• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAN MELT5 DALAM MENGHASILKAN ENERGI LISTRIK PADA MEDIA LIMBAH KULIT PISANG DENGAN VARIASI JENIS INOKULUM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "DAN MELT5 DALAM MENGHASILKAN ENERGI LISTRIK PADA MEDIA LIMBAH KULIT PISANG DENGAN VARIASI JENIS INOKULUM"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Tema: 4 (energi baru dan terbarukan)

KEMAMPUAN ISOLAT MIKROBA BELT

2

, BELT

6

DAN MELT

5

DALAM MENGHASILKAN ENERGI LISTRIK PADA MEDIA

LIMBAH KULIT PISANG DENGAN VARIASI JENIS INOKULUM

Oleh

Arum Dewi Pradini, Sukanto, Amin Fatoni, Winasis

Universitas Jenderal Soedirman, Jl. H.R. Boenyamin No.708 Grendeng,

Purwokerto 553122

e-mail : arumpradini.ibrahim@gmail.com

ABSTRAK

Energi listrik didapatkan melalui pengujian variasi jenis inokulum dari isolat mikroba BELT2,

BELT6 dan MELT5 yang ditumbuhkan pada media limbah kulit pisang. Tujuan penelitian adalah

untuk mengetahui perbedaan energi listrik yang dihasilkan dari variasi jenis inokulum yang diberikan pada limbah kulit pisang dan menentukan energi listrik tertinggi yang dihasilkan dari jenis pemberian kultur tunggal dan campuran. Semua isolat sudah dapat menghasilkan energi listrik pada masa inkubasi 7 hari dalam shaker incubator. Pemberian variasi jenis inokulum berpengaruh nyata pada besar energi listrik yang dihasilkan. Uji BNT menunjukkan bahwa pemberian kultur tunggal BELT2 memiliki beda potensial listrik tertinggi yaitu 0,49 V dengan pH 4,93 dan biomassa

debris 0,04 gram

.

Kata kunci : mikroba, kulit pisang, variasi inokulum, listrik.

ABSTRACT

Voltage can be found by inoculum variation test of microbe isolates such as BELT2, BELT6 and

MELT5 which grown in banana peel waste medium. The aims of this study were to know different

voltage of inoculum variation in banana peel waste fermentation and to determine the best treatment between single culture and mixed culture that produces the highest voltage. Variation inoculum had a significant effect to produce electricity (voltage) at 7-days incubation period in shaker incubator. Furthermore, an LSD test indicates that the best treatment was inoculation of a single culture BELT2, with resulted voltage at 0,49, pH level of medium at 4,93 and biomass a 0,04

grams debris of medium.

Keywords: microbes, banana peel, inoculum variation, voltage.

PENDAHULUAN

(2)

(isolat kapang). Nilai voltase dan pH yang dihasilkan masing-masing isolat tersebut adalah BELT6

= 0,5125/ pH 3,745; BELT2 = 0,3125/ pH 4,875 dan MELT5 = 1,3/ pH 3,87.

Mikroba dapat digunakan sebagai bahan bakar alami atau biofuel pengganti batubara dalam menghasilkan listrik. Mikroba memanfaatkan materi organik media fermentasi sebagai sumber energi dalam aktivitas metabolisme yang dimana dapat menghasilkan elektron (Sitorus, 2010). Perbedaan potensial yang terjadi pada anoda dan katoda rangkaian biofuel memungkinkan terbentuknya energi listrik akibat adanya reaksi redoks, yakni pelepasan proton dan elektron oleh senyawa metabolit yang dihasilkan mikroba dari hasil metabolisme nutrisi yang salah satunya berasal dari limbah kulit pisang.

Menurut Zuhal (2013), kandungan unsur gizi kulit pisang cukup lengkap, seperti karbohidrat, lemak, protein, kalsium, fosfor, zat besi, vitamin B, vitamin C dan air. Kulit pisang di alam akan menyebabkan pencemaran lingkungan berupa peningkatan keasaman tanah. Selain itu, kulit pisang juga memiliki serat kasar dengan komponen pati sehingga cocok bila dimanfaatkan sebagai media fermentasi mikroba. Media fermentasi yang berupa polisakarida (pati) akan diubah menjadi monomer yang lebih sederhana dalam sistem metabolisme mikroba untuk menghasilkan senyawa metabolit asam yang mengandung ion H+ yang dibutuhkan dalam rangkaian biofuel.

Pengujian biofuel dapat dilakukan dengan pemberian variasi jenis inokulum yakni inokulum tunggal dan campuran. Menurut Kristin (2012), perbedaan penggunaan kultur tunggal maupun campuran akan menghasilkan perbedaan konsentrasi senyawa metabolit yang dihasilkan. Hal ini akan mempengaruhi jumlah potensial listrik yang dihasilkan pada rangkaian prototipe biofuel karena berhubungan dengan reaksi redoks yang terjadi dengan jumlah produksi senyawa yang dihasilkan.

Permasalahan yang muncul berdasarkan penjelasan tersebut adalah :

1. Apakah perbedaan voltase dapat dihasilkan dari pemberian variasi jenis inokulum pada media limbah kulit pisang.

2. Perlakuan manakah antara pemberian kultur tunggal dan kultur campuran pada media limbah kulit pisang yang menghasilkan potensial listrk terbaik.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan energi listrik dapat dihasilkan dari pemberian variasi jenis inokulum pada media limbah kulit pisang dan menentukan perlakuan terbaik diantara pemberian kultur tunggal dan kultur campuran dalam menghasilkan energi listrik

.

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

(3)

Alat dan Bahan

Alat-alat yang dibutuhkan dalam penelitian ini antara lain adalah cawan petri, tabung reaksi, labu erlenmeyer, beker glass, pipet ukur, pipet tetes, mikropipet dan tip, gelas ukur, autoklaf, rak tabung, oven, bunsen, sprayer, botol kaca, jarum ose, neraca ukur, pH meter, LAF (Laminar Air Flow), botol film 5 mL, mikroskop, haemocytometer, cover glass, blender, saringan, baskom.

Bahan-bahan yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah isolat mikroba BELT2, BELT6

dan MELT5, media cair ekstrak limbah kulit pisang steril, media NA (Nutrient Agar), media PDA

(Potato Dextrose Agar), alkohol, akuades, nigrosin, spirtus, alummunium foil, wrapping, korek, kertas whattman no. 41, kertas label.

Metode Penelitian

1. Persiapan Mikroba, Pembuatan Media dan Sterilisasi

Isolat mikroba yang digunakan berupa bakteri dan kapang yang masing-masing didapatkan dari hasil pra penelitian. Isolat tersebut adalah BELT2, BELT6 dan MELT5. Pembuatan media

fermentasi dilakukan dengan cara menghaluskan 250 gr kulit pisang dengan air hingga volume 1000 ml sehingga diperoleh perbandingan 1:4, kemudian disaring hingga didapatkan ekstrak berupa substrat cair (Zuhal, 2013).

Sterilisasi dilakukan dengan memasukkan alat dan bahan yang diperlukan dimasukan ke dalam autoklaf dengan pengaturan tekanan sebesar 2 atm, suhu 121 oC dengan waktu selama 15-20

menit (Thomas dkk, 2011).

2. Pembuatan Starter Isolat BELT2, BELT6 dan MELT5 (modifikasi Trismilah dan

Sumaryanto, 2012)

Starter BELT dibuat dengan cara merontokkan koloni bakteri yang berasal dari stok kultur tunggal pada media NA miring yang telah diinkubasi semalaman dalam suhu ruang dengan media fermentasi sebanyak 10 mL menggunakan jarum ose steril. Inokulum hasil perontokan koloni disuspensikan ke dalam 200 mL media limbah cair kulit pisang dan diinkubasi sampai fase eksponensialnya yaitu 4 jam untuk isolat BELT2 dan BELT6.

(4)

3. Penetapan Kerapatan Sel dan Inokulasi Starter pada Substrat (modifikasi Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995)

Starter yang telah diinkubasi semalam, dilakukan pengenceran dan pengamatan menggunakan teknik langsung (haemocyt) yang sebelumnya dilakukan pewarnaan mikroba menggunakan nigrosin. Jumlah spora yang teramati kemudian dihitung dengan rumus sebagai berikut.

Kepadatan = x̄ kepadatan 5 kotak x 2,5 x 104 x fp

Inokulum yang berjumlah ≥ 109 diinokulasikan ke dalam limbah cair ekstrak kulit pisang

sebanyak 6,5 % dari volume media di dalam botol dan dihomogenkan menggunakan shaker incubator dengan selama 5 menit. Variasi jenis inokulum dilakukan dengan mencampurkan media fermentasi dengan starter pada volume berbeda berdasarkan jenis perlakuannya. Kemudian masing-masing inokulum dimasukan ke dalam botol kaca sebanyak 30 mL dan diinkubasi dalam shaker incubator selama 7x24 jam.

4. Penentuan Potensial Listrik, pH dan Biomassa yang Dihasilkan

Penentuan potensial listrik dilakukan dengan teknik MFC sederhana (Microbial Fuel Cell) yakni mencelupkan elektroda yakni anoda yang berupa lempengan seng (Zn) dan katoda yang berupa lempengan tembaga (Cu). Anoda dan katoda kemudian dihubungkan dengan multimeter untuk mengetahui potensial listrik (volt) yang dihasilkan (modifikasi Kristin, 2012). Penentuan pH dilakukan dengan menggunakan pH meter yang sebelumnya telah dikalibrasi.

Penentuan biomassa debris dan kapang dilakukan dengan menggunakan teknik filtrasi menggunakan kertas whattman no. 41 yang sebelumnya telah dikeringkan dalam desikator dan ditimbang sebagai berat kering awal. Hasil penyaringan dikeringkan lagi menggunakan oven bersuhu 50-70 oC selama ± 3x24 jam dan ditimbang sebagai berat kering akhir. Perhitungan

biomassa adalah selisih dari berat kering akhir dan awal (modifikasi Suryandari, 2010).

HASIL DAN PEMBAHASAN

(5)

Gambar 4.1. Histogram Beda Potensial Listrik yang Dihasilkan dari Perlakuan Variasi Jenis Inokulum pada Media Limbah Kulit Pisang

Berdasarkan Gambar 4.1., semua isolat dapat menghasilkan energi listrik pada inkubasi hari ke-7. P1 memiliki rerata voltase tertinggi 0,49 V, hal ini dimungkinkan terjadi bila isolat BELT2 menghasilkan produk metabolit yang mudah terionisasi dari metabolisme jenis bakteri

tertentu. Menurut Rabaey dkk (2005), terdapat jenis mikroba yang mengalami proses pemindahan elektron dengan tingkat efisiensi sangat tinggi. Tingginya voltase P1 didukung dengan nilai pH 4,93 yang tergolong asam sehingga memiliki aktivitas redoks yang cukup tinggi. Aktivitas redoks yang tinggi mengindikasikan banyaknya metabolit asam yang dihasilkan. Banyaknya metabolit asam yang dihasilkan disebabkan oleh biomassa sel bakteri yang tumbuh pada media fermentasi.

Biomassa sel bakteri pada P1 (0,04 gr) < biomassa media kontrol (0,07 gr). Media kontrol yang digunakan adalah media fermentasi steril yang tidak diinokulasikan mikroba. Media kontrol masih mengandung material yang belum terlarut sempurna sehingga menggumpal setelah proses sterilisasi. Biomassa kontrol digunakan sebagai pembanding setiap perlakuan. Maka, biomassa yang didapatkan pada P1 adalah material media tersisa (debris) setelah digunakan oleh bakteri sebagai nutrisi. Kepadatan sel bakteri dapat dihitung secara kualitatif yakni mengurangi biomassa kontrol dengan debris.

P2 memiliki voltase lebih rendah dari P1 yakni sebesar 0,39 V, ini dapat terjadi karena kultur P2 berbeda jenis dari P1 yakni kultur tunggal BELT6 sehingga memiliki sistem metabolisme

berbeda. Hal ini didukung dengan nilai pH P2 (6,27) > P1 (4,93) sehingga dapat diindikasikan bahwa P2 menghasilkan jenis metabolit asam yang tidak terionisasi sempurna. Tingginya pH P2 berbanding terbalik dengan biomassa debris yang dihasilkan 0,005 gram. Biomassa debris mengindikasikan bahwa kepadatan sel yang dimiliki BELT6 pada P2 cukup tinggi.

Voltase P3 (0,41 V) > P2 (0,39), perbedaan jenis kultur menjadi penyebabnya. P3 merupakan kultur tunggal kapang (MELT5) sehingga metabolismenya akan sangat berbeda dengan

(6)

dapat menurunkan pH media dengan baik (Fardiaz, 1989). Rendahnya pH media fermentasi yang ditumbuhi kapang didukung pula dengan pertumbuhannya yang relatif cepat (Scherllart, 1975). Pertumbuhan kapang yang relatif cepat dapat dilihat dari biomassa yang tinggi yaitu 0,12 gram, dan warna media yang lebih cerah daripada perlakuan menggunakan isolat bakteri mengindikasikan bahwa kapang tidak menghasilkan debris. Menurut Siregar (2004), semakin lama waktu fermentasi kapang, maka akan mengakibatkan semakin berkurangnya bahan kering yang terdapat pada media fermentasinya karena terjadi perombakan.

P4 merupakan variasi jenis inokulum campuran antara isolat BELT2 dan BELT6. Hal ini

menyebabkan voltase P4 (0,37) < P1, P2 maupun P3V dengan nilai pH 6,84 yang cukup tinggi. Rendahnya voltase berbanding terbalik dengan biomassa debris yang dihasilkan P4 (0,01). Biomassa yang sangat rendah ini disebabkan karena adanya pendegradasian material media sisa secara optimal oleh kultur campuran dari BELT2 dan BELT6. Hasil pengukuran parameter yang

didapatkan dari P4 dimungkinkan karena perbedaan senyawa metabolit dari kedua isolat bakteri sehingga menghasilkan campuran dengan daya ionisasinya lemah, adanya kompetisi untuk mendapatkan nutrisi dan dominasi pertumbuhan salah satu isolat bakteri.

Inokulum campuran pada P5 melibatkan isolat BELT2 dan MELT5 yang kedua berasal dari

jenis yang sangatberbeda, yakni bakteri dan kapang. Voltase P5 (0,43 V) yang terbesar kedua setelah P1 dapat disebabkan oleh perbedaan karakter masing-masing isolat. Kultur campuran memungkinkan terjadinya interaksi antarmikroba salah satunya adalah sinergisme (Waluyo, 2007). Interaksi yang terjadi memungkinkan terjadi aktivitas yang tinggi dan dihasilkannya metabolit yang lebih besar sehingga mampu menaikkan voltase. Tingginya voltase P5 didukung oleh nilai pH (2,97) yang sangat rendah. Rendahnya pH terjadi karena sifat kapang yang memiliki daya pengasaman media tinggi, dan dengan pertumbuhan yang relatif cepat dapat menghasilkan biomassa 0,10 gram. Berdasarkan hasil uji kepadatan sel kultur tunggal, MELT5 memiliki

kemampuan mengurai debris lebih besar dari BELT2.

P6 merupakan inokulum campuran yang melibatkan isolat bakteri BELT6 dengan isolat

kapang MELT5 dan voltase sebesar 0,40 V. voltase yang cukup besar dapat disebabkan oleh

ketepatan simbiosis antarmikroba dalam suatu media fermentasi. Biomassa yang dihasilkan dari perlakuan ini hanya 0,04 gram yang didominasi kapang. Dominasi kapang terlihat dari uji biomassa kultur tunggal MELT5 yang lebih besar dari BELT2 dalam mengurai debris sehingga mengindikasikan bahwa telah terjadi kompetisi antarmikroba dalam mendapatkan nutrisi. Pertumbuhan yang relatif sama cepatnya antara BELT6 dan MELT5 didukung oleh nilai pH (5,2)

yang cukup rendah.

P7 adalah jenis inokulum campuran yang melibatkan isolat bakteri BELT2, BELT6, dan

(7)

semakin tinggi aktivitas dan hasil metabolisme yang dihasilkan (Kristin, 2012). Tingginya voltase P7 berbanding lurus dengan tinggi pH (6,23). Nilai voltase dan pH yang sama tingginya mengindikasikan adanya produk metabolit dengan pH tinggi, tetapi dapat terionisasi dengan mudah. Biomassa P7 sebesar 0,02 gr yang tergolong cukup rendah mengindikasikan adanya kompetisi antarmikroba dalam mendapatkan nutrisi dan juga debris.

Berdasarkan data voltase dari perlakuan variasi jenis inokulum pada media limbah kulit pisang, maka dapat dilakukan analisis ragam anova untuk menguji signifikansinya. Hasil analisis ragam dari variasi jenis inokulum terhadap voltase yang dihasilkan adalah sebagai berikut.

Tabel 4.1. Hasil Analisis Ragam dari Perlakuan Variasi Jenis Inokulum terhadap Beda Potensial Listrik yang Dihasilkan.

Keterangan : * = berbeda nyata

Hasil analisis ragam menunjukan bahwa perlakuan yang diberikan berpengaruh nyata, dimana F hitung > F tabel yakni 3,404 > 2,57 pada tingkat kesalahan 5%. Oleh karena itu, maka variasi jenis inokulum berpengaruh nyata dalam menghasilkan voltase karena terdapat aktivitas sel berbeda berdasarkan perbedaan lingkungan kultur tunggal dan campuran. Menurut Kristin (2012), perbedaan penggunaan kultur tunggal maupun campuran akan menghasilkan perbedaan konsentrasi senyawa metabolit yang dihasilkan sehingga berimbas pada voltase yang dihasilkan.

Hasil analisis ragam yang berpengaruh nyata, maka perlu dilakukan uji lanjut BNT. Hasil uji BNT dapat disajikan pada tabel 4.2 sebagai berikut.

Tabel 4.2. Uji BNT Perlakuan Variasi Jenis Inokulum terhadap Tegangan Listrik yang Dihasilkan Perlakuan Rata-rata selisih energi ± std. deviasi

P4 (BELT2.6) 0,3688 ± 0,06250a

P2 (BELT6) 0,3875 ± 0,01443a

P6 (BELT6.MELT5) 0,4000 ± 0,05401a

P3 (MELT5) 0,4062 ± 0,03750a

P7 (BELT2.6.MELT5) 0,4188 ± 0,03750a

P5 (BELT2.MELT5) 0,4250 ± 0,02887a

P1 (BELT2) 0,4875 ± 0,03227b

(8)

Hasil uji BNT menunjukan bahwa P1 inokulum tunggal BELT2 menghasilkan beda

potensial listrik yang lebih tinggi daripada perlakuan lainnya. Pemberian kultur tunggal akan menyebabkan mikroba dapat memanfaatkan nutrisi yang terdapat pada media fermentasi secara maksimal. Menurut Kurniawan (2011), penambahan inokulum tunggal akan lebih baik dalam suatu media fermentasi karena tidak terjadinya kompetisi dalam memperoleh nutrisi. Terdapat beberapa mikroba yang mempunyai metabolisme dengan redoks tinggi sehingga elektron dan proton dapat dipindahkan langsung melalui reaksi dehidrogenasi NADH. Hal tersebut dapat mempengaruhi voltase yang dihasilkan.

Pemberian kultur campuran menyebabkan semakin banyak mikroba yang terlibat dalam suatu media fermentasi, sehingga kompetisi mendapatkan nutrisi media akan semakin tinggi. Menurut Setya dan Putra (2010), dalam kondisi tertentu, penggunaan mikroba berbeda dalam satu media fermentasi akan mempengaruhi kondisi lingkungan selama fermentasi akibat dari perbedaan jenis produk metabolit yang dihasilkan masing-masing mikroba.. Menurut Aditiawati dan Kusnadi (2003), penurunan jumlah metabolit yang dihasilkan dapat terjadi karena adanya kompetisi antarmikroba dalam memanfaatkan nutrisi. Beberapa produk yang dihasilkan mampu menghambat reaksi penguraian substrat apabila laju pembentukannya semakin tinggi oleh masing-masing mikroba. Menurut Yuliana (2008), faktor-faktor pertumbuhan memberikan kondisi yang berbeda untuk setiap mikroba pada lingkungan hidupnya sehingga akan mempengaruhi kinetika fermentasi dan perbedaan pola pertumbuhan serta metabolit yang dihasilkan salah satunya adalah perbedaan pH media yang berpengaruh terhadap warna media yang dihasilkan. Berikut adalah warna media yang dihasilkan dari perlakuan ini.

Gambar 4.4. Warna Media yang Dihasilkan dari Proses Fermentasi Perlakuan Variasi Jenis

Warna media yang dihasilkan disesuaikan dengan jenis isolat mikroba yang digunakan. Perlakuan P3 dan P5 menghasilkan warna kuning karena melibatkan isolat kapang dalam variasi inokulumnya. Menurut Dewi dan Lestari (2010), terdapat jenis fungi indigenus yang dapat digunakan sebagai agen pendekolorisasi zat warna, namun kemampuan dekolorisasi dengan

(9)

kecepatan berbeda dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang mendukung pertumbuhan kapang tersebut.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Perlakuan variasi jenis inokulum pada media limbah kulit pisang berpengaruh nyata dalam menghasilkan voltase.

2. Jenis inokulum tunggal P1 yakni isolat bakteri BELT2 adalah perlakuan terbaik yang dapat

menghasilkan voltase paling tinggi yaitu 0,49 V.

DAFTAR PUSTAKA

Aditiawati, P., & Kusnadi, 2003. Kultur Campuran dan Faktor Lingkungan Mikroorganisme yang Berperan dalam Fermentasi “Tea-Cider”. Proc. ITB Sains & Teknik, Vol. 35 A(2), pp. 147-162.

Dewi, R. S., & Lestari, S., 2010. Dekolorisasi Limbah Batik Tulis Menggunakan Jamur Indigenous Hasil Isolasi pada Konsentrasi Limbah yang Berbeda. Molekul, Vol. 5(2), pp. 75-82.

Fardiaz, S.1989. Fisiologi Fermentasi. Bogor : Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor.

Isnansetyo, A., & Kurniastuty, 1995. Teknik Kultur Phytoplankton & Zooplankton, Pakan Alami untuk Pembenihan Organisme Laut. Yogyakarta : Kanisius.

Kristin, E., 2012. Produksi Energi Listrik melalui Microbial Fuel Cells Menggunakan Industri Limbah Tempe. Skripsi. Jakarta : Teknologi Bioproses Universitas Indonesia.

Kurniawan, D. 2011. Pemanfaatan Limbah Cair Rumah Tangga sebagai Bahan Bakar Pembangkit Biolistrik dalam Sistem MFC. https://www.scribd.com/doc/57428347/, diakses tanggal 31 Oktober 2015.

Rabaey, K., Clauwaert, P., Aelterman, P., & Verstraete, W., 2005. Tubular Microbial Fuel Cells for Efficient Electricity Generation. Environ. Sci.Techbol., Vol. 39(3), pp. 8077-8082.

Schellart JA. 1975. Fungal Protein from Corn waste Effiuens. Wageningen: Veenman H and BS Zone D.

Setya, R. A., & Putra, S. R., 2010. Identifikasi Biohidrogen secara Fermentatif dengan Kultur Campuran Menggunakan Glukosa sebagai Substrat. Prosiding Skripsi. Surabaya : FMIPA, Institut Teknolosi Sepuluh Nopember.

Sitorus, B., 2010. Diversifikasi Sumber Energi Terbarukan melalui Penggunaan Air Buangan dalam Sel Elektrokimia Berbasis Mikroba. Jurnal ELKHA, Vol. 2(1),10 Maret, pp. 10-15.

(10)

Thomas, M., Mardiah, Mustafa & Santoso, A., 2011. Teknik Isolasi dan Kultur. Universitas Sumatera Utara: Laboratorium Terpadu Program Magister Biomedik, Fakultas Kedokteran .

Trismilah & Sumaryanto, 2012. Kinetika Pertumbuhan Beberapa Mikroba Penghasil α-Amilase Menggunakan Molase sebagai Sumber Karbon. Thesis. Jakarta : Pascasarjana Ilmu Kefarmasian, Universitas Pancasila.

Waluyo, L., 2007. Mikrobiologi Umum. Malang : UMM Press.

Yuliana, N., 2008. Kinetika Pertumbuhan Bakteri Asam Laktat Isolat T5 yang Berasal dari Tempoyak. Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian, Vol. 13(2), pp. 108-116.

Gambar

Gambar 4.1. Histogram Beda Potensial Listrik yang Dihasilkan dari Perlakuan Variasi Jenis Inokulum   pada     Media Limbah Kulit Pisang
Tabel 4.2. Uji BNT Perlakuan Variasi Jenis Inokulum terhadap Tegangan Listrik yang Dihasilkan Perlakuan Rata-rata selisih energi ± std
Gambar 4.4. Warna Media yang Dihasilkan dari Proses Fermentasi Perlakuan Variasi Jenis

Referensi

Dokumen terkait

M.L umur 28 tahun G 1 P 0 A 0 AH 0 umur kehamilan 32 minggu 4 hari janin hidup, tunggal, letak kepala, intra uterin, keadaan jalan lahir baik, keadaan ibu dan janin baik,

Kesimpulan : Pemberian boraks peroral dosis bertingkat selama 4 minggu dilanjutkan 2 minggu tanpa paparan boraks tidak terjadi perubahan makroskopis (berat ginjal)

The result of the research showed that there were two kinds of teachers‟ talk used by the Teacher A and Teacher B in learning process There were two kinds

f) Akun adalah fitur yang menampilkan informasih data akun pelanggan. Berdasarkan pengumpulan kebutuhan sistem yang dikumpulkan peneliti, diketahui bawha pada saat ini

Muhammad Hayat, MA, selaku dosen Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, teguran, kritik serta masukan dengan bijaksana selama proses penyusunan karya

Hubungan pH Tanah dengan Berat Buah (kg/plot), Kadar Gula (%) dan Kadar Serat (%) Melon Pada Saat Panen Analisa statistik pada nilai pH dan berat buah, kadar gula dan kadar

BEP adalah suatu titik kesinambungan dimana pada titik tersebut jumlah hasil penjualan sama dengan jumlah biaya yang dikeluarkan atau perusahaan tersebut tidak mengalami laba

Menentukan nomor massa dari suatu unsur, siswa mengalami miskonsepsi sebesar 20% menyatakan bahwa nomor massa unsur A adalah 30 dan A mempunyai elektron sebanyak 12 maka