhan nutrisi dan gizinya pada masa nifas. Sehingga dalam penelitian ini terdapat kesenjangan antara sosial ekonomi dengan perilaku pantang makanan pada ibu nifas.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan di BPS Ny “E”, Amd.Keb, Desa Mlandingan Kecamatan Bungatan Kabupaten Situbondo didapatkan bahwa sebagian besar responden mengatakan tidak melakukan pantang makanan yaitu sebanyak 12 responden (63,2%).

SARAN

1. Bagi Peneliti Selanjutnya

Peneliti selanjutnya diharapkan dapat mengembangkan penelitian ini secara kualitatif tentang perilaku pantang makanan khususnya pada faktor-faktor yang mempengaruhinya. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian dengan jumlah responden yang lebih banyak agar hasil penelitian dapat diglobalisasikan dan lebih representatif.

2. Bagi Institusi

Hasil penelitian ini diharapkan dijadikan sebagai bahan kepustakaan bagi yang membutuhkan referensi sehingga dapat digunakan sebagai data dasar untuk melakukan penelitian selanjutnya terutama pada materi perilaku pantangan makanan pada ibu nifas.

(7)

3. Bagi profesi bidan

Tenaga kesehatan khususnya bidan diharapkan dapat memberikan penyuluhan atau konseling pada ibu nifas tentang pantang makanan. Penyuluhan dan pemberian konseling dapat dilakukan dengan cara penyebaran leaflet atau ketika ibu melakukan kunjungan nifas.

4. Bagi Responden

Responden khususnya ibu nifas diharapkan juga lebih aktif dalam mencari informasi tentang makanan yang dianjurkan untuk masa nifas, selain hal tersebut diharapkan ibu juga memperhatikan kebutuhan nutrisi dan gizi pada masa nifas untuk mempercepat penyembuhan luka perineum

Correspondensi : E-Mail : benk_rinda@yahoo.co.id

Alamat : Jl. PTP Kapas Wringin Anom RT. 03 RW. 01 Asembagus Situbondo

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) dalam penentuan area kunci, terdapat satu tahap yaitu pengujian peraturan perundang- undangan yang signifikan yang belum

kanker payudara, maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui lebih lanjut apakah terdapat hubungan antara derajat diferensiasi histopatologik dengan rekurensi kanker

Hasil uji statistik pada data Tabel 6 pada penelitian yang menggunakan tanah latosol Cikabayan menunjukkan bahwa kombinasi pemberian mikoriza dan fosfat alam

Third line of Defense – Database level – Encryption you can encrypt data at column, table or database level – depending on its sensitivity Second line of Defense –

Penyusunan kurikulum Sekolah Dasar Negeri Bedilan sebagai salah satu bentuk Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang dapat digunakan sebagai kurikulum operasional dalam

Sebelum perbaikan pasar modal dan pengenalan reformasi akuntansi tahun 1980an dan awal 1990an, dalam praktik banya ditemui perusahaan yang memiliki tiga jenis pembukuan, satu

Dari penilaian terhadap implementasi standar pelayanan minimal bidang pendidikan dasar tersebut diketahui bahwa indikator dengan persentase tertinggi hinga persentase terendah

Disetiap lembaga pendidikan, seorang guru sangatlah penting karena tugas guru salah satunya adalah menjalankan proses belajar mengajar. Setiap hari guru dan siswa