• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. Tinjauan Pustaka

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II. Tinjauan Pustaka"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

Tinjauan Pustaka

2.1 Pengenalan dan Interpretasi

Pengenalan pola tidak hanya bertujuan untuk mendapatkan citra dengan suatu kualitas tertentu, tetapi juga untuk mengklasifikasikan bermacam-macam citra. Dari sejumlah citra diolah sehingga citra dengan ciri yang sama akan dikelompokkan pada suatu kelompok tertentu. Interpretasi meliputi penekanan dalam mengartikan objek yang dikenali.

Dalam perkembangan lebih lanjut, image processing dan computer vision digunakan sebagai mata manusia, dengan perangkat input image capture seperti kamera dan scanner dijadikan sebagai mata dan mesin komputer dengan program komputasinya dijadikan sebagai otak yang mengolah informasi. Sehingga muncul beberapa pecahan bidang yang menjadi penting dalam computer vision, antara lain: pattern recognition (pengenalan pola), biometric pengenalan identifikasi manusia berdasarkan ciri-ciri biologis yang tampak pada badan manusia), content based image and video retrieval (mendapatkan kembali citra atau video dengan informasi tertentu), video editing, dan lain-lain

2.2 Biometrik

Secara harfiah, biometrika atau biometrics berasal dari kata bio dan metrics. Bio berarti sesuatu yang hidup, dan metrics berarti mengukur. Biometrika berarti mengukur karakteristik pembeda (distinguishing traits) pada badan atau perilaku seseorang yang digunakan untuk melakukan pengenalan secara otomatis terhadap identitas orang tersebut, dengan membandingkannya dengan karakteristik yang sebelumnya telah disimpan pada suatu database. Secara umum karakteristik pembeda tersebut dapat dikelompokan menjadi 2, yaitu karakteristik fisiologis atau fisik (physiological/physical characteristic) dan karakteristik perilaku (behavioral characteristic). Biometrika berdasarkan karakteristik fisiologis/fisik menggunakan bagian-bagian fisik dari tubuh seseorang sebagai

(2)

kode unik untuk pengenalan, seperti DNA, telinga, jejak panas pada wajah, geometri tangan, pembuluh tangan, sidik jari, iris mata, telapak tangan, retina, gigi dan bau (komposisi kimia) dari keringat tubuh. Sedangkan biometrik berdasarkan karakteristik perilaku menggunakan perilaku seseorang sebagai kode unik untuk melakukan pengenalan, seperti gaya berjalan, hentakan tombol, tanda tangan dan Suara. [1]

Gambar 2.1 Jenis Biometrik 2.3 Face Recognition

Face recognition adalah salah satu teknologi biometrik yang telah banyak diaplikasikan dalam sistem security selain pengenalan retina mata, pengenalan sidik jari dan iris mata. Dalam aplikasinya sendiri pengenalan wajah menggunakan sebuah kamera untuk menangkap wajah seseorang kemudian dibandingkan dengan wajah yang sebelumnya yang telah disimpan di dalam database tertentu. Face recognition adalah teknologi dari komputer yang memungkinkan kita untuk mengidentifikasi atau memverifikasi wajah seseorang melalui sebuah gambar digital. Caranya ialah dengan mencocokkan tekstur lekuk wajah kita dengan data wajah yang tersimpan di database.

Tahap awal dalam pengenalan bentuk wajah (face recognition) yang sangat penting dilakukan adalah tahap pendeteksian wajah (face detection). Dan bidang-bidang dalam penelitian yang berkaitan dengan pemrosesan wajah (face processing) antara lain adalah:

(3)

1. Pengenalan wajah (face recognition) yaitu proses membandingkan sebuah citra wajah masukan dengan database wajah dan menemukan database wajah yang paling cocok dengan citra masukan tersebut.

2. Autentikasi wajah (face authentication) yaitu menguji keaslian/kesamaan suatu wajah dengan data wajah yang telah diinputkan sebelumnya.

3. Lokalisasi wajah (face localization) yaitu pendeteksian wajah namun dengan asumsi hanya ada satu wajah didalam citra.

4. Penjejakan wajah (face tracking) yaitu memperkirakan lokasi suatu wajah didalam video secara real time.

5. Pengenalan ekspresi wajah (facial expression recognition) untuk mengenali kondisi emosi manusia. [14]

Sistem pengenalan wajah yang digunakan dalam pengamanan teknologi biometrik yang fungsinya sebagai password dalam cara kerjanya menggunakan ekspresi seseorang tanpa di rekayasa atau dibuat-buat atau biasa disebut dengan relased face. Pada sistem pendeteksian wajah terdiri dari 6 (enam) bagian titik yang dianggap paling dipercaya dan lebih akurat untuk digunakan dalam sistem keamanan biometrik. Bagian-bagian ini terdiri dari mata, alis mata dan mulut. Akan tetapi, jarak antar bagian mata tidaklah cukup diperoleh secara langsung dari bagian titik muka, maka dari itu diperlukan suatu bentuk metode pada bagian daerah sekitaran mata. Bagian yang lain yang digunakan pada sistem keamanan dalam pendeteksian wajah yaitu mulut, namun secara global ini tidaklah cukup untuk menguraikan bentuk mulut. Maka dari itu untuk mendapatkan bagian ini diperlukan bagian dari wajah yang dinormalisir berdasarkan tepian dari pemetaan. Dari penjelasan tersebut, untuk mengenali bagian-bagian titik tersebut dapat digunakan suatu pendekatan vector quantization yang terawasi.

Dalam sistem keamanan biometrik dengan pengenalan struktur bentuk wajah ini mebutuhkan peralatan kamera dalam pengidentifikasiannya. Alat pada face recognition system bekerja sebagai pengenal kode yang bekerja pada objek muka seseorang. Alat ini mengambil kode berdasarkan bentuk geometrik wajah. Jenis pengambilan data informasi pada device ini dibagi menjadi 2 (dua) tipe, yaitu tipe pengambilan secara 2D dan tipe pengambilan secara 3D. Tapi pada

(4)

kenyataannya, penggunaan 3D lebih menguntungkan karena lebih spesifik untuk kode pengenal. Sehingga banyak perangkat keamanan yang menggunakan face recognition system dengan tipe 3D. Kemudian cara kerja pada alat face recognition system yaitu:

1. Pendeteksian wajah. Pendeteksian wajah dilakukan dengan pengambilan foto wajah dari manusia dengan men-scan foto 2D secara digital, atau bisa juga menggunakan video untuk mengambil foto wajah 3D.

2. Penjajaran. Pada saat sudah berhasil mendeteksi wajah, software akan dapat menentukan posisi, ukuran, dan sikap kepala. Pada software 3D mampu mengenali foto wajah hingga 90 derajat, sedangkan untuk software 2D posisi kepala harus menghadap kamera paling tidak 35 derajat.

3. Pengukuran. Selanjutnya software dapat mengukur lekukan yang ada pada wajah dengan menggunakan skala sub-milimeter (microwave) dan membuat template.

4. Representasi. Kemudian jika template sudah jadi maka template tersebut dapat diterjemahkan kedalam sebuah kode yang unik, yang mempresentasikan setiap wajah.

5. Pencocokan. Jika foto wajah yang telah direpresentasikan dan ketersediaan foto wajah dalam database sama-sama 3D, proses pencocokan dapat langsung dilakukan. Namun, saat ini masih ada tantangan untuk mencocokkan representasi 3D dengan database foto 2D. Teknologi baru kini tengah menjawab tantangan ini. Ketika foto wajah 3D diambil, software akan mengidentifikasikan beberapa titik (biasanya tiga titik) yaitu mata bagian luar dan dalam, serta ujung hidung. Berdasarkan hasil pengukuran ini software akan mengubah gambar 3D menjadi 2D, dan membandingkannya dengan gambar wajah 2D yang sudah ada didalam database.

6. Verifikasi atau identifikasi. Verifikasi merupakan proses pencocokkan satu berbanding satu. Sedangkan identifikasi adalah pembandingan foto wajah

(5)

yang diambil dengan seluruh gambar yang memiliki kemiripan dalam database.

7. Analisis tekstur wajah. Kemajuan dalam software face recognition adalah penggunaan biometrik kulit atau keunikan tekstur kulit untuk meningkatkan akurasi hasil pencocokkan. Namun terdapat beberapa faktor yang menyebabkan proses analisis tekstur ini tidak dapat bekerja, misalnya pantulan cahaya dari kacamata atau foto wajah yang menggunakan kacamata matahari. Faktor penghambat analisis lainnya adalah rambut panjang yang menutupi bagian tengah wajah, pencahayaan yang kurang tepat yang mengakibatkan foto wajah menjadi kelebihan atau kekurangan cahaya, serta resolusi yang rendah jika foto diambil dari kejauhan.

Jadi, dengan menggunakan atau memanfaatkan sistem keamanan biometrik, sebuah keamanan dapat terjaga lebih aman dan terjamin. Karena pada sistem biometrik ini akan memverifikasi data yang melekat pada tubuh kita sehingga tidak akan ada lagi terjadi kesalahan manusia (human error). [8]

2.4 Pengertian Citra

Citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan, atau imitasi dari suatu objek. Citra sebagai keluaran suatu sistem perekaman data dapat bersifat optik berupa foto, bersifat analog berupa sinya-sinyal video seperti gambar pada monitor televisi atau bersifat digital yang dapat langsung disimpan pada suatu media penyimpanan.

2.5 Perbedaan Citra Analog dan Citra Digital

2.5.1 Citra Analog

Citra analog adalah citra yang bersifat continue, seperti gambar pada monitor televisi, foto sinar X, foto yang tercetak di kertas foto, lukisan, pemandangan alam, hasil CT scan, gambar-gambar yang terekam pada pita kaset, dan lain sebagainya. Citra analog tidak dapat direpresentasikan dalam komputer, sehingga tidak bisa diproses di komputer secara langsung. Oleh sebab itu, agar ini dapat diproses di komputer, proses konversi analog ke digital harus dilakukan

(6)

terlebih dahulu. Citra analog dihasilkan dari alat-alat analog, seperti video kamera analog, kamera foto analog, cam, CT scan, sensor rontgen untuk foto thorax, sensor gelombang pendek pada sistem radar, sensor ultrasound pada sistem USG, dan lain-lain.

2.5.2 Citra Digital

Citra digital merupakan representatif dari citra yang diambil oleh mesin dengan bentuk pendekatan berdasarkan sampling dan kuantisasi. Sampling menyatakan besarnya kotak-kotak yang disusun dalam baris dan kolom. Dengan kata lain, sampling pada citra menyatakan besar kecilnya ukuran pixel (titik) pada citra, dan kuantisasi menyatakan besarnya nilai tingkat kecerahan yang dinyatakan dalam nilai tingkat keabuan (grayscale) sesuai dengan jurnlah bit biner yang digunakan oleh mesin, dengan kata lain kuantisasi pada citra menyatakan jumlah warna yang ada pada citra.

2.6 Jenis-Jenis Citra Digital

Ada banyak cara untuk menyimpan citra digital di dalam memori. Cara penyimpanan menentukan jenis citra digital yang terbentuk. Beberapa jenis citra digital yang sering digunakan adalah citra biner, citra grayscale dan citra warna. [6]

2.6.1 Citra Warna (True Color).

Setiap piksel pada citra warna mewakili warna yang merupakan kombinasi dari tiga warna dasar (RGB = Red Green Blue). Setiap warna dasar menggunakan penyimpanan 8 bit = 1 byte (nilai maksimum 255 warna), jadi satu piksel pada citra warna diwakili oleh 3 byte. Pengolahan citra digital adalah salah satu bentuk pemrosesan informasi dengan inputan berupa citra (image) dan keluaran yang juga berupa citra atau dapat juga bagian dari citra tersebut.

Tujuan dari pemrosesan ini adalah memperbaiki kualitas citra agar mudah diinterpretasi oleh manusia atau mesin computer. RGB Merupakan gabungan dari beberapa lapis citra kanal warna yang bertumpuk. Masing-masing lapisan

(7)

merepresentasikan nilai intensitas warna tertentu terhadap warna gelap sehingga pada citra berwarna setiap piksel mempunyai informasi warna tertentu yang merupakan gabungan warna-warna dari citra kanal warna. Color image ini terdiri dari tiga matriks yang mewakili nilai-nilai merah, hijau dan biru untuk setiap pikselnya. [6]

Gambar 2.2 Representasi Warna pada Citra RGB

Setiap warna dasar menggunakan penyimpanan 8 bit = 1 byte, yang berarti setiap warna mempunyai gradasi sebanyak 255 warna. Berarti setiap piksel mempunyai kombinasi warna sebanyak 28 x 28 x 28 = 224 =16 juta warna lebih. Itulah sebabnya format ini dinamakan true color karena mempunyai jumlah warna yang cukup besar sehingga bisa dikatakan hampir mencakup semua warna di alam.

2.6.2 Citra Grayscale (Skala Keabuan).

Banyaknya warna tergantung pada jumlah bit yang disediakan di memori untuk menampung kebutuhan warna ini. Citra 2 bit mewakili 4 warna, citra 3 bit mewakili 8 warna, dan seterusnya. Semakin besar jumlah bit warna yang disediakan di memori, semakin halus gradasi warna yang terbentuk. (Kusniyati, Harni. 2012). Citra Grayscale merupakan citra yang setiap pixelnya bisa memiliki nilai lain diantara warna hitam dan putih, yang disebut nilai abu-abu. Banyaknya kemungkinan warna abu-abu tergantung besarnya kedalaman bit dari citra tersebut. Misalnya suatu citra mempunyai kedalaman sebesar 8 bit. Berarti citra tersebut mempunyai skala warna sebanyak 28 atau 256 skala yaitu skala nol sampai 255 ( 0-255). Angka nol mewakili warna hitam dan angka 255 mewakili

(8)

warna putih sedangkan lainnya mewakili warna abu-abu. Warna abu-abu skala 200 lebih gelap jika dibandingkan warna abu-abu skala 201. [6]

Perhitungan yang digunakan untuk mengubah citra berwarna yang mempunyai nilai matriks masing-masing R, G, dan B menjadi citra grayscale dapat dilakukan dengan mengambil rata-rata dari nilai R, G, dan B.

Untuk mengubah citra berwana menjadi Gray-scale digunakan rumus berikut: gray = 0,2989R + 0,5870G + 0,1140B

Keterangan:

Gray : Nilai grayscale

R : Nilai pada komponen R-layer G : Nilai pada komponen G-layer B : Nilai pada komponen B-layer

Gambar 2.3 Skala Keabuan 2.6.3 Citra Biner (Monokrom).

Banyaknya dua warna, yaitu hitam dan putih. Dibutuhkan 1 bit di memori untuk menyimpan kedua warna ini. Citra biner (binary image) adalah citra digital yang hanya memiliki 2 kemungkinan warna, yaitu hitam dan putih. Citra biner disebut juga dengan citra W&B (White&Black) atau citra monokrom. Hanya dibutuhkan 1 bit untuk mewakili nilai setiap piksel dari citra biner. Pembentukan citra biner memerlukan nilai batas keabuan yang akan digunakan sebagai nilai patokan. Piksel dengan derajat keabuan lebih besar dari nilai batas akan diberi nilai 1 dan sebaliknya piksel dengan derajat keabuan lebih kecil dari nilai batas akan diberi nilai 0. [6]

(9)

Citra biner sering sekali muncul sebagai hasil dari proses pengolahan, seperti segmentasi, pengambangan, morfologi ataupun dithering. Fungsi dari binerisasi sendiri adalah untuk mempermudah proses pengenalan pola, karena pola akan lebih mudah terdeteksi pada citra yang mengandung lebih sedikit warna.

Gambar 2.4 Citra Biner Gambar 2.5 Array Citra Biner

2.7 Elemen-Elemen Citra Digital

Berikut adalah elemen-elemen yang terdapat pada citra digital:

1. Kecerahan (Brightness). Brightness merupakan intensitas cahaya yang dipancarkan piksel dari citra yang dapat ditangkap oleh sistem penglihatan. Kecerahan pada sebuah titik (piksel) di dalam citra merupakan intensitas rata-rata dari suatu area yang melingkupinya.

2. Kontras (Contrast). Kontras menyatakan sebaran terang dan gelap dalam sebuah citra. Pada citra yang baik, komposisi gelap dan terang tersebar secara merata.

3. Kontur (Contour). Kontur adalah keadaan yang ditimbulkan oleh perubahan intensitas pada piksel-piksel yang bertetangga. Karena adanya perubahan intensitas inilah mata mampu mendeteksi tepi-tepi objek di dalam citra.

4. Warna. Warna sebagai persepsi yang ditangkap sistem visual terhadap panjang gelombang cahaya yang dipantulkan oleh objek.

5. Bentuk (Shape). Shape adalah properti intrinsik dari objek 3 dimensi, dengan pengertian bahwa bentuk merupakan properti intrinsik utama untuk sistem visual manusia.

(10)

6. Tekstur (Texture). Texture dicirikan sebagai distribusi spasial dari derajat keabuan di dalam sekumpulan piksel-piksel yang bertetangga. Tekstur adalah sifat-sifat atau karakteristik yang dimiliki oleh suatu daerah yang cukup besar, sehingga secara alami sifat-sifat tadi dapat berulang dalam daerah tersebut. Tekstur adalah keteraturan pola-pola tertentu yang terbentuk dari susunan piksel-piksel dalam citra digital. Informasi tekstur dapat digunakan untuk membedakan sifat-sifat permukaan suatu benda dalam citra yang berhubungan dengan kasar dan halus, juga sifat-sifat spesifik dari kekasaran dan kehalusan permukaan tadi, yang sama sekali terlepas dari warna permukaan tersebut. [2]

2.8 Pengolahan Citra

Pengolahan citra digital merupakan proses yang bertujuan untuk

memanipulasi dan menganalisis citra dengan bantuan komputer. Pengolahan citra digital dapat dikelompokkan dalam dua jenis kegiatan :

1. Memperbaiki kualitas suatu gambar, sehingga dapat lebih mudah diinterpretasi oleh mata manusia.

2. Mengolah informasi yang terdapat pada suatu gambar untuk keperluan pengenalan objek secara otomatis. [4]

Bidang aplikasi kedua yang sangat erat hubungannya dengan ilmu pengetahuan pola (pattern recognition) yang umumnya bertujuan mengenali suatu objek dengan cara mengekstrak informasi penting yang terdapat pada suatu citra. Bila pengenalan pola dihubungkan dengan pengolahan citra, diharapkan akan terbentuk suatu sistem yang dapat memproses citra masukan sehingga citra tersebut dapat dikenali polanya. Proses ini disebut pengenalan citra atau image recognition.

Pengolahan citra dan pengenalan pola menjadi bagian dari proses pengenalan citra. Kedua aplikasi ini akan saling melengkapi untuk mendapatkan ciri khas dari suatu citra yang hendak dikenali. Secara umum tahapan pengolahan citra digital meliputi akusisi citra, peningkatan kualitas citra, segmentasi citra,

(11)

representasi dan uraian, pengenalan dan interpretasi. perbaikan kualitas citra, sampai dengan pernyataan representatif citra yang dicitrakan sebagai berikut:

Gambar 2.6 Proses Pengolahan Citra

1. Akusisi citra

Pengambilan data dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai media seperti kamera analog, kamera digital, handycamp, scanner, optical reader dan sebagainya. Citra yang dihasilkan belum tentu data digital, sehingga perlu didigitalisasi.

2. Perbaikan kualitas citra

Pada tahap ini dikenal dengan pre-processing dimana dalam meningkatkan kualitas citra dapat meningkatkan kemungkinan dalam keberhasilan pada tahap pengolahan citra digital berikutnya.

3. Representasi Citra

Representasi mengacu pada data konversi dari hasil segmentasi ke bentuk yang lebih sesuai untuk proses pengolahan pada komputer. Keputusan pertama yang harus sudah dihasilkan pada tahap ini adalah data yang akan diproses dalam batasan-batasan atau daerah yang lengkap. Batas representasi digunakan ketika penekanannya pada karakteristik bentuk luar, dan area representasi digunakan ketika penekanannya pada karakteristik dalam, sebagai contoh tekstur. Setelah data telah direpresentasikan ke bentuk tipe yang lebih sesuai, tahap selanjutnya adalah menguraikan data. [9]

2.9 Segmentasi Citra

Segmentasi bertujuan untuk memilih dan mengisolasikan (memisahkan) antara objek dan background. Dalam melakukan pengenalan sebuah objek di antara banyak objek dalam citra, komputer harus melakukan proses segmentasi terlebih dahulu. Segmentasi citra merupakan bagian dari proses pengolahan citra.

(12)

Proses segmentasi citra ini lebih banyak merupakan suatu proses pra pengolahan pada sistem pengenalan objek dalam citra. Segmentasi citra (image segmentation) mempunyai arti membagi suatu citra menjadi wilayah-wilayah yang homogen berdasarkan kriteria keserupaan yang tertentu antara tingkat keabuan suatu piksel dengan tingkat keabuan piksel-piksel tetangganya, kemudian hasil dari proses segmentasi ini akan digunakan untuk proses tingkat tinggi lebih lanjut yang dapat dilakukan terhadap suatu citra, misalnya proses klarifikasi citra dan proses identifikasi objek agar lebih mudah dikenali oleh komputer [15]

2.10 Peningkatan Kualitas Citra 2.10.1 Pengaturan Kontras

Di dalam ruangan, seringkali kita perlu mangatur intensitas lampu agar ruangan menjadi lebih terang atau lebih gelap. Dalam dunia pengolahan citra, hal itu disebut pengaturan brightness(kontras) dimana dapat dilakukan dengan cara meningkatkan atau menurunkan nilai piksel dari seluruh bagian dalam citra tersebut. Peningkatan kontras citra bertujuan untuk memperbaiki mutu citra untuk memperoleh keindahan gambar dan untuk mengoreksi citra dari segala gangguan yang terjadi waktu perekaman gambar.

2.10.2 Konversi Citra

Proses awal yang banyak dilakukan dalam image processing adalah mengubah citra berwarna menjadi grayscale. Hal ini digunakan untuk menyederhanakan model. Citra berwarna terdiri dari 3 layer matrik yaitu R-layer, G-layer, dan B-layer sehingga untuk melakukan proses selanjutnya tetap diperhatikan tiga layer tadi. Dalam citra ini tidak ada lagi warna yang ada hanya derajat keabuan. Untuk mengubah citra berwana menjadi Gray-scale digunakan rumus:

X = 𝑅+𝐺+𝐵 3

Lalu dilakukan Citra Biner (hitam putih) merupakan citra yang banyak dimanfaatkan untuk keperluan pattern recognition yang sederhana seperti mengenal angka atau pengenalan huruf. Untuk mengubah suatu citra grayscale

(13)

menjadi citra biner, sebetulnya prosesnya sama dengan Thresholding yaitu mengubah kuantisasi citra. Pembentukan citra biner memerlukan nilai batas keabuan yang akan digunakan sebagai nilai patokan. Piksel dengan derajat keabuan lebih besar dari nilai batas akan diberi nilai 1 dan sebaliknya piksel dengan derajat keabuan lebih kecil dari nilai batas akan diberi nilai 0. Fungsi dari binerisasi sendiri adalah untuk mempermudah proses pengenalan pola, karena pola akan lebih mudah terdeteksi pada citra yang mengandung lebih sedikit warna. [16]

2.10.3 Histogram Citra

Pengertian histogram dalam pengolahan citra adalah .representasi grafis untuk distribusi warna dari citra digital atau menggambarkan penyebaran nilai-nilai intensitas piksel dari suatu citra atau bagian tertentu di dalam citra. Dari sebuah histogram dapat diketahui frekuensi kemunculan relatif dari intensitas pada citra, kecerahan, dan kontas dari sebuah gambar.

Proses Histogram :

1. Gambar gelap : histogram cenderung ke sebelah kiri 2. Gambar terang : histogram cenderung ke sebelah kanan 3. Gambar low contrast : histogram mengumpul di suatu tempat 4. Gambar high contrast : histogram merata di semua tempat.

Gambar 2.7 (a) citra gelap, (b) citra terang, (c) citra normal (normal brightness), (d) normal brightness dan hi gh contrast

(14)

Gambar 2.8 Histogram contoh citra yang terlalu gelap dan terang

2.10.4 Thresholding

Thresholding merupakan operasi ambang batas yaitu batas pembagian tunggal, berarti nilai pixel dikelompokkan menjadi dua kelompok yang bertujuan untuk mengubah dimensi citra menjadi citra binner dengan kata lain citra yang diproses oleh thresholding nilai pixel nya hanya akan ada 2 jenis yaitu 1 dan 0 atau putih dan hitam atau orang awam melihatnya sebagai gambar hitam putih tetapi dalam pengolahan citra disebut citra grayscale. Kegunaan Threshold yang paling menonjol adalah membedakan antara objek dan background dalam sebuah citra atau gambar yang nantinya akan bisa dimanfaatkan untuk operasi citra yang lain atau bahkan untuk pengembangan sebuah software. Dalam pengimplementasiannya untuk melakukan nilai thresholding dibutuhkan sebuah nilai ambang sebagai alat pembatas untuk menentukan pixel mana saja yang akan menjadi putih dan pixel mana saja yang akan menjadi hitam. Nilai ambang 150 dan (nilai tertinggi) 255. Maka semua pixel yang bernilai diatas 150 maka akan

(15)

dijadikan bernilai 255 alias menjadi putih atau 1 kemudian untuk pixel-pixel yang bernilai dibawah 150 maka akan dijadikan 0 alias hitam. Untuk penentuan nilai pixel yang akan di thresholdkan dapat dilihat pada histogram citra [7]

Gambar 2.9 Penentuan Threshold

2.10.5 Auto Resize

Auto Resize adalah proses mengubah ukuran sebuah citra secara otomatis. Resize terdiri dari downsize dan upsize. Downsize menurunkan jumlah pixel dan menghilangkan sebagian informasi dari citra sedangkan upsize menambah jumlah pixel dengan informasi pixel baru sesuai warna yang ada. Downsize menghasilkan ukuran citra yang lebih kecil sedangkan upsize menghasilkan citra dengan ukuran lebih besar. [17]

2.10.6 Ekstraksi Ciri

Ekstraksi Ciri merupakan tahapan mengekstrak ciri/informasi dari objek di dalam citra yang ingin dikenali/dibedakan dengan objek lainnya. Ciri yang telah diekstrak kemudian digunakan sebagai parameter/nilai masukan untuk membedakan antara objek satu dengan lainnya pada tahapan identifikasi/ klasifikasi. Ekstraksi ciri merupakan tahapan yang sangat penting dalam pengenalan pola. Tahapan ini bertujuan untuk memperoleh informasi yang terkandung dalam suatu citra untuk kemudian dijadikan sebagai acuan untuk membedakan antara citra yang satu dengan citra yang lain. Pada prinsipnya dalam ekstraksi ciri itu diharapkan ciri yg diekstrak mampu untuk membedakan antara

(16)

objek yg satu dengan objek yang lain Sedangkan pada objek yang sama diharapkan ciri tersebut memiliki nilai yang tidak terlalu berbeda. [12]

2.10.7 Normalisasi Citra

Tujuan dari normalisasi adalah untuk menggunakan seluruh range nilai grayscale sehingga di peroleh gambar yang lebih tajam. Membuat citra ke bentuk normal citra yang sesuai dengan yang diinginkan tanpa menghilangkan informasi penting yang ada. Yang dapat diartikan bahwa normalisasi citranya dapat disesuaikan dengan keinginan karena tidak bergantung dari besar atau kecilnya ukuran citra semula.

2.11 Pengenalan Wajah

Pengenalan Wajah Penelitian tentang pengenalan wajah telah berlangsung dari tahun 1960 hingga sekarang dengan beragan metode yang digunakan. Pengenalan Wajah (Face Detection) adalah proses identifikasi manusia dengan menggunakan gambaran raut wajah. Dalam pendeteksian wajah, teknologi ini hanya mengidentifikasi wajah saja dan mengabaikan hal-hal yang lain seperti bangunan pohon tubuh dan lain-lain. Sistem pengenalan wajah (Facial recognition system) adalah aplikasi komputer untuk secara otomatis mengidentifikasi atau memverifikasi seseorang dari foto digital atau frame video dari sumber video. Salah satu cara untuk melakukan ini adalah dengan membandingkan fitur wajah dipilih dari gambar dan database wajah.[11] Suatu sistem keamanan yang menggunakan sistem pengenalan wajah di dalamnya menjadi lebih susah untuk diterobos, karena proses identifikasinya melibatkan suatu metode identifikasi yang unik, yaitu identifikasi wajah, sehingga hanya orang yang wajahnya dikenali dan memiliki hak saja yang diperbolehkan lewat. Prosesnya pun mudah, hanya perlu berdiri di depan suatu kamera, tidak ada suatu kata sandi (password) atau nomor identifikasi personal.

Pengenalan berbasis fitur, berdasarkan pada ekstraksi dari sifat-sifat organ individu yang terletak pada wajah seperti mata, hidung dan mulut, serta hubungan mereka satu sama lain. - Pengenalan berbasis pendekatan eigenfaces,

(17)

berdasarkan pada ekstraksi informasi paling relevan yang terkandung dalam wajah. Informasi ini berupa suatu set karakteristik citra yang digunakan untuk menggambarkan variasi citra wajah. Tujuan dari proses ekstraksi tersebut adalah untuk mendapatkan eigenvector (eigenface) dari kovarian matriks distribusi, yang disusun darik umpulan pelatihan citra wajah. Kemudian, setiap citra wajah diwakili oleh kombinasi linier dari eigenvector. Pengenalan dilakukan dengan mengklasifikasikan citra baru dengan citra yang telah disimpan dalam database. Secara umum, meskipun didasari dengan metode-metode yang berbeda proses pengenalan wajah terdiri dari dua proses utama yaitu, proses pelatihan citra dan proses pengenalan citra. Kedua proses ini memiliki tahapan-tahapan yang hampir sama, perbedaannya terletak pada hasil ekstraksi fiturnya. Proses pelatihan citra wajah memiliki tahapan-tahapan sebagai berikut: - Pendeteksian wajah atau tracking wajah. - Penyelarasan wajah. - Ekstraksi fitur. - Penyimpanan fitur ke database. [3]

2.12 Eigenface

Teori ini dikembangkan dengan membagi sebuah citra wajah menjadi data set fitur karakteristik yang disebut eigenface. Fitur karakteristik ini merupakan komponen utama (principal component) dari training set awal dari citra wajah. Untuk menghasilkan eigenface, sekumpulan citra digital dari wajah manusia diambil pada kondisi pencahayaan yang sama kemudian dinormalisasikan dan diproses pada resolusi yang sama (misal m x n), kemudian citra tadi diperlakukan sebagai vektor dimensi m x n dimana komponennya diambil dari nilai piksel citra. [13]

Eigenface merupakan sebuah cara sederhana untuk mengekstrak informasi yang terkandung dalam citra wajah adalah dengan menangkap variasi-variasi penting dalam sekumpulan citra wajah dan menggunakan informasi tersebut untuk mengkodekan dan membandingkan citra wajah.

Dalam bahasa matematika, kita harus menemukan komponen-komponen utama dari distribusi citra-citra wajah atau eigenvector dan matriks kovarian dari sederetan citra wajah dengan memperlakukan sebuah citra wajah sebagai sebuah

(18)

titik (atau sebuah vektor) dalam ruang vektor berdimensi sangat tinggi. Eigenvector ini kemudian disusun berdasarkan eigenvalue-nya. Setiap eigenvector mengacu pada suatu nilai variasi diantara citra-citra wajah.

Eigenvector ini bisa dianggap sebagai sederetan ciri yang bersama-sama memberi karakter variasi diantara citra-citra wajah. Setiap titik citra wajah bisa dinyatakan dalam satu atau lebih eigenvector sehingga sekumpulan eigenvector dapat ditampilkan sebagai sekumpulan wajah. Sekumpulan eigenvector yang digunakan inilah yang disebut sebagai eigenface.

Pada prakteknya Mungkin kita mengetahui mana orang yang sama tetapi Eigenface tidak bisa membedakannya dan menganggap bahwa itu ada orang yang berbeda. Jadi faktor pencahayaan juga merupakan faktor pembeda di dalam Eigenface. Selain itu juga ada beberapa faktor yang lain yaitu, gambar yang dilakukan proses stretch, blur, ekspresi dari wajah, dan sudut pengambilan gambar. Eigenface termasuk dalam tahap preprocessing adalah agar data tersebut dapat diolah sehingga menghasilkan data yang sesuai dengan kebutuhan.

2.13 Pengenalan Wajah dengan Metode PCA

PCA pada dasarnya adalah bertujuan untuk menyederhanakan variabel yang diamati dengan cara menyusutkan (mereduksi) dimensinya. Hal ini dilakukan dengan cara menghilangkan korelasi diantara variabel bebas melalui transformasi variabel bebas asal ke variabel baru yang tidak berkorelasi sama sekali tanpa menghilangkan informasi penting yang ada di dalamnya atau yang biasa disebut dengan principal component. Dengan reduksi ini maka waktu komputasi dapat dikurangi dan kompleksititas dari citra wajah yang tidak perlu dapat dihilangkan. PCA banyak digunakan sebagai alat eksplorasi dalam analisis data dan untuk membuat model prediksi. Sedangkan, pada sistem pengenalan wajah, PCA digunakan untuk keperluan ekstraksi fitur citra, dimana jumlah dimensi dari citra jauh lebih besar dibandingkan dengan jumlah data sampel yang digunakan. Misalnya diketahui suatu citra dengan ukuran hxw, dengan h adalah tinggi citra dan w adalah lebar citra, maka dimensi citra adalah n dengan n=hxw. Jika suatu citra dengan ukuran dimensi n, maka jumlah kombinasi linier dari citra

(19)

sebanyak n merupakan dimensi yang tinggi, dan ini merupakan masalah besar pada komputasi ketika proses pengukuran. Dengan menggunakan PCA, dimensi yang tinggi tersebut dapat direduksi menjadi dimensi yang rendah. Jumlah dimensi yang dihasilkan oleh PCA tergantung pada jumlah data yang digunakan oleh pelatihan dan jumlah sampel pada masing-masing data pelatihan. [10]

2.14 Perangkat Keras 2.14.1 Arduino Uno

Arduino Uno adalah papan mikrokontroler berdasarkan ATmega328 (datasheet). Arduino ini memiliki 14 digital pin input / output (dimana 6 pin dapat digunakan sebagai output PWM), 6 input analog, resonator keramik 16 MHz,koneksi USB, jack listrik, header ICSP, dan tombol reset. Arduino jenis ini berisi semua yang diperlukan untuk mendukung mikrokontroler; hanya menghubungkannya ke komputer dengan kabel USB untuk diprogram sedangkan power dapat dihubungkan pada adaptor AC-DC maupun baterai untuk memulai menggunakannya.

Gambar 2.10 Arduino Uno

2.14.2 Motor Servo

Motor Servo adalah sebuah motor DC yang dilengkapi rangkaian kendali dengan sistem closed feedback yang terintegrasi dalam motor tersebut. Pada

(20)

motor servo posisi putaran sumbu (axis) dari motor akan diinformasikan kembali ke rangkaian kontrol yang ada di dalam motor servo.

Gambar 2.11 Motor Servo

Motor servo disusun dari sebuah motor DC, gearbox, variabel resistor (VR) atau potensiometer dan rangkaian kontrol. Potensiometer berfungsi untuk menentukan batas maksimum putaran sumbu (axis) motor servo. Sedangkan sudut dari sumbu motor servo diatur berdasarkan lebar pulsa yang pada pin kontrol motor servo.

Prinsip Kerja Motor Servo:

Motor servo dikendalikan dengan memberikan sinyal modulasi lebar pulsa (Pulse Wide Modulation / PWM) melalui kabel kontrol. Lebar pulsa sinyal kontrol yang diberikan akan menentukan posisi sudut putaran dari poros motor servo. Sebagai contoh, lebar pulsa dengan waktu 1,5 ms (mili detik) akan memutar poros motor servo ke posisi sudut 90⁰. Bila pulsa lebih pendek dari 1,5 ms maka akan berputar ke arah posisi 0⁰ atau ke kiri (berlawanan dengan arah jarum jam), sedangkan bila pulsa yang diberikan lebih lama dari 1,5 ms maka poros motor servo akan berputar ke arah posisi 180⁰ atau ke kanan (searah jarum jam). Lebih jelasnya perhatikan gambar dibawah ini.

(21)

Gambar 2.12 Putaran Motor Servo

Ketika lebar pulsa kendali telah diberikan, maka poros motor servo akan bergerak atau berputar ke posisi yang telah diperintahkan, dan berhenti pada posisi tersebut dan akan tetap bertahan pada posisi tersebut. Jika ada kekuatan eksternal yang mencoba memutar atau mengubah posisi tersebut, maka motor servo akan mencoba menahan atau melawan dengan besarnya kekuatan torsi yang dimilikinya (rating torsi servo). Namun motor servo tidak akan mempertahankan posisinya untuk selamanya, sinyal lebar pulsa kendali harus diulang setiap 20 ms (mili detik) untuk menginstruksikan agar posisi poros motor servo tetap bertahan pada posisinya.

2.15 Perangkat Lunak

Pada sub bab ini akan menjelaskan tentang beberapa perangkat lunak yang akakn digunakan seperti : C#, Visual studio, CV AVR, Emgucv

2.15.1 C#

C Sharp (sering disingkat sebagai C#) merupakan sebuah bahasa pemrograman yang berorientasi objek yang dikembangkan oleh Microsoft sebagai bagian dari inisiatif kerangka .NET Framework. Bahasa pemrograman ini dibuat berbasiskan bahasa C++ yang telah dipengaruhi oleh aspek-aspek ataupun fitur bahasa yang terdapat pada bahasa-bahasa pemrograman lainnya seperti Java,

(22)

Delphi, Visual Basic. Contoh program C Sharp(C#) sederhana: serialPort1.PortName = "com4"; serialPort1.BaudRate = 9600; serialPort1.DataBits = 8; serialPort1.Open(); serialPort1.Close(); keterangan:

a. serialPort1.portname = “com4” pernyataan ini berfungsi untuk pemberian nama pada port yang akan di pakai pada perintah ini port yang di pakai ada com4 b. serialPort1.baudrate = 9600 pada pernyataan ini berfungsi sebagai pengatur

baudrate yang di gunakan pada perintah ini baud rate di set pada nilai 9600 c. serialport1.open pada pernyataan ini berfungsi sebagai pengatur bahwa port

siap di jalankan

d. serialPort1.Close(); 9 pada pernyataan ini berfungsi sebagai pengatur bahwa port yang di jalan kan akan di tutup atau di matikan

2.15.2 Visual Studio Ultimate 2010

Visual Studio 2010 Ultimate merupakan IDE (intergrated development Environtment) atau lingkungan program yang sudah dikemas sebagai program aplikasi yang biasanya terdiri dari editor kode, compiler, debugger, dan antar muka grafis (GUI) builder. Visual studio juga dapat menggunakan beberapa bahasa seperti Visual Basic, Visual C++, Visual Web Deploper, Visual C# Dan Visual F#.

(23)

Gambar 2.13 Tampilan Visual Studio 2010 2.15.3 EmguCV

EmguCV adalah library lintas platform yang membiarkan fungsi OpenCV untuk di panggil atau digunakan dalam bahasa C#, VB, VC++ dan lainnya. Dan Emgu ini dapat di gunakan secara bebas. Emgu CV terdiri dari 2 layer, yaitu basic layer dan second layer. Basic layer mengandung fungsi, struktur, dan enumerasi yang secara langsung merefleksikan apa yang ada di OpenCV. Dengan adanya layer inilah kita bisa memanggil fungsi fungsi pada OpenCV dengan bahasa pemrograman C#. Sedangkan second layer mengandung kelas-kelas yang memanfaatkan keunggulan teknologi .NET. Konsep kedua yang perlu dipahami yaitu mengenai code mapping, yaitu bagaimana kode-kode dalam OpenCV dipetakan ke dalam Emgu CV. Ada 3 tipe mapping kode, yaitu function mapping, structure mapping, dan enumeration mapping.

Gambar

Gambar 2.1 Jenis Biometrik
Gambar 2.2 Representasi Warna pada Citra RGB
Gambar 2.3 Skala Keabuan
Gambar 2.6 Proses Pengolahan Citra
+7

Referensi

Dokumen terkait

Di tangan kanan pemerintah Inggris memegang pedang di dalam tangan kirinya memegang obor perdamaian dengan syarat bahwa parlemen dengan persetujuan raja akan

Perhatikan: Celah Pematrian yang diselaraskan dengan baik dan sangat sempit, pada umumnya tidak memiliki lagi atau hanya sedikit memiliki patri murni (gambar 4c). Patri ini

18 Tahun 2004: Yaitu merupakan peraturan daerah Kabupaten Pamekasan Tantang Larangan Terhadap Pelacuran dalam Wilayah Kabupaten Pamekasan, pelaksanaannya baik yang

Berdasarkan hasil penelitian terhadap 73 rekam medik pasien yang menggunakan antibiotik profilaksis pada pasien bedah sesar di Rumah Sakit Pekanbaru Medical Center bulan

Observations and interview were used as the instruments for this study. Observations were used as to observe the classes taught by both teachers to find the

Sesuai dengan kriteria diterima atau ditolaknya hipotesis maka dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa menerima hipotesis yang diajukan terbukti atau dengan kata lain variabel

Kesimpulan- kesimpulan Reduksi Data.. Jadi jumlah seluruh personil ada 12 orang. Jumlah ruang kelas ada 6 yang kondisinya masih bagus, ditambah 1 ruang kantor,1

Arkoun mengemukakan anggapan yang mengandung tiga unsur penting: pertama , ia menghubungkan proses pembekuan dan penutupan dalam penafsiran Alquran dengan pengalihannya dari