• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PERILAKU GENERASI MILLENIALS TERHADAP PERMINTAAN TRANSPORTASI ONLINE DI KOTA SEMARANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS PERILAKU GENERASI MILLENIALS TERHADAP PERMINTAAN TRANSPORTASI ONLINE DI KOTA SEMARANG"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

144

ANALISIS PERILAKU GENERASI MILLENIALS TERHADAP

PERMINTAAN TRANSPORTASI ONLINE DI KOTA SEMARANG

Afidatun Nisa1

1,2Departemen IESP Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro Email:afidatunnisaaa@gmail.com

Abstract

This study aims to examine the behavior of millennial generation towards online transportation demand in the city of Semarang. Semarang is one of the metropolitan cities in Indonesia with 43.27% of the population being millennial generation in 2018. Current technological developments have changed the conventional transportation system to online with a real-time ridesharing system. This system has changed the pattern of transportation demand in the community.

This study uses primary data with questionnaire techniques. The number of samples in this study were 100 taken by proportionate stratified random sampling methods. Furthermore, this study uses multiple linear regression methods with cross-section data, with the dependent variable is the intensity of the use of online transportation. As seven independent variables used in the estimation are the cost of travel, income, peer-group, transport anxiety, perceived usefulness, quality, and private mode ownership.

The results showed that the cost of travel had a negative and significant effect on the intensity of online transportation use. Income, perceived usefulness, and quality have a positive and significant effect on the intensity of online transportation use. Meanwhile, peer-group and trnasport anxiety have a positive and insignificant effect on the intensity of the use of online transportation by millennials in the city of Semarang.

Keywords: online transportation, millenials, real-time ridesharing, demand of transportation.

PENDAHULUAN

Kota Semarang adalah Ibu Kota Provinsi Jawa Tengah dengan 43,27% dari penduduknya merupakan generasi millenials. Generasi millenials yaitu generasi yang lahir pada tahun 1981 hingga tahun 2000.

Menurut Johnson (2006), Generasi millenials dapat disebut juga sebagai connected

generation. Hal ini disebabkan karena generasi millenials terhubung oleh teknologi, terhubung

dengan orang lain melalui jaringan koneksi yang luas, dan cenderung lebih interaktif dalam mencari barang yang disukai. Media sosial digunakan untuk berinteraksi dan melihat segala aktivitas yang dilakukan oleh peer-group mereka. Selain itu, konsumen millenials juga dihadapkan pada sistem sosial teman-teman, keluarga dalam peer-group yang berpotensi dapat mempengaruhi keputusan dan perilaku seseorang terhadap adanya inovasi, termasuk inovasi dalam transportasi, yaitu transportasi online.

Dengan banyaknya generasi millenials di Kota Semarang, diperlukan sarana dan prasarana transportasi yang dapat menunjang aktivitas mereka, seperti bekerja, kuliah, ataupun untuk pergi ke pusat perbelanjaan. Akan tetapi, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Semarang, sejak tahun 2015 hingga tahun 2018, panjang jalan Kota Semarang tidak mengalami penambahan, yaitu 2.785,28 km. Sementara itu, jumlah kendaraan bermotor baik roda dua maupun roda empat mengalami peningkatan setiap tahunnya. Berdasarkan data Badan

(2)

145 Pengelola Pendapatan Daerah (BPPD) Provinsi Jawa Tengah, jumlah kendaraan roda dua di Kota Semarang mengalami peningkatan sebesar 16,04%, sedangkan jumlah kendaraan roda empat mengalami peningkatan sebesar 12,26% dari tahun 2015 hingga tahun 2018.

Kondisi pertumbuhan jumlah kendaraan yang tidak diikuti dengan penambahan ruas jalan dapat menyebabkan kemacetan. Kemacetan yang terjadi di Kota Semarang akan berdampak pada kondisi psikologis pengguna jalan. Salah satu kondisi psikologis yang disebabkan oleh kemacetan adalah transport anxiety. Menurut Amirkiaee dan Evangelopoulos (2018), transport anxiety merupakan perasaan khawatir atau gelisah karena kemacetan lalu lintas, jarak dan lamanya perjalanan, serta terbatasnya tempat parkir. Dengan adanya transport

anxiety yang dialami oleh pengguna jasa transportasi, saat ini pengguna jasa transportasi lebih

memperhatikan faktor psikologis tersebut daripada faktor lingkungan dalam memilih moda transportasi yang digunakan (Ditmore, 2018).

Salah satu upaya yang dilakukan oleh Kota Semarang dalam mengurangi kemacetan adalah dengan menyediakan alat transportasi masal seperti Bus Rapid Transit (BRT). Tarif yang ditetapkan pada BRT cukup murah, yaitu Rp 3.000,00 untuk umum, dan Rp 1.000,00 untuk pelajar atau mahasiswa. Hal ini ditujukan agar masyarakat beralih ke transportasi umum, sehingga dapat mengurangi kemacetan. Berbeda dengan BRT, tarif ojek online ditetapkan berdasarkan KP 348 Tahun 2019. Kota Semarang termasuk daerah pada zona 1 dengan biaya jasa batas bawah Rp 1.850/km , batas atas Rp 2.300/km, dan biaya jasa minimal Rp 7.000 sampai dengan Rp 10.000. Sedangkan tarif taksi online ditetapkan berdasarkan PM No. 118 Tahun 2018 yang ditetapkan oleh menteri atau gubernur sesuai dengan wilayah operasi. Batas bawah tarif adalah Rp 3.500/km dan batas atas tarif adalah Rp 6.000/km untuk wilayah Jawa, Sumatra, dan Bali. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa tarif transportasi online lebih mahal jika dibandingkan dengan BRT. Besarnya tarif yang ditetapkan dapat mempengaruhi biaya perjalanan seorang konsumen. Kemudian, besarnya biaya perjalanan dapat mempengaruhi permintaan konsumen terhadap jasa transportasi tersebut (Nasution, 2004).

Walapun tarif yang ditetapkan pada BRT di Kota Semarang cukup murah, permintaan konsumen terhadap jasa transportasi juga dipengaruhi oleh kualitas (Nasution, 2004). Kualitas moda transportasi dapat dilihat dari beberapa aspek, seperti ketepatan waktu dan kecepatan. Rayle (2014) menyatakan bahwa generasi millenials melakukan perjalanan yang lebih sering jika dibandingkan dengan generasi X. Sehingga, kualitas moda transportasi sangat diperhatikan. Adanya permasalahan seperti kemacetan, dan kualitas transportasi umum yang masih rendah, membuat masyarakat enggan untuk menggunakan transportasi umum dan lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi.

Seseorang yang memliki kendaraan pribadi biasanya akan memiliki intensitas yang lebih rendah dalam menggunakan moda transportasi umum. Akan tetapi, dengan adanya transportasi

online dapat memberikan tambahan pilihan moda transportasi yang dapat digunakan oleh

generasi millenials. Sonneberg, et al (2019) menyatakan bahwa perkembangan teknologi telah mengubah bagaimana sesorang bergerak, yaitu mengurangi pemakaian kendaraan pribadi dan memilih untuk menggunakan ridepooling service atau dapat disebut pula transportasi online.

Penggunaan teknologi internet dalam transportasi online menyebabkan masyarakat harus beradaptasi dengan perkembangan teknologi yang ada. Sikap konsumen terhadap teknologi baru dapat dipengaruhi oleh perceived usefulness yang terbentuk oleh manfaat dirasakan dengan menggunakan teknologi tersebut. Seseorang akan memanfaatkan sistem teknologi yang baru jika sistem tersebut akan menghasilkan manfaat bagi dirinya.

Selain faktor perceived usefulness yang dapat mempengaruhi penggunaan transportasi

online, konsumen juga mempertimbangkan pendapatan yang dimiliki untuk menggunakan jasa

transportasi. Pendapatan merupakan salah satu faktor yang dapat menentukan kombinasi barang atau jasa yang dapat dibeli oleh konsumen (Case dan Fair, 2007). Oleh karena itu, perlu

(3)

146 dilakukan analisis mengenai perilaku generasi millenials terhadap permintaan transportasi

Online di Kota Semarang.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh biaya perjalanan, pendapatan,

peer-group, transport anxiety, perceived usefulness, kualitas moda transportasi, kepemilikan moda

pribadi terhadap perilaku permintaan generasi millenials dalam penggunaan transportasi online di Kota Semarang.

TINJAUAN PUSTAKA Teori Permintaan

Menurut Perloff (2014), keputusan konsumen untuk membeli barang atau menggunakan jasa tidak hanya dipengaruhi oleh harga, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor lain, seperti selera, informasi, harga barang lain, dan kebijakan pemerintah. Pendapatan dan harga merupakan faktor yang menentukan kombinasi barang yang dapat dibeli oleh konsumen (Case dan Fair, 2007). Akan tetapi, pilihan terakhir konsumsi barang bergantung pada selera.

Kotler dan Keller (2013) menjelaskan bahwa selera konsumen dapat dibentuk oleh beberapa faktor, diantaranya adalah faktor sosial dan faktor psikologis. Salah satu faktor sosial yang dapat mempengaruhi selera adalah kelompok referensi atau sering disebut juga sebagai

peer-group, Peer-group terdiri dari keluarga, teman, dan rekan kerja yang saling berinterasi,

sehingga berpengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap perilaku konsumsi individu. Seseorang yang memiliki peer-group, akan mendapatkan rekomendasi jasa transportasi yang digunakan oleh kelompok acuan tersebut. Menurut Kotler dan Keller (2013),

peer-group dapat mempengaruhi anggota dengan 3 cara, yaitu dengan memperkenalkan

perilaku dan gaya hidup baru kepada sseorang, mempengaruhi sikap dan konsep diri, dan menciptakan tekanan kenyamanan yang dapat mempengaruhi pilihan produk. Peter dan Olson (2000) juga menyatakan bahwa peer-group cenderung dipercaya memiliki pengaruh informasional kepada konsumen.

Faktor psikologis dalam penelitian ini berkaitan dengan persepsi terhadap teknologi baru yang diterapkan pada transportasi online, dan transport anxiety. Reaksi dan persepsi pengguna terhadap teknologi informasi, terutama yang diterapkan pada transportasi online akan mempengaruhi sikapnya dalam penerimaan terhadap teknologi tersebut. Faktor yang dapat mempengaruhinya adalah persepsi pengguna terhadap manfaat (perceived usefulness) dan persepsi kemudahan (perceived ease of use) penggunaan teknologi informasi. Sehingga, alasan seseorang dalam melihat manfaat dan kemudahan penggunaan teknologi menjadikan tindakan/perilaku orang tersebut sebagai tolok ukur dalam penerimaan sebuah teknologi. Keuntungan yang dirasakan seorang konsumen dapat mempengaruhi penggunaan jasa transportasi online (Lee et al, 2017). Min et al (2018) juga menjelaskan bahwa perceived

usefulness berpengaruh positif terhadap perilaku konsumen dalam mengadopsi transportasi online.

Faktor psikologis pengguna jasa transportasi juga dapat dilihat dari transport anxiety. Menurut Amirkiaee dan Evangelopoulos (2018), transport anxiety merupakan perasaan khawatir atau gelisah karena kemacetan lalu lintas, jarak dan lamanya perjalanan, serta terbatasnya tempat parkir. Amirkiaee dan Evangelopoulos (2018) menjelaskan bahwa ketika kondisi transport anxiety tinggi, dan juga pengguna percaya pada perusahaan transportasi

online, pengguna akan memiliki intensitas yang tinggi dalam penggunaan transportasi online.

Teori Permintaan Transportasi

Menurut Nasution (2004), permintaan jasa transportasi merupakan derived demand,

(4)

147 mendukungnya. Permintaan jasa transportasi terjadi apabila terdapat hal-hal di balik permintaan itu, seperti keinginan untuk sekolah atau bekerja, rekreasi, dan sebagainya.

Nasution (2004) menyatakan bahwa permintaan jasa transportasi ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu sifat-sifat dari muatan, biaya transportasi, tarif, pendapatan, kecepatan angkutan dan kualitas. Biaya transportasi berpengaruh negatif, artinya semakin rendah biaya transportasi, semakin tinggi permintaan terhadap transportasi. Sedangkan pendapatan berpengaruh positif, artinya semakin tinggi pendapatan pemakai jasa transportasi, semakin banyak jasa transportasi yang akan digunakan oleh penumpang. Selain itu, faktor kualitas juga dapat mempengaruhi permintaan jasa transportasi. Kualitas jasa transportasi dapat dilihat dari beberapa aspek, yaitu frekuensi, pelayanan baku, kenyamanan, ketepatan, keamanan dan keselamatan, dan citra perusahaan.

Struktur Generasi

Alvara Research Center (2016) menyatakan bahwa terdapat 4 jenis generasi masyarakat yaitu generasi baby boomer, generasi X (Gen-Xer), generasi Y (millenials), dan generasi Z. Generasi baby boomer adalah generasi yang lahir pada tahun 1946 hingga 1964. Generasi X adalah generasi yang lahir pada tahun 1965 hingga 1980. Generasi Y atau dapat disebut juga generasi millenials adalah generasi yang lahir antara pada periode 1981 sampai dengan 2000. Generasi Z adalah generasi yang lahir setelah tahun 2000.

Generasi millenials memiliki ciri khas yang berbeda dengan generasi lainnya, yaitu memiliki karakter yang kreatif, percaya diri, dan terkoneksi. Hal ini disebabkan karena perkembangan generasi millenials diiringi dengan perkembangan teknologi, khususnya internet dan smartphone. Perkembangan teknologi pada generasi milenials telah mengubah cara berpikir generasi tersebut, tidak hanya apa yang mereka beli, tetapi juga bagaimana cara membeli barang dan jasa, dan bagaimana reaksi mereka terhadap barang dan jasa yang baru (Johnson, 2006).

METODE PENELITIAN Variabel Penelitian

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah intensitas penggunaan transportasi online oleh millenials di Kota Semarang, sedangkan variabel independen dalam penelitian ini adalah biaya perjalanan, pendapatan, peer-group, transport anxiety, perceived usefulness, kualitas, dan kepemilikan moda pribadi.

Berikut ini adalah definisi operasional variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini :

1. Intensitas (INT) penggunaan transportasi online oleh millenials di Kota Semarang

Penelitian ini menggunakan intensitas penggunaan transportasi online untuk mobilitas

millenials di Kota Semarang selama 1 bulan. Sedangkan pengertian millenials dalam

penelitian ini adalah penduduk Kota Semarang yang berusia 19-38 tahun pada tahun 2019. 2. Biaya perjalanan

Penilitian ini menggunakan biaya rata-rata yang harus dikeluarkan untuk mobilitas

millenials di Kota Semarang dengan menggunakan transportasi online, dengan satuan

rupiah. 3. Pendapatan

Pendapatan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pemasukan yang diterima

millenials di Kota Semarang selama satu bulan baik dari hasil bekerja (bagi yang sudah

bekerja) ataupun uang saku yang diterima dari orang tua (bagi yang belum bekerja) dengan satuan rupiah per bulan.

(5)

148

Peer-group yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kelompok acuan yang tediri dari

keluarga, teman, dan rekan kerja yang sering berinteraksi dengan millenials di Kota Semarang, sehingga dapat membentuk selera dan mempengaruhi konsumsi jasa transportasi

online. Variabel ini terbentuk dari skor total skala likert dari 5 pertanyaan dengan indikator,

yaitu alasan individu memilih peer-group, intensitas beraktivitas bersama peer-group, dan intensitas berinteraksi dengan peer-group (Husna dan Kurnia, 2014).

5. Transport anxiety

Transport anxiety yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kondisi psikologis yang

dialami millenials di Kota Semarang dalam melakukan mobilitas, sehingga dapat mempengaruhi konsumsi layanan jasa transportasi online. Variabel ini terbentuk dari skor total skala likert dari 5 pertanyaan dengan indikator, yaitu kekhawatiran terjadi kemacetan, stress yang dialami ketika dalam perjalanan, dan ketakutan apabila tidak mendapat lahan parkir (Amirkiee dan Evangelopoulus, 2018).

6. Perceived usefulness

Perceived usefulness yang dimaksud dalam penelitian ini adalah persepsi manfaat yang

dirasakan oleh generasi millenials di Kota Semarang atas penggunaan teknologi pada jasa transportasi online, sehingga dapat mempengaruhi konsumsi jasa transportasi online. Variabel ini terbentuk dari skor total skala likert dari 4 pertanyaan dengan indikator, yaitu penggunaan teknologi yang dirasakan dapat meningkatkan produktivitas, penggunaan teknologi yang dirasakan memberikan manfaat bagi pengguna, dan penggunaan teknologi yang dirasakan dapat menghemat waktu pengguna (Septiani et al, 2017).

7. Kualitas

Kualitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tingkat baik dan buruknya jasa transportasi online dalam memberikan pelayanan kepada konsumen, terutama generasi

millenials di Kota Semarang. Variabel ini terbentuk dari skor total skala likert dari 7

pertanyaan dengan indikator menurut Cole (2005), yaitu ketepatan waktu, kecepatan, kondisi moda transportasi, dan keamanan

8. Kepemilikan moda pribadi

Kepemilikan moda pribadi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kendaraan roda dua yang dimiliki oleh genarasi millenials di Kota Semarang yang digunakan sebagai alat mobilitas. Moda pribadi merupakan barang subsitusi dari transportasi online. Variabel kepemilikan moda pribadi diukur dengan menggunakan variabel dummy, 0 untuk responden yang tidak memiliki moda pribadi, dan 1 untuk responden yang memiliki moda pribadi.

Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah penduduk generasi millenials Kota Semarang yang berusia 19-38 tahun pada tahun 2019 yang menjadi pengguna transportasi online. Dalam penelitian ini, populasi tidak diketahui atau tidak terbatas, sehingga rumus yang digunakan untuk menentukan jumlah sampel menggunakan metode interval taksiran (Suliyanto, 2006). Jumlah sampel minimal yang harus diambil dapat dihitung melalui rumus berikut (Suliyanto, 2006) :

𝑛 = 𝑍

2𝛼 2

4𝑒2 ……….…... (1)

n : Jumlah sampel minimal z : Skor Z alfa 10% (1,96)

p : Proporsi yang diharapkan (0,5) q : Proporsi yang tidak diharapkan (0,5) e : Tingkat kesalahan (10%)

(6)

149 Sehingga diperoleh jumlah sampel (n) sebesar 96,04. Dalam penelitian ini, jumlah sampel akan dibulatkan menjadi 100 responden. dengan perhitungan sebagai berikut:

𝑛 = 1,96 2 4(0,1)2 𝑛 = 3,8416 4 (0,01) 𝑛 = 96,04 ≈100

Selanjutnya, teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah proportionate

stratified random sampling, yaitu sampel yang dihitung berdasarkan perbandingan jumlah

populasi. Jumlah sampel untuk 16 kecamatan adalah sebanyak 100 millenials dan masing-masing kecamatan memiliki proporsi sampel yang berbeda. Kriteria responden dalam penelitian ini adalah pria atau wanita, tinggal di Kota Semarang, berusia 19-38 tahun pada tahun 2019, pernah menggunakan transportasi online, dan dapat memberikan informasi sesuai dengan kebutuhan data dalam penelitian.

Jenis Dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer dalam penelitian ini berupa jawaban atas pertanyaan yang ada di dalam kuisioner yang disebar. Sumber data primer pada penelitian ini diperoleh langsung dari generasi

millenials yang berada dalam wilayah sampel yang mengisi kuisioner yang telah disebar.

Sedangkan data sekunder dalam penelitian ini didapatkan dari BPS Kota Semarang, dan BPPD Provinsi Jawa Tengah. Data yang berasal dari BPS Kota Semarang yaitu data jumlah penduduk Kota Semarang, sedangkan data yang berasal dari BPPD Provinsi Jawa Tengah yaitu data jumlah kendaraan pribadi yaitu motor, dan mobil di Kota Semarang. Selain itu, data sekunder juga didapat dari studi pustaka untuk mengetahui landasan teori serta metode analisis yang tepat terhadap data yang diperoleh. Studi pustaka diperoleh dari jurnal, artikel, dan internet yang terkait dengan variabel yang diteliti.

Metode Analisis

Model penelitian yang digunakan sebagai berikut:

Ln_INTi = α0 + α1Ln_BPi + α2Ln_PNDi + α3PGi + α4ANXi + α5PUi +

α 6KUAi + α 7 KMPi + e ...(2)

Keterangan :

INT = intensitas penggunaan transportasi online selama 1 bulan α 0 = konstanta

α 1,2,3,4,5,6,7 = koefisiensi estimasi

BP = biaya perjalanan PND = pendapatan

PG = peer-group

ANX = transport anxiety PU = perceived usefulness KUA = kualitas transportasi online KMP = kepemilikan moda pribadi

i = 1, 2 ,3, ..., 100 (data cross-section)

(7)

150 Metode analisis pada penelitian ini dilakukan dengan metode regresi berganda dengan pendekatan Ordinary Least Square. Uji asumsi klasik dilakukan untuk mengetahui apakah model regresi baik atau tidak jika digunakan untuk penaksiran. Model OLS harus memenuhi kriteria BLUE (Best, Linear, Unbiased, and Estimated), sehingga harus terhindar dari masalah-masalah multikolinearitas, heteroskedastisitas, normalitas, dan autokorelasi (Gujarati dan Porter, 2015). Akan tetapi, penelitian ini tidak melakukan uji autokorelasi karena data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data cross-section.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis regresi digunakan dengan pendekatan Ordinary Least Square untuk mengetahui pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Tabel 1 menunjukkan hasil estimasi regresi pada penelitian ini.

Tabel 1

Hasil Estimasi Regresi

Dependen Variabel = Intensitas Penggunaan Transportasi Online

Independen Variabel Koefisiensi t-Statistik

Konstanta -3,279 1,785

BP (Biaya Perjalanan) -,653 -5,774a

PND (Pendapatan) 0,182 1,808c

PG (Peer-group) 0,004 0,158

ANX (Transport anxiety) 0,001 0,066

PU (Perceived usefulness) 0,069 2,335b

KUA (Kualitas) 0,061 2,888b

KMP (Kepemilikan moda pribadi) -0,258 -,1341

Adjusted R2 0,502

F-stat (sig) 15,284 (,000)

Keterangan : a signifikan pada α = 1% ; b signifikan pada α = 5% ; c signifikan pada α = 10%

Sumber : Output SPSS 2019, diolah

Berdasarkan Tabel 1, nilai adjusted r square dalam model regresi penelitian ini adalah sebesar 0,502. Dengan demikian, variabel independen yang terdapat pada penelitian ini dapat menjelaskan variabel dependen sebesar 0,502 atau 50,2%, sedangkan sisanya sebesar 49,8% dijelaskan oleh variabel lain diluar penelitian.

Berdasarkan Tabel 1, hasil uji signifikansi simultan menunjukan nilai F hitung sebesar 15,284, sedangkan nilai F tabel yaitu 2,11. Dengan demikian, Nilai F hitung > F tabel, sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel independen secara simultan berpengaruh terhadap variabel dependen.

Pengaruh Biaya Perjalanan terhadap Intensitas Penggunaan Transportasi Online oleh

Millenials di Kota Semarang

Hasil estimasi regresi menunjukkan bahwa biaya perjalanan berpengaruh negatif dan

signifikan terhadap intensitas penggunaan transportasi online oleh millenials di Kota Semarang. Dengan demikian, ketika faktor lain dianggap tetap (ceteris paribus), dengan biaya

(8)

151 perjalanan tertentu akan menurunkan intensitas penggunaan transportasi online daripada intensitas penggunaan transportasi online pada saat biaya perjalanan rendah.

Nilai koefisiensi biaya perjalanan adalah sebesar -0,65, artinya ketika biaya perjalanan meningkat 1%, maka intensitas penggunaan transportasi online millenials Kota Semarang akan menurun sekitar 0,65%. Nilai penurunan intensitas lebih kecil daripada kenaikan biaya perjalanan, sehingga dapat disimpulkan bahwa biaya perjalanan bersifat inelastis terhadap permintaan transportasi online. Sebesar 82% konsumen memilih masih tetap akan menggunakan transportasi online ketika biaya perjalanan meningkat, dan hanya sebesar 18% responden memilih untuk tidak menggunakan transportasi online ketika tarif meningkat. Hal tersebut dikarenakan transportasi online sudah merupakan kebutuhan millenials terhadap alat transportasi yang lebih efektif dan efisien.

Hasil ini sesuai dengan Nasution (2004) mengatakan bahwa salah satu faktor yang menentukan permintaan dan pemilihan jasa transportasi adalah biaya perjalanan. Semakin rendah biaya transportasi, semakin tinggi permintaan terhadap jasa transportasi, dan sebaliknya, semakin tinggi biaya transportasi, semakin rendah permintaan terhadap jasa transportasi.

Pengaruh Pendapatan terhadap Intensitas Penggunaan Transportasi Online oleh

Millenials di Kota Semarang

Hasil estimasi regresi menunjukkan bahwa pendapatan berpengaruh positif dan signifikan terhadap intensitas penggunaan transportasi online oleh millenials di Kota Semarang. Dengan demikian, ketika faktor lain dianggap tetap (ceteris paribus), pengguna dengan tingkat pendapatan tertentu akan meminta transportasi online dengan intensitas yang lebih banyak daripada pengguna dengan tingkat pendapatan lebih rendah.

Nilai koefisien variabel pendapatan adalah sebesar 0,182 menjelaskan bahwa ketika pendapatan meningkat 1%, maka intensitas penggunaan transportasi

online millenials Kota Semarang akan meningkat sekitar 0,182%. Nilai koefisien variabel

pendapatan positif, menunjukkan bahwa transportasi online merupakan barang normal. Sebesar 53% responden memiliki pendapatan sebesar Rp 1.000.001,00 - ≤ Rp 3.000.000,00, artinya responden dirasa cukup mampu untuk menikmati transportasi online. Selain itu, 50% responden merupakan mahasiswa dan 47% responden bekerja. Sehingga dapat disimpulkan bahwa karakteristik responden cenderung memiliki aktivitas yang tinggi. Sehingga ketika pendapatan meningkat, permintaan jasa transportasi meningkat karena kebutuhan melakukan perjalanan makin meningkat. Hasil penelitian ini sesuai dengan Nasution (2004) yang menyatakan bahwa pendapatan berpengaruh positif terhadap permintaan jasa transportasi.

Hasil penelitian ini memiliki perbedaan dengan Paulley (2006) yang menyatakan bahwa ketika pendapatan meningkat, seseorang akan cenderung menambah kepemilikan moda pribadi. Perbedaan ini terjadi karena responden didominasi oleh mahasiswa yang mana masih menerima pendapatan yang bersumber dari orang tua. Dengan pendapatan yang dimiliki, responden belum cukup mampu untuk membeli kendaraan pribadi, sehingga responden cenderung memilih menggunakan transportasi online.

Pengaruh Peer-group terhadap Intensitas Penggunaan Transportasi Online oleh

Millenials di Kota Semarang

Hasil estimasi regresi menunjukkan bahwa selera berdasarkan peer-group berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap intensitas penggunaan transportasi online oleh millenials di Kota Semarang. Nilai koefisiensi regresi 0,004 menunjukkan bahwa ketika faktor lain dianggap tetap (ceteris paribus), dengan selera berdasarkan peer-group millenials di Kota

(9)

152 Semarang meningkat 1%, maka pertumbuhan intensitas penggunaan transportasi online oleh

millenials di Kota Semarang akan meningkat sebesar 0,4%.

Alasan responden menjadi pengguna transportasi online lebih didominasi oleh kebutuhan mobilitas yang cepat. Dengan demikian, pengaruh penggunaan transportasi online lebih didorong oleh faktor internal dari responden. Selain itu, ketika responden menerima informasi tentang transportasi online dari peer-group, mereka juga akan menelusuri lebih jauh informasi tersebut, sebelum menggunakan transportasi online. Oleh karena itu, pengaruh peer-group tidak signifikan pada intensitas penggunaan transportasi online.

Meskipun hasil regresi pada penelitian ini tidak signifikan, penelitian ini sesuai dengan Kotler dan Keller (2013) yang menyatakan bahwa peer-group merupakan sumber informasi penting. Hal ini ditunjukkan oleh responden dalam penelitian ini mengaku sering berinteraksi dengan peer-group baik secara langsung maupun melalui media sosial. Responden sering bertukar informasi dan pengalaman atas penggunaan transportasi online yang dilakukan, sehingga mempengaruhi responden lainnya dalam menggunakan transportasi online. Beberapa informasi yang sering menjadi pembahasan adalah promo transportasi online, fiture baru dalam aplikasi online, dan pengalaman-pengalaman pengguna. Selain itu, Peter dan Colson (2000) juga menjelaskan bahwa konsumen cenderung lebih terpengaruh oleh peer-group jika informasi yang diberikan dianggap sahih dan relavan pada permasalahan yang dihadapi dan sumber yang memberikan info tersebut dapat terpercaya. Hal ini sesuai dengan responden dalam penelitian ini yang ketika menerima informasi tentang transportasi online dari

peer-group, mereka juga akan menelusuri lebih jauh informasi tersebut, sebelum menggunakan

transportasi online.

Pengaruh Transport Anxiety terhadap Intensitas Penggunaan Transportasi Online oleh

Millenials di Kota Semarang

Hasil estimasi regresi menunjukkan bahwa transport anxiety berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap intensitas penggunaan transportasi online oleh millenials di Kota Semarang. nilai koefisiensi regresi 0,001 menunjukkan bahwa ketika faktor lain dianggap tetap (ceteris paribus), dengan transport anxiety di Kota Semarang meningkat 1%, maka pertumbuhan intensitas penggunaan transportasi online oleh millenials di Kota Semarang akan meningkat sebesar 0,1%.

Salah satu faktor yang menjadi alasan responden menjadi pengguna transportasi online adalah merasa stress dengan kemacetan Kota Semarang, sehingga ingin menghindari kemacetan. Responden merasa lebih tenang dan tidak stress ketika mereka menggunakan transportasi online, jika dibandingkan saat menggunakan kendaraan pribadi.

Transport anxiety berpengaruh tidak signifikan, karena sebesar 24% responden

memberikan evaluasi terhadap penyedia jasa transportasi online bahwa driver mengendarai secara tidak aman. Kondisi tersebut dapat berpengaruh terhadap kondisi psikologi responden karena seseorang secara psikologis beradaptasi dengan moda transportasi yang digunakan, sehingga konsisi tersebut mempengaruhi penggunaan transportasi online. Hal ini sesuai dengan Ditmore (2018), pada era ini, seseorang cenderung lebih memperhatikan faktor stress dalam penggunaan moda transportasi.

Meskipun hasil regresi pada penelitian ini tidak signifikan, hasil tersebut mengindikasikan sesuai dengan hasil penelitian Amirkiaee dan Evangelopoulos (2018) yang menyatakan bahwa ketika transport anxiety tinggi, jika orang dapat memercayai penyedia layanan ridesharing, dan mendapatkan manfaat ekonomi serta dapat menghemat waktu, mereka akan memilih ridesharing.

Pengaruh Perceived Usefulness terhadap Intensitas Penggunaan Transportasi Online oleh Millenials di Kota Semarang

(10)

153 Hasil estimasi regresi menunjukkan bahwa perceived usefulness berpengaruh positif dan signifikan terhadap intensitas penggunaan transportasi online oleh millenials di Kota Semarang. nilai koefisiensi regresi 0,069 menunjukkan bahwa ketika faktor lain dianggap tetap (ceteris paribus), dengan perceived usefulness pengguna transportasi online di Kota Semarang meningkat 1%, maka pertumbuhan intensitas penggunaan transportasi online oleh millenials di Kota Semarang akan meningkat sebesar 6,9%.

Sebesar 23% responden dalam penelitian ini menyatakan bahwa alasan menggunakan transportasi online adalah kebutuhan mobilitas yang cepat. Sebagian besar responden merasa setuju bahwa penggunaan teknologi yang diterapkan pada transportasi online dapat meningkatkan produktivitas, membantu untuk memenuhi kebutuhan mobilitas, meningkatkan efektivitas mobilitas, dan dapat menghemat waktu responden. Hal ini menunjukkan bahwa banyak manfaat yang responden rasakan dengan adanya transportasi online.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Liu (2014), Min et al (2018) yang menyatakan bahwa perceived usefulness berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku penggunaan transportasi online. Liu (2014) menyatakan bahwa niat pengguna untuk menggunakan taxi-hailing app sebagian besar ditentukan oleh kegunaan aplikasi.

Pengaruh Kualitas terhadap Intensitas Penggunaan Transportasi Online oleh Millenials di Kota Semarang

Hasil estimasi regresi menunjukkan bahwa kualitas berpengaruh positif dan signifikan terhadap intensitas penggunaan transportasi online oleh millenials di Kota Semarang. Dengan demikian, nilai koefisiensi regresi 0,061 menunjukkan bahwa ketika faktor lain dianggap tetap (ceteris paribus), dengan kualitas transportasi online di Kota Semarang meningkat 1%, maka pertumbuhan intensitas penggunaan transportasi online oleh millenials di Kota Semarang akan meningkat sebesar 6,1%.

Kualitas dalam penelitian ini dilihat dari beberapa aspek, yaitu ketepatan waktu, kecepatan, kondisi moda, dan keamanan. Masyarakat perkotaan terutama millenials memiliki aktivitas yang tinggi. Rayle et al dalam Alemie et al (2018) menyatakan bahwa mayoritas pengguna transportasi online, seperti Uber, dan Lyft adalah generasi millenials dengan tingkat pendidikan yang tinggi, memiliki sedikit kendaraan, dan melakukan perjalanan lebih sering daripada generasi X. Dengan aktivitas yang tinggi, ketepatan waktu dan kecepatan merupakan hal yang penting diperhatikan dalam pemilihan moda transportasi. Penumpang yang memiliki waktu sedikit biasanya akan memilih moda transportasi yang cepat. Selain itu, kenyamanan dan keamanan dalam penggunaan transportasi online juga sangat diperhatikan oleh responden. Sehingga, kualitas pelayanan berpengaruh pada intensitas penggunaan transportasi online. Pengguna dengan tingkat kepuasan tertentu akan meminta jumlah akan transportasi online lebih banyak daripada pengguna dengan tingkat kepuasan yang lebih rendah.

Hasil penelitian ini memiliki persamaan dengan penelitian Putra dan Kurnia (2013) yang menyatakan bahwa variabel kualitas layanan secara konsisten berpengaruh positif terhadap jumlah yang diminta masyarakat akan BRT Trans Semarang.

Pengaruh Kepemilikan Moda Pribadi terhadap Intensitas Penggunaan Transportasi

Online oleh Millenials di Kota Semarang

Hasil estimasi regresi menunjukkan bahwa kepemilikan moda pribadi memiliki koefisien negatif dan tidak signifikan terhadap intensitas penggunaan transportasi online oleh millenials di Kota Semarang. Hal itu berarti bahwa tidak terdapat perbedaan intensitas penggunaan transportasi online antara seseorang yang tidak memiliki kendaraan pribadi roda dua dengan seseorang yang memiliki kendaraan pribadi roda dua.

Sebesar 84% responden memiliki kendaraan pribadi roda dua. Akan tetapi, sebesar 55% responden menggunakan transportasi online sebagai moda transportasi yang sering digunakan.

(11)

154 Sebagian besar responden memilih untuk menggunakan transportasi online karena lebih efektif dan efisien, karena dinilai dapat menghemat waktu. Selain itu, walaupun responden memiliki kendaraan pribadi roda dua, responden sering kali menggunakan transportasi online mobil untuk digunakan secara bersama dengan keluarga ataupun teman dengan tujuan yang sama. Dengan demikian, tidak terdapat perbedaan intensitas penggunaan transportasi online antara seseorang yang tidak memiliki kendaraan pribadi roda dua dengan seseorang yang memiliki kendaraan pribadi roda dua.

Hasil tersebut mendukung pernyataan Li et al (2017) yang menjelaskan bahwa

ride-sharing seperti Uber dapat mengurangi kepemilikan kendaraan pribadi dengan adaya

perubahan penggunaan moda dari kendaraan pribadi ke ride-sharing. Selain itu, Sonneberg et al (2019) menyatakan bahwa perkembangan teknologi telah mengubah bagaimana sesorang bergerak. Perkembangan penggunaan shared transportation sebagian besar telah menggantikan kepemilikan mobil pribadi.

KESIMPULAN

Dengan adanya pemanfaatan teknologi internet yang diterapkan pada transportasi online, konsumen akan memperhatikan perceived usefulness yang kemudian mempengaruhi keputusannya untuk menggunakan transportasi online. Ketika Millenials telah merasakan banyaknya manfaat yang diterima dengan adanya transportasi online, yaitu tersedianya transportasi yang lebih efektif dan efisien, maka konsumen akan meningkatkan intensitas penggunaan transportasi online.

Ketika biaya perjalanan yang dikeluarkan oleh konsumen sebanding dengan manfaat yang diterima, biaya perjalanan bersifat inelastis terhadap intensitas penggunaan transportasi

online. Artinya, presentase penuruan penggunaan transportasi online lebih kecil daripada

presentase peningkatan biaya perjalanan. Kemudian, dengan diimbangi peningkatan pendapatan, millenials akan lebih mempunyai kemampuan untuk membayar (Ablity to pay) dan kesediaan untuk membayar jasa yang diterimanya (willingness to pay) dengan lebih baik. Selain itu, adanya transportasi online telah memberikan tambahan pilihan moda transportasi bagi millenials. Baik millenials di Kota Semarang yang memiliki kendaraan pribadi ataupun tidak memiliki kendaraan pribadi sama-sama menggunakan transportasi online sesuai dengan kebutuhan mereka, sehingga tidak terdapat perbedaan intensitas penggunaan transportasi online antara millenials yang memiliki dan tidak memiliki moda pribadi.

Ketika transport anxiety yang dialami oleh millenials dalam melakukan mobilitas meningkat, millenials akan meningkatkan intensitas penggunaan transportasi online. Sehingga Perusahaan transportasi online diharapkan untuk memberikan kualitas pelayanan dengan baik, agar konsumen merasa nyaman, dan nyaman. Apabila perusahaan transportasi online dapat memberikan kualitas pelayanan dengan baik, konsumen akan merasa puas, dan dengan tingkat kepuasan tertentu akan meminta jumlah akan transportasi online lebih banyak daripada pengguna dengan tingkat kepuasan yang lebih rendah.

Permintaan barang dan jasa, seperti transportasi online juga dapat dipengaruhi oleh

peer-group. Peer-group dipercaya cenderung memiliki pengaruh informasional kepada konsumen

yang selanjutnya akan mempengaruhi konsumsi. Namun, ketika millenials menerima informasi tentang transportasi online dari peer-group, mereka juga akan menelusuri lebih jauh informasi tersebut, sebelum menggunakan transportasi online. Oleh karena itu, pengaruh peer-group tidak signifikan pada intensitas penggunaan transportasi online.

DAFTAR PUSTAKA

Alemi, Farzad, Giovanni C., Susan H., dan Patricia M. 2018. What Influences Travelers to Use

Uber? Exploring The Factors Affecting The Adoption of On-Demand Ride Services In California. Travel Behaviour and Society, hal.88–104.

(12)

155 Alvara Research Center. 2016. Indonesia 2020 : The Urban Middle-Class

Millenials. https://www.researchgate.net/publication/

Amirkiaee, S. Yasaman, dan Nicholas Evangelopoulos. 2018. Why Do People Rideshare? An

Experimental Study. Transportation Research Part F: Traffic Psychology and Behaviour,

hal. 9–24.

Andaru, Dimas. 2018. "Determinan Permintaan Jasa Transportasi Online Gojek (Layanan Go-Ride) (Studi Kasus di Kota Administrasi Jakarta Pusat)". h.n.p, https://jurnal.ub.ac.id. Case, Karl E. dan Ray C. Fair, 2007. Prinsip-Prinsip Ekonomi. Jakarta : Erlangga.

Cole, S. 2005. Applied Transport Economics; Policy, Management & Decision Making. United Kingdom: Kogan Page Limited.

Ditmore, Christina Joy, dan Devon Malia Deming. 2018. Vanpooling and its effect on

commuter stress. Research in Transportation Business & Management, hal. 98–106.

Gujarati, Damodar dan Porter, Dawn C. 2015. Dasar-Dasar Ekonometrika. Jakarta : Salemba Empat.

Husna, Royhanatul dan Akhmad Syakir Kurnia. 2016. “Determinan Perilaku dan Expenditure Switching Konsumen Muslim terhadap Konsumsi Kosmetik Berlabel Halal”. Diponegoro Journal of Economics, hal. 1-17.

Johnson,Lisa. 2006. Mind Your X's and Y's: Satisfying the 10 Cravings of a New Generation

of Consumers. New York : Free Press

Kotler, P. dan K.L. Keller. 2013. Manajemen Pemasaran. Jakarta : Erlangga.

Lee, Zach W. Y., Tommy K.H. Chan, M. S. Balaji, Alain Yee-Loong Chong. 2017. Why people

participate in the sharing economy: an empirical investigation of Uber. Internet

Research, h..n.p.

Li, Ziru, Yili Hong, dan Zhongju Zhang. 2017. "An empirical analysis of ondemand ride-sharing and traffic congestion." Paper disajikan pada The 50th Hawaii International Conferences On Systems Science, Hawai, 2017.

Liu, Yupeng, dan Yutao Yang. 2018. Empirical Examination of Users’ Adoption of the Sharing

Economy in China Using an Expanded Technology Acceptance Model. Sustainibility, 10,

1262.

Min, Somang, Miyoung Jeung, dan Kevin Kam Fung So. 2018. Consumer adoption of the Uber

mobile application: Insights from diffusion of innovation theory and technology

acceptance model. Journal of Travel &

Tourism Marketing, h..n.p.

Nasution, M.N. 2004. Manajemen Transportasi. Jakarta : Penerbit Ghalia Indonesia.

Paulley, Neil. 2006. The Demand for Public Transport: The Effect of Fares, Auality of Service, Income,

and Car Ownership. Transport Policy, hal. 295-306.

Perloff, Jeffrey M. 2014. Microeconomics with Calculus. Edinburgh : Pearson Education. Peter, Paul dan Jerry C. Olson. 2000. Consumer Behaviour. Jakarta : Erlangga.

Pindyk, Robert S., dan Daniel E. Rubinfeld. 2014. Mikroekonomi. Jakarta : Erlangga.

Putra, Tutus Kenanthus Avica, dan Akhmad Syakir Kurnia. Analisis Preferensi Masyarakat

Terhadap Bus Rapid Transit (BRT) Trans Semarang. Diponegoro Journal of Economics,

hal. 1-14.

Rayle, Lisa, Susan Shaheen, Nelson Chan, Danielle Dai, and Robert Cervero. 2014. AppBased,

On-Demand Ride Services: Comparing Taxi and Ridesourcing Trips and User Characteristics in San Francisco. University of California Transportation Center (UCTC).

Working Paper.

Septiani, R., Handayani, P. W., & Azzahro, F. 2017. "Factors that Affecting Behavioral Intention in Online Transportation Service: Case study of GOJEK". Paper disajikan pada

Information Systems International Converence, Bali, 6 - 8 November 2017.

(13)

156 Sonneberg, Marc-Oliver, Oliver Werth, Wiebke Wille, Marvin Jarlik, dan Michael H. Breitner. 2019. "An Empirical Study of Customers' Behavioral Intention to Use Ridepooling Services -An Extension of the Technology Acceptance Model." Paper disajikan pada 14th

International Conference on Wirtschaftsinformatik, Siegen, Germany, 24-27 Februari 2019.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisa faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian sembelit pada ibu post partum 3 hari di Desa Margorejo

Biaya indirect resources overhead merupakan suatu pembebanan biaya tidak langsung ke aktivitas dengan basis yang bersifat sembarang atau proporsi. Untuk

Dewasa ini$ laFim 7igunakan lael un'uk masing-masing pake' 7engan menan'umkan nama 7an alama' lengkap si penerima$ Sis'em penomoran yang 7igunakan &arus

Seperti penelitian Leavitt 1965 menyatakan bahwa penerapan sistem informasi yang baru akan berdampak pada reaksi yang ditunjukkan oleh perilaku individu dalam organisasi,

say {Dewi Sukma}{Hai Nyai Emas Padmawati, beritahukanlah pada rajamu.} say {Dewi Sukma}{Utuslah seseorang untuk mengambil pusaka Lalayang Salaka Domas di Jabaning Langit}. say

Strategi komunikasi yang digunakan oleh Kepala Madrasah dan guru-guru di MI Al-Abrar dengan menggunakan strategi komunikasi interpersonal (antarpribadi) baik itu dalam

Sesuai dengan masalah yang diajukan, hasil kajian terhadap penerapan pendekatan komunikatif yang dilakukan oleh guru dalam pembelajaran berpidato bahasa Bali pada

Gambar 3.7 Use Case Diagram Petugas UMKM pada Sistem Informasi Peengolahan Data Dinas Koperasi dan UMKM Nusa Tenggara