• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V SAJIAN DATA DAN PEMBAHASAN. dengan subjek penelitian yang telah ditentukan berdasarkan kriteria yang. sudah ditentukan pada metode penelitian.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB V SAJIAN DATA DAN PEMBAHASAN. dengan subjek penelitian yang telah ditentukan berdasarkan kriteria yang. sudah ditentukan pada metode penelitian."

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB V

SAJIAN DATA DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini, peneliti akan memaparkan hasil penelitian yang telah dilakukan selama kurang lebih satu bulan. Data yang telah berhasil dikumpulkan dalam penelitian ini dilakukan dengan wawancara mendalam dengan subjek penelitian yang telah ditentukan berdasarkan kriteria yang sudah ditentukan pada metode penelitian.

Tahap analisis yang dilakukan peneliti adalah melakukan analisis pada hasil wawancara. Untuk mengurangi bias pada hasil penelitian dilakukan triangulasi pada sumber data dan triangulasi untuk teknik pengumpulan data.

Triangulasi pada sumber data dilakukan guna membandingkan pernyataan subjek satu dengan yang lainnya yang digunakan selama proses wawancara serta dilakukan dengan data-data yang lain atau fakta yang peneliti temukan di lapangan.

5.1. Profil Subjek Penelitian

Penelitian ini bersumber dari empat subjek penelitian. Nama subjek penelitian merupakan nama inisial, hal tersebut dimaksud demi menjaga kerahasiaan dari subjek penelitian. Adapun profil dari subjek penelitian dapat dilihat dalam tabel 5.1 berikut ini:

(2)

Tabel 5.1: Subjek Penelitian

No Keterangan Subjek 1 Subjek 2 Subjek 3 Subjek 4

1 Nama DPN SDSR CC LN

2 Jenis Kelamin Laki- Laki

Perempuan Laki-Laki Perempuan

3 Usia 21 tahun 21 tahun 21 tahun 22 tahun

4 Usia saat orang tua bercerai

10 tahun 2 tahun 10 tahun 4 tahun

5 Orang tua tiri Bapak tiri

Ibu tiri Bapak tiri Ibu tiri

5.2. Penyajian Data

5.2.1. Komunikasi Interpersonal Anak dengan Orang Tua Tiri

Komunikasi adalah kunci dari semua permasalahan yang ada di dunia ini. Apapun yang dilakukan manusia tidak luput dari komunikasi dan tidak dapat dipisahkan. Komunikasi yang efektif tentu saja akan mempermudah dan mengurangi permasalahan yang ada. Saat seorang individu berkomunikasi dengan individu lainnya tentu saja harus saling mengerti satu sama lain, mengerti apa maksud dari lawan bicara begitu juga sebaliknya.

Komunikasi interpersonal sangat penting dilakukan dalam sebuah keluarga yang utuh maupun pecah belah. Adapun komunikasi interpersonal yang dilakukan oleh seorang anak dengan orang tua tirinya, yaitu untuk

(3)

memenuhi kebutuhan satu sama lain. Selain itu tujuan lainnya untuk membentuk hubungan yang harmonis dalam sebuah keluarga, membentuk keterbukaan satu sama lain.

Menurut De vito (sugiyo, 2005:4) mengenai ciri-ciri komunikasi interpersonal yang efektif, yaitu: keterbukaan (openness), empati (empathy), dukungan (supporthveness), rasa positif (Positiveness), kesamaan (equality).

A. Keterbukaan (openness)

Keterbukaan dalam sebuah komunikasi interpersonal sangat penting karena dengan adanya keterbukaan membuat suatu hubungan dari yang biasa-biasa saja menjadi lebih intim. Dalam sebuah keluarga pentingnya keterbukaan membuat bagaimana keluarga itu menjadi harmonis, sering kali keterbukaan dalam sebuah keluarga menjadi hambatan karena sebuah perceraian dan mendapatkan sosok keluarga yang baru (remarriage). Sebuah perceraian hidup atau mati membuat dampak yang berbeda dalam sebuah komunikasi interpersonal. Terkait keterbukaan ada dua anak yang mengalami perceraian hidup lebih menutup diri dan melakukan komunikasi interpersonal ke orang tua tiri mereka hanya formalitas.

Subjek DPN memberikan tanggapan mengenai keterbukaan, berikut kutipannya:

“Untuk masalah pribadi saya kurang terbuka, hanya sekedar cerita tentang kuliah dan magang saja. Kalo mau pergi saya pamit begitu saja. Pernah waktu makan berdua di meja kami cuman diam, kalo dia tidak memulai kami jadi sama-sama diam. Tanggapan Bapak tiri saya ya tidak berlebih juga sebatas iya aja.” (Wawancara dilakukan di Ora Ngiro Café - Minggu, 24 Maret 2019).

(4)

Subjek SDSR juga memberikan tanggapan mengenai keterbukaan, berikut kutipannya:

“Hal yang sering ditanyakan oleh Ibu tiri saya paling tentang kabar kuliah saya selebihnya tidak ada. Sempat dulu dia menawarkan untuk kuliah di Makassar agar tinggal bersama mereka, tapi saya menolak. Saya berbicara buat formalitas saja karena dia istri bapak saya.” (Wawancara dilakukan di Bunch Bead – Sabtu, 23 Maret 2019).

Dalam hasil data yang peneliti temukan dua orang anak yang mengalami perceraian mati lebih terbuka dan bercerita tentang keluasan suatu topik, mereka menganggap orang tua tiri mereka seperti orang tua kandung.

Subjek CC memberikan tanggapan mengenai keterbukaan dari hal yang berbeda, berikut kutipannya:

“Saya sering berdiskusi tentang kuliah saya dan kelanjutan setelah kuliah mau lanjut kerja atau bagaimana”. (Wawancara dilakukan di Antara Coffee – Minggu, 24 Maret 2019).

Subjek LN juga memberikan tanggapan mengenai keterbukaan, berikut kutipannya:

“Banyak, sering cerita masalah apapun sampai berita yang lagi heboh di TV biasa juga diceritakan. Selalu ada topik seperti cerita biasa.” (Wawancara dilakukan di Ora Ngiro Café – Kamis, 21 Maret 2019).

B. Empati (Empathy)

Empati adalah kemampuan seseorang untuk mengetahui apa yang sedang dialami orang lain pada saat tertentu, dari sudut pandang orang lain, melalui kacamata orang lain. Berbeda dengan simpati yang artinya adalah merasakan bagi orang lain. Orang yang berempati mampu memahami

(5)

motivasi dan pengalaman orang lain, perasaan dan sikap mereka, serta harapan dan keinginan mereka untuk masa mendatang sehingga dapat mengomunikasikan empati, baik secara verbal maupun non-verbal. Empati dalam sebuah komunikasi interpersonal juga dapat dilihat dari pernyataan subjek yang memiliki orang tua tiri berbagai macam empati dan respon ketika orang tua tiri mereka menjadi komunikator, berikut pernyataan subjek:

Subjek DPN memberikan tanggapan mengenai keterbukaan, berikut kutipannya:

“Respon Bapak tiri saya ya tidak berlebih juga sebatas iya aja dengan hal apa yang saya ceritakan tidak ada tanggapan yang membuat komunikasi berkelanjutan.” (Wawancara dilakukan di Ora Ngiro Café - Minggu, 24 Maret 2019).

Subjek SDSR juga memberikan tanggapan mengenai keterbukaan, berikut kutipannya:

“Respon ibu tiri saya ya gitu biasa aja tanpa ada respon yang berlebih kalo saya cerita.” (Wawancara dilakukan di Bunch Bead – Sabtu, 23 Maret 2019).

Sedangkan subjek yang memiliki orang tua tiri akibat perceraian mati memiliki jawaban berbeda dari subjek di atas, berikut pernyataannya:

Subjek CC memberikan tanggapan mengenai keterbukaan dari hal yang berbeda, berikut kutipannya:

“Ibu tiri saya sangat responsif selalu memberikan pendapat mana yang baik dan mana yang buruk untuk saya.” (Wawancara dilakukan di Antara Coffee – Minggu, 24 Maret 2019).

(6)

Subjek LN juga memberikan tanggapan mengenai keterbukaan, berikut kutipannya:

“Respon Bapak baik kalo denger saya cerita responsif, asik diajak diskusi dan kepo banget orangnya, sering bercandain saya juga kalo lagi cerita sih.” (Wawancara dilakukan di Ora Ngiro Café – Kamis, 21 Maret 2019).

C. Dukungan (Supporthveness)

Situasi yang terbuka sangat mendukung komunikasi berlangsung dengan efektif. Hubungan interpersonal yang efektif adalah hubungan dimana terdapat sikap mendukung. Individu memperlihatkan sikap mendukung dengan bersikap deskriptif bukan evaluatif, spontan bukan strategik. Adanya sebuah dukungan di dalam keluarga merupakan hal penting agar terjalinya keakraban satu sama lain, dukungan juga membuat komunikasi interpersonal berjalan efektif namun masalah perceraian hidup dan mati memiliki perbedaan dalam mendapatkan nasehat. Berikut pernyataan dari subjek yang mengalami perceraian hidup:

Subjek DPN memberikan tanggapan mengenai keterbukaan, berikut kutipannya:

“Dukungan selama ini ada namun tidak sering hanya sebatas nanya kabar dan kalo nasihat biasanya sebatas hati-hati di jalan bukan tentang kehidupan gitu.” (Wawancara dilakukan di Ora Ngiro Café - Minggu, 24 Maret 2019).

Subjek SDSR juga memberikan tanggapan mengenai keterbukaan, berikut kutipannya:

“Sejauh ini saya kurang merasakan dukungan serta nasehat dari ibu tiri saya, hanya sebatas hati-hati kalo pacarana gitu aja tidak ada yang

(7)

mendalam.” (Wawancara dilakukan di Bunch Bead – Sabtu, 23 Maret 2019).

Sedangkan subjek yang memiliki orang tua tiri akibat perceraian mati memiliki jawaban berbeda dari subjek di atas, berikut pernyataannya:

Subjek CC memberikan tanggapan mengenai keterbukaan dari hal yang berbeda, berikut kutipannya:

“Iya Ibu tiri saya selalu memberikan nasihat mana yang baik dan buruk untuk saya. Terutama masalah pertemanan diingatkan agar jangan ikut- ikutan hal yang tidak baik seperti narkoba atau obat-obatan. Ibu juga selalu perhatian pada anak-anak Bapak yang lain.” (Wawancara dilakukan di Antara Coffee – Minggu, 24 Maret 2019).

Subjek LN juga memberikan tanggapan mengenai keterbukaan, berikut kutipannya:

“Iya dan banyak. Pesan Ibu kalo ada kegiatan atau izin selalu bilang ke Bapak dan Bapak selalu bilang jaga diri dan hati-hati.” (Wawancara dilakukan di Ora Ngiro Café – Kamis, 21 Maret 2019).

D. Rasa Positif (Positiveness)

Seseorang harus memiliki perasaan positif terhadap dirinya, mendorong orang lain lebih aktif berpartisipasi, dan menciptakan situasi komunikasi kondusif untuk interaksi yang efektif. Rasa positif ini juga mendorong agar terjadinya komunikasi yang nyaman dan aman bersama komunikator, ketika rasa positif ini sudah menjadi buruk otomatis komunikasi menjadi terhambat dan lebih hati-hati. Rasa positif ini disampaikan subjek penelitian melalui presepsi mereka terhadap orang tua tiri dari perceraian hidup, berikut pernyataannya:

(8)

Subjek DPN memberikan tanggapan mengenai keterbukaan, berikut kutipannya:

“Persepsi saya buruk terhadap Bapak tiri saya karena sempat dengar dari keluarga dekat kalo Bapak tiri saya punya ilmu hitam. Pernah tetangga saya yang dianggap orang pintar bicara tentang Bapak tiri saya dengan Bapak kandung dan mas saya.” (Wawancara dilakukan di Ora Ngiro Café - Minggu, 24 Maret 2019).

Subjek SDSR juga memberikan tanggapan mengenai keterbukaan, berikut kutipannya:

“Menurut saya sikapnya baik ketika kami bertemu namun tidak tau ketika di belakang saya apakah itu hanya untuk mencari perhatian Bapak saja.” (Wawancara dilakukan di Bunch Bead – Sabtu, 23 Maret 2019).

Sedangkan subjek yang memiliki orang tua tiri akibat perceraian mati memiliki jawaban sebagai berikut:

Subjek CC memberikan tanggapan mengenai keterbukaan dari hal yang berbeda, berikut kutipannya:

“Ibu tiri itu kan stigmanya jahat, tapi ternyata tidak semua. Ibu tiri saya baik selalu mendukung saya.” (Wawancara dilakukan di Antara Coffee – Minggu, 24 Maret 2019).

Subjek LN juga memberikan tanggapan mengenai keterbukaan, berikut kutipannya:

“Bapak sangat baik, mengayomi keluarga dan pekerja keras juga. Saking pekerja kerasnya Bapak pernah sakit saat bekerja di Kalimantan karena kerja lapangan gitu.” (Wawancara dilakukan di Ora Ngiro Café – Kamis, 21 Maret 2019).

E. Kesamaan (Equality)

Komunikasi antar pribadi menjadi lebih efektif bila suasananya setara. Artinya ada pengakuan secara diam-diam bahwa kedua belah pihak

(9)

menghargai, berguna, dan mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan. Kesetaraan meminta kita untuk memberikan penghargaan positif tak bersyarat kepada individu lain. Kesamaan juga bisa juga di dalam menyampaikan pendapat antara satu sama lain dan saling melibatkan antara anak dengan orang tua tiri, berikut pernyataan yang disampaikan oleh subjek penelitian yang mengalami perceraian hidup:

Subjek DNS memberikan tanggapan mengenai keterbukaan, berikut kutipannya:

“Pernah dilibatkan waktu itu untuk menentukan destinasi wisata saja, Bapak tiri saya meminta saran saya. Sebatas itu saja.” (Wawancara dilakukan di Ora Ngiro Café - Minggu, 24 Maret 2019).

Subjek SDSR juga memberikan tanggapan mengenai keterbukaan, berikut kutipannya:

“Saya tidak pernah terlibat dalam keputusan apapun bersama ibu tiri saya.” (Wawancara dilakukan di Bunch Bead – Sabtu, 23 Maret 2019).

Sedangkan subjek yang memiliki orang tua tiri akibat perceraian mati memiliki jawaban sebagai berikut:

Subjek CC memberikan tanggapan mengenai keterbukaan dari hal yang berbeda, berikut kutipannya:

“Sejauh ini belum ada, karena Bapak dan Ibu tiri saya juga belum mempunyai anak.” (Wawancara dilakukan di Antara Coffee – Minggu, 24 Maret 2019).

Subjek LN juga memberikan tanggapan mengenai keterbukaan, berikut kutipannya:

“Dalam beberapa keputusan saya dilibatkan contohnya masalah kuliah, sering diskusi juga karena yang membiayai Bapak tiri saya. Pernah

(10)

juga dilibatkan ketika adik tiri saya mau masuk sekolah diminta saran, tapi saya dan adik tiri saya kurang begitu akrab.” (Wawancara dilakukan di Ora Ngiro Café – Kamis, 21 Maret 2019).

5.2.2. Intensitas Komunikasi dan Peran Orang Tua Kandung Dalam Komunikasi

Intensitas merupakan tindakan yang sering dilakukan demi memenuhi kebutuhan pribadi seseorang. Berbicara mengenai intensitas berarti berbicara mengenai kuantitas atau jumlah volume tindakan yang dilakukan oleh seseorang. Intensitas komunikasi interpersonal dalam keluarga ialah berapa sering kita melakukan komunikasi dengan anggota keluarga kita antara anak dengan orang tua. Dari hasil wawancara dengan subjek, peneliti menemukan seberapa banyak intensitas komunikasi interpersonal anak dengan orang tua tiri mereka. “Seberapa besar intensitas komunikasi yang terjadi antara anda dengan orang tua tiri anda?” (perhari, perminggu atau perbulan)

Subjek DPN memberikan tanggapan mengenai intensitas komunikasi dengan orang tua tiri, berikut kutipannya:

“Jarang karena saya juga jarang pulang ke rumah kalo kuliah, waktu saya di rumah juga jarang berkomunikasi. Kayaknya bisa perbulan deh.” (Wawancara dilakukan di Ora Ngiro Café - Minggu, 24 Maret 2019).

Selain itu subjek DPN juga sering kehilangan komunikasi atau tidak berkomunikasi dengan bapak tirinya dari pertanyaan sebagai berikut: “Apakah anda pernah kehilangan komunikasi dengan orang tua tiri anda?”

Subjek DPN memberikan tanngapan atas pertanyaan di atas, seperti berikut kutipannya:

(11)

“Cukup sering tidak komunikasi dengan Bapak tiri saya.” (Wawancara dilakukan di Ora Ngiro Cafe - Minggu, 24 Maret 2019).

Subjek SDSR, tidak tinggal satu kota dengan orang tua tiri memberikan tanggapan mengenai intensitas komunikasi dia dengan orang tua tiri, berikut kutipannya:

“Komunikasi hanya terjadi saat saya berada di Makassar. Sesekalinya kami berkomunikasi via telepon melalui telpon ayah.” (Wawancara dilakukan di Bunch Bead – Sabtu, 23 Maret 2019).

Subjek SDSR, juga sering merasa kehilangan komunikasi dengan ibu tirinya berikut kutipannya:

“Iya. Saat saya tidak di Makassar kami tidak ada menjalin komunikasi baik itu lewat telepon.” (Wawancara dilakukan di Bunch Bead – Sabtu, 23 Maret 2019).

Peneliti juga menemukan jawaban yang berbeda dari subjek yang orang tuanya mengalami perceraian mati. Subjek CC memberikan tanggapan mengenai intensitas komunikasi dia dengan orang tua tiri, berikut kutipannya:

“Dalam seminggu kami pasti berkomunikasi tidak setiap hari karena kami yang tidak tinggal serumah.” (Wawancara dilakukan di Antara Coffee – Minggu, 24 Maret 2019).

Subjek CC tidak pernah sekalipun kehilangan komunikasi dengan ibu tirinya, berikut kutipannya:

“Tidak pernah, komunikasi kami masih terjalin baik.” (Wawancara dilakukan di Antara Coffee – Minggu, 24 Maret 2019).

Selain CC subjek yang mengalami perceraian mati yaitu subjek LN memberikan tanggapan mengenai intensitas komunikasi dia dengan orang tua tiri, berikut kutipannya:

(12)

“Intensitas komunikasi kami sangat sering dalam sehari pasti ada saja entah video call atau hanya telepon.” (Wawancara dilakukan di Ora Ngiro Café – Kamis, 21 Maret 2019).

Subjek LN menyatakan hal yang sama dengan subjek CC, dia tidak pernah mengalami kehilangan komunikasi dengan bapak tirinya walaupun jarak yang jauh, berikut kutipannya:

“Tidak pernah, Bapak sering menelepon saya untuk menanyakan kabar dal hal lainnya.” (Wawancara dilakukan di Ora Ngiro Café – Kamis, 21 Maret 2019).

Hal yang menunjang intensitas komunikasi bisa terjalin dengan baik salah satunya adalah pelaku atau peran yang terlibat dalam kegiatan tersebut. Peneliti menanyakan lebih dalam mengenai peran orang tua kandung dalam komunikasi dengan orang tua tiri. “Apakah orang tua kandung anda mengambil peran dalam komunikasi anda dengan orang tiri anda?”

Berdasarkan hasil wawancara mengatakan bahwa orang tua kandung mereka berperan penting dalam membantu anak melakukan komunikasi dengan orang tirinya berikut pernyataan subjek DPN:

“Iya Ibu yang berperan untuk mengajak berbicara. Ketika di rumah saat saya nonton tv biasa Ibu dan Bapak tiri saya berbicara disitu biasa saya ikut berbicara.” (Wawancara dilakukan di Ora Ngiro Café - Minggu, 24 Maret 2019).

Subjek SDSR memberikan tanggapan mengenai peran orang tua kandung dalam komunikasi dengan orang tua tiri, berikut kutipannya:

“Iya. Saya berkomunikasi dengan Ibu tiri saya melalui Bapak, Bapak yang meminta saya untuk berbicara dengan Ibu tiri saya.” (Wawancara dilakukan di Bunch Bead – Sabtu, 23 Maret 2019).

(13)

Subjek CC juga memberikan tanggapan mengenai peran orang tua kandung dalam komunikasi dengan orang tua tiri, berikut kutipannya:

“Iya kami selalu diskusi sama-sama bertiga saling bertukar pendapat dan pemikiran juga, antara saya, Bapak, dan Ibu tiri saya.” (Wawancara dilakukan di Antara Coffee – Minggu, 24 Maret 2019).

Sama halnya dengan subjek LN memberikan tanggapan mengenai peran orang tua kandung dalam komunikasi dengan orang tua tiri, berikut kutipannya:

“Iya, banyak dan penting. Ibu sendiri yang berpesan jika ada sesuatu bilang ke Bapak terlebih dahulu baru ke Ibu.” (Wawancara dilakukan di Ora Ngiro Café – Kamis, 21 Maret 2019).

5.3. Hambatan Komunikasi Interpersonal Anak dengan Orang Tua Tiri Dalam penelitian ini, peneliti menyajikan mengenai hambatan-hambatan komunikasi interpersonal anak dengan orang tua tiri. Peneliti melakukan wawancara terhadap empat subjek sebagai data utama dari penelitian ini, subjek tersebut merupakan Mahasiswa FISIP Universitas Muhammadiyah Malang angkatan 2015. Penyajian data penelitian ini sesuai dengan fokus penelitian yang telah diterangkan pada bab II. Peneliti merujuk adanya beberapa kemungkinan hambatan komunikasi interpersonal yang menurut Anna Surti Ariani, SPsi, M.Si selaku psikologi anak dan keluarga, menerangkan secara umum terdapat 4 hambatan komunikasi yang dihadapi kebanyakan orang khususnya terkait komunikasi dengan keluarga (tabloidbintang.com) yaitu Hambatan fisik atau lingkungan, Hambatan situasional, Hambatan psikologi, Hambatan gender. Peneliti mengambil semua hambatan atau

(14)

ganguan komunikasi karena berdasarkan wawancara peneliti menemukan empat hambatan tersebut.

5.3.1. Hambatan Fisik atau Lingkungan

Hambatan fisik dan lingkungan memang dirasakan dan dihadapi banyak keluarga yang terpaksa terpisah satu sama lain akibat jarak dan pekerjaan. Masing-masing subjek mengalami jarak dengan orang tua mereka. Namun yang mengalami hambatan hanya 2 subjek yaitu DPN dan SDSR yang mana mereka jarang melakukan komunikasi dengan orang tua tiri mereka melalui media telepon. Hasil observasi peneliti menemukan bahwa DPN tidak mempunyai nomor telepon orang tua tirinya dan tidak pernah melakukan komunikasi berupa pesan dengan bapak tirinya. Sama halnya dengan SDSR juga tidak pernah melakukan interaksi dengan ibu tirinya. Sedangkan CC, walaupun tidak tinggal serumah dengan ibu tirinya dia cukup sering mengunjungi rumah ibu tirinya dan sering melakukan interaksi melalui pesan. Begitu jua dengan LN walaupun terpisah jarak dengan bapak tirinya, dia dan bapaknya selalu melakukan interaksi setiap hari komunikasi melalui pesan dan pesan video. Subjek LN juga sering izin dan pamit kepada bapak tirinya untuk jalan melalui pesan.

5.3.2. Hambatan Situasional

Hambatan situasional, yang dimana seseorang terbiasa dengan keadaan yang sudah biasa terjadi sebelumnya atau perilaku yang muncul ketika dua orang bertemu namun tidak memberikan rasa nyaman untuk

(15)

saling berkomunikasi. Hasil observasi peneliti mengatakan, subjek DPN ketika di meja makan dengan bapak tirinya tidak melakukan komunikasi dikarenakan sudah terbiasa dengan situasi yang saling diam. Ketika tidak ada hal yang penting DPN dan bapak tirinya tidak melakukan komunikasi sama sekali. Begitu pula SDSR merasakan hambatan situasional dengan ibu tirinya ketika pulang ke Makassar ibu tirinya sibuk menonton film Korea sehingga SDSR enggan melakukan komunikasi dengan ibu tirinya.

5.3.3. Hambatan Psikologi

Hambatan psikologi adalah dimana seseorang sudah terlebih dahulu merasa takut ditolak atau tidak diterima sebelum memulai komunikasi. Hasil wawancara peneliti DPN dan SDSR menyatakan hal yang sama yaitu mereka merasa canggung terlebih dahulu ketika berbicara dengan orang tua tiri mereka. Terlihat bahwa DPN dan SDSR mengalami hambatan psikologi dengan orang tua tiri mereka yang mana ketika melakukan komunikasi takut ditolak terlebih dahulu dan merasa kurang nyaman untuk komunikasi yang terus menerus. Sedangkan LN merasa kurang nyaman ketika meminta sesuatu kepada bapak tirinya, LN merasa canggung dan malu ketika meminta keperluan kuliah.

5.3.4. Hambatan Gender

Hambatan gender yang melihat bahwa wanita dan pria masing-masing memiliki cara berbeda dalam upaya berkomunikasi. Menurut De Vito (2011:67) ada beberapa faktor yang mempengaruhi self disclosure salah

(16)

satunya adalah jenis kelamin bahwa pria kurang terbuka dari pada wanita, pria cenderung lebih menyimpan informasi dan wanita lebih senang berbagi informasi. Hasil wawancara dan observasi peneliti melihat bahwa DPN lebih menutup diri kepada bapak tirinya dan SDSR juga menutup diri kepada ibu tirinya. Sedangkan LN lebih terbuka dengan bapak tirinya dan CC lebih terbuka kepada ibu tirinya.

5.4. Pembahasan

Komunikasi menjadi hal yang penting dalam sebuah kehidupan. Manusia merupakan makhluk sosial sehingga membutuhkan komunikasi sejak dari dalam kandungan. Manusia terus melakukan sebuah komunikasi. Jika tidak ada komunikasi di antara manusia maka dunia akan terasa sepi. Keluarga merupakan kelompok sosial pertama dimana manusia belajar sebagai manusia sosial. Komunikasi harus dibina dalam keluarga sehigga anggota keluarga merasakan adanya ikatan yang dalam antara satu sama lain. Komunikasi dalam sebuah keluarga membutuhkan keterbukaan dari setiap anggota keluarga didalamnya, baik yang menyenangkan maupun tidak. Selain itu komunikasi dalam keluarga dapat menyelesaikan masalah dengan pembicaraan yang jujur, terbuka, dan sabar.

Komunikasi adalah kunci yang membuka hubungan harmonis antara orang tua dan anak. Keluarga harus memiliki waktu cukup lama untuk berbincang dan mengembangkan keterbukaan antara satu sama lain. Namun terdapat keluarga broken home yang mengalami sebuah perceraian hidup

(17)

atau mati yang membuat komunikasi anak dengan orang tua menjadi berkurang. Pernikahan baru membuat anak harus beradaptasi dengan orang tua baru dalam berkomunikasi.

Hasil penelitian yang saya lakukan dari keempat anak yang memiliki orang tua tiri mengalami 2 perbedaan yaitu sebuah perceraian hidup dan perceraian mati memiliki hasil yang berbeda. Faktor perceraian membuat anak mengalami trauma, dari pertengkaran atau cerita orang tua mereka yang dulu sehingga membuat mereka menjadi menutup diri dan lebih sulit menerima ketika mereka mendapatkan orang tua yang baru. Sedangkan sebuah perceraian yang terjadi akibat salah satu orang tua meninggal membuat mereka lebih bisa menerima orang tua baru dalam keluarga mereka karena mereka meanggap ketika orang tua yang ditinggal meninggal pasangannya pada akhirnya butuh pendamping untuk menjalani kehidupan.

Setelah anak beradaptasi dengan orang tua tirinya sikap saling keterbukaan antara anak dengan orang tua tiri sangat penting didalam keluarga. Terjalinnya komunikasi interpersonal yang efektif, keterbukaan diri menjadi penting untuk mengenal perbedaan karakter sifat maupun sikap dari anak ataupun orang tua tiri itu sendiri. Bimbingan serta nasihat diperlukan seorang anak dari orang tua kandung maupun orang tua tiri. Sebuah nasihat yang diberikan dimaksudkan agar anak dapat lebih merasakan rasa kasih sayang walaupun sebelumnya mengalami sebuah perpisahan.

(18)

Terkadang orang tua sering lupa untuk berinteraksi dengan anak- anaknya. Ada diantara mereka yang lebih mementingkan perkerjaan dari pada saling berinteraksi. Bagi mereka hal itu kurang penting dilakukan. Mereka beranggapan bahwa materi yang selalu dibutuhkan anak, padahal seorang anak tidak hanya membutuhkan materi namun juga perhatian, nasehat, dan interaksi dengan orang tuanya. Mereka juga ingin bertukar pikiran dengan orang tuanya. Mereka ingin menceritakan pengalaman apa yang mereka rasakan di setiap harinya, baik itu pengalaman yang baik maupun pengalaman yang buruk.

Komunikasi interpersonal tentu dialami oleh semua orang dimana saja dan kapan saja. Terutama didalam sebuah keluarga dibutuhkan komunikasi yang harmonis agar komunikasi itu sendiri menjadi komunikasi yang efektif. Berdasarkan hasil pembahasan penelitian yang dilakukan oleh peneliti mengenai komunikasi interpersonal anak dengan orang tua tirinya, maka peneliti mengkerucutkan olahan data hasil wawancara menurut ciri- ciri yang dikemukakan oleh De vito (sugiyo, 2005:4) bahwa ciri komunikasi interpersonal ada 5 yaitu keterbukaan (Openess), empati (Empathy), dukungan (Supportiveness), rasa positif (Positiveness), dan kesetaraan (Equality).

Dari kelima ciri-ciri efektifitas, komunikasi interpersonal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

(19)

A. Sebuah perceraian hidup dan perceraian mati adalah faktor utama yang membuat dampak yang berbeda. Seorang anak dari perceraian hidup lebih tertutup dengan orang tua tirinya sedangkan anak dari perceraian mati dapat membuat anak lebih terbuka dengan orang tua tirinya.

B. Keterbukaan saat berkomunikasi dipengaruhi beberapa faktor, yaitu waktu untuk beradaptasi dan karakter masing-masing individu. Anak yang mengalami perceraian hidup merasa canggung dan takut untuk memulai komunikasi terlebih dahulu dengan orang tua tiri mereka karena takut tidak ada respon yang mereka harapkan. Sedangkan anak yang mengalami perceraian mati dapat membuat anak lebih menerima orang tua tiri dalam keluarga sehingga lebih terbuka.

C. Rasa empati dari anak akan muncul setelah mereka merasakan rasa kasih sayang dan kenyamanan yang didapatkan dari orang tua. Respon serta rasa empati yang didapatkan seorang anak yang memiliki orang tiri sangat berbeda, orang tua tiri dari perceraian hidup kurang responsif di bandingkan orang tua tiri dari perceraian mati.

D. Sikap saling dukung dan rasa saling memiliki di dalam sebuah keluarga sangatlah penting, hal ini akan menimbulkan dampak yang positif bagi perkembangan seorang anak. Nasihat-nasihat yang dirasakan anak yang memiliki orang tua tiri dari perceraian hidup sangat sedikit sedangkan anak yang memiliki orang tua tiri dari perceraian mati sangat banyak dan terlihat sangat peduli dari sikap yang ditunjukkan.

(20)

E. Rasa positif berasal dari persepsi yang baik akan menimbulkan rasa percaya terhadap komunikator. Seorang anak yang memiliki rasa positif dan persepsi yang baik akan menghasilkan komunikasi yang efektif dengan orang tua tiri namun anak yang memiliki orang tiri dari perceraian hidup kurang memiliki rasa positif dan persepsi yang buruk kepada orang tua tiri mereka. Sedangkan anak yang memiliki orang tua tiri dari perceraian mati memiliki rasa positif dan persepsi baik terhadap orang tua tiri mereka.

F. Kesetaraan di dalam sebuah keluarga sangat penting tanpa disadari diantara anak dan orang tua telah muncul pengakuan bahwa mereka saling membutuhkan sehingga harus saling menghargai, saling menyayangi, dan saling menjaga satu sama lain. Kesetaraan seperti melibatkan pengambilan keputusan dalam sebuah keluarga harusnya seorang orang tua harus melibatkan anak dalam beberapa hal.

Menjaga komunikasi yang baik dalam keluarga baru dapat dilakukan dengan banyak cara. Jika komunikasi yang terjalin sangat baik, anak pun dapat percaya dan bebas menceritakan berbagai masalah kepada orang tua kandung atau orang tua tiri. Ini juga akan mengurangi risiko dari berbagai pergaulan bebas dan hal negatif lainnya. Orang tua tetap dapat saling berkomunikasi dalam memecahkan suatu masalah dalam keluarga dan anak- anak pun dapat leluasa dalam menceritakan keseharian mereka.

Komunikasi jelas memperkuat ikatan keluarga yang baru dimana anak dan orang tua tiri menjadi sebuah keluarga yang harmonis walaupun sebelumnya mengalami perceraian. Seiring berjalannya waktu luka

(21)

perpisahan dapat diobati dengan rasa kasih sayang dari orang tua tiri yang baru masuk ke dalam keluarga mereka. Oleh sebab itu ciptakanlah komunikasi yang efektif agar terjalinnya rasa kepercayaan, kasih sayang, keterbukaan, kesetaraan, rasa empati sehingga anak dan orang tua tiri bisa saling memiliki dan menerima satu sama lain.

(22)

5.5. Diagram Hasil 5.5.1. Subjek 1 DPN

Kasus pertama yaitu DPN seorang laki-laki berumur 21 tahun yang memiliki bapak tiri dari perceraian hidup. Bapak tiri DPN termasuk pasif saat berkomunikasi interpersonal dengan DPN. Komunikasi interpersonal yang terjalin antara DPN dan bapak tirinya terlihat kurang baik. Dari hasil penelitian terlihat keterbukaan antara kedua belah pihak terbilang tertutup. Komunikasi hanya sebatas salam ketika pergi atau pulang dan sedikit kabar tentang perkuliahan DPN. Rasa empati di antara mereka tidak responsif, tidak ada tanggapan ketika DPN menceritakan suatu hal bapaknya sebatas merespon iya saja. Dukungan yang hadir pun sekedar nanya kabar atau nasihat saat bepergian. DPN sempat kehilangan rasa positif terhadap bapak tirinya karena jarangnya komunikasi keterbukaan yang terjalin. Keterlibatan DPN dalam keputusan kegiatan keluarga saja tidak lebih dari itu. Kurangnya komunikasi interpersonal yang terjalin diakibatkan oleh beberapa hal diantaranya terpisah jarak tinggal, tidak ada rutinitas komunikasi, dan tidak ada kedekataan yang berkaitan dengan satu hal. Dari hasil wawancara didapati juga faktor pendukung komunikasi interpersonal yaitu intensitas komunikasi. Intensitas komunikasi yang jarang juga merupakan hal penting lain untuk mendukung komunikasi interpersonal diantara keduanya. Selain itu peran orang tua kandung juga berperan penting sebagai penghubung komunikasi antara DPN dan bapak tirinya. Diagram hasil pada subjek 1 DPN dapat dilihat pada tabel 5.1 berikut ini:

(23)

Gambar 5.1 Diagram Hasil Subjek 1 DPN Keterangan :

: Faktor Terjadinya Komunikasi Interpersonal : Faktor Pendukung Komunikasi Interpersonal

5.5.2. Subjek 2 SDSR

Kasus kedua yaitu SDSR seorang perempuan berumur 21 tahun yang memiliki ibu tiri dari perceraian hidup. Ibu tiri SDSR termasuk pasif saat berkomunikasi interpersonal dengan SDSR. Komunikasi interpersonal yang terjalin antara SDSR dan ibu tirinya terlihat kurang baik. Dari hasil penelitian terlihat keterbukaan antara kedua belah pihak terbilang tertutup. Komunikasi hanya sebatas menanyakan kabar tentang perkuliahan SDSR. Rasa empati di

(24)

antara mereka tidak responsif, tidak ada tanggapan ketika SDSR menceritakan suatu hal kepada ibunya. Dukungan yang dirasakan SDSR dari ibu tirinya masih sangat kurang, sebatas hati-hati di jalan saja. SDSR kehilangan rasa positif terhadap ibu tirinya, dia berpikir ibunya bersikap baik ketika ada bapak SDSR saja. SDSR tidak pernah terlibat dalam keputusan apapun bersama ibu tirinya. Kurangnya komunikasi interpersonal yang terjalin diakibatkan oleh beberapa hal diantaranya terpisah jarak tinggal, tidak ada rutinitas komunikasi, dan tidak ada kedekataan yang berkaitan dengan satu hal. Dari hasil wawancara didapati juga faktor pendukung komunikasi interpersonal yaitu intensitas komunikasi. Intensitas komunikasi yang jarang juga merupakan hal penting lain untuk mendukung komunikasi interpersonal diantara keduanya. Selain itu peran orang tua kandung juga berperan penting sebagai penghubung komunikasi antara SDSR dan ibu tirinya. Diagram hasil pada subjek dua SDSR dapat dilihat pada tabel 5.2 berikut ini:

(25)

Gambar 5.2. Hasil Diagram Subjek 2 SDSR

Keterangan :

: Faktor Terjadinya Komunikasi Interpersonal : Faktor Pendukung Komunikasi Interpersonal

5.5.3. Subjek 3 CC

Kasus ketiga yaitu CC seorang laki-laki berumur 21 tahun yang memiliki ibu tiri dari perceraian mati. Ibu tiri SDSR termasuk aktif saat berkomunikasi interpersonal dengan CC. Komunikasi interpersonal yang terjalin antara SDSR dan ibu tirinya terbilang cukup baik. Dari hasil penelitian terlihat keterbukaan antara kedua belah pihak cukup terbuka. CC dan ibu tirinya sering berdiskusi tentang perkuliahan dan kelanjutan ketika selesai kuliah. Rasa empati di antara

(26)

mereka sangat responsif, ibu tiri CC selalu memberikan pendapat baikdan buruk untuk CC. Bentuk dukungan yang diberikan ibu tiri CC seperti nasihat-nasihat pergaulan dan itu sangat berarti bagi CC. rasa positif muncul dalam diri CC, dia beranggapan tidak semua orang tua tiri itu jahat terbukti ibu tirinya baik dan selalu mendukung. Sejauh ini keterlibatan CC dalam keluarga belum sampai tahap internal, ibu tiri CC belum mempunyai anak sehingga belum ada diskusi yang intim. Jika lima ciri komunikasi interpersonal tersebut sudah terjalin baik maka tidak ada muncul hambatan diantara keduanya. Dari hasil wawancara didapati juga faktor pendukung komunikasi interpersonal yaitu intensitas komunikasi. Intensitas komunikasi yang sering terjalin juga merupakan hal penting lain untuk mendukung komunikasi interpersonal diantara keduanya. Selain itu peran orang tua kandung juga berperan penting sebagai penghubung komunikasi. Diagram hasil subjek 3 CC dapat dilihat pada gambar 5.3 berikut ini:

(27)

Gambar 5.3. Diagram Hasil Subjek 3 CC

Keterangan :

: Faktor Terjadinya Komunikasi Interpersonal : Faktor Pendukung Komunikasi Interpersonal

5.5.4. Subjek 4 LN

Kasus keempat yaitu LN seorang perempuan berumur 22 tahun yang memiliki ayah tiri dari perceraian mati. Ayah tiri LN termasuk aktif saat berkomunikasi interpersonal dengan LN. Komunikasi interpersonal yang terjalin antara SDSR dan ayah tirinya terbilang cukup baik. Dari hasil penelitian terlihat keterbukaan antara kedua belah pihak cukup terbuka. LN dan ayah tirinya sering cerita tentang masalah apapun hingga berita di TV dan media sosial. LN dan ayah

(28)

tirinya selalu mempunyai topik untuk diceritakan. Rasa empati di antara mereka sangat responsif, ayah tiri LN asik saat diajak diskusi suka kepo dan sering becanda juga. Dukungan ayah tiri LN selalu jaga diri dan hati-hati, LN pun selalu minta izin kepada bapak tirinya saat ada kegiatan di luar rumah. Ayah tiri LN sangat baik, mengayomi keluarga dan pekerja keras. Rasa positif itulah yang muncul dari LN pada ayah tirinya. LN selalu dilibatkan dalam masalah perkuliahannya, mereka sering berdiskusi mencari solusi. Terlepas yang membiayai kuliah LN adalah ayah tirinya. Jika lima ciri komunikasi interpersonal tersebut sudah terjalin baik maka tidak ada muncul hambatan diantara keduanya. Dari hasil wawancara didapati juga faktor pendukung komunikasi interpersonal yaitu intensitas komunikasi. Intensitas komunikasi yang sering terjalin juga merupakan hal penting lain untuk mendukung komunikasi interpersonal diantara keduanya. Selain itu peran orang tua kandung juga berperan penting sebagai penghubung komunikasi. Diagram hasil subjek 4 LN dapat dilihat pada tabel 5.4 berikut ini:

(29)

Gambar 5.4. Diagram Hasil Subjek 4 LN

Keterangan :

: Faktor Terjadinya Komunikasi Interpersonal : Faktor Pendukung Komunikasi Interpersonal

Gambar

Tabel 5.1: Subjek Penelitian
Gambar 5.1 Diagram Hasil Subjek 1 DPN  Keterangan :
Gambar 5.2. Hasil Diagram Subjek 2 SDSR
Gambar 5.3. Diagram Hasil Subjek 3 CC
+2

Referensi

Dokumen terkait

Program kegiatan ekstrakurikuler pendidikan agama Islam yang telah di setujui biasanya akan dimusyawarahkan dengan orang tua siswa saat pertemuan dengan

Subjek IW memiliki seorang istri dengan tiga orang anak akan tetapi salah satu anak subjek IW sudah meninggal dunia. Kedua anak subjek IW yang masih hidup yaitu anak pertama

Subjek dari penelitian ini ialah hakim Pengadilan Agama Banjarmasin yang akan penulis ambil yakni berjumlah 4 orang untuk dapat membandingkan pendapat terkait hak anak

Stresor yang berasal dari keluarga eksternal yang dialami subjek adalah ketika terlalu banyak campur tangan yang dilakukan baik oleh orang tua dan mertua dalam mengatur

Subjek merupakan anak bungsu dari empat bersaudara. Menyandang status sebagai anak terakhir tidak membuat subjek manja terhadap orang tua seperti kebanyakan anak

Masalah yang dihadapi subjek juga hampir memiliki kesamaan yaitu ketiga subjek merasa waktu yang dimilikinya tidak cukup untuk menyelesaikan berbagai tugas yang

Subjek 2 menambahkan bahwa, meskipun orang tua dari ayah subjek 2 tidak mengakui pernikahan beda etnis ayah dan ibu subjek 2 termasuk keluarga inti subjek 2, keluarga

Namun Terdapat perbedaan pendapat di antara 2 orang hakim yang menyatakan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 memiliki akibat hukum terhadap anak yang