• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN KASUS PERAWATAN SALURAN AKAR PREMOLAR DUA SALURAN AKAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN KASUS PERAWATAN SALURAN AKAR PREMOLAR DUA SALURAN AKAR"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN KASUS

PERAWATAN SALURAN AKAR PREMOLAR DUA SALURAN AKAR

Penulis :

drg. I Gst Ayu Fienna Novianthi Sidiartha, Sp.KG

PROGRAM STUDI SARJANA KEDOKTERAN GIGI DAN PROFESI DOKTER GIGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2019

(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa k a r e n a atas berkat dan rahmatNya, penulis dapat menyelesaikan kajian pustaka ini. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan, bimbingan, dan masukan dari berbagai pihak pada penyusunan kajian pustaka ini, sangatlah sulit untuk dirampungkan. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu pembuatan kajian pustaka ini.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dari kajian pustaka ini, maka dari itu penulis memohon maaf apabila ada kesalahan maupun kekurangan dari penulisan kajian pustaka ini. Semoga kajian pustaka ini dapat memberikaan manfaat bagi setiap orang yang membacanya.

Denpasar, 30 Maret 2019

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... 2

DAFTAR ISI ... 3

BAB I PENDAHULUAN ... 4

BAB II LAPORAN KASUS ... 6

BAB III KAITAN DENGAN TEORI ... 10

3.1. Konfigurasi anatomi dan morfologi saluran akar premolar 2 ... 10

3.2. Kelainan pulpa dan periapikal ... 13

3.3. Tahapan Perawatan Saluran Akar ... 18

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ... 27

(4)

BAB I PENDAHULUAN

Endodontik merupakan salah satu kasus yang sering ditemukan pada profesi dokter gigi. Hal ini dipengaruhi oleh kesadaran masyarakat yang masih kurang terhadap kesehatan gigi. Rata-rata pasien akan datang ke dokter gigi dengan keadaan gigi yang telah terjadi karies besar sehingga diperlukan perawatan saluran akar atau pencabutan. Menyikapi hal tersebut, hendaknya sebagai seorang dokter gigi perlu mengetahui bahwa melakukan perawatan slauran akar merupakan salah satu cara untuk dapat mempertahankan gigi lebih lama di dalam rongga mulut (Paramita dan Nugroho, 2011).

Perawatan saluran akar adalah salah satu metode perawatan yang bertujuan untuk mengurangi rasa sakit dan mengontrol sepsis dari pulpa dan jaringan periapikal lainnya. Dalam perawatan saluran akar ini dikenal istilah trad endodontik yaitu preparasi biomekanis yang terdiri dari pembersihan dan pembentukan, sterilisasi yang di dalamnya terdiri atas irigasi dan desinfeksi, serta yang terakhir adalah pengisian saluran akar (Bachtiar, 2016).

Perawatan saluran akar ini diindikasikan pada enamel yang tidak didukung oleh dentin, gigi dengan infeksi yang melewati kamar pulpa, baik itu pada gigi vital, nekrosis sebagian ataupun gigi yang non vital, kelainan jaringan periapeks pada pemeriksaan radiografi kurang dari sepertiga apeks, mahkota dari gigi masih dapat direstorasi, gigi tidak goyang dan jaringan periodontalnya masih baik, foto

(5)

pada rontgen terlihat terjadi resporpsi akar tidak lebih dari sepertiga apical (Bachtiar, 2016).

Perlu diperhatikan juga bahwa dalam perawatan endodontik, sistem saluran akar mempunyai penampang morfologi yang berbeda-beda. Keberhasilan perawatan endodontik tergantung pada pengetahuan terhadap anatomi saluran akar. Hal ini perlu sekali diperhatikan terutama pada kasus saluran akar yang berlebih. Perawatan dan perhatian yang tepat harus dilakukan dengan deteksi dan negosiasi dari saluran akar yang ekstra (George dkk, 2014).

Perawatan endodontik dari premolar dua rahang atas dapat memberikan suatu tantangan karena memiliki variasi struktur anatomi dan morfologi yang beragam pada kelompok ras dan etnik yang berbeda. Meskipun jarang ditemui, kemungkinan dari akar dan saluran yang berlebih perlu dipertimbangkan untuk memastikan keberhasilan perawatan endodontik. Terdapat literatur yang menyatakan bahwa terdapat variasi morfologi saluran akar pada gigi premolar rahang atas. Berdasarkan pada literatur, gigi premolar rahang atas yang berakar tiga biasanya terdapat saluran akar mesiobukal, distobukal, dan palatal. Dari uraian di atas, maka pada laporan kasus ini akan didiskripsikan mengenai tantangan perawatan dari gigi premolar kedua yang memiliki dua akar dengan satu akar bukal dan dua saluran palatal dalam satu akar palatal (George dkk, 2014).

(6)

BAB II LAPORAN KASUS

Pasien laki-laki usia 30 tahun datang ke klinik gigi Faculty of Dentistry, Mashhad, University of Medical Sciences, Mashhad, Iran dengan keluhan rasa sakit pada regio kanan atas posterior. Pemeriksaan klinis menunjukkan adanya tumpatan komposit pada gigi 15. Gigi sensitif terhadap rangsangan dingin dan saat dilakukan electric pulp testing sehingga mengindikasikan pulpitis irreversible. Pemeriksaan radiografi menunjukkan regio periapikal yang normal, namun terlihat konfigurasi akar yang tidak biasa (Gambar 1). Gigi tidak sensitif pada perkusi dan palpasi.

(7)

Perawatan saluran akar pada pasien diawali dengan access opening terlebih dahulu. Pasien diberi anestesi lokal (2% Lidocaine dan epinephrine 1:8000) setelah pemasangan isolator rubber dam. Preparasi kavitas dimulai dari bucco-proximal kemudian dari kanal buccal menuju cavosurface sehingga membentuk outline berbentuk huruf T. Pada dasar ruang pulpa hanya dua orifice yang teridentifikasi yaitu buccal dan palatal. Saat dilakukan eksplorasi pada akses kavitas tidak dijumpai orifice lainnya.

Pengukuran panjang kerja dilakukan dengan bantuan radiografi menggunakan dua K-file #15. Radiografi menunjukkan dua kanal dengan single outline pada akar palatal. Kemudian sebuah jarum k-file #15 dengan ujung sedikit melengkung di sepertiga apikal diletakkan pada akar palatal dan dilakukan radiografi kembali untuk memastikan adanya percabangan pada kanal palatal menjadi dua, yaitu mesial dan distal yang membagi kanal di sepertiga koronal (Gambar 2). Panjang kerja pada kanal tambahan diukur dengan radiografi dan dikonfirmasi dengan apex locator.

(8)

Gambar 2. Radiografi yang menunjukkan tiga file dalam tiga kanal

Kanal dipreparasi dengan 25/0.06 Mtwo rotary files dan diirigasi dengan NaOCL 25%. Kanal dikeringkan dengan paper point steril dan diobturasi dengan teknik kondensasi lateral dingin menggunakan sealer AH 26. Kemudian dilakukan final radiografi untuk memastikan kualitas dari obturasi sudah baik (Gambar 3). Gigi direstorasi dengan full crown. Enam bulan kemudian dilakukan pemeriksaan radiografi kembali dan tidak adanya keluhan mengindikasikan hasil perawatan yang memuaskan (Gambar 4).

(9)

Gambar 3. Final radiografi

(10)

BAB III

KAITAN DENGAN TEORI

3.1. Konfigurasi Anatomi dan Morfologi saluran akar premolar 2

Perawatan saluran akar merupakan pengambilan pulpa vital dan nekrotik dari saluran akar dan menggantinya dengan bahan pengisi. Perawatan saluran akar memiliki tujuan untuk mencegah perluasan penyakit dari pulpa ke jaringan periapikal, atau, apabila hal tersebut telah terjadi, untuk mengubah atau mengembalikan jaringan periapikal ke keadaan normal. Dewasa ini perawatan saluran akar banyak diminati oleh masyarakat karena banyaknya permintaan masyarakat untuk mempertahankan gigi. Keberhasilan perawatan saluran akar ditentukan oleh tahapan Triad Endodontic (Anggriani, 2012).

Perawatan saluran akar tentunya tidaklah mudah, perawatan saluran akar memiliki tingkat kesulitan yang tinggi karena tidak dapat dilakukan secara langsung untuk mengobservasi bentuk saluran akar untuk itu diperlukan pengetahuan mengenai bentuk detail dari saluran akaragar dapat membantu keberhasilan saluran akar, melalui morfologi saluran akar dan juga disertai oleh interpretasi yang tepat dari gambaran radiografis maka dapat dilakukan preparasi akses yang benar (Anggriani, 2012).

Terdapatnya variasi saluran akar juga merupakan fenomena yang seringkali ditemukan secara klinis dengan bentuk dan konfigurasi yang bervariasi. dengan

(11)

adanya pemahaman mengenai kompleksitas sistem saluran akar maka diharapkan preparasi saluran akar dapat dilakukan dengan konfigurasi saluran akar sampai batas apikal (Anggriani, 2012).

Saluran akar merupakan bagian dari pulpa yang berada di dalam akar gigi. saluran akar menghubungkan kamar pulpa melalui orifis kanal pada dasar kamar pulpa, dan saluran pulpa terbuka ke bagian luar gigi melalui pembukaan yang disebut dengan foramen apikal. Foramen ini paling sering ditemui pada atau dekat dengan apeks akar. Bentuk dan jumlah saluran akar pada setiap akar telah dibagi menjadi empat konfigurasi atau tipe utama secara anatomis (Anggriani, 2012).

Gigi premolar adalah gigi keempat dan kelima dari garis tengah pada setiap kuadran .Premolar (atas dan bawah ) berfungsi dengan molar untuk mengunyah makanan dan memilihara dimensi vertikal wajah (diantara hidung dan dagu ). Pada umumnya gigi premolar memiliki satu tanduk pulpa pada setiap tonjol fungsional. Oleh karena itu, gigi premolar dengan tipe dua- tonjol sering memiliki dua tanduk pulpa, tetapi premolar ke- dua bawah dengan tipe tiga tonjol memiliki 3 tanduk pulpa (Anggriani, 2012).

Konfigurasi saluran akar merupakan bentuk gambaran bentuk saluran akar dan tiap gigi memiliki bentuk konfigurasi berbeda - beda.Pengetahuan mengenai konfigurasi saluran akar dan juga berbagai variasi anatomi, penting untuk mencapai keberhasilan operawatan saluran akar. Berikut konfigurasi saluran akar gigi dalam 4 tipe menurut woelfel anatomi gigi edisi 8 :

(12)

1. Tipe I : satu saluran memanjang dari kamar pulpa hingga apeks

2. Tipe II : dua saluran terpisah dari kamar pulpa, namun menjadi satu saluran saat mendekati apeks dan membentuk satu saluran apikal dan satu foramen apikal

3. Tipe III : dua saluran terpisah dari kamar pulpa dan tetap terpisah, keluar dari apeks akar sebagai dua foramen apical yang terpisah

4. Tipe IV : satu saluran dari kamar pulpa, namun terpisah menjadi dua saluran pada sepertiga apikal akar dan membentuk 2 foramen apikal

5. Kanal aksesioris atau lateral juga dapat ditemukan , paling sering beda pada bagian sepertiga apikal akar.

Selain itu Vertucci juga mengklasifikasikan konfigurasi saluran akar menjadi 8 tipe yaitu:

1. Tipe I : satu saluran akar meluas dari kamar pulpa sampai ke apeks. 2. Tipe II : dua saluran akar meninggalkan kamar pulpa dan menyatu

mendekati apeks

3. Tipe III : satu saluran akar meninggalkan kamar pulpa dan membelah di tengah kemudian menyatu membentuk satu saluran akar.

4. Tipe IV : terbagi dua,saluran akar terpisah mulai dari kamar pulpa sampai ke apeks.

5. Tipe V : satu saluran akar meninggalkan kamar pulpa dan terbagi menjadi dua pada apeks,dengan foramen apikal yang terpisah.

(13)

6. Tipe VI : dua saluran akar meninggalkan kamar pulpa, menyatu ditengah saluran akar,dan kembali terpisah di dekat apeks dan terpisah menjadi dua saluran akar.

7. Tipe VII: satu saluran akar meninggalkan kamar pulpa , terpisah dan menyatu pada saluran akar dan terpisah menjadi dua saluran akar mendekati apeks.

8. Tipe VIII : tiga terpisah,mulai dari kamar pulpa sampai ke apeks.

3.2. Penyakit Pulpa dan Periapikal

3.2.1. Penyakit Pulpa

3.2.1.1. Pulpa Normal

Gigi dengan pulpa normal tidak menunjukkan gejala spontan. Pulpa akan merespon tes pulpa dan hasil tes menghilang dalam hitungan detik. Tidak ada perawatan endodontik yang diindikasikan untuk gigi pada kondisi ini (Hargreaves and Cohen, 2011).

3.2.1.2. Pulpitis Reversibel

Puliptis Reversibel merupakan kondisi dimana pulpa mengalami peradangan ringan dan dapat sembuh setelah stimulus dihilangkan. Rasa

(14)

sakit hanya dirasakan ketika stimulus diberikan (biasanya makanan dingin atau manis tapi kadang-kadang panas), dan rasa sakit berhenti dalam beberapa detik atau segera setelah penghilangan stimulus. Rasa sakitnya pendek dan tajam tetapi tidak spontan. Tidak ada perubahan radiografi ditemukan di daerah periapikal (Abbott and Yu, 2007). Faktor penyebab kondisi ini antara lain yaitu karies, dentin terbuka, dan restorasi yang rusak (Hargreaves and Cohen, 2011).

3.2.1.3. Pulpitis Irreversibel

Salah satu gejala utama pulpitis irreversibel adalah rasa sakit yang lama yang disebabkan oleh rangsangan termal, sama seperti yang dikatakan pada kasus bahwa gigi tersebut sensitif terhadap rangsangan dingin. Pada kondisi ini hanya diperlukan perubahan suhu yang ringan untuk menginduksi rasa sakit (misalnya, air keran, menghirup udara dingin). Reaksi awal adalah rasa sakit yang sangat tajam terhadap rangsangan panas atau dingin dan kemudian menetap selama beberapa menit hingga jam setelah stimulus dihilangkan. Rasa sakit yang berkepanjangan biasanya berupa nyeri tumpul atau rasa sakit yang berdenyut. Nyeri spontan yang terjadi dapat membangunkan pasien di malam hari dan bisa menjadi lebih buruk ketika berbaring, merupakan ciri khas lain dari pulpitis ireversibel. Pasien dengan pulpitis ireversibel sering membutuhkan analgesik yang kuat dan mungkin mengalami

(15)

kesulitan menemukan gigi mana yang merupakan sumber rasa sakit.

Pemeriksaan radiografi juga menunjukkan regio periapikal yang normal serta gigi tidak sensitif pada perkusi dan palpasi (Abbott and Yu, 2007).

3.2.1.3.1. Pulpitis Irreversibel Akut

Pulpitis Irreversibel akut biasanya memiliki sakit mendadak yang dapat membangunkan pasien di malam hari. Rasa sakitnya spontan dengan intensitas sedang hingga sangat berat, dan itu tetap bertahan sebagai respons terhadap perubahan suhu (panas dan dingin). Analgesik umum jarang efektif dalam mengendalikan rasa

sakit. Pemeriksaan radiografi dapat membantu dalam

mengidentifikasi kemungkinan penyebab penyakit. Misalnya : karies dalam, restorasi yang luas atau retak, pin, dan lain sebagainya (Abbott and Yu, 2007).

3.2.1.3.2. Pulpitis irreversibel kronis

Pulpitis irreversible kronis memiliki tanda dan gejala yang sama tetapi akan jauh lebih ringan daripada pada kasus akut. Pasien mungkin mengeluh nyeri sedang, yang lebih intermiten daripada kontinyu dan mungkin dapat dikontrol oleh analgesik umum (Abbott and Yu, 2007).

(16)

3.2.1.4. Nekrosis Pulpa

Nekrosis pulpa harus dicurigai ketika gigi tidak merespon tes sensibilitas pulpa (Abbott and Yu, 2007). Ketika nekrosis pulpa (atau pulpa nonvital) terjadi, suplai darah pada pulpa tidak ada dan saraf pulpa tidak berfungsi (Hargreaves & Cohen, 2011). Secara radiografi, gigi dengan pulpa nekrotik mungkin memiliki tanda seperti karies yang tidak diobati, restorasi yang luas, capping pulpa sebelumnya atau mungkin tidak ada tanda-tanda seperti misalnya, setelah trauma. Trauma pada gigi dapat menyebabkan nekrosis pulpa sebagai akibat dari putusnya suplai darah apikal (Abbott and Yu, 2007).

3.2.2. Penyakit Apikal (Periapikal)

3.2.2.1 Jaringan Apikal Normal

Klasifikasi ini adalah standar yang digunakan untuk membandingkan semua proses penyakit apikal lainnya. Dalam kategori ini pasien tidak memiliki gejala dan gigi berespons normal terhadap uji perkusi dan palpasi. Radiografi menunjukkan bahwa lamina dura utuh

(17)

dan ruang ligamen periodontal di sekitar semua akar apeks normal (Hargreaves and Cohen, 2011).

3.2.2.2. Periodontitis Apikal simptomatik

Gigi yang mengalami periodontitis apikal simptomatik akan memiliki respons sakit terhadap tekanan atau perkusi gigitan. Gigi ini mungkin tidak merespon tes vitalitas pulpa serta radiografi atau gambar gigi ini umumnya akan menunjukkan setidaknya ruang ligamen periodontal yang melebar dan mungkin atau mungkin tidak memiliki radiolusensi apikal yang terkait dengan satu atau semua akar (Hargreaves and Cohen, 2011).

3.2.2.3. Abses Apikal Akut

Gigi dengan abses apikal akut akan terasa sangat menyakitkan untuk menggigit, saat ada tekanan, perkusi, dan palpasi. Gigi ini tidak akan merespon tes vitalitas pulpa dan akan menunjukkan tingkat mobilitas yang berbeda-beda. Radiografi atau gambar dapat menunjukkan apa pun dari ruang ligamen periodontal yang melebar ke radiolusensi apikal. Pembengkakan akan terjadi secara intraoral dan jaringan wajah yang berdekatan dengan gigi

(18)

hampir selalu akan muncul dengan beberapa derajat pembengkakan. Pasien akan sering demam, dan kelenjar getah bening serviks dan submandibular akan terasa lembut saat palpasi (Hargreaves and Cohen, 2011).

3.2.2.4 Abses Apikal Kronis

Gigi dengan abses apikal kronis biasanya tidak akan muncul dengan gejala klinis. Gigi ini tidak akan merespon tes vitalitas pulpa dan radiograf atau gambar akan menunjukkan radiolusensi apikal. Gigi umumnya tidak sensitif terhadap tekanan menggigit tetapi dapat "merasa berbeda" pada saat perkusi dilakukan pada pasien (Hargreaves and Cohen, 2011).

3.3. Tahapan Perawatan Saluran Akar

3.3.1. Preparasi Akses Kavitas

Tahap perawatan diawali dengan preparasi kavitas, yang bertujuan untuk memberikan visual ke dasar ruang pulpa, dan dapat membantu untuk mengetahui lokasi kanal (Johnson and Khademi, 2004). Berdasarkan kasus, pasien terlebih dahulu diisolasi menggunakan isolator Rubber Dam yang bertujuan untuk mengatur kelembapan area

(19)

kerja, pengendalian jalur nafas pasien, pengendalian infeksi, menambah kenyamanan pasien, dan dapat membantu visibilitas kerja dari operator (Scheller, 2006). Rubber dam terbuat dari bahan latex atau non latex dan tersedia dari berbagai ukuran, ketebalan, dan warna yang berbeda (Scheller, 2006). Terdapat beberapa komponen pendukung yang digunakan dalam proses isolasi ini, diantaranya rubber dam punch, rubber dam clamp forceps, rubber dam frame (Scheller, 2006; Hargreaves and Cohen, 2011). Setelah pasien diisolasi, pasien diberikan anastesi lokal dengan 2% Lidocaine dan Epinephrine 1:8000, yang menyebabkan pasien mati rasa sesaat pada sekitar rongga mulut sehingga pasien tidak merasakan sakit yang ditimbulkan pada saat perawatan (Scheller, 2006; Hargreaves and Cohen, 2011). Laporan menjelaskan bahwa preparasi dimulai dari bukal-proksimal, kemudian dari bukal kanal menuju cavosurface, sehingga membentuk outline berbentuk T dan pembentukan eksternal outline ini merupakan projeksi dari keadaan internal pulpa (Hargreaves and Cohen, 2011). Berdasarkan teori, preparasi diawali dengan membersihkan jaringan karies dan menghilangkan restorasi yang rusak, untuk menghindari bocornya restorasi sehingga terjadi kegagalan pada pada perawatan (Hargreaves and Cohen, 2011). Kemudian dilakukan penetrasi pada enamel, perluasan dinding aksial menggunakan round, fissure dan tappered fissure bur dan sekaligus menghilangkan seluruh jaringan atap pulpa hingga tanduk pulpa (Hargreaves and Cohen, 2011). Selanjutnya identifikasi letak orifice

(20)

menggunakan sonde lurus dan sedapat mungkin letak orifice diletakkan pada sudut-sudut preparasi agar mempermudah instrumen endodontik masuk kedalam saluran akar (Hargreaves and Cohen, 2011). Kemudian hilangkan dinding kavitas yang menghalangi jalur masuknya instrument endodontic, ratakan dan haluskan dinding kavitas menggunakan bur diamendo/endo-z dinding kavitas tanpa mengambil dasar kamar pulpa untuk menghindari terjadinya perforasi (Hargreaves and Cohen, 2011).

3.3.2. Pengukuran Panjang Kerja

Metode yang digunakan untuk menentukan panjang kerja yaitu melalui panjang gigi rata-rata dari studi anatomi, radiografi pra operatif, deteksi taktil, atau respon eye twitch. Metode lainnya juga bisa dilakukan seperti melalui pendarahan pada paper point sampai menggunakan radiografi panjang kerja yang terbuat dengan berbagai variasi tipe film atau sensor digital, electronic apex locator, atau kombinasi dari ketiganya (Johnson and Khademi, 2004). Pada kasus pengukuran panjang kerja dilakukan dengan bantuan radiografi menggunakan dua K-file #15 (George, Varghese and Devadathan, 2014). Penggunaan K-file ini digunakan untuk mengurangi terjadinya kesalahan interpretasi terhadap sudut saat radiografi akibat saluran akar yang berdekatan biasanya berukuran mulai dari #15-#35 (Nixon and Robinson, 1997). Laporan menjelaskan bahwa setelah panjang

(21)

kerja pada kanal tambahan pasien diukur dengan radiografi maka akan dikonfirmasi dengan apex locator (George, Varghese and Devadathan, 2014). Teori mengatakan bahwa radiografi biasanya sering salah interpretasi karena kesulitan untuk membedakan anatomi dan patologi radikular dari struktur normal (Goldman, Pearson and Darzenta, 1972; Zakariasen, Scott and Jensen, 1984). Electronic Apex Locator (EAL) digunakan pada penentuan panjang kerja sebagai tambahan untuk radiografi. Alat ini digunakan saat bagian apikal sistem kanal terhambat oleh gigi yang tabrakan, tori, proses malar, lengkungan zygomatic, kepadatan tulang yang berlebihan, akar yang tumpang tindih, palatal yang dangkal, atau bahkan pola tulang meduler dan kortikal normal. Dalam kasus ini EAL dapat memberikan informasi yang tidak bisa dilakukan radiografi (Johnson and Khademi, 2004).

3.3.3. Preparasi Saluran Akar

Pada laporan kasus kanal dipreparasi dengan 25/0.06 Mtwo rotary files yang terbuat dari Nikel Titanium (NiTi) (George, Varghese and Devadathan, 2014). Rotary instrument dengan NiTi files memberikan hasil yang lebih bagus saat preparasi dan dapat menghasilkan obturasi yang maksimal dengan menyediakan resistensi. Keuntungan utama dari NiTi adalah preparasi kanal dengan sedikit transportasi dan ledging (Zmener and Balbachan, 1995; Thompson and Dummer,

(22)

1997, 2000). Instrumen NiTi gagal pada torsi yang lebih rendah dibandingkan dengan instrumen stainless steel dengan ukuran yang sama. Ini berarti NiTi gagal pada tekanan yang lebih ringan. Meskipun file stainless steel sering memberikan petunjuk visual bahwa tekanan telah diberikan, NiTi file gagal tanpa peringatan. Pemeriksaan file harus dilakukan dengan magnifikasi (Bortnick, Steiman and Ruskin, 2001). Profil 25/.06 merupakan produk standar International Standards Organization (ISO) yang memiliki diameter sebesar 1,21 mm dimana dapat memberikan hasil klinis yang bagus (Johnson and Khademi, 2004).

(23)

Gambar 3.1. Penampakan scanning electron microscopic (SEM) Profile instruments 25/.02 (bawah), 25/.04 (tengah), dan 25/.06 (atas).

(24)

Gambar 3.2. Preoperative (A) dan postoperative (B) radiografi molar pertama mandibula kanan yang dipreparasi dengan Profile .06 tapered instruments.

(25)

3.3.4. Irigasi

Irigasi pada laporan kasus menggunakan NaOCl 2,5% yang telah menunjukkan sebagai agen antimikroba yang efektif ketika berkontak dengan bakteri (Rubin et al., 1979).

3.3.5. Obturasi

Obturasi menggunakan siler AH 26 yang merupakan salah satu siler berbahan dasar resin guna mengisi ruang antara dinding saluran akar dan bahan inti obturasi dan dapat mengisi saluran lateral dan aksesori, isthmus, dan penyimpangan dalam sistem saluran akar. Metode yang dapat diterima untuk menempatkan siler di kanal meliputi (Wiemann and Wilcox, 1991):

a) Menempatkan siler pada cone master dan memompa cone ke atas dan ke bawah di kanal

b) Menempatkan siler pada file dan memutarnya berlawanan arah jarum jam

c) Menempatkan siler dengan spiral lentulo d) Menggunakan jarum suntik

(26)

3.3.6. Restorasi

Pada laporan kasus penulis melaporkan bahwa gigi direstorasi dengan full crown dimana peningkatan yang signifikan dicatat dalam keberhasilan klinis perawatan endodontik dari gigi premolar rahang atas dan rahang bawah saat restorasi penutupan koronal terjadi. Full crown mencegah patah tulang saat gaya oklusal bertindak untuk memisahkan ujung cusp (Sorensen and Martinoff, 1984). Mahkota umumnya harus digunakan pada semua gigi posterior yang dirawat endodontik. Jika struktur gigi yang signifikan telah dipertahankan, full crown mungkin diperlukan. Jika struktur minimal tetap, mungkin diperlukan untuk membantu mempertahankan fondasi sebelum penempatan mahkota. Jika mahkota tidak bisa ditempatkan karena keterbatasan keuangan pasien, klinisi harus menyediakan beberapa bentuk cakupan cuspal lainnya seperti amalgam onlay (Goodacre and Spolnik, 1994).

(27)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN 1.1 KESIMPULAN

Perawatan saluran akar adalah salah satu metode perawatan yang bertujuan untuk mengurangi rasa sakit dan mengontrol sepsis dari pulpa dan jaringan periapikal lainnya. Perawatan saluran akar ini diindikasikan pada enamel yang tidak didukung oleh dentin, gigi sulung dengan infeksi yang melewati kamar pulpa, baik itu pada gigi vital, nekrosis sebagian ataupun gigi yang non vital, kelainan jaringan periapeks pada pemeriksaan radiografi kurang dari sepertiga apeks, mahkota dari gigi masih dapat direstorasi, gigi tidak goyang dan jaringan periodontalnya masih baik, foto pada rontgen terlihat terjadi resporpsi akar tidak lebih dari sepertiga apical. Berdasarkan kasus, perawatan pada pasien yang terlebih dahulu adalah diisolasi menggunakan isolator Rubber Dam, setelah pasien diisolasi, pasien diberikan anastesi lokal dengan 2% Lidocaine dan Epinephrine 1:8000, Kemudian dilakukan penetrasi pada enamel, perluasan dinding aksial menggunakan round, fissure dan tappered fissure bur dan sekaligus menghilangkan seluruh jaringan atap pulpa hingga tanduk pulpa. Selanjutnya identifikasi letak orifice menggunakan sonde lurus dan sedapat mungkin letak orifice. Kemudian hilangkan dinding kavitas yang menghalangi jalur masuknya instrument endodontic, ratakan dan haluskan dinding kavitas. Pada kasus pengukuran panjang kerja dilakukan dengan bantuan radiografi menggunakan dua K-file #15, pada kasus ini juga dapat

(28)

menggunakan EAL sebagai informasi yang tidak bisa dilakukan radiografi. Lalu kanal dipreparasi dengan 25/0.06 Mtwo rotary files dan diirigasi dengan NaOCL 25%. Kanal dikeringkan dengan paper point steril dan diobturasi dengan teknik kondensasi lateral dingin menggunakan AH 26 sealer. Kemudian dilakukan final radiografi untuk memastikan kualitas dari obturasi sudah baik. Gigi direstorasi dengan full crown. Enam bulan kemudian dilakukan pemeriksaan radiografi kembali dan tidak adanya keluhan mengindikasikan hasil perawatan yang memuaskan.

1.2 SARAN

Sebaiknya pasien segera memeriksakan jika terjadi keluhan kepada dokter gigi. Perawatan ini dilakukan bertahap jadi pasien diharapkan untuk

(29)

DAFTAR PUSTAKA

Abbott, P., and Yu, C. (2007). A clinical classification of the status of the pulp and the root canal system. Australian Dental Journal, 52, S17–S31. https://doi.org/10.1111/j.1834-7819.2007.tb00522.x

Bortnick, K. L., Steiman, H. R., and Ruskin, A. (2001). Comparison of nickel-titanium file distortion using electric and air-driven handpieces. Journal of Endodontics, 27(1), 57–59. https://doi.org/10.1097/00004770-200101000-00021

George, G., Varghese, A., and Devadathan, A. (2014). Root canal treatment of a maxillary second premolar with two palatal roots: A case report. Journal of Conservative Dentistry, 17(3), 290. https://doi.org/10.4103/0972-0707.131807

Goldman, M., Pearson, A. H., and Darzenta, N. (1972). Endodontic success-Who’s reading the radiograph? Oral Surgery, Oral Medicine, Oral Pathology, 33(3), 432–437. https://doi.org/10.1016/0030-4220(72)90473-2

Goodacre, C. J., & Spolnik, K. J. (1994). The Prosthodontic Management of Endodontically Treated Teeth: A Literature Review. Part I. Success and Failure Data, Treatment Concepts. Journal of Prosthodontics, 3(4), 243–250. https://doi.org/10.1111/j.1532-849X.1994.tb00162.x

Hargreaves, K. M., and Cohen, S. (2011). Cohen’s Pathways of the Pulp. (K. M. Hargreavees, S. Cohen, & L. H. Berman, Eds.), Cohen’s Pathways of The Pulp 10th edition (10th ed.). https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004

(30)

Johnson, W., and Khademi, J. (2004). Color Atlas of Endodontics. Chemistry & …, 1–205. https://doi.org/10.1016/S0099-2399(06)81948-5

Nixon, P. P., and Robinson, P. B. (1997). Endodontic radiography. Dental Update, 24(4), 165–168.

Rubin, L. M., Skobe, Z., Krakow, A. A., and Gron, P. (1979). The effect of instrumentation and flushing of freshly extracted teeth in endodontic therapy: a scanning electron microscope study. Journal of Endodontics, 5(11), 328– 335. https://doi.org/10.1016/S0099-2399(79)80088-6

Scheller, C. (2006). Basic Guide to Dental Instruments. Blackwell Munksgaard Ltd.

Sorensen, J. A., and Martinoff, J. T. (1984). Intracoronal reinforcement and coronal coverage: A study of endodontically treated teeth. The Journal of Prosthetic Dentistry, 51(6), 780–784. https://doi.org/10.1016/0022-3913(84)90376-7

Thompson, S. A., and Dummer, P. M. H. (1997). Shaping ability of ProFile.04 Taper Series 29 rotary nickel-titanium instruments in simulated root canals. Part 1. International Endodontic Journal, 30(1), 1–7. https://doi.org/10.1111/j.1365-2591.1997.tb01093.x

Thompson, S. A., and Dummer, P. M. H. (2000). Shaping ability of Hero 642 rotary nickel-titanium instruments in simulated root canals: Part 2. International Endodontic Journal, 33(3), 255–261. https://doi.org/10.1046/j.1365-2591.2000.00288.x

Wiemann, A. H., and Wilcox, L. R. (1991). In vitro evaluation of four methods of sealer placement. Journal of Endodontics, 17(9), 444–447.

(31)

https://doi.org/10.1016/S0099-2399(07)80134-8

Zakariasen, K. L., Scott, D. A., and Jensen, J. R. (1984). Endodontic recall radiographs: How reliable is our interpretation of endodontic success or failure and what factors affect our reliability? Oral Surgery, Oral Medicine, Oral Pathology, 57(3), 343–347. https://doi.org/10.1016/0030-4220(84)90192-0 Zmener, O., and Balbachan, L. (1995). Effectiveness of nickel‐ titanium files for

preparing curved root canals. Dental Traumatology, 11(3), 121–123. https://doi.org/10.1111/j.1600-9657.1995.tb00472.x

Gambar

Gambar 1. Initial periapical radiography
Gambar 2. Radiografi yang menunjukkan tiga file dalam tiga kanal
Gambar 3. Final radiografi
Gambar 3.1. Penampakan scanning electron microscopic (SEM)  Profile  instruments  25/.02  (bawah),  25/.04  (tengah),  dan  25/.06  (atas)
+2

Referensi

Dokumen terkait

Pembentukan dentin sekunder ireguler secara ekstensif di dalam kamar pulpa atau pada dinding saluran akar menyebabkan translusensi mahkota gigi berkurang atau warna gigi

Tujuan laporan kasus ini untuk melaporkan perawatan saluran akar pada molar satu kanan mandibula nekrosis pulpa disertai parulis dengan restorasi resin komposit kavitas kelas

Perawatan saluran akar pada sisa akar gigi dengan restorasi akhir resin komposit direk yang diperkuat pasak dapat menjadi satu alternatif metode perawatan untuk

Perawatan pulpotomi adalah perawatan yang dilakukan pada gigi dewasa muda yang mengalami pulpitis ringan dengan memotong dan membuang jaringan pulpa yang terinfeksi dari

Perawatan saluran akar pada sisa akar gigi dengan restorasi akhir resin komposit direk yang diperkuat pasak dapat menjadi satu alternatif metode perawatan untuk

Gigi luksasi dengan nekrosis pulpa menjadi indikasi perawatan saluran akar. Bersihkan saluran akar dan sterilkan untuk meminimalisir kemungkinan infeksi dari bakteri

Rachmawati dalam jurnalnya menjelaskan mengenai tahapan perawatan saluran akar satu kali kunjungan adalah sebagai berikut: (1) Open access pada kavum gigi, (2) Kamar

Juni 2013; 20(1): 71-77 71 Perawatan Saluran Akar Satu Kunjungan Pada Pulpa Nekrosis Disertai Restorasi Mahkota Jaket Porselin Fusi Metal dengan Pasak Fiber Reinforced Composit