• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambar 10 Peta administrasi wilayah Kota Bontang dan daerah model (dalam kotak hitam) (Sumber : DKP Kota Bontang 2005).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Gambar 10 Peta administrasi wilayah Kota Bontang dan daerah model (dalam kotak hitam) (Sumber : DKP Kota Bontang 2005)."

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

3. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dimulai pada bulan Maret 2008 sampai Oktober 2010 di wilayah Perairan Bontang, Kotamadya Bontang, Provinsi Kalimantan Timur, yang secara geografis terletak pada posisi antara 0º01’21”-0º14’ Lintang Utara dan 117º23’-117º38’ Bujur Timur (Gambar 10).

Gambar 10 Peta administrasi wilayah Kota Bontang dan daerah model (dalam kotak hitam) (Sumber : DKP Kota Bontang 2005).

3.2 Daerah Model

Penelitian ini dilakukan di perairan sekitar buangan air pendingin (cooling

water) PT. Badak NGL. Daerah model meliputi zona terkena dampak dan tidak

terkena dampak kenaikan suhu akibat buangan air pendingin PT. Badak NGL Kabupaten Kutai Kartanegara

Kabupaten Kutai Timur

Kabupaten Kutai Timur

S el a t M a kas sar 0 o 02 ’ L U 0 o 04’ 0 o 06’ 0 o 08’ 0 o 10’ 0 o 1 2 ’ 117o26’ 117o28’ 117o30’ 117o32’ 117o34’ 117o36’ 117o38’ BT

(2)

(Gambar 11). Adapun batas wilayah dan letak geografis daerah model adalah sebagai berikut :

Sebelah Utara : Pantai Marina (00

Sebelah Selatan : Kelurahan Bontang Lestari (0 06’5” LU)

0

Sebelah Barat : Kelurahan Bontang Lestari (117

02’0” LU)

0

Sebelah Timur : Selat Makassar (117

27’0” BT)

0

30’ BT )

Keterangan :

1 = kanal pendingin train A-F (outfall 1) 6 = Pulau Sieca 2 = kanal pendingin train G/H (outfall 2) 7 = Pantai Marina 3 = kolam pendingin 8 = Intake

4 = kanal pendingin train A-H 9 = Teluk Nyerakat 5 = Muara Kanal Pendingin

Gambar 11 Daerah model dan kontur batimetri (dalam meter) lokasi penelitian. Penetapan daerah model di atas didasarkan pada hasil survei awal yang menunjukkan bahwa daerah ini dapat merepresentasikan zona terkena dampak

K el . B ont ang L es tar i PT. Badak NGL Se lat M ak as sar

Kel. Bontang Lestari 5

Lintang Utara (derajat)

Bujur Timur (derajat) 16 16 8 4 8 4 8 8 6 7 4 3 2 1 4 8 9 8

(3)

dan zona yang tidak terkena dampak kenaikan suhu akibat buangan air pendingin PT. Badak NGL. Luas wilayah penelitian adalah sekitar 1 986 ha, dimana untuk arah utara-selatan sekitar 5 610 m dan arah barat-timur sekitar 3 540 m.

3.3 Pendekatan Penelitian

Kerangka utama penelitian ini adalah bahwa dengan mengetahui pola sebaran suhu di wilayah perairan, maka dapat diprediksi gangguan yang dapat ditimbulkan dengan masuknya buangan air pendingin pada suatu perairan, sehingga upaya untuk mencegah rusaknya lingkungan perairan akibat buangan air pendingin tersebut dapat dilakukan (Maderich et al. 2008).

Adapun sistematika penelitian ini adalah sebagai berikut. Langkah pertama, melakukan pengukuran suhu di sekitar buangan air pendingin PT. Badak NGL untuk memperoleh data lapangan tentang pola sebaran dan kenaikan suhu perairan akibat adanya buangan air pendingin tersebut. Data ini untuk menentukan zona pesisir yang kena dampak dan tidak kena dampak, sehingga penetapan untuk daerah model dapat dilakukan. Langkah kedua, melakukan identifikasi kondisi sebaran biota laut yang terdapat dalam daerah model. Dalam penelitian ini identifikasi dilakukan terhadap fitoplankton dan terumbu karang.

Langkah ketiga, melakukan simulasi pola sebaran suhu buangan air pendingin (cooling water) dengan menggunakan model POM (Princeton Ocean

Model). Dari hasil simulasi diperoleh informasi tentang pola dan magnitude suhu

di wilayah studi. Langkah keempat, menganalisis dampak yang ditimbulkan oleh kenaikan suhu akibat buangan air pendingin PT. Badak NGL terhadap fitoplankton dan terumbu karang dengan menggunakan hasil simulasi model dispersi thermal.

Langkah kelima, membuat rekomendasi pengelolaan wilayah pesisir yang meliputi pengelolaan buangan air pendingin serta arahan kebijakan terkait suhu buangan air pendingin (cooling water). Pengelolaan buangan air pendingin dilakukan dengan membuat skenario debit dan suhu buangan air pendingin ketika memasuki wilayah perairan, sementara arahan kebijakan didasarkan pada hasil analisis dampak kenaikan suhu terhadap terumbu karang dan fitoplankton. Diagram kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada Gambar 12 dan diagram alir POM pada Gambar 13.

(4)

Gambar 12 Diagram Kerangka Pemikiran Rencana Penelitian.

PERSIAPAN :

- PUSTAKA - KOORDINASI - PERIZINAN - SURVEI AWAL

PENETAPAN BATAS WILAYAH STUDI INPUT verifikasi PROSES OUTPUT INDUSTRI POLA SEBARAN Model POM BUANGAN AIR PENDINGIN ANALISIS BIOTA LAUT

FITOPLANKTON TERUMBU KARANG

KONDISI BIOTA LAUT

PROFIL SUHU

DAMPAK KENAIKAN SUHU PADA BIOTA LAUT

Waktu dan T. Cuplik

ZONA TERDAMPAK ZONA BELUM TERDAMPAK ZONA TIDAK TERDAMPAK

SKENARIO INPUT MODEL

LUAS PERAIRAN TERKENA DAMPAK BERDASARKAN

HASIL PENELITIAN

LUAS PERAIRAN TERKENA DAMPAK BERDASARKAN

KEPMEN LH NO. 51 2004

REKOMENDASI PENGELOLAAN

(5)

Gambar 13 Diagram Alir Program model POM (Sumber : Mellor 1998). Set Parameters Initial Values Print START 9000 STOP ADVCT BAROPG 8000 IEXT=1,I Adjust Integral of U,V to match UT, VT VERTVL BCOND(5) ADVQ(Q2) ADVQ(Q2L) PROFQ BCOND(6) ADVT(T) ADVT(S) PROF(T) PROF(T) BCOND(4) ADVU ADVV PROFU PROFV BCOND(3) STOP Compute EL BCOND(1) ADVAVE Compute UA, VA Compute UT, VT For use in Internal

Mode BCOND(2)

(6)

3.4 Tahapan Pelaksanaan Studi 3.4.1 Tahap Persiapan

Kegiatan pada tahap ini meliputi survei lokasi pra penelitian yang dilakukan sejak Maret 2008 sampai Juli 2008, survei ini telah menghasilkan penentuan stasiun pengamatan yang dianggap dapat mewakili wilayah penelitian. Selain itu dilakukan studi pustaka berkaitan dengan kondisi lokasi penelitian terutama aspek lingkungan. Pengurusan perizinan untuk akses memasuki wilayah operasional PT. Badak NGL yang mencakup wilayah penelitian ini merupakan bagian penting dari tahap persiapan.

3.4.2 Tahap Penelitian Lapangan

Kegiatan pada tahap ini meliputi survei lapangan untuk pengumpulan data yang diperlukan dalam penelitian. Survei dilakukan pada stasiun pengamatan yang telah ditentukan yakni di sekitar buangan air pendingin PT. Badak NGL dan beberapa lokasi yang dianggap dapat mewakili daerah yang tidak terkena dampak buangan limbah air pendingin (Gambar 14).

3.4.2.1 Survei Oseanografi dan Debit Sungai a. Pengukuran elevasi muka laut

Elevasi muka laut diukur di Pelabuhan Sekangat (Stasiun 12) dengan menggunakan mistar pasut yang dipancang di tiang pelabuhan setelah sebelumnya diketahui posisi muka laut pada saat surut maksimum. Pengukuran ini dilakukan selama 29 hari yakni sejak 13 September 2008 sampai dengan 11 Oktober 2008 di Pelabuhan Sekangat, dengan interval waktu pencatatan 1 jam.

Dalam studi ini penentuan muka laut rata-rata pasang surut di wilayah penelitian dilakukan dengan menggunakan metode admiralty, dimana permukaan air laut rata-rata diperoleh dengan menghitung komponen harmonik pasut. Adapun klasifikasi sifat pasut di lokasi tersebut ditentukan dengan menggunakan rumus Formzahl, dengan persamaan sebagai berikut :

Nilai Formzahl (F)

(3.1)

K1 : Komponen luni bulan harian

M2 : Komponen utama bulan (pasut ganda)

S2 : Komponen utama matahari (pasut ganda) O1 : Komponen utama matahari harian

(7)

Keterangan :

= Stasiun pengukuran suhu permukaan

= Stasiun pengukuran suhu permukaan dan elevasi muka laut = Stasiun pengukuran suhu permukaan dan suhu arah vertikal = Stasiun pemantauan debit sungai

= Titik running ramalan pasut ORITIDE

Gambar 14 Stasiun pengukuran suhu permukaan, suhu arah vertikal, elevasi muka laut dan debit sungai.

b. Pengukuran suhu permukaan

Pengukuran suhu permukaan dilakukan pada Stasiun 1 (outfall 1) sampai Stasiun 15 (belakang Pulau Sieca). Pengukuran suhu permukaan dilakukan dua kali yakni pada bulan purnama dan bulan perbani dengan menggunakan SCT meter YSI model 33. Pengukuran suhu permukaan untuk kondisi pasut purnama dilakukan pada tanggal 3 Oktober 2008 jam 08.00 pada saat air pasang sampai jam 15.00. Sementara untuk kondisi pasut perbani dilakukan pada tanggal 10

1 2 4 5 3 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 s1 s2 s3 s4 s5 K el . B ont ang L es tar i PT. Badak NGL Se lat M ak as sar

Kel. Bontang Lestari

SI

Lintang Utara (derajat)

(8)

Oktober 2008 jam 08.00 sampai jam 15.00. Pengukuran dilakukan dengan mengambil Stasiun 1 sebagai titik awal pengukuran, kemudian dilanjutkan ke stasiun berikutnya sesuai nomor urut stasiun sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 14.

Mengingat data ini selanjutnya akan digunakan untuk verifikasi hasil model, maka pengukuran dilakukan dengan memperhitungkan waktu dari stasiun pertama sampai stasiun terakhir agar distorsi antara waktu simulasi dengan waktu pengambilan data dapat diminimalkan. Dalam hal ini pengukuran suhu dilakukan dengan selang waktu 30 menit dari stasiun satu ke stasiun berikutnya.

c. Pengukuran suhu menurut kedalaman

Pengukuran suhu arah vertikal dilakukan di Stasiun 8 pada kedalaman 6 meter selama 48 jam yang dimulai pada tanggal 5 Oktober 2008 jam 09.00 sampai 7 Oktober 2008 jam 09.00 menggunakan CTD SBE19. Pencatatan suhu dilakukan pada setiap kedalaman 1 meter setiap jam.

d. Pengukuran debit sungai

Debit sungai adalah volume aliran yang mengalir pada suatu penampang basah persatuan waktu (m3

Q = A.V (3.2)

/det). Debit sungai terutama di sekitar PT. Badak NGL merupakan faktor yang cukup berpengaruh terhadap pola sebaran suhu akibat adanya buangan limbah air pendingin dari perusahaan ini. Penentuan besar debit dari suatu penampang sungai sebagai data input model dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan persamaan berikut :

Keterangan :

Q = debit (m3

V = Kecepatan aliran rata-rata (m/det)

/det)

A = luas penampang basah (m2

Pengukururan debit sungai dilakukan pada lima muara sungai, yakni Sungai Sekambing (s1), Sungai Muara Sekambing (s2), Sungai Baltim (s3), Sungai Nyerakat (s4) dan Sungai Selangan (s5) (Gambar 14). Pengukuran suhu dan debit sungai dilakukan dua kali yakni pada Tanggal 12 Mei 2008 dan 19 Oktober 2008. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui suhu dan debit sungai rata-rata untuk musim kemarau dan musim hujan.

(9)

3.4.2.2 Analisis Sumberdaya Pesisir

Untuk mengetahui dampak kenaikan suhu akibat adanya buangan air pendingin PT. Badak NGL, maka inventarisasi terhadap biota laut yang ada di sekitar perusahaan perlu dilakukan. Diantara biota laut yang diamati dalam penelitian ini adalah terumbu karang dan fitoplankton.

a. Survei dan Pengamatan Terumbu Karang

Survei dan pengamatan terumbu karang dilakukan pada tanggal 19 dan 20 Oktober 2010 pada beberapa lokasi yang dapat mewakili zona terkena dampak dan tidak terkena dampak. Pengamatan zona terkena dampak dilakukan pada Stasiun I dan H, sementara zona yang tidak terkena dampak dilakukan di sekitar Pulau Melahing dan Pulau Beras Basa (Gambar 15). Data kondisi terumbu karang diamati secara visual melalui kegiatan penyelaman dan didokumentasi dengan menggunakan “underwater camera”. Kondisi terumbu karang diukur dengan mencari nilai tingkat penutupan karang hidup (percent coverage) berdasarkan metode bentuk pertumbuhan (Benthic Life-form Transect).

Pengamatan dilakukan dengan menarik garis transek sepanjang 50 meter pada kedalaman 3 meter sesuai dengan kontur kedalaman. Pemilihan stasiun pengamatan (transek) didasarkan pada sampling pertimbangan, yaitu dipilih pada areal terumbu karang yang kondisinya paling bagus berdasarkan “manta tow” (English et al. 1994). Nilai persen tutupan karang hidup, sebagai penduga kondisi terumbu karang dapat dikategorikan sebagai berikut :

Sangat bagus : persen tutupan karang hidup antara 75-100% Bagus : persen tutupan karang hidup antara 50-74.9% Sedang : persen tutupan karang hidup antara 25-49.9% Buruk : persen tutupan karang hidup antara 0-24.9 % b. Lokasi dan Metode Sampling Fitoplankton

Lokasi sampling fitoplankton ditentukan berdasarkan hasil simulasi model dispersi thermal yang dilakukan untuk verifikasi model. Hal ini dimaksudkan agar lokasi sampling yang dipilih dapat mewakili perairan baik yang terkena dampak maupun yang tidak terkena dampak kenaikan suhu akibat buangan air pendingin PT. Badak NGL. Dalam hal ini dipilih 8 stasiun, dimana 2 stasiun berada dalam kolam pendingin, 3 di depan muara kanal pendingin, 1 di dekat Pulau Sieca dan 2

(10)

lainnya di laut. Lokasi pengambilan sampel fitoplankton dapat dilihat pada Gambar 15.

Keterangan :

= Stasiun pengambilan sampel fitoplankton

= Stasiun pengamatan terumbu karang dalam daerah model = Stasiun pengamatan terumbu karang pada suhu alami = Titik cuplik hasil model

Gambar 15 Stasiun pengambilan sampel fitoplankton dan pengamatan terumbu karang

Selain penentuan lokasi sampling, waktu pengambilan sampel juga dilakukan dengan memperhatikan kesesuaian antara waktu cuplik hasil model dengan waktu pengambilan sampel. Untuk itu pengambilan sampel dari stasiun satu ke stasiun lainnya dilakukan dengan selang waktu 30 menit atau 1 jam, agar dapat disesuaikan dengan langkah waktu simulasi.

P.B.Basa P.Melahing

Lintang Utara (derajat)

Bujur Timur (derajat)

K el . B on tang L es tar i PT. Badak NGL Se la t M ak as sar

Kel. Bontang Lestari A D I B H G C E F D J PA1 PA2 SM1 SM2

(11)

Metode Sampling Fitoplankton

Pengambilan sampel fitoplankton dilakukan sebanyak empat kali untuk empat kondisi pada masing-masing stasiun, yakni : Kondisi I (musim kemarau saat pasut purnama) dilakukan pada tanggal 20 Agustus 2009; Kondisi II (musim kemarau saat pasut perbani) dilakukan pada tanggal 28 Agustus 2009; Kondisi III (musim hujan saat purnama) dilakukan pada tanggal 20 Maret 2010; Kondisi IV (musim hujan saat perbani) dilakukan pada tanggal 28 Maret 2010.

Pengambilan sampel fitoplankton dilakukan dengan menggunakan jaring plankton ukuran mesh 20µm dan berdiameter 20 cm hingga diperoleh 100 ml dari 100 liter air, kemudian diawetkan dengan lugol 4%. Identifikasi fitoplankton dilakukan hingga tingkat genus menggunakan mikroskop binokuler dan bilik Sedwgwick Rafter counting cell. Acuan identifikasi fitoplankton dengan menggunakan buku Yamaji 1979 dan buku Jomes 1997.

Kelimpahan fitoplankton dilakukan dengan menggunakan metode mikrotransect menurut Sachlan (1972) dan dihitung berdasarkan rumus :

N = Σ {A/B x C/D x 1/E x ni} (3.3)

Keterangan :

N = Jumlah plankton tiap liter D = Volume sampel yang diamati (ml)

A = Luas cover glass E = Volume sampel yang diambil (liter)

B = Luas lapang pandang ni = Jumlah jenis i yang ditemukan

C = Volume sampel setelah disaring (ml) 3.5 Desain dan Skenario Model

3.5.1 Desain Simulasi Model Hidrodinamika

Penelitian ini menggunakan model hidrodinamika dan transpor suhu 3-dimensi untuk melihat sebaran suhu baik horizontal maupun vertikal. Gaya pembangkit (driving forces) yang digunakan adalah elevasi muka laut, debit buangan air pendingin dan debit air sungai, dengan langkah waktu ∆t = 0.5 detik, dibagi dalam 4 lapisan (layer) arah vertikal, 118 grid (barat-timur), 187 grid (utara-selatan), ukuran grid Δx=Δy=30 m dengan sistem kisi “Arakawa C” pada kisi horizontal untuk meningkatkan stabilitas. Nilai awal : u=v=ζ=0 (diasumsikan pada saat mulai simulasi perairan berada dalam keadaan tenang), T0 (Talami) =

(12)

sel terluar sama dengan kecepatan pada sel sebelah dalamnya (gradien kecepatan arus dianggap sangat kecil sehingga dapat diabaikan). Pada batas tertutup, digunakan kondisi batas semi-slip, yakni kecepatan arus dalam arah tegak lurus pantai sama dengan nol, sedangkan kecepatan arus tangensialnya tidak harus nol. Adapun skenario model yang digunakan adalah sebagai berikut :

1. Simulasi dengan inputan data pasut dan angin konstan. Dilakukan selama 30 hari dengan menggunakan input pasut yang diperoleh dari ramalan pasut ORITIDE yang waktunya disesuaikan dengan data hasil pengukuran. Selanjutnya dalam model diskenariokan pencuplikan hasil simulasi untuk : - verifikasi elevasi muka laut

- verifikasi suhu dan salinitas permukaan

- verifikasi suhu berdasarkan kedalaman (struktur suhu arah vertikal)

2. Simulasi selama 30 hari dilakukan dengan input pasut ORITIDE bulan Agustus 2009, debit buangan air pendingin dan limpasan air sungai dengan pendekatan debit air sungai pada musim kemarau. Dalam simulasi model dilakukan beberapa pencuplikan hasil simulasi diantaranya :

- Hasil simulasi model dicuplik untuk kondisi pasut purnama dan pasut perbani pada saat air menuju pasang, pasang maksimum, menuju surut dan surut maksimum. Hal ini dimaksudkan untuk menggambarkan pola sebaran suhu, pola arus dan pola sebaran salinitas permukaan pada musim kemarau untuk masing-masing kondisi tersebut. Selain itu output tersebut juga untuk mengetahui struktur vertikal suhu dan salinitas pada lokasi yang ditemukan adanya terumbu karang.

- Hasil simulasi dicuplik berdasarkan waktu dan stasiun pengambilan sampel fitoplankton. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui struktur vertikal suhu dan salinitas di stasiun pengambilan sampel fitoplankton pada musim kemarau serta pola arus pada saat bersamaan.

3. Skenario dibuat sama dengan skenario kedua dengan pendekatan debit air sungai pada musim hujan dan input pasut ORITIDE bulan Maret 2010. Demikian pula hasil simulasi dicuplik untuk kondisi pasut purnama dan pasut perbani pada saat air menuju pasang, pasang maksimum, menuju surut dan

(13)

surut maksimum. Selanjutnya pencuplikan hasil simulasi dilakukan dengan prinsip yang sama dengan skenario 2.

4. Simulasi dengan skenario perubahan volume input debit dan suhu buangan air pendingin. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh volume dan suhu buangan air pedingin terhadap luas wilayah yang terkena dampak kenaikan suhu.

3.5.2 Elevasi Pasang Surut di Batas Terbuka Model

Data elevasi muka laut untuk syarat batas terbuka model merupakan data yang diperoleh dari ramalan pasut ORITIDE. Adapun pemberian nilai awal (initial value) untuk elevasi muka laut diberikan pada syarat batas terbuka model yang diperoleh pada titik koordinat SI (Gambar 14).

3.6 Verifikasi Hasil Simulasi

Untuk mengetahui apakah suatu model dapat dijadikan sebagai representasi realitas atau tidak, maka model tersebut perlu diuji keabsahannya melalui verifikasi hasil model dengan kondisi faktual objektif di lapangan. Tingkat kesesuaian antara hasil simulasi dengan hasil pengukuran ditentukan berdasarkan uji statistik berikut :

a. Uji Korelasi

Uji statistik ini harus dilakukan untuk memenuhi persyarakat model matematis: sesama peubah bebas tidak boleh saling berkorelasi, sedangkan antara peubah tidak bebas dengan peubah bebas harus ada korelasi yang kuat (baik positif maupun negatif). Persamaan 3.2 merupakan persamaan uji korelasi yang mempunyai nilai r (-1≤ r ≤ +1).

Nilai r yang mendekati -1 mempunyai arti bahwa kedua peubah tersebut saling berkorelasi negatif (peningkatan nilai salah satu peubah akan menyebabkan penurunan nilai peubah lainnya). Sebaliknya, jika nilai r yang mendekati +1 mempunyai arti bahwa kedua peubah tersebut saling berkorelasi positif (peningkatan nilai salah satu peubah akan menyebabkan peningkatan nilai

(14)

peubah lainnya). Jika nilai r mendekati 0, tidak terdapat korelasi antara kedua peubah tersebut.

b. Mean Relative Error (MRE)

Keterangan :

RE = Relative Error (%) X = data lapangan

MRE = Mean Relative Error n = jumlah data

C = data hasil simulasi

Dalam penelitian ini verifikasi hasil model dilakukan terhadap elevasi pasang surut, suhu permukaan dan suhu vertikal serta verifikasi pola arus permukaan yang diperoleh dari hasil pengukuran.

1) Verifikasi elevasi muka laut

Elevasi muka laut hasil simulasi diverifikasi dengan data elevasi pasang surut hasil pengukuran di lapangan, dimana elevasi muka laut hasil simulasi dicuplik pada waktu dan titik yang sama dengan waktu dan titik pengukuran di lapangan. Verifikasi dilakukan dengan melakukan uji korelasi dan menghitung nilai Mean Relative Error (MRE) dari keduanya.

2) Verifikasi suhu

Dalam penelitian ini verifikasi hasil simulasi sebaran suhu dilakukan untuk arah horizontal dan arah vertikal. dimana suhu hasil simulasi dicuplik pada waktu dan titik yang sama dengan waktu dan titik pengukuran di lapangan. Adapun data untuk verifikasi arah horizontal dilakukan pada stasiun 1 sampai stasiun 15 dan untuk arah vertikal dilakukan pada stasiun 8 (Gambar 13). Verifikasi dilakukan dengan melakukan uji korelasi dan menghitung nilai Mean Relative Error (MRE) dari keduanya.

3) Verifikasi arus

Untuk mengetahui bahwa pola arus hasil model dapat mewakili pola arus empirik wilayah model, maka pola arus hasil model diverifikasi dengan pola arus hasil pengamatan. Dalam hal ini digunakan data yang diperoleh dari

(15)

Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Bontang dan dari hasil pemantauan lingkungan hidup PT. Badak NGL.

3.7 Data Simulasi

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan melalui metode survei lapang (visual

recall). Data input yang digunakan dalam simulasi model hidrodinamika dan

transpor suhu adalah data batimetri daerah model, data elevasi muka laut di batas terbuka, data debit buangan air pendingin (cooling water) dan data debit air sungai yang memasuki Perairan Bontang.

1) Batimetri

Data batimetri (peta kedalaman) perairan yang digunakan untuk model diperoleh dari Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Bontang, data DISHIDROS dan data pengukuran PT. Badak NGL. Data ini selanjutnya diolah dengan menggunakan software Transform versi 3.3 dan software PFE (Programmer’s File Editor) 32-bit edisi 0.07 untuk memperoleh data batimetri sesuai dengan batas daerah model yang ditentukan (Gambar 11). 2) Data elevasi muka laut di batas terbuka model

Data elevasi muka laut yang digunakan sebagai input di syarat batas terbuka model diperoleh dari hasil running program ORITIDE dengan memasukkan titik koordinat yang dikehendaki.

3) Data debit air buangan (cooling water)

Data besarnya debit buangan air pendingin setiap saat yang memasuki wilayah perairan Bontang diperoleh dari PT. Badak NGL. Debit air buangan PT. Badak NGL adalah sebagai berikut (Pertamina 2003) :

Train A-F sebesar 141 000 m3/jam Train G sebesar 34 359 m3/jam Train H sebesar 36 254 m3/jam

Total debit dalam detik = 58.78 m3/detik

Data ini selanjutnya digunakan sebagai input di titik outfall untuk simulasi model (Gambar 11), dimana untuk outfall 1 input debit sebesar 40 m3/det dan pada outfall 2 sebesar 20 m3/det.

(16)

3.8 Analisis Dampak Kenaikan Suhu terhadap Fitoplankton

Dalam penelitian ini dilakukan analisis pengaruh kenaikan suhu perairan, pasang surut dan musim terhadap fitoplankton. Untuk mengetahui apakah musim dan pola pasang surut berpengaruh terhadap fitoplankton maka dilakukan uji statistik menggunakan ANOVA dua arah (two-way ANOVA) dengan hipotesa awal (H0

Sementara untuk mengetahui pengaruh kenaikan suhu perairan akibat buangan air pendingin PT. Badak NGL terhadap fitoplankton dilakukan dengan menggunakan uji ANOVA satu arah (one-way ANOVA) dengan hipotesa awal (H

) adalah tidak terdapat perbedaan nyata antara kelimpahan dan jumlah spesies fitoplankton untuk empat kondisi pengambilan sampel fitoplankton pada tingkat kesalahan 5% atau pada tingkat kepercayaan 95%. Kondisi pasut yang dianalisis adalah kondisi pada saat pasut purnama dan pasut perbani, masing-masing untuk musim hujan dan musim kemarau. Dengan demikian ada empat kondisi yang dianalisis, yakni : Kondisi I, musim kemarau pada saat pasut purnama, Kondisi II, musim kemarau saat pasut perbani, Kondisi III, musim hujan saat pasut purnama dan Kondisi IV, musim hujan saat perbani.

o

Analisis dengan menggunakan ANOVA telah banyak digunakan diantaranya dalam Saravanan et al. 2008 untuk membedakan populasi bakteri pada beberapa lokasi dengan suhu yang berbeda di sekitar pembangkit listrik tenaga nuklir. Poernima et al. 2005 dan Poernima et al. 2006 juga menggunakan ANOVA untuk menentukan perbedaan respon produktifitas fitoplankton terhadap suhu.

) adalah tidak terdapat perbedaan nyata antara kelimpahan dan jumlah spesies fitoplankton di stasiun yang mengalami kenaikan suhu dengan stasiun kontrol pada tingkat kesalahan 5% atau pada tingkat kepercayaan 95%.

3.9 Analisis Dampak Kenaikan Suhu terhadap Terumbu Karang

Dalam penelitian ini analisis pengaruh suhu terhadap terumbu karang dilakukan dengan mencuplik suhu hasil model pada titik dimana terumbu karang ditemukan (Gambar 15). Suhu hasil simulasi dicuplik untuk empat kondisi, yakni : Kondisi I, musim kemarau pada saat pasut purnama, Kondisi II, musim kemarau saat pasut perbani, Kondisi III, musim hujan saat pasut purnama dan Kondisi IV, musim hujan saat perbani. Pengaruh kenaikan suhu akibat buangan

(17)

air pendingin PT. Badak NGL terhadap terumbu karang dilakukan dengan menganalisis kondisi terumbu karang yang diperoleh dari hasil pengamatan berdasarkan karakteristik suhu yang diperoleh dari hasil simulasi. Selain itu kondisi terumbu karang yang mengalami kenaikan suhu dibandingkan dengan kondisi terumbu karang yang ditemukan pada kondisi suhu alami perairan.

3.10 Analisis Zona Pesisir Berdasarkan Kenaikan Suhu Perairan

Dalam penelitian ini digunakan beberapa kriteria suhu perairan untuk menentukan kondisi perairan, kriteria tersebut adalah :

1. Penentuan kondisi perairan berdasarkan pada Kepmen LH No. 51 Tahun 2004 tentang baku mutu air laut yang menetapkan diperbolehkannya terjadi perubahan suhu sampai dengan <2o

2. Penentuan kondisi perairan berdasarkan kenaikan suhu perairan dan hasil analisis dampak kenaikan suhu akibat adanya buangan air pendingin dari PT. Badak NGL terhadap fitoplankton dan terumbu karang.

C dari suhu alami, baik untuk perairan pelabuhan, wisata bahari maupun untuk biota laut.

Gambar

Gambar 10  Peta administrasi wilayah Kota Bontang dan daerah model  (dalam kotak hitam)  (Sumber : DKP Kota Bontang 2005).
Gambar 11   Daerah model dan kontur batimetri (dalam meter) lokasi penelitian.
Gambar 12    Diagram Kerangka Pemikiran Rencana Penelitian.
Gambar 13   Diagram Alir Program model POM (Sumber : Mellor 1998). Set Parameters Initial Values Print START          9000 STOP ADVCT BAROPG          8000 IEXT=1,IAdjust Integral of U,V to match UT, VT VERTVL BCOND(5) ADVQ(Q2) ADVQ(Q2L) PROFQ BCOND(6) ADVT
+3

Referensi

Dokumen terkait

Jika luka terjadi pada area mata akibat benda tumpul, benda tajam, terpapar bahan-bahan kimia, atau masuknya benda asing, penanganan pertama yang harus dilakukan

Otak merupakan organ yang sangat terstruktur, otak mengontrol pemikiran, ingatan, pusat bicara, gerakan tubuh termasuk lengan dan kaki, dan fungsi lain tubuh.. Otak juga

Tujuan dari penelitian ini untuk : 1) mendeskripsikan keputusan mahasiswa menjadi wirausaha terhadap motivasi berwirausaha pada mahasiswa Universitas Islam Negeri

Perubahan tingkat kehalusan pada kulit sukarelawan yang signifikan terlihat pada peningkatan grafik formula 4 dengan konsentrasi 11% yakni pada saat sebelum pemakaian

Penarikan jumlah sampel menggunakan Cluster Random Sampling (Area Sampling). Temuan yang didapat dari penelitian ini adalah: 1) Sikap siswa berpengaruh langsung

Berdasarkan hal tersebut diatas, maka tujuan penelitian ini adalah melakukan analisa Fungsional dan Struktural dari suatu perkerasan jalan, dimana analisa Fungsional diperoleh dari

STRATEGI KOMUNIKASI ANTARPRIBADI SALES MARKETING DALAM MELAYANI PELANGGAN ( Studi Kasus Pada Cash Counter PT. JNE BKI ) adalah hasil karya sendiri bukan merupakan jiplakan