• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PERSIAPAN, PELAKSANAAN, DESKRIPSI HASIL PENELITIAN, DAN PEMBAHASAN. A. Persiapan Penelitian. 1. Tahap Persiapan Penyusunan Alat Pengumpul Data

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV PERSIAPAN, PELAKSANAAN, DESKRIPSI HASIL PENELITIAN, DAN PEMBAHASAN. A. Persiapan Penelitian. 1. Tahap Persiapan Penyusunan Alat Pengumpul Data"

Copied!
161
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

55 BAB IV

PERSIAPAN, PELAKSANAAN, DESKRIPSI HASIL PENELITIAN, DAN PEMBAHASAN

A. Persiapan Penelitian

1. Tahap Persiapan Penyusunan Alat Pengumpul Data

Berdasarkan metode penelitian yang telah dijelaskan sebelumnya, beberapa alat pengumpul data yang akan digunakan peneliti, yaitu daftar riwayat hidup, pedoman wawancara, dan pedoman observasi.

a. Daftar riwayat hidup

Daftar riwayat hidup digunakan untuk mendapatkan informasi mengenai data diri subjek. Beberapa informasi yang tercantum dalam daftar riwayat hidup adalah identitas diri subjek, riwayat pendidikan, riwayat organisasi, riwayat pekerjaan, riwayat kesehatan, identitas orang tua, dan keadaan keluarga.

Hal-hal yang tercantum pada riwayat hidup akan diperdalam pada sesi wawancara. Daftar riwayat hidup pada pertemuan pertama setelah subjek membaca lembar penjelasan dan menandatangani lembar persetujuan menjadi subjek penelitian. Daftar riwayat hidup diisi sendiri oleh subjek. b. Pedoman wawancara

Pedoman wawancara disusun untuk mengungkap informasi yang berfokus pada penerimaan diri pada keturunan dari pernikahan

(2)

Cina-commit to user

Jawa. Selain itu, peneliti juga mengungkap aspek lain mengenai hubungan subjek dengan keluarga inti, keluarga besar, dan masyarakat sekitar serta konflik yang dialami subjek berkaitan dengan identitasnya sebagai keturunan dari pernikahan Cina-Jawa sebagai latar belakang konflik penerimaan diri subjek. Peneliti menggunakan bentuk wawancara semi terstruktur yang menggunakan pedoman wawancara namun penggunaannya fleksibel dan kondisional sesuai dengan keadaan lapangan.

c. Pedoman observasi

Kemampuan membaca reaksi verbal maupun non verbal subjek sangat dibutuhkan untuk menunjang data hasil penelitian. Oleh karena itu peneliti menggunakan pedoman observasi sebagai dasar untuk melakukan observasi, yaitu ciri fisik di antaranya tinggi badan, pakaian/atribut lain yang digunakan, tatanan rambut, warna kulit, sikap subjek meliputi kegiatan yang dilakukan, ekspresi dan mimik wajah, intonasi, cara duduk, dan gerak tubuh, dan keadaan rumah maupun lingkungan sekitar subjek, yaitu kondisi rumah, aktivitas keluarga di dalam rumah, hubungan/komunikasi antar keluarga di rumah, bangunan di sekitar rumah subjek, jarak antar bangunan, dan aktivitas penduduk di sekitar subjek.

2. Rencana Pengkodingan untuk Reduksi Data

Koding adalah pemberian kode pada satuan-satuan yang telah direduksi agar dapat ditelusuri asal sumber data tersebut. Pemberian kode meliputi:

(3)

commit to user

a) Penandaan sumber asal satuan, dalam penelitian ini keseluruhan data yang berasal dari wawancara.

b) Penandaan jenis subjek, dalam penelitian ini kode S = subjek dan SO =

Significant Other. Untuk membedakan 4 subjek dalam penelitian ini

diberikan kode, yaitu S.1 untuk subjek 1, S.2 untuk subjek 2, S.3 untuk subjek 3, dan S.4 untuk subjek 4. Sedangkan untuk significant other dibedakan dengan pemberian kode, yaitu SO.1.1 untuk significant other pertama dari subjek pertama, SO.1.2 untuk significant other kedua dari subjek pertama, SO.2.1 merupakan significant other pertama dari subjek kedua, dan seterusnya untuk significant other dari subjek ketiga dan keempat.

c) Penanda waktu wawancara, pada penelitian ini wawancara dilakukan sebanyak tiga kali untuk subjek dan satu kali untuk masing-masing

significant other. Pemberian kode waktu wawancara adalah dengan

menggunakan kode 01 dan 02 untuk membedakan wawancara pertama, kedua, dan seterusnya. Misalnya W.S.1.01 adalah wawancara pertama pada subjek pertama dan W.S.1.02 adalah wawancara kedua pada subjek pertama.

d) Penandaan letak baris dalam verbatim, penandaan dilakukan untuk menunjukkan letak baris dalam verbatim. Contoh: W.S.1.01: 85-90 berarti wawancara terhadap subjek pertama pada pertemuan pertama dan kutipan diambil dari baris ke 85-90 dari verbatim.

(4)

commit to user

B. Pelaksanaan Penelitian

Subjek penelitian diperoleh dengan menggunakan teknik purposeful

sampling, yaitu subjek dipilih berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan

peneliti sebelumnya agar sesuai dengan tujuan penelitian. Pencarian subjek dimulai sekitar bulan Mei minggu ketiga tahun 2016 dengan cara menyebar kriteria subjek penelitian ke beberapa media sosial sehingga yang berminat menjadi subjek penelitian dapat menghubungi peneliti secara langsung.

Setelah menemukan subjek penelitian yang sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan, peneliti mulai membangun rapport dengan kelima subjek pada akhir bulan Mei 2016. Wawancara dimulai pada minggu kedua bulan Juni 2016 setelah sebelumnya subjek mengisi informed consent sebagai persetujuan menjadi subjek penelitian. Selain itu, peneliti juga menjelaskan kepada subjek bahwa perlunya melakukan wawancara kepada orang terdekat subjek yang akan dijadikan sebagai significant other.

Berikut ini adalah tabel riwayat hidup subjek dalam penelitian ini: Tabel 1.

Identitas Subjek

No. Aspek Subjek 1 Subjek 2 Subjek 3 Subjek 4

1 Nama DHS EYD IAW BSC

2 Usia 23 tahun 26 tahun 18 tahun 20 tahun

3 Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan 4 Keturunan Etnis Cina-Jawa Cina-Jawa Jawa-Cina Jawa-Cina

(5)

commit to user

Pertemuan

No. Aspek Subjek 1 Subjek 2 Subjek 3 Subjek 4

6. Status Pernikahan Belum Menikah Menikah Belum Menikah Belum Menikah 7. Pendidikan Kuliah Lulusan

SMK

Kuliah Kuliah

8. Pekerjaan Mahasiswa Wiraswasta Mahasiswa Mahasiswa

9. Asal Cilacap Surakarta Magelang Lampung

Berikut ini adalah tabel jadwal pengambilan data pada subjek dalam penelitian ini:

Tabel 2.

Jadwal Pengambilan Data Subjek

Subjek

1 2 3

Subjek 1 (DHS) Rabu, 8 Juni 2016 Jumat, 17 Juni 2016

Sabtu, 30 Juli 2016

Subjek 2 (EYD) Jumat, 10 Juni 2016

Senin, 20 Juni 2016

Jumat, 22 Juli 2016

Subjek 3 (IAW) Kamis, 9 Juni 2016

Jumat, 17 Juni 2016

Senin, 18 Juli 2016

Subjek 4 (BSC) Rabu, 8 Juni 2016 Senin, 20 Juni 2016

Rabu, 27 Juli 2016

(6)

commit to user

Selain melakukan wawancara dengan subjek, peneliti juga mewawancarai orang terdekat dari masing-masing subjek yang disebut dengan significant

other. Pemilihan significant other berdasarkan kedekatan dengan subjek dan

keterkaitan dengan penerimaan diri pada subjek sebagai keturunan dari pernikahan Cina-Jawa. Significant other yang dipilih merupakan orang yang mengasuh subjek, yaitu orang tua dan nenek subjek. Significant other subjek 1 adalah nenek dan ibu subjek 1, significant other subjek 2 adalah ibu subjek 2,

significant other subjek 3 adalah ayah dan ibu subjek 3, dan Significant other

subjek 4 adalah ayah dan ibu subjek 4. Jadwal pengambilan data pada

significant other terdapat pada tabel di bawah ini:

Tabel 3.

Jadwal Pengambilan Data Significant Other

Significant Other Hubungan dengan Subjek Pengambilan Data

Significant Other 1.1 Nenek subjek 1 Rabu, 13 Juli 2016

Significant Other 1.2 Ibu subjek 1 Sabtu, 23 Juli 2016

Significant Other 2.1 Ibu subjek 2 Senin, 20 Juni 2016

Significant Other 3.1 Ayah subjek 3 Senin, 11 Juli 2016

Significant Other 3.2 Ibu subjek 3 Senin, 11 Juli 2016

Significant Other 4.1 Ayah subjek 4 Jumat, 1 Juli 2016

(7)

commit to user

C. Deskripsi Hasil Penelitian

1. Subjek 1 (DHS) a. Riwayat Hidup

Subjek 1 berinisial DHS lahir di Cilacap pada tanggal 15 Mei 1993. Subjek 1 merupakan anak tunggal dari pernikahan orang tuanya yang beretnis Cina-Jawa dan ia beragama Islam seperti orang tuanya. Kedua orang tua subjek 1 telah berpisah sejak subjek 1 berusia sekitar 7 bulan. Subjek 1 tidak mengetahui kabar dan keberadaan ayahnya, sedangkan ibu subjek 1 telah menikah dengan seorang pria berkebangsaan Malaysia dan mempunyai seorang anak dari hasil pernikahan keduanya. Ibu subjek 1 telah menetap di Malaysia bersama dengan keluarga barunya. Sejak kecil, subjek 1 dibesarkan oleh neneknya dan tinggal bersama kakek, nenek, sepupu, dan om, sedangkan ibu subjek 1 merantau ke luar kota dan Malaysia untuk bekerja membiayai kehidupan subjek 1.

Subjek 1 aktif mengikuti organisasi seperti organisasi yang bergerak di bidang pendidikan, pangan, maupun kepemudaan. Saat ini subjek 1 sedang menempuh studi di Pendidikan Fisika UNS dan dalam proses menyelesaikan studinya, yaitu mengerjakan tugas akhir (skripsi). Selain itu, subjek 1 juga bekerja sebagai tentor bidang studi IPA di salah satu bimbingan belajar di Surakarta.

(8)

commit to user b. Gambaran Observasi Saat Wawancara

PERTEMUAN 1 : Rabu, 8 Juni 2016 pukul 13.15 WIB – 14.05 WIB di Perpustakaan Universitas Sebelas Maret

PERTEMUAN 2 : Jumat, 17 Juni 2016 pukul 14.20 WIB – 15.10 WIB di Perpustakaan Universitas Sebelas Maret

PERTEMUAN 3 : Sabtu, 30 Juli 2016 pukul 15.50 WIB – 17.00 WIB di Perpustakaan Universitas Sebelas Maret

Pertemuan pertama dilakukan pada hari Rabu, 8 Juni 2016 pukul 13.15 WIB – 14.05 WIB di lantai 2 Perpustakaan Universitas Sebelas Maret. Saat pertama bertemu di lobi Perpustakaan Universitas Sebelas Maret, subjek 1 mengenakan jaket sport berwarna biru yang diresletingkan dan terlihat sedikit bagian dari kerah kemeja berwarna biru dongker yang dikenakan oleh subjek 1 dan tas selempang berwarna coklat. Selain itu, subjek 1 memakai sandal gunung berwarna hitam dan rambutnya cepak dengan poni disisir di sebelah kiri. Sebelum memasuki lantai 2, subjek 1 melepas dan memasukkan jaket dan tas cokelatnya ke dalam loker yang berada di lobi Perpustakaan Universitas Sebelas Maret. Saat itu, subjek 1 terlihat mengenakan kaos berwarna biru sebagai inner dan kemeja berwarna biru donker dengan garis putih berkerah yang dikancingkan sebagai outer serta celana jeans warna hitam dan jam

(9)

commit to user

tangan berwarna hitam di tangan kirinya. Selama wawancara, subjek 1 dan peneliti duduk di tengah ruangan karena tempat duduk yang lainnya telah ditempati oleh orang lain. Namun karena merasa terganggu, subjek 1 dan peneliti berpindah tempat duduk di sudut ruangan. Selama wawancara, subjek 1 menggerakkan tangan kiri dan kanan secara bergantian sambil menjawab pertanyaan yang diajukan peneliti. Beberapa kali subjek 1 juga menggaruk-garuk tangan dan pipinya serta meletakkan kepalan tangan kanannya di pipi kanannya. Tatapan mata subjek 1 tampak melirik kiri dan kanan serta memutar-mutar bola mata ketika menjawab pertanyaan peneliti.

Pertemuan kedua dilakukan pada hari Jumat, 17 Juni 2016 pukul 14.20 WIB – 15.10 WIB di lobi Perpustakaan Universitas Sebelas Maret. Subjek 1 mengenakan kemeja berwarna biru dongker dengan garis-garis berwarna putih sebagai outer, kaos berwarna oranye sebagai inner, celana jeans berwarna abu-abu tua dan berlubang pada lutut kanan, dan sandal gunung berwarna hitam. Subjek 1 juga memakai jam tangan berwarna hitam di tangan kirinya. Rambut subjek 1 disisir rapi dibagi dua pada sisi kiri dan kanan. Subjek 1 juga memiliki kumis serta jenggot tipis. Wawancara dilakukan di lobi Perpustakaan Universitas Sebelas Maret, peneliti dan subjek 1 duduk bersebelahan di sofa yang terdapat di lobi. Subjek 1 beberapa kali menggaruk beberapa anggota tubuhnya seperti tangan, mata, dagu, dan rambut. Selain itu selama menjawab pertanyaan peneliti, subjek 1 menggerakkan kedua tangannya. Posisi

(10)

commit to user

duduk subjek 1 agak condong ke peneliti, sedangkan tatapan mata subjek 1 terkadang melihat sekeliling dan fokus ke peneliti.

Pertemuan ketiga dilakukan pada hari Sabtu, 30 Juli 2016 pukul 15.50 WIB – 17.00 WIB di lobi Perpustakaan Universitas Sebelas Maret. Subjek 1 mengenakan jaket berwarna hitam dan ungu yang dikancingkan sebagai outer, sedangkan subjek 1 menggunakan kaos putih sebagai

inner. Selain itu, subjek 1 juga mengenakan training berwarna biru

dengan garis putih di sisi kanan dan kiri training. Subjek 1 juga menggunakan sandal berwarna hitam dan tas berwarna cokelat tua. Rambut subjek 1 disisir rapi dibagi dua pada sisi kiri dan kanan. Subjek 1 juga memiliki kumis serta jenggot tipis. Wawancara dilakukan di lobi Perpustakaan Universitas Sebelas Maret, peneliti dan subjek 1 duduk bersebelahan di sofa yang terdapat di lobi. Subjek 1 beberapa kali menggerakkan kedua tangannya secara bergantian saat menjawab pertanyaan peneliti. Posisi duduk subjek 1 condong ke arah peneliti, sedangkan tatapan mata subjek 1 terkadang melihat ke atas dan ke kiri namun secara keseluruhan subjek 1 fokus ke peneliti.

c. Hasil Wawancara dengan Subjek 1

1) Latar Belakang Konflik Penerimaan Diri a) Hubungan dengan keluarga inti

Kedua orang tua subjek 1 berpisah sejak subjek 1 berusia 7 bulan. Ibu subjek 1 telah menikah dengan warga negara Malaysia dan menetap di Malaysia sejak SMP kelas 3, sedangkan ayah

(11)

commit to user

subjek 1 tidak pernah berhubungan dengan keluarga subjek 1 dan tidak diketahui keberadaannya. Subjek 1 mengungkapkan bahwa, sejak kecil ia diasuh oleh nenek dari ibunya, sedangkan ibunya kerja di luar kota dan Malaysia untuk mencukupi kebutuhan hidupnya.

Pisah sejak kecil. Paling 7 bulan. (W.S.1.01 : 5-8)

Menikah dengan warga negara Malaysia sekarang. Sekitar sejak SMP kelas 3. (W.S.1.01 : 11-14)

Kalau untuk bapak yang Chinese gak sama sekali. Gak sama sekali. Kalo ibu masih. (W.S.1.01 : 19-21)

Tinggal dengan mbah di rumah. Mbah yang Jawa. (W.S.1.01 :

16)

Kalo dihitung-hitung engga sih. Soale kalo dihitung-hitung waktu ketemu dengan ibu dari kecil sampai sekarang paling maksimal cuma 2 tahun kalo diakumulasikan. Soale kan kerja waktu kecil itu setelah bapak pergi, setelah 1 bulan apa 2 bulan ibu ke Bandung kerja di sana. Kan ada keperluan bayi dan macem-macem, tekanan juga dari masyarakat seperti itu kondisinya. Terus selisih berapa bulan, pokoknya berapa bulan sekali. Umur berapa tahun sekitar 3 tahun itu ke Batam, juga berapa bulan sekali. Juga aku waktu SD, ke Malaysia. Setelah TK atau SD itu cuma berapa tahun sekali pulangnya. (W.S.1.01

: 34-45)

Subjek 1 menyatakan bahwa, ia tidak pernah memiliki konflik yang berat dengan dengan ibunya, namun subjek 1 merasa tidak dekat dengan ibunya karena jarang bertemu. Subjek 1 menambahkan bahwa, saat SMP ia pernah menghindari ibunya yang akan kembali ke Malaysia dengan alasan pergi potong rambut. Meskipun sering ditinggalkan ibunya, subjek 1 tidak pernah merasa kecewa terhadap ibunya.

Kalo konflik si kayanya ya kalo dibilang mungkin cuma sekedar enggak deket lah sama ibu karena kan jarang ketemu. Gak deket. Dulu pas dulu pas SMP ibu mau berangkat lagi ke Malaysia aku tuh malah sengaja pergi, alasannya potong

(12)

commit to user

rambut ya biar enggak tahu pas ibu pulang pas ibu berangkat gitu gak tau. Malah sengaja. (W.S.1.01 : 60-66)

Ya enggak juga sih, ya istilahnya kaya udah lah biar. Ya kecewa gak juga, tapi istilahnya biar gimana ya ketika SMP itu, yaudahlah wong udah biasa pergi ya udah lah pergi ya udah. Kan udah hal biasa jadi gak perlu itu banget. Gak perlu ditungguin banget soalnya kan udah biasa pergi juga.

(W.S.1.01 : 68-73)

Subjek 1 pernah merasa marah karena kedua orang tuanya berpisah. Subjek 1 juga mengaku bahwa dirinya sempat berpikir untuk bunuh diri. Namun subjek 1 mengurungkan niatnya tersebut dan berpikir bahwa jika ia bunuh diri maka perjuangannya hidup selama ini akan sia-sia. Selain itu, subjek 1 juga sempat membaca buku tentang kisah inspirasi kehidupan yang membuatnya belajar untuk menerima keadaan kedua orang tuanya.

Iya. Kalo kondisi marah iya. Kenapa sih kok aku yang ngalamin kok ibuku bapakku pisah. Bukan karena bapakku cina tapi kenapa ibukku sama bapakku pisah. (W.S.1.01 : 76-78)

Dulu itu ya kan pernah ngerasain kan sampek bener-bener di titik bawah banget pas SMP kelas 1 atau 2 SMP itu ya rasanya kaya pengen bunuh diri tapi aku pikir pas kaya pengen bunuh diri itu aku mikir buat apa bunuh diri. Kalo bunuh diri kan udah pasti masuk neraka. Cuma itu sih kalo pengen bunuh diri buat apa aku hidup selama ini kalo aku bunuh diri buat apa cuma itu. Nah kebetulan pas kelas 2 SMP itu kebetulan saya deket sama mbak sepupu itu dibesarin juga bareng di situ sama mbah. Nah itu kebetulan dia punya buku “Chicken Soup” nah aku baca-baca buku itu yang bisa bikin aku jadi agak bisa menerima. Kan di situ cerita-cerita inspirasi kan seperti itu. Dari situ aku belajar bisa menerima, menerima oh iya ada hikmahnya juga seperti itu walaupun tetap perasaan kenapa aku itu masih ada.

(W.S.1.01 : 78-96)

Subjek 1 mengatakan bahwa ibunya tidak pernah memaksakan kehendak agar subjek 1 seperti yang ibunya inginkan, melainkan segala keputusan diserahkan kepada subjek 1. Ibu subjek 1

(13)

commit to user

mengungkapkan ingin berkumpul bersama karena tidak pernah bersama sekeluarga dan ibu subjek 1 juga berharap agar subjek 1 menjadi anak yang sukses.

Soalnya kan karena dari kecil pisah ya jadi ya besok kalo udah gede ya pengennya kumpul bareng. Kan belum pernah yang namanya kumpul, satu keluarga bareng kan pisah terus. Harapannya ya pengennya ya paling pengennya jadi anak yang sukses cuma itu. (W.S.1.03 : 38-43)

Gak pernah sih kayanya, soalnya dari kecil karena dari kecil gak pernah bareng kalo misalkan pengen apa ya mesti tanya ke aku...Mau jadi apapun terserah aku, kuliah itu udah mau kemana mau ngambil apa terserah. (W.S.1.03 : 46-60)

b) Hubungan dengan keluarga besar

Selain diasuh dan tinggal bersama dengan neneknya, subjek 1 juga tinggal bersama dengan kakek, sepupu, dan om. Meskipun subjek 1 merupakan keturunan Cina-Jawa, nenek subjek 1 tidak membedakan subjek 1 dengan sepupu maupun om subjek 1.

Dulu mbah putri, mbah kakung, saya, om anak yang paling bungsu kan beda cuma 4 tahun sama saya jadi udah kaya teman main, sama mbak sepupu itu anaknya dari yang nomer 2 jadi ibu saya kan nomer 3 nah itu anak yang nomer 2 nah itu bareng itu selisihnya cuma 5 tahun. Nah jadi 3 orang itu dibesarin bareng-bareng. (W.S.1.01 : 102-109)

Gak, gak membedakan. (W.S.1.01 : 128)

Subjek 1 tidak pernah dinilai negatif oleh keluarga besarnya dari ibu karena identitasnya sebagai keturunan Cina-Jawa. Namun ia tidak tahu penilaian keluarga dari ayahnya karena subjek 1 belum pernah bertemu dengan keluarga dari ayahnya.

Alhamdulilah enggak. (W.S.1.01 : 133)

Dari keluarga besar bapak belum pernah ketemu sama sekali soalnya. (W.S.1.01 : 136-137)

(14)

commit to user

Subjek 1 mengatakan bahwa ia merasa senang ketika berkumpul dengan keluarga besar dari ibunya. Terlebih lagi, ada sepupu yang seumuran dengan subjek 1 sehingga membuat subjek 1 merasa senang mempunyai teman. Selain itu, keluarga besar dari ibu subjek 1 tidak pernah membedakan subjek 1 meskipun subjek 1 adalah keturunan Cina-Jawa.

Yaudah biasa aja, kalo kumpul-kumpul keluarga besar biasa lah istilahnya senenglah kalo kumpul-kumpul kan ada temennya kan seneng. Anaknya budhe kan ada yang seumuran, jadi kan seneng kan karena ada temen. Pas udah SMP udah biasa.

(W.S.1.03 : 121-125)

Gak sih, gak pernah bilang kamu tuh beda gak pernah. Gak pernah memperlakukan beda ya karena gak pernah diperlakukan beda atau kamu beda yaudah jadi biasa aja. Ya nganggep wajar lah. (W.S.1.01 : 128-131)

c) Hubungan dengan masyarakat sekitar

Subjek 1 mengaku tidak mengalami kesulitan jika berinteraksi dengan etnis Jawa, namun jika berinteraksi dengan etnis Cina subjek 1 sedikit mengalami kesulitan karena jarang bertemu dan berinteraksi dengan etnis Cina. Meskipun subjek 1 jarang bertemu dengan etnis Cina, ia memiliki teman yang merupakan keturunan Cina-Jawa pada waktu SMP dan teman yang beretnis Cina, yaitu adik tingkat dan teman seangkatan di Prodi Pendidikan Kimia UNS.

Kalo bertemu sama orang Jawa kayanya engga kesulitan. Kalo bertemu sama orang Cina karena emang gak pernah ketemu juga interaksinya jarang berinteraksi. Kalo sama etnis Cina kan kebetulan baru-baru ketemu pas sama orang Chinese yang pertama itu pas SMP teman satu kelas. Itu juga keturunan bapak Chinese ibunya yang Jawa. Nah itu kaya seneng ada

(15)

commit to user

temen yang Chinese juga, teman satu kelas. (W.S.1.01 :

144-156)

Iya paling cuma itu, terus pas kuliah itu adik tingkat paling yang Cina. Terus juga temen seangkatan di Prodi Pendidikan Kimia. (W.S.1.03 : 210-212)

Subjek 1 mengatakan perasaannya biasa saja ketika berkumpul dengan etnis Jawa karena ia sejak kecil dibesarkan oleh keluarga Jawa. Namun, subjek 1 menyatakan bahwa ia mengalami kesulitan dalam hal penggunaan bahasa terlebih Bahasa Krama. Subjek 1 menambahkan interaksi yang ia jalin dengan dua temannya yang beretnis Cina terbilang menyenangkan dan tidak saling tersinggung dalam berbicara.

Kalo etnis Jawa ya enggak karena udah dari kecil lingkungannya sama etnis Jawa. Kesulitannya karena di keluarga jarang pake Bahasa Jawa yang Krama itu makanya jadi kalo ngomong sama orang sini kan Kramanya karena ngapak kan jadi susah. Maksudnya karena itu aja karena emang jarang diajarin Bahasa Krama gitu aja, jadi susahnya karena itu aja. (W.S.1.03 : 223-229)

Gak sih, malah asik-asik aja. Ya kaya aku maksudnya kalo aku ngomong ya udah aku gak itu jadi mau ngomong apapun gak tersinggung. (W.S.1.03 : 232-234)

Subjek 1 menyatakan bahwa, ia tidak merasa minder jika berkumpul dengan etnis Cina. Menurutnya, jika ia berkumpul dengan etnis Cina ia merasa senang karena sama-sama minoritas di masyarakat. Selain itu, subjek 1 merasa berbeda karena tidak sepenuhnya beretnis Jawa, melainkan terdapat juga etnis Cina dalam dirinya.

Gak gak ada minder, istilahnya kalo ketemu sama orang Cinanya malah seneng kaya istilahnya ketemu sesama minoritas kan mungkin kan berasa minoritas kaya etnis Cina, jadi seneng.

(W.S.1.03 : 275-278)

Ya aku ada keturunan Chinesenya, kalo di sini kan namanya Solo kan Jawa aku ada Chinesenya oh ya aku berbeda aku gak sepenuhnya Jawa. (W.S.1.03 : 291-293)

(16)

commit to user

Menurut subjek 1, masyarakat bersikap wajar dan menerima dirinya sebagai keturunan Cina-Jawa. Beberapa orang menganggap dirinya hanya beretnis Jawa, namun ketika orang-orang tersebut mengetahui bahwa subjek 1 adalah keturunan Cina-Jawa mereka tetap bersikap biasa saja.

Aku ngelihatnya gak ada apa-apa sih, aku ngelihatnya wajar. Karena temen-temenku yang Cina itu aku ngelihatnya ya welcome-welcome aja. (W.S.1.03 : 306-308)

Ya mereka biasa aja karena yang Jawa itu pertamanya pasti Jawa oh biasa, nanti kalo rada aneh kok kaya Cina tapi biasa aja kelakuannya. Kalopun dah tau kalo ada Cinanya ya mereka juga biasa aja. (W.S.1.03 : 313-316)

Subjek 1 dipandang sebagai etnis Cina yang memperhitungkan segala sesuatu, namun bagi subjek 1 hal tersebut adalah candaan dan masih terbilang wajar. Namun saat subjek 1 kecil, subjek 1 pernah diejek “Ciken, Cino Kentir” oleh tetangga yang bisa dibilang masih saudara, yaitu anak dari buyut subjek 1. Saat mendengar ejekkan dari tetangganya tersebut, subjek 1 hanya bisa menahan tangisannya. Namun saat ini, jika ada yang mengejeknya subjek 1 sudah tidak mempedulikannya.

Kalo sekarang ya? Ya biasa kalo orang Cina kan sama orang Jawa kan pasti perhitungan wah iki perhitungan bisnis gitu. Di kos juga gitu, apa-apa dihitung wah apa-apa dihitung dasar otak Cino. Ya bercanda seperti itu, tapi ya sewajarnya lah.

(W.S.1.01 : 165-169)

Iya pas kecil itu dulu inget banget pas habis pulang sekolah entah itu TK atau SD itu kan ada tetangga depan rumah persis itu kan itungannya masih saudara lah. Anaknya dari kan saya punya buyut, buyutnya punya kakak itu anaknya buyut itu. Itu bilang pas lagi pulang aja gak ngapa-ngapain papasan di jalan. Dia bilang “Ciken, Cina Kentir”. Nah kalo di bahasa Indonesia kan itu Cina gila. Nah karena aku juga tau bapak itu Cina

(17)

commit to user

maksudnya udah tau bapak itu Cina cuma belum tau sosok bapak itu kaya gimana. Udah ya kaya gitu kan dibilangi kaya gitu diolok-olok kan ya udah. Nangis kayanya enggak tapi dalam hati kaya pengen nangis tapi ditahan lah namanya anak kecil. Terus habis pulang inget sampai sekarang. Ya seperti itu sih. Kalo yang Cina Kentir itu gak cuma di situ tapi ada banyak yang kaya gitu. (W.S.1.01 : 178-193)

Kalo sekarang udah beda, aku Cina terus ngapain mau apa. Gak peduli. (W.S.1.01 : 204-205)

d) Konflik dalam diri

Semasa kecil, subjek 1 pernah menyesal dilahirkan sebagai keturunan Cina-Jawa. Hal tersebut disebabkan ada perlakuan yang berbeda dari lingkungannya yang mengejeknya “Ciken –Cina Kentir” yang menyebabkan ia merasa diperlakukan berbeda di lingkungannya. Namun setelah itu subjek 1 mengaku ia bersikap biasa saja menanggapi perkataan orang lain. Meskipun pernah merasa menyesal dilahirkan sebagai keturunan Cina-Jawa, subjek 1 mengaku tidak pernah mempunyai konflik berkaitan dengan identitasnya sebagai keturunan Cina-Jawa. Hal tersebut disebabkan sejak kecil ia terbiasa hidup di lingkungan yang beretnis Jawa. Subjek 1 menambahkan teman-temannya yang beretnis Cina juga menganggapnya sama, yaitu beretnis Cina sehingga hal tersebut tidak menjadi masalah bagi subjek 1.

Kalo menyesal sih tapi cuma sebentar habis itu yaudah.

(W.S.1.02 : 68-69)

Misal ya dulu pas waktu kecil itu pas tak ceritain ya masih bener-bener kecil lah. Kok aku gini sih dipanggil Cina gitu aja. Cuma karena gitu aja sih. Cuma karena perlakuan berbeda dikit dari lingkungan sih bukan keluarga. Udah dari situ merasa berbeda habis itu yaudah biasa aja. (W.S.1.02 : 71-76)

(18)

commit to user

Konflik gitu gak sih kayae gak ada karena udah dibiasain di lingkungan Jawa yaudah jadi gak pernah ada konflik apapun.

(W.S.1.03 : 387-389)

Kalo di sini gak karena ya udah aku dah gak ketika aku kumpul sama temen yang Cina ya udah aku nganggep sebagai aku yang Cina juga, ada Cinanya maksudnya. Terus ketika sama Jawa yaudah karena udah terbiasa sama Jawa. (W.S.1.03 : 397-401)

Subjek 1 menambahkan bahwa, ia tidak merasa menyesal dan merasa bangga mempunyai identitas diri sebagai keturunan Cina-Jawa. Hal tersebut disebabkan subjek 1 merupakan orang yang menyukai sesuatu yang berbeda dari biasanya. Subjek 1 juga mencontohkan ketika orang muslim tidak berani masuk ke Klentheng, subjek 1 justru merasa berani karena ia juga merupakan keturunan Cina.

Kalo menyesal enggak sih, kadang ketika ada Cinanya jadi merasa bangga karena aku beda. Aku kan tipe nya bukan orang yang mainstream. Aku lebih seneng sesuatu yang beda daripada yang mainstream. Kalo yang mainstream kebanyakan kan bisanya menganggap cuma bisa itu-itu aja. Kalo ikut mode lah kalo ikut-ikut mode terus jadi cuma followers gak bisa menciptakan sesuatu yang beda. Jadi ada anggapan aku spesial lah beda di sini jadi aku bisa melakukan sesuatu yang beda juga. (W.S.1.01 : 209-218)

Gampang aja. Kalo misalkan ada syarat keturunan Cina atau Chinese misalkan aja ketika mungkinkan orang yang muslim misalkan bisa masuk ke kelentheng. Mungkin ada perasaan gak berani, kalo aku masuk kelentheng kan lawong aku keturunan Cina wajar, gak masalah. (W.S.1.01 : 220-225)

Subjek 1 menyatakan ia senang bisa menjadi keturunan Cina-Jawa. Menurutnya, dengan identitas sebagai keturunan Cina-Jawa membuat subjek 1 dapat berinteraksi di lingkungan etnis Cina maupun etnis Jawa.

(19)

commit to user

Perasaannya ya seneng aja istilahnya bisa kaya amfibi istilahnya biasa di Cina bisa di Jawa. Kan kadang kalo misalkan orang Cina kan kadang kalo di lingkungan Jawa kan agak aneh mereka kan ngerasa agak aneh, tapi kan kalo ada keturunan Cina kan bisa lebih nerima, sebaliknya juga. Kalo orang Cina ngumpul sama satu orang Cina terus ngumpul sama orang Jawa ke kampung yang di situ Jawa semua pasti kan berasa aneh di situ. Kalo kaya aku kan jadi bisa kumpul di keduanya. (W.S.1.03 : 333-342)

Subjek 1 lebih memilih memiliki identitas sebagai keturunan Jawa karena menurutnya menjadi etnis Jawa lebih aman. Hal tersebut terkait dengan konflik pada tahun 1998, etnis Cina menjadi sasaran untuk diburu. Selain itu, subjek 1 juga mengungkapkan bahwa, ia lebih terbiasa dan nyaman hidup di keluarga yang beretnis Jawa.

Gak pernah kepikiran, Cina apa Jawa. Kayanya lebih milih Jawa aja deh yang aman. (W.S.1.01 : 227-228)

Ya liat dulu pas konflik 98 kan Cina kan jadi itu kan jadi apa di istilahnya jadi sasaranlah. Mungkin kan kalo Jawa kalo sekarang kan dulu pas 98 kan aku bisa aman. Kalo sekarang kan aku jadi aman, karena kan di kecamatanku ada peraturan yang dulu itu Cina gak boleh masuk kan. Yaudah berarti tempatku Cina jadi masalah. (W.S.1.01 : 231-237)

Istilahnya udah dibesarin istilahnya kaya ibuku itungannya ya ibuku ibuku asli sama ibu yang mbah karena aku dirawat sama ibu yang mbahku yang Jawa gitu. Jadi udah biasa nyaman.

(W.S.1.03 : 323-326) 2) Pengaruh internal penerimaan diri

a) Persepsi diri

Semasa kecil, subjek 1 pernah menyesal dilahirkan sebagai keturunan Cina-Jawa. Hal tersebut disebabkan ada perlakuan yang berbeda dari lingkungannya yang mengejeknya “Ciken –Cina

(20)

commit to user

Kentir” yang menyebabkan ia merasa diperlakukan berbeda di lingkungannya.

Kalo menyesal sih tapi cuma sebentar habis itu yaudah.

(W.S.1.02 : 68-69)

Misal ya dulu pas waktu kecil itu pas tak ceritain ya masih bener-bener kecil lah. Kok aku gini sih dipanggil Cina gitu aja. Cuma karena gitu aja sih. Cuma karena perlakuan berbeda dikit dari lingkungan sih bukan keluarga. Udah dari situ merasa berbeda habis itu yaudah biasa aja. (W.S.1.02 : 71-76)

Konflik gitu gak sih kayae gak ada karena udah dibiasain di lingkungan Jawa yaudah jadi gak pernah ada konflik apapun.

(W.S.1.03 : 387-389)

Subjek 1 merasa sedikit senang sebagai keturunan Cina-Jawa karena tidak semua orang mempunyai identitas seperti dirinya. Terlebih lagi subjek 1 memang orang yang menyukai sesuatu yang berbeda dari biasanya. Selain itu, subjek 1 mengungkapkan dengan identitasnya sebagai keturunan Cina-Jawa ia dapat berinteraksi dengan etnis Cina maupun etnis Jawa.

Ya mungkin ngerasa agak seneng sedikit lah karena minoritas karena gak semua punya kan istilahnya kalo gak semua orang punya kan istilahnya wah aku berbeda. Lebih merasa ada sesuatu prestise sedikit begitu lah. Mungkin seperti prestise berbeda gitu. Kan karena minoritas atau yang sedikit dari kebanyakan kan lebih seneng. Kaya saya cenderung lebih suka bukan yang mainstream bukan yang cenderung kebanyakan.

(W.S.1.02 : 56-64)

Ya itu jadi lebih bisa kaya macam amfibi tadi, jadi kalo ketemu orang Cina yaudah ngobrol bisa masuk ke situ, ketika sama orang Jawa yaudah terbiasa sama orang Jawa ya biasa. Jadi biasa dua-duanya, kalo cuma Jawa aja kan untuk masuk ke Cina kan jadi agak sulitlah. (W.S.1.03 : 406-411)

b) Selalu berpikiran negatif tentang masa depannya

Subjek 1 mengatakan bahwa, identitasnya sebagai keturunan Cina-Jawa tidak menghambat masa depannya. Subjek 1

(21)

commit to user

menyatakan bahwa, identitasnya sebagai keturunan Cina-Jawa membuatnya lebih menyukai pasangan yang beretnis Jawa berdasarkan pertimbangan dari segi fisik dan karena kebanyakan etnis Cina adalah non muslim.

Kalo menghambat masa depan kayae enggak. (W.S.1.02 : 124) Kalo itu mungkin bisa karena aku mungkin gak akan memilih yang etnis Cina. Ya karena gak seneng aja, gak senengnya ya karena mungkin fisiklah. Maksudnya etnis Cina itu terlalu, maksudnya kelihatan yang Cina sama enggak kan. Entah kenapa senengnya yang biasa-biasa aja maksudnya yang Jawa gitu aja. (W.S.1.03 : 436-441)

Ya karena fisik aja sih gak ada. Terus juga biasanya yang Cina itu kan kebanyakan bukan Islam kan nanti kan susah. (W.S.1.03

: 445-447)

c) Kerelaan membuka diri atau mengungkapkan pikiran, perasaan, dan reaksi kepada orang lain

Subjek 1 mengatakan bahwa ia pernah menceritakan masalahnya berkaitan dengan identitas sebagai keturunan Cina-Jawa kepada temannya. Selain itu, ia juga menceritakan kepada orang yang menanyakan tentang identitas etnisnya.

Pernah (W.S.1.02 : 82)

Itu tadi temenku si R. Yang tadi tak bilang (W.S.1.02 : 84) Kalo sama yang lain ya kalo sama yang lain itu ya sama-sama ke itu yang ada keturunan Cina atau yang Cina atau yang nanya. Kalo yang nanya ya enggak. (W.S.1.02 : 86-88)

Subjek 1 mengatakan bahwa, ia tidak menutupi identitasnya sebagai keturunan Cina-Jawa. Ia akan menjelaskan terkait identitas etnisnya jika ada orang yang bertanya padanya.

(22)

commit to user

Enggak. Enggak menutupi. Cuma emang gak keliatan aja. Emang gak keliatan. Aku cuma bilang kalo orang itu nanya.

(W.S.1.02 : 136-138)

d) Penerimaan terhadap orang lain

Subjek 1 mengatakan bahwa ia menghargai orang yang berbeda etnis dengannya. Jika dengan etnis Jawa, subjek 1 mengaku sudah terbiasa bergaul sehingga ia juga bersikap seperti biasa pada etnis Jawa. Subjek 1 juga menambahkan untuk etnis lainnya ia mencoba untuk menghargai termasuk adat istiadat mereka yang berbeda.

Beda etnis. Kalo yang berbeda etnis ya menghargai. Kalo untuk Jawa ya udah biasa, karena udah biasa jadi ya seperti biasa lah. Kalo misalkan ketemu etnis lainnya, kalo misalkan adik tingkat ada yang etnis Papua kan ada yang NTT juga temen juga kan kemarin kan KKN di Sabang, Aceh itu juga ya menghargai lah seperti biasanya. Karena adat mereka kan beda juga. (W.S.1.02 : 96-103)

e) Pengaturan emosi

Subjek 1 mengatakan bahwa, ia termasuk orang yang jarang marah. Ketika ia sedang marah atau kecewa biasanya ia berdiam diri setelah itu berkeliling dengan mengendarai sepeda motor untuk menenangkan diri.

Kalo marah atau kecewa tergantung juga sih. Kalo istilahnya kalo marah atau kecewa sama temen gitu yaudah biasa aja lah. Paling yo diem habis itu paling jalan-jalan lah. Naik motor nenangin diri, kalo gak apa marah banget. Marah enggak sih. Soalnya emang jarang marahnya. Kalo kecewa baru, kalo kecewa kalo bener-bener itu udah cari tempat, jalan kemana atau main kemana yang bisa nenangin diri gitu aja sih.

(23)

commit to user

Subjek 1 mengatakan ia pernah marah sebentar karena mempertanyakan kenapa ia mendapatkan perlakuan berbeda, yaitu diperolok oleh lingkungannya semasa subjek 1 kecil.

Endak. Cuma waktu kecil itu cuma agak samar-samar. Gak begitu inget banget. (W.S.1.02 : 166-167)

Ya cuma sebentar aja karena ada orang yang memperolok gitu aja. Emang aku kenapa sih, cuma gitu aja. (W.S.1.02 : 169-171)

3) Pengaruh eksternal penerimaan diri a) Hambatan dalam lingkungan

Subjek 1 mengatakan bahwa, ia tidak mengalami kesulitan ketika berada di masyarakat. Hal tersebut disebabkan wajahnya yang tidak begitu terlihat Cina sehingga tidak ada perlakuan berbeda yang ia terima karena identitas etnisnya tersebut.

Kalo kesulitan enggak. Karena wajah kan gak begitu Cinanya jadinya orang-orang ya menganggap biasa jadi perlakuannya juga biasa. Jadi gak begitu tau biasa banget lah. (W.S.1.02 :

107-110)

b) Sikap masyarakat yang tidak menyenangkan

Subjek 1 mengatakan bahwa saat ia masih kecil, ia pernah menerima ejekkan, yaitu “Ciken, Cina Kentir” yang dilontarkan oleh anak dari kakak buyut subjek 1. Hal tersebut membuatnya ingin menangis, namun subjek 1 menahan tangisannya tersebut.

Anaknya dari kan saya punya buyut, buyutnya punya kakak itu anaknya buyut itu. Itu bilang pas lagi pulang aja gak ngapa-ngapain papasan di jalan. Dia bilang “Ciken, Cina Kentir”. Nah kalo di bahasa Indonesia kan itu Cina gila. Nah karena aku juga tau bapak itu Cina maksudnya udah tau bapak itu Cina cuma belum tau sosok bapak itu kaya gimana. Udah ya kaya gitu kan dibilangi kaya gitu diolok-olok kan ya udah. Nangis

(24)

commit to user

kayanya enggak tapi dalam hati kaya pengen nangis tapi ditahan lah namanya anak kecil. (W.S.1.01 : 181-190)

Selain itu, kaya e enggak. Karena gak begitu kelihatan Cinanya juga soale. Diejek untuk diejek karena etnis kaya e enggak ada.

(W.S.1.02 : 192-194)

Enggak. Kalo membedakan enggak. (W.S.1.02 : 199)

4) Tahapan-tahapan penerimaan diri

a) Reflected self acceptance (Pencerminan penerimaan diri)

Subjek 1 mengatakan bahwa keluarga besar dari ibunya dan teman-temannya tidak ada yang menanggapi tentang identitas subjek 1 sebagai keturunan Cina-Jawa. Namun teman-teman subjek 1 menanggapi identitas subjek 1 sebagai keturunan Cina yang perhitungan dari segi keuangan, sedangkan masyarakat tetap bersikap biasa saja baik ketika hanya mengetahui subjek 1 merupakan etnis Jawa dan ketika mengetahui bahwa kenyataannya subjek 1 merupakan keturunan Cina-Jawa.

Tanggapan tertentu gak ada sih kalo dari keluarga ya.

(W.S.1.03 : 471)

Ya gak ada juga paling cuma bercandaan doang. Paling kalo ada usaha apa gitu misal lagi apa gitu bercanda itung-itungan gitu wah Cina ki Cina ki itungane gitu opo-opo diitungke perhitungan gitu aja. (W.S.1.03 : 473-476)

Gak ada sih, kalo candaan keturunan kaya e gak ada sih cuma itu aja. (W.S.1.03 : 478-479)

Gak karena pertama ngelihat yaudah taunya aku Jawa. Kadang kok kaya Cina, kalo udah tau ya oh ada keturunan Cina ya udah gitu aja. (W.S.1.03 : 483-485)

Subjek 1 mengatakan bahwa, ia termasuk orang yang tidak mempedulikan penilaian orang lain terhadapnya. Menurutnya, asalkan penilaian orang lain tersebut tidak mengganggunya dan penilaian tersebut memang benar tentangnya. Jika penilaian orang

(25)

commit to user

lain tersebut tidak sesuai dengan dirinya, maka subjek 1 akan bersikap cuek dan waktu yang akan menjawab penilaian orang lain tersebut.

Kalo penilaian gak sih, aku soalnya orangnya cuekan gak peduli sama orang nilai apa yaudah terserah. Yang penting gak ganggu aku dan aku penilaian itu emang bener. Maksudnya gak salah juga maksudnya. (W.S.1.02 : 204-208)

Kalo gak sesuai, ya maksudnya ya cuek aja nanti juga lihat sendiri lah. Seiring berjalannya waktu juga lihat sendiri seperti apa aslinya. (W.S.1.02 : 215-217)

b) Basic self acceptance (Penerimaan diri mendasar)

Subjek 1 menyatakan bahwa, ia diterima sebagai keturunan Cina-Jawa, namun ada beberapa orang yang kurang percaya bahwa dirinya juga memiliki identitas sebagai etnis Cina. Subjek 1 menambahkan bahwa, orang-orang di sekitarnya tidak membeda-bedakan subjek 1, bersikap biasa saja, dan tidak ada pandangan apapun mengenai identitasnya tersebut.

Menerima sebagai keturunan Cina-Jawa ya bisa aja sih tapi kadang misalkan moso we Cino to kadang ada yang gak percaya gitu cuma gitu aja sih. Tapi secara umum bisa sih.

(W.S.1.03 : 521-524)

Mereka ya istilahnya gak membeda-bedakan, kalo misalkan ketemu aku juga biasa aja, menyapa, gak sampai ada pandangan miris atau gimana gak ada. (W.S.1.03 : 527-529)

c) Conditional self acceptance (Penerimaan diri bersyarat)

Selain itu, subjek 1 juga mengungkapkan bahwa ia tidak pernah mengetahui dan tidak pernah melakukan adat istiadat Cina. Hal tersebut disebabkan sejak kecil subjek 1 tidak hidup dengan ayahnya yang beretnis Cina. Lain halnya dengan adat istiadat Jawa

(26)

commit to user

yang sejak kecil sudah biasa ia lakukan sehingga subjek 1 pun bisa mengikuti adat istiadat Jawa. Meskipun demikian, subjek 1 menambahkan bahwa, di keluarga besar ibunya kurang mengenal adat istiadat Jawa, tetapi lebih ke agama Islam seperti Kenduri. Selain itu, subjek 1 juga mengatakan ia tidak pernah mendapatkan tuntutan untuk mengikuti adat istiadat Cina atau pun Jawa.

Kalo dari Cina kurang bisa karena kan emang enggak kesentuh adat Cina kan jadi saya gak bisa kalo ngikutin adat Cina.

(W.S.1.02 : 232-234)

Kalo dari Cina ya aku gak tau sama sekali, makanya jadi mungkin bisa dibilang sulit karena gak tau sama sekali. Kalo misalkan Imlek kan gak tau juga. (W.S.1.03 : 558-560)

Iya gak pernah ketemu sama gak pernah tau juga gak pernah ngalami. (W.S.1.03 : 562-563)

Kalo untuk adat Jawa ya bisa karena dari kecil udah terbiasa jadi ya biasalah bisa lah kalo mengikuti adat Jawa. (W.S.1.02 :

234-236)

Yang Jawa kalo di keluargaku gak ada. Istilahnya kan dah dari kecil biasa jadi ya udah, soalnya adat-istiadat di tempatku udah gak begitu juga. Istilahnya adat-istiadatnya apa ya, blangkon gak pernah pake kaya gitu. Gak pernah, biasa aja karena adat-istiadat di sana ya kurang juga. Paling cuma yang namanya kenduri biasalah, mungkin kenduri istilahnya Jawa kan lebih ke agama Islamnya kan, biasa aja sih. (W.S.1.03 : 537-544)

Tuntutan atau harapan seperti itu, enggak. Enggak ada sama sekali. (W.S.1.02 : 244-245)

d) Self evaluation (Evaluasi diri)

Subjek 1 mengungkapkan bahwa ia merasa sedikit senang dilahirkan sebagai keturunan Cina-Jawa karena tidak semua orang mempunyai identitas seperti dirinya. Terlebih lagi subjek 1 memang orang yang menyukai sesuatu yang berbeda dari biasanya. Selain itu, subjek 1 mengatakan ia lebih bisa menghargai dan menerima perbedaan suku. Selain itu, subjek 1 tidak merasa

(27)

commit to user

berbeda karena identitas etnis yang ia miliki. Namun ia merasa sedikit terganggu jika ada orang yang berpendapat tentang permasalahan etnis tanpa memandang dari sisi yang objektif.

Ya mungkin ngerasa agak seneng sedikit lah karena minoritas karena gak semua punya kan istilahnya kalo gak semua orang punya kan istilahnya wah aku berbeda. Lebih merasa ada sesuatu prestise sedikit begitu lah. Mungkin seperti prestise berbeda gitu. Kan karena minoritas atau yang sedikit dari kebanyakan kan lebih seneng. Kaya saya cenderung lebih suka bukan yang mainstream bukan yang cenderung kebanyakan.

(W.S.1.02 : 56-64)

Jadi lebih bisa menghargai perbedaan lebih lagi untuk perbedaan suku. Lebih bisa menerima. (W.S.1.02 : 259-260) Enggak. Kalo itu cuma itu aja ketika ada masalah ada orang menganggap apa ketika ada masalah seperti etnis seperti apa seperti itulah di berita terus ada yang menanggapi tapi dia hanya sepihak gak melihat perbedaan dari dua orang yang berbeda itu. (W.S.1.02 : 268-272)

Kalo mengganggu, kalo dibilang menganggu ya sebenernya gak menganggu banget sih. Gak menganggu. Cuma kan namanya pendapat kan seperti orang-orang kan beda. (W.S.1.02 :

274-277)

e) Real ideal comparison (Perbandingan diri yang nyata dengan yang ideal)

Subjek 1 mengatakan bahwa, identitasnya sebagai keturunan Cina-Jawa tidak mempengaruhi keinginan atau harapannya karena dari segi penampilan subjek 1 seperti orang Jawa bukan keturunan dari etnis Cina dan Jawa.

Kalo itu endak, endak ada. Karena gak begitu kelihatan Cina sih gak begitu keinginannya gak begitu terpengaruh. (W.S.1.02

: 283-285)

Menurut subjek 1, keturunan Cina-Jawa yang ideal adalah mengetahui dan mengerti kedua budaya dari Cina dan Jawa agar

(28)

commit to user

bisa menghargai perbedaan. Jika hanya mengetahui salah satu budaya saja, maka akan kurang maksimal dalam menghargai perbedaan budaya.

Yang idealnya sih harus tau kedua budaya itu tau kedua budayanya itu juga. Istilahnya biar mengenal bener-bener mengerti apa namanya dua sisi dari dua budaya itu, karena kan ketika orang melihat satu dia misalkan satu suku Cina atau Jawa aja kan terus lihat salah satu budaya lainnya kan ketika perbedaan misalkan ketika puasa lah. Puasa gitu kan misalkan untuk menghargai perbedaannya itu kan akan lebih bisa tau bagaimana cara menghargainya ketika orang itu dia bener-bener merasakan dari kecil yang dua-duanya itu. Jadi misalkan kaya saya, ibu Jawa dari kecil misalkan puasa kaya gitu bapaknya Cina, kalo bisa dua-duanya kan jadi ketika misalkan Imlek atau mungkin lebaran itu bisa lebih bijak menyikapinya. Kalo misalkan cuma satu-satu salah satu aja kaya saya kan jadi kurang bisa maksimal untuk menghargai seperti itu. (W.S.1.02 :

289-305)

Subjek 1 mengatakan bahwa dirinya belum ideal sebagai keturunan Cina-Jawa karena subjek 1 belum merasakan budaya dari etnis Cina sejak kecil. Subjek 1 mengatakan bahwa ia mencoba bergaul dengan keturunan Cina-Jawa atau keturunan Cina saja agar lebih mengerti budaya Cina yang belum ia kenal. Namun subjek 1 mengalami kesulitan untuk bergaul dengan etnis Cina sehingga ia bergaul dengan teman atau adik kelas yang beretnis Cina untuk menanyakan seputar kebiasaan dalam etnis Cina.

Belum. (W.S.1.02 : 312)

Supaya lebih ideal ya itu kaya emmm apa namane kaya lebih banyak bergaul lah coba lebih lebih membaur sama teman-teman mungkin keturunan Cina-Jawa atau yang cuma keturunan Cina aja. Kan juga ada adik tingkat yang Cina aja juga ya ngobrolnya enak-enak aja. Kita jadi saya lebih lebih buka-bukaan lah. Lebih biasa jadi istilahnya lebih banyak bergaul sama yang etnis Cinanya yang kurang. Kan saya

(29)

commit to user

kurangnya ke Cinanya berarti lebih banyak bergaul sama orang-orang Cinanya. (W.S.1.02 : 318-327)

Baru sedikit karena itu karena untuk masuk ke itunya kan agak susah juga. Jadi lebih ke yang deket-deket aja lah adik-adik tingkat yang keturunan Cina terus temen yang keturunan Cina. Jadi ya kalo kita lagi ketemu atau lagi apa ya ngobrol-ngobrol. Kamu kaya gimana sih pas Imlek kaya gimana. Tanya-tanya kebiasaannya ketika di keluarga. (W.S.1.02 : 329-335)

2. Subjek 2 (EYD) a. Riwayat Hidup

Subjek 2 berinisial EYD lahir di Surakarta pada tanggal 28 Juli 1989. Subjek 2 merupakan anak kedua dari ayah yang beretnis Cina dan ibu yang beretnis Jawa. Ayah subjek 2 sudah meninggal dunia, sedangkan ibu subjek 2 menikah sebanyak 2 kali dan mempunyai 9 orang anak dari pernikahan keduanya. EYD sudah menikah dan mempunyai seorang anak laki-laki yang berusia 3 bulan. Suami EYD sama seperti EYD yang merupakan anak dari ayah yang beretnis Cina dan ibu yang beretnis Jawa.

Saat ini EYD fokus mengurus buah hatinya, meski sebelumnya EYD merupakan wiraswasta dan menjaga sendiri toko miliknya. Selain itu EYD juga mengikuti komunitas di Solo yang bergerak di bidang pembuatan dan peragaan kostum karnaval, namun saat ini EYD mengaku berhenti sementara dari komunitas tersebut agar dapat fokus merawat buah hatinya.

(30)

commit to user b. Gambaran Observasi Saat Wawancara

PERTEMUAN 1 : Jumat, 10 Juni 2016 pukul 17.30 WIB – 18.30 WIB di rumah EYD

PERTEMUAN 2 : Senin, 20 Juni 2016 pukul 17.50 WIB –18.30 WIB di rumah EYD

PERTEMUAN 3 : Jumat, 22 Juli 2016 pukul 18.00 WIB – 19.00 WIB di rumah EYD

Pertemuan pertama dilakukan pada hari Jumat, 10 Juni 2016 pukul 17.30 WIB – 18.30 WIB di teras rumah subjek 2. Saat peneliti datang ke rumah subjek, subjek sedang makan bersama dengan ibunya. Ibu subjek menemui peneliti dan berbicara dengan peneliti terkait dengan pernikahan Cina-Jawa. Kemudian, subjek menemui peneliti dan meminta ibu subjek masuk ke rumah. Keadaan rumah subjek sangat sepi hanya ada subjek, ibu subjek, dan anak subjek. Rumah subjek tergolong susah ditemukan karena masuk gang sempit. Rumah subjek masih beralaskan tanah, di teras rumah ada kursi panjang yang terbuat dari kayu, sepeda yang di parkir di teras dan dua ekor ayam dan dua ekor anjing yang dibiarkan liar berada di teras rumah. Wawancara dimulai di teras rumah subjek 2. Subjek 2 mengenakan kaos berwarna putih dengan garis berwarna kuning dan hitam serta celana pendek kain warna hitam dengan garis-garis hijau, ungu, dan putih. Selain itu, subjek 2 memakai sandal berwarna hitam dengan garis hijau dan rambutnya dikucir ke atas. Subjek duduk di samping peneliti, tetapi posisi duduk tidak miring menghadap

(31)

commit to user

peneliti. Selama wawancara, subjek 2 menjawab pertanyaan peneliti dengan gerakan kedua tangan.

Pertemuan kedua dilakukan pada hari Senin, 20 Juni 2016 pukul 17.50 WIB – 18.30 WIB di teras rumah subjek 2. Saat peneliti datang, subjek, ibu, dan suaminya sedang menerima tamu di teras rumahnya. Subjek terkejut melihat peneliti datang ke rumah subjek karena biasanya peneliti datang di hari Jumat. Kemudian subjek mempersilahkan peneliti masuk ke dalam rumah dan menawarkan peneliti untuk melakukan wawancara dengan ibu subjek terlebih dahulu karena ibu subjek akan bersiap-siap beribadah dan subjek ingin mandi terlebih dahulu. Wawancara dimulai di teras rumah subjek 2, setelah peneliti mewawancarai ibu subjek 2 sebagai

significant other. Subjek 2 mengenakan kaos berwarna merah muda

dengan tulisan my love berwarna hijau dan celana pendek kain dengan motif bunga-bunga. Selain itu, subjek 2 memakai sandal berwarna hitam dengan garis hijau dan rambutnya dikucir ke atas. Subjek duduk di samping peneliti dan posisi duduk menghadap peneliti. Selama wawancara, subjek 2 menjawab pertanyaan peneliti dengan menggerakkan kedua tangannya.

Pertemuan ketiga dilakukan pada hari Jumat, 22 Juli 2016 pukul 18.00 WIB – 19.00 WIB di teras rumah subjek 2. Saat peneliti datang, ibu subjek 2 sedang menyapu teras rumah, sedangkan subjek 2 mengasuh anaknya di dalam rumah. Peneliti memberi salam kepada ibu subjek 2 kemudian subjek 2 menemui peneliti dan meminta ibu subjek masuk ke

(32)

commit to user

rumah untuk mengasuh anaknya. Peneliti menyampaikan bahwa, ada beberapa hal yang perlu ditanyakan kepada subjek 2 sebagai data tambahan untuk wawancara sebelumnya. Wawancara dimulai di teras rumah subjek 2. Subjek 2 mengenakan kaos berwarna merah muda dengan tulisan my love berwarna hijau dan celana panjang kain berwarna abu-abu. Selain itu, subjek 2 memakai sandal berwarna hitam dengan garis hijau dan rambutnya dikucir ke atas. Subjek duduk di samping peneliti dan posisi duduk menghadap peneliti. Selama wawancara, subjek 2 menjawab pertanyaan peneliti dengan menggerakkan kedua tangannya dan tangan menyilang di dada. Saat akan memasuki akhir wawancara, anak subjek rewel sehingga subjek 2 meminta ijin untuk masuk ke rumah untuk membawa anaknya ke teras dan menenangkan anaknya dengan cara menggendong sementara pertanyaan tetap dilanjutkan.

c. Hasil Wawancara dengan Subjek 2

1) Latar Belakang Konflik Penerimaan Diri a) Hubungan dengan keluarga inti

Menurut subjek 2, ayahnya adalah sosok pekerja keras, tegas, perhatian, baik, dan menyayangi anak-anaknya. Meskipun subjek 2 mengatakan bahwa, ayahnya pilih kasih terhadapnya namun sejak kelas 5 atau 6 SD ayahnya mulai menyayangi dan merawatnya. Subjek 2 mengatakan bahwa, ibunya merupakan sosok pekerja keras dan menyayangi anak-anaknya.

Papaku itu orangnya pekerja keras pertama. Dua, dia juga sayang sama anak-anaknya. Ya meskipun kemarin pernah tak

(33)

commit to user

ceritain walaupun aku dipilih-pilih sama papa cuma kan setelah beberapa lama beliau juga sudah mulai mau terima oh ini anakku dan mulai sayang dibelike apa-apa gak pernah dibedakke semenjak itu. Jadi ya orange juga perhatian, baik, cuma kadang orangnya agak keras. Jadi dia punya sifat tegas yang berlebihan sama anak-anaknya gitu. (W.S.2.03 : 3-11) Pokoke pernah tinggal sama papa terus kemudian di situ mulai dirawat sama papa. Jadi aku mulai disayang mulai diapa namane SD, mungkin kelas 5 apa kelas 6. Itu sampek SMP kelas 1 itu sebelum papa gak ada. Jadi mungkin kesayangane 3 tahun hehe. (W.S.2.03 : 17-22)

Mama tu orangnya sayang ya, sayang banget sama anak-anaknya, terus juga pekerja keras, beliau itu padahal hari ini itu sudah 63 tahun hampir 64 ndak pernah beliau lelah. (W.S.2.03 :

38-41)

Subjek mengatakan bahwa, tidak ada budaya yang dominan yang diajarkan oleh kedua orang tua subjek. Ibu subjek mengajarkan cara bergaul dengan keluarga ayahnya yang merupakan keturunan Cina dan cara bergaul dengan keluarga ibunya yang merupakan keturunan Jawa.

Sejauh ini gak ada ya sing dominan cuman mamaku tuh selalu ngajari gimana sih carane bergaul sama e keluarganya papa yang memang keturunan Tionghoa. Jadi kita kaya diajak untuk beradaptasi di sana ya kita harus bersikap bagaimana, kalo di keluarganya mama yang basicnya Jawa ya harus bagaimana.

(W.S.2.01 : 5-11)

Subjek 2 mengatakan bahwa, ayahnya memperlakukan dirinya dan kakaknya berbeda. Misalnya kakak subjek selalu diajak bertemu keluarga besar ayahnya dan dibelikan sesuatu, sedangkan subjek 2 selalu ditinggal di rumah. Subjek 2 menambahkan dirinya jarang pergi bersama dengan ayahnya, ia lebih sering keluar bersama dengan ibunya. Di lain sisi, ibu subjek 2 tidak pernah membedakan subjek dengan kakaknya. Segala sesuatu yang

(34)

commit to user

diberikan kepada kakaknya selalu diberikan juga kepada subjek misalnya makanan atau pun pakaian. Namun kakak subjek 2 merasakan hal lain, kakak subjek 2 menganggap ibunya membedakannya dengan subjek 2.

Misalnya papa itu ya mungkin kalo diajak keluar itu kan sering maksude diajak ketemu keluarga pun aku sering ditinggal. Kan masalah perbedaan kan kakakku dibeliin apa aku ndak. Kalo diajak keluar kan pasti kakakku dibeliin apa, nek sama aku kan ndak. Aku kan jarang keluar sama papa, seringe keluar sama mama. (W.S.2.03 : 86-92)

Ndak sih nek mamaku ndak tapi kakakku merasa kaya gitu. Tapi mamaku itu sebenere nek dalam sikap ya dia ndak pernah mbedakke. Jadi kalo aku dikasihi makanan apa ya kakakku dapet makanan apa. Nek kakakku dibelike baju ya aku dibelike baju yang sama. (W.S.2.03 : 98-102)

Ayah subjek 2 lebih senang mengajak pergi kakak subjek dibandingkan dengan subjek. Menurut subjek 2, hal tersebut disebabkan kakaknya lebih terlihat Cina dibandingkan dengannya. Subjek 2 menambahkan bahwa perlakuan berbeda ayahnya tersebut terjadi ketika ia kecil, namun setelah beranjak dewasa ayah subjek 2 tidak lagi memandang perbedaan penampilan subjek yang terlihat Jawa. Selain itu, subjek 2 juga menambahkan ayahnya pernah menganggap bahwa subjek 2 bukan anak kandung ayahnya.

Cuma kalo sama papa itu perbedaane kalo misalkan papa ngajak pergi kakak, aku ndak diajak pergi gitu... (W.S.2.02 :

136-138)

...kakakku tuh lebih istilahe kelihatan Cinane. Nek aku kan lebih ke mama, nek kakakku lebih ke papa. Cuma nek mukanya aku tuh ke papa, kakakku ke mama. (W.S.2.02 : 49-52)

Setelah besar semuane kan jadi terbuka. Papa jadi maksude papa ndak memandang kita ini beda maksude beda kulit warna apa gimana. (W.S.2.02 : 63-66)

(35)

commit to user

Maksude dulu kan papa pernah menolak intine kamu bukan anakku. Padahal ya mukanya paling mirip itu aku cuma beliau gak mau gitu. Jadi ya dulu sebelum diterima itu, tapi akhire ya sudah diterima. (W.S.2.03 :62-65)

Subjek 2 mengatakan bahwa, ia pernah iri dengan kakaknya. Hal tersebut disebabkan kakak subjek 2 lebih terlihat Cina dibandingkan dengannya dan lebih sering diajak ke keluarga besar sehingga keluarga besar lebih mengenal kakak subjek 2 dibandingkan dengannya.

Ya pernah sih nek iri itu pernah. Karena kemana-mana itu yang istilahe yang diakui sama keluarga besar itu cuma kakakku tok. Aku sendiri malah ndak kelihatan Cinanya sendiri, malah dikira orang Ambon... Kok mukae kok gini kulitnya ya cuma karena waktu kecil ndak mungkin ngerti kan nek kita dikaya gituin ya cuma ada rasa sih. Waktu SD itu kok kenapa sih kakakku diterima kok aku endak. (W.S.2.02 : 69-76)

Dulu itu kalo misalkan keluarga besar itu yang sering dibawa itu kakakku. Nah kalo aku kan jarang dibawa, jadi jarang banget kumpul sama keluarga besar. Nah mungkin kan karena seringnya mereka ketemu kan mereka jadi lebih akrab.

(W.S.2.03 : 339-344)

b) Hubungan dengan keluarga besar

Orang tua ayah subjek 2 tidak mengakui dan menyetujui pernikahan kedua orang tua subjek 2. Hal tersebut disebabkan orang tua ayah subjek 2 tidak menyukai adanya pernikahan beda etnis. Bahkan, orang tua subjek 2 juga tidak mengakui ayah, ibu, dan subjek 2 akibat pernikahan beda etnis tersebut. Selain itu, ayah subjek 2 juga telah dicoret dari hak waris karena pernikahan beda etnis tersebut.

Kalo orang tuanya papa itu dulu sempet kaya karena berbeda ras ya. Kamu Jawa e apa namane hidupmu ya sama orang

(36)

commit to user

Jawa. Aku Cina ya aku dengan Cina. Cuman konfliknya itu cuman sama orang tuane papa. Jadi kalo dari keluarga besar gitu malah kadang justru ndak ada. Tapi kalo sama orang tuane papa kan karena papa kan dari awal ndak setuju kalo ada pernikahan campur. (W.S.2.01 : 75-82)

Heem. Orang tuanya, orang tuanya ya jadi kaya kamu ya harus sama orang Tionghoa. Wong kamu orang Tionghoa, kalo kamu memang mau masih pengen sama mama maksude masih pengen sama mama ya kamu harus nikah sama orang Tionghoa bukan orang Jawa. (W.S.2.01 : 84-89)

Jadi dari itu sampai akhirnya gak diakui semuanya. Dari mamaku ndak diakui sampek anak-anaknya mama-papa juga ndak diakui. Karena pernikahan akhirnya tidak ada pengakuan. Jadi waktu itu pernah kan ke Indonesia, orang tuane papa ditemokne ni anakku mam. Bilang aku gak merasa punya menantu orang Jawa dan aku juga ndak merasa punya cucu. Kalo kamu menikah sama orang Cina itu baru tak akui.

(W.S.2.01 : 113-122)

Cuma karena papa ini statusnya kan dibuang, dibuang sama mamanya. Terus dia apa namane karena menikah dengan mamaku orang Jawa itu. Akhir e dia diilangi dari ahli waris. Nah karena ada satu rumah yang ini sudah dijual dan dulu itu pernah jadi sengketa gitu loh. Kok papa gak dapet sendiri, yang lain-laine itu malah dapet semua. Tapi justru papa sendiri yang anake itu malah gak dapet. Alesane karena memang dia dihapus dari ahli waris gitu. (W.S.2.01 : 96-105)

Menurut subjek 2, orang tua ibunya sayang dengan cucu-cucunya termasuk subjek 2 dan kakaknya. Biasanya kakek subjek 2 memperhatikan dengan memberi jajan kepada cucu-cucunya. Namun nenek subjek 2 mempunyai sifat yang kurang baik dan kurang menyayangi anak-anaknya maupun cucu-cucunya.

Wah itu sayang banget kalo sama cucu-cucu. Kalo orang tuanya mama itu sama hampir sama sebetule tapi kalo kakekku itu baik. Tapi kalo nenekku itu dia punya sifat yang kurang baik, jadi kalo ya dia aja kalo sama anak-anaknya aja kurang baik, kurang menyayangi apalagi dengan cucunya. Aku merasa ya yang paling sayang itu kakek, sama cucu-cucunya itu yang paling sayang kakek. Dimana-mana diajak dibelike diberi jajan, perhatian. Kalo nenek itu ndak. (W.S.2.01 : 295-303)

(37)

commit to user

Subjek 2 mengatakan bahwa, ia tidak terlalu dekat dengan keluarga besarnya. Selain itu, keluarga besar subjek 2 tidak pernah berpikiran negatif tentang subjek 2 yang merupakan keturunan Cina-Jawa. Namun menurut subjek 2, keluarga besarnya membedakannya karena perbedaan ekonomi.

Keluarga besar, aku gak begitu deket sih sama keluarga besar...Cuma nek selama ini sih ndak ada pemikiran sing aneh-aneh, pemikiran sing negatif sampek mereka itu nyinggung-nyinggung ras kaya gitu. (W.S.2.02 : 80-84)

Kadang kalo masalah perbedaan biasanya ekonomi. Jadi aku lebih kaya dari kamu kaya misalnya kaya gitu sing membuat kita kadang jaraknya jauh sama keluarganya papa itu karena harta. Jadi aku tuh lebih tinggi dibandingkan dengan kamu. Jadi levelnya kita pun jadi gak bisa masuk ke mereka gitu.

(W.S.2.01 : 51-56)

Selain itu, terdapat pengelompokkan berdasarkan kedekatan di dalam keluarga besar subjek 2. Namun permasalahan tersebut hanya terjadi di keluarga besar dari ayah subjek 2, sedangkan keluarga besar dari ibu subjek 2 tidak ada yang membeda-bedakan subjek 2. Keluarga besar dari ibu subjek 2 pun juga menerima ayah subjek 2 dengan baik, meskipun ayah subjek 2 beretnis Cina.

Kalo dari etnis endak sih. Cuma kadang ya cuma karena kamu ya mbek sana ya mbek sana kamu ya mbek sini ya mbek sini. Jadi kaya gap-gapan gitu. (W.S.2.01 : 58-64)

Jadi aku, aku sama sudah terbiasa sama ini si A ya aku sama si A. Jadi aku gak terbiasa sama kamu, aku juga gak terbiasa deket sama kamu. (W.S.2.01 : 67-68)

Ndak ada. Semua keluarga mama gak ada mbeda-mbedain.

(W.S.2.01 : 71-72)

Gak ada. Tetep menerima, papaku semasa waktu hidup pun juga diterima sama keluarga. (W.S.2.03 : 191-192)

(38)

commit to user

Subjek 2 menambahkan bahwa, meskipun orang tua dari ayah subjek 2 tidak mengakui pernikahan beda etnis ayah dan ibu subjek 2 termasuk keluarga inti subjek 2, keluarga besar ayahnya menerimanya. Hal tersebut ditunjukkan dari masih terjalinnya komunikasi dengan keluarga besar ayah subjek 2 dan adanya undangan untuk berkumpul dengan keluarga besar ayah subjek 2.

Baik maksudnya ya mereka juga mau menerima kita. Ya baiknya karena mereka mau menerima kita. Maksudnya istilahe kalo mungkin lebih kasarnya pengakuan. Mereka mau mengakui kalo kita ini termasuk keluarganya mereka. Mereka juga komunikasi, diundang pun mereka dateng. Misalkan ada pernikahan atau ada apa. Misalkan Shinchia nan ya mereka kita diundang ya kita dateng jadi kaya gitu. (W.S.2.03 : 194-201)

Subjek 2 mengatakan bahwa, ia pernah merasa minder ketika berkumpul dengan kerabat jauh dari ayah subjek 2. Hal tersebut disebabkan oleh perbedaan warna kulit dan jarang berinteraksi dengan kerabat jauhnya tersebut. Namun sekarang kerabat jauhnya tersebut sudah mulai menerima asal-usul subjek 2. Selain itu, subjek 2 pernah dipandang negatif dan dijauhi karena bukan berasal dari satu etnis yang sama, yaitu Cina oleh kerabat jauh subjek 2. Subjek 2 mengatakan kemungkinan kerabat jauhnya tersebut tidak terbiasa berinteraksi dengan etnis selain Cina.

Kalo dulu sih sempet minder karena kulit warna kita berbeda...Tapi kan sekarang mereka sudah mulai oh iya ini anake ini to, sudah mulai menerima. Jadi sudah ndak ada rasa minder, kalo dulu waktu kecil bener-bener ada rasa minder. Pertama karena kita ndak deket maksude karena aku ndak pernah berinteraksi dengan saudara-saudara yang lain. Juga dari aku sendiri kaya waduh kok aku di sini ya. (W.S.2.02 :

(39)

commit to user

Ada beberapa keluarga cuman gak semua sih. Yang dekat-dekat gitu kaya gak pernah menjelek-jelekkan. Misalkan kita ada keluarga yang gak kenal dari Tionghoa kan biasanya kita deket sama 5 orang ternyata ada suatu keluarga yang lain yang kita gak tau. Tiba-tiba dateng dan ngajaki kita istilahe siapa to kamu wong aku gak kenal kamu dan kamu bukan orang yang istilahe sederajatlah sama kita, bukan ras. Jadi mereka cenderung menjauhi. Beda dengan orang 5 yang mereka itu ndak mikirke o kamu e kaya gini harus dijauhi apa endak itu ndak ada. Itu hanya orang-orang yang mungkin gak pernah kita lihat dikenalke sama kita. Jadi mereka menjauh karena mungkin karena kebiasaan berteman dengan Chinese. (W.S.2.01 :

187-200)

c) Hubungan dengan masyarakat sekitar

Subjek 2 berinteraksi dengan kedua etnis, yaitu etnis Cina dan etnis Jawa. Namun subjek 2 menambahkan bahwa ia lebih sering berinteraksi dengan etnis Jawa. Subjek 2 menambahkan bahwa, ia tidak mempunyai alasan khusus lebih sering berkumpul dengan etnis Jawa. Menurutnya hal tersebut disebabkan ia lebih banyak bertemu dengan etnis Jawa. Subjek 2 mengatakan bahwa ia tidak pernah minder ketika berkumpul dengan etnis Cina maupun etnis Jawa karena kemungkinan subjek 2 mempunyai kepercayaan diri yang tinggi.

Keduanya kelihatannya sama-sama tapi kalo lebih banyaknya kalo untuk pergi-pergi ya sama orang Jawa ya. Tapi kalo di gereja pun sebenernya hampir sama semua Cina maupun Jawa juga bergaul. (W.S.2.03 : 371-374)

Ndak ada sih mungkin karena lebih banyak ketemunya sama etnis Jawa. (W.S.2.03 : 388-389)

Ndak ada karena mungkin punya kepercayaan diri tinggi jadi ndak minder. (W.S.2.03 : 409-410)

Subjek 2 tidak mengalami kesulitan jika berinteraksi dengan etnis Jawa, namun subjek 2 mengalami kesulitan jika berinteraksi

Gambar

Gambar 2. Gambaran Proses Penerimaan Diri pada Keturunan dari Pernikahan Cina-Jawa

Referensi

Dokumen terkait

Komponen PCK Pengetahuan Mengajar Pengetahuan Tentang Siswa Pengetahuan Tentang Konten Level 0 - Sebagai penyedia dan demonstrator pengetahuan untuk siswa - Mengenalkan

Pembahasan: Berdasarkan asuhan yang dilakukan dimulai dengan pengumpulan data yaitu data subyektif dan obyektif, menginterpretasikan data, menentukan masalah

Planning Manager harus mempunyai sertifikat keahlian Ahli Teknik Pembongkaran Bangunan yang masih berlaku ( Ahli Teknik Pembongkaran Bangunan ) adalah ahli yang memiliki

Sebagai wujud pertanggung jawaban sosial kepada Allah yaitu diantaranya dalam menjalankan usaha atau bekerja tidak lupa melakukan kegiatan amal sosial juga

Secara umum pihak pengguna menginginkan sekolah sepakbola yang tepat sesuai dengan kebutuhan, oleh karena itu kriteria-kriteria yang digunakan dalam proses perhitungan

1) Kesadaran diri, yaitu kemampuan untuk mengenali perasaan dan sejauh mana seseorang dapat merasakannya serta berpengaruh pada perilaku terhadap orang

Perkebunan Nusantara XII Kebun Wonosari Malang yang telah bersedia meluangkan waktu dalam memberikan informasi selama Praktek Kerja Industri Pengolahan Pangan.. Orang tua,

Melalui teks bacaan yang disajikan pada Google Sites/ grub WhatsApp/ Telegram/ Zoom/ Google meet/ Google Classroom tentang Keragaman Ekonomi di Indonesia (1),