• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sanitasi Total Berbasis Masyarakat 2.1.1 Sejarah STBM - Sistem Kendali Pintu Parkir Otomatis Menggunakan Bahasa C Berbasis Atmega16

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sanitasi Total Berbasis Masyarakat 2.1.1 Sejarah STBM - Sistem Kendali Pintu Parkir Otomatis Menggunakan Bahasa C Berbasis Atmega16"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Sanitasi Total Berbasis Masyarakat 2.1.1 Sejarah STBM

STBM merupakan adopsi dari keberhasilan pembangunan sanitasi total dengan menerapkan model CLTS (Community Led Total Sanitation). Pendekatan CLTS sendiri diperkenalkan oleh Kamal Kar dari India pada tahun 2004. Di tahun yang sama, Pemerintah Indonesia melakukan studi banding ke India dan Bangladesh. Penerapannya dimulai pertengahan tahun 2005, ketika pemerintah meluncurkan penggunaan metode ini di 6 desa yang terletak di 6 provinsi. Pada Juni 2006, Departemen Kesehatan mendeklarasikan pendekatan CLTS sebagai strategi nasional untuk program Sanitasi (Percik, 2008).

Pada September 2006, program WSLIC ( Water and Sanitation for Low Income Communities) memutuskan untuk menerapkan pendekatan CLTS sebagai pengganti pendekatan dana bergulir di seluruh lokasi program (36 kabupaten). Pada saat yang sama, beberapa LSM mulai mengadopsi pendekatan ini. Mulai Januari sampai Mei 2007, Pemerintah Indonesia bekerja sama dengan Bank Dunia merancang proyek PAMSIMAS di 115 kabupaten. Program ini mengadopsi pendekatan CLTS dalam rancangannya (Percik, 2008).

(2)

bernama Total Sanitation and Sanitation Marketing (TSSM) atau Sanitasi Total dan pemasaran sanitasi (SToPS), dan pada tahun 2008 diluncurkannya sanitasi total berbasis masyarakat (STBM) sebagai strategi nasional (Kepmenkes RI No. 852/MENKES/SK/IX/2008).

STBM yang tertuang dalam kepmenkes tersebut menekankan pada perubahan prilaku masyarakat untuk membangunan sarana sanitasi dasar dengan melalui upaya sanitasi meliputi tidak BAB sembarangan, mencuci tangan pakai sabun, mengelola air minum dan makanan yang aman, mengelola sampah dengan benar mengelola limbah air rumah tangga dengan aman nasional. Ciri utama dari pendekatan ini adalah tidak adanya subsidi terhadap infrastruktur (jamban keluarga), dan tidak menetapkan jamban yang nantinya akan dibangun oleh masyarakat. Pada dasarnya program STBM ini adalah “pemberdayaan” dan “tidak

membicarakan masalah subsidi”. Artinya, masyarakat yang dijadikan “guru”

dengan tidak memberikan subsidi sama sekali (Kepmenkes RI No.852/ MENKES/SK/IX/2008).

2.1.2 Definisi STBM

Sanitasi Total Berbasis Masyarakat yang selanjutnya disingkat STBM adalah pendekatan untuk mengubah perilaku higienis dan saniter melalui pemberdayaan masyarakat dengan cara pemicuan. (Permenkes RI No. 03 Tahun 2014 Tentang Sanitasi Total Berbasis Masyarakat).

(3)

berbasis lingkungan lainnya yang berkaitan dengan sanitasi dan perilaku. Sedangkan indikator output STBM adalah sebagai berikut :

a. Setiap individu dan komunitas mempunyai akses terhadap sarana sanitasi dasar sehingga dapat mewujudkan komunitas yang bebas dari buang air di sembarang tempat (Open Defecation Free).

b. Setiap rumah tangga telah menerapkan pengelolaan air minum dan makanan yang aman di rumah tangga.

c. Setiap rumah tangga dan sarana pelayanan umum dalam suatu komunitas (seperti sekolah, kantor, rumah makan, puskesmas, pasar, terminal) tersedia fasilitas cuci tangan (air, sabun, sarana cuci tangan), sehingga semua orang mencuci tangan dengan benar.

d. Setiap rumah tangga mengelola limbahnya dengan benar. e. Setiap rumah tangga mengelola sampahnya dengan benar.

(4)

2.1.3 Tujuan STBM

Penyelenggaraan STBM bertujuan untuk mewujudkan perilaku masyarakat yang higienis dan saniter secara mandiri dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. (Permenkes RI No.03 tahun 2014).

2.1.4 Lima Pilar STBM

Pelaksanaan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) dengan lima pilar akan mempermudah upaya meningkatkan akses sanitasi masyarakat yang lebih baik serta mengubah dan mempertahankan keberlanjutan budaya hidup bersih dan sehat. Pelaksanaan STBM dalam jangka panjang dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian yang diakibatkan oleh sanitasi yang kurang baik, dan dapat mendorong tewujudnya masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan (Permenkes RI No.03 tahun 2014).

Pilar STBM terdiri atas perilaku:

a. Stop Buang Air Besar Sembarangan (SBS)

Suatu kondisi ketika setiap individu dalam suatu komunitas tidak lagi melakukan perilaku buang air besar sembarangan yang berpotensi menyebarkan penyakit dengan dapat mengakses jamban.

b. Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS)

Perilaku cuci tangan dengan menggunakan air bersih yang mengalir dan sabun. c. Pengelolaan Air Minum dan Makanan Rumah Tangga (PAMMRT)

(5)

digunakan untuk air minum, serta untuk menerapkan prinsip hygiene sanitasi pangan dalam proses pengelolaan makanan di rumah tangga.

d. Pengamanan Sampah Rumah Tangga (PSRT)

Masyarakat dapat melakukan kegiatan pengolahan sampah di rumah tangga dengan mengedepankan prinsip 3R yaitu Reduce (mengurangi), Reuse (memakai ulang), dan Recycle (mendaur ulang)

e. Pengamanan Limbah Cair Rumah Tangga (PLCRT)

Masyarakat melakukan kegiatan pengolahan limbah cair di rumah tangga yang berasal dari sisa kegiatan mencuci, kamar mandi dan dapur yang memenuhi standar baku mutu kesehatan lingkungan dan persyaratan kesehatan yang mampu memutusan mata rantai penularan penyakit serta mengurangi pencemaran terhadap lingkungan. ( Kemenkes RI, 2014)

2.1.5 Prinsip - Prinsip STBM

Sanitasi total berbasis masyarakat (STBM) dalam pelaksanaanya program ini mempunyai beberapa prinsip utama, yaitu :

1. Tidak adanya subsidi yang diberikan kepada masyarakat, tidak terkecuali untuk kelompok miskin untuk penyediaan fasilitas sanitasi dasar.

2. Meningkatkan ketersediaan sarana sanitasi yang sesuai dengan kemampuandan kebutuhan masyarakat sasaran.

(6)

4. Masyarakat sebagai pemimpin dan seluruh masyarakat terlibat dalam analisa permasalahan, perencanaan, pelaksanaan serta pemanfaatan dan pemeliharaan.

5. Melibatkan masyarakat dalam kegiatan pemantauan dan evaluasi (Permenkes RI No.03 tahun 2014).

2.1.6 Metode STBM

Implementasi STBM di masyarakat pada intinya adalah pemicuan setelah sebelumnya dilakukan analisa partisipatif oleh masyarakat itu sendiri (Permenkes RI No.03 tahun 2014).

Untuk memfasilitasi masyarakat dalam menganalisa kondisinya, ada beberapa metode yang dapat diterapkan dalam kegiatan STBM, seperti :

1. Pemetaan

Bertujuan untuk mengetahui / melihat peta wilayah BAB masyarakat serta sebagai alat monitoring (pasca triggering, setelah ada mobilisasi masyarakat). Alat yang diperlukan :

1. Tanah lapang atau halaman.

2. Bubuk putih untuk membuat batas desa.

3. Potongan-potongan kertas untuk menggambarkan rumah penduduk. 4. Bubuk kuning untuk menggambarkan kotoran.

(7)

Proses yang dilakukan :

1. Mengajak masyarakaat untuk membuat outline desa/ dusun/ kampung, seperti batas desa/ dusun/ kampung, jalan, sungai dan lain-lain.

2. Siapkan potongan kertas dan minta masyarakat untuk mengambilnya, menuliskan nama kepala keluarga masing-masing dan menempatkannya sebagai rumah, kemudian peserta berdiri di atas kertas tersebut.

3. Minta mereka untuk menyebutkan tempat BABnya masing-masing. Jika seseorang BAB di luar rumahnya baik itu di tempat terbuka maupun numpang di tetangga, tunjukkan tempatnya dan tandai dengan bubuk kuning. Beri tanda dari masing-masing KK ke tempat BABnya.

4. Tanyakan dimana tempat melakukan BAB dalam kondisi darurat seperti pada malam hari, saat hujan atau saat sakit perut.

2. Transect Walk

Bertujuan untuk melihat dan mengetahui tempat yang paling sering dijadikan tempat BAB. Dengan mengajak masyarakat berjalan dan berdiskusi di tempat tersebut, diharapkan masyarakat akan merasa jijik dan bagi orang yang biasa BAB di tempat tersebut diharapkan akan terpicu rasa malunya.

Proses yang dilakukan :

1. Mengajak masyarakat untuk mengunjungi lokasi yaang sering dijadikan tempat BAB (didasarkan pada hasil pemetaan).

2. Lakukan analisa patisipatif di tempat tersebut.

(8)

4. Menanyakan kepada masyarakat, apakah mereka senang dengan keadaan seperti itu.

3. Alur Kontaminasi (Oral Fecal)

Bertujuan untuk mengajak masyarakat untuk melihat bagaimana kotoran manusia dapat dimakan oleh manusia yang lainnya.

Alat yang diperlukan :

1. Gambar tinja dan gambar mulut 2. Potongan-potongan kertas 3. Spidol

Proses yang dilakukan :

1. Menanyakan kepada masyarakat apakah mereka yakin bahwa tinja bisa masuk ke dalam mulut?

2. Menanyakan bagaimana tinja bisa ”dimakan oleh manusia?” Melalui apa saja? Minta masyarakat untuk menggambarkan atau menuliskan hal-hal yang menjadi perantara tinja sampai ke mulut.

4. Simulasi air yang telah terkontaminasi

Bertujuan untuk mengetahui sejauh mana persepsi masyarakat terhadap air yang biasa mereka gunakan sehari-hari.

Alat yang diperlukan :

(9)

Proses yang dilakukan :

1. Ambil satu ember air sungai dan minta salah seorang untuk menggunakan air tersebut untuk cuci muka, kumur-kumur dan lainnya.

2. Bubuhkan sedikit tinja ke dalam ember yang sama, kenudia minta salah seorang peserta untuk melakukan hal yang sama sebelum ember tersebut diberikan tinja.

3. Tunggu reaksinya. Jika peserta menolak melakukannya, tanyakan alasannya? Apa bedanya dengan kebiasaan masayarakat yang sudah terjadi selama ini. Apa yang akan dilakukan kemudian hari?

5. Diskusi Kelompok (Focus Group Discussion)

Bersama-sama dengan masyarakat melihat kondisi yang ada dan menganalisanya sehingga diharapkan dengan sendirinya masyarakat dapat merumuskan apa yang sebaiknya dilakukan atau tidak dilakukan. Pembahasannya meliputi:

a. FGD untuk memicu rasa malu dan hal-hal yang bersifat pribadi

1. Menanyakan berapa banyak perempuan yang biasa melakukan BAB di tempat terbuka dan alasan mengapa mereka melakukannya.

2. Menanyakan bagaimana perasaan mereka jika BAB di tempat terbuka dapat dilihat oleh orang lain.

3. Tanyakan bagaimana perasaan para laki-laki, ketika istri, anaknya atau ibunya BAB di tempat terbuka dan dilihat oleh orang lain.

(10)

1. Mengajak masyarakat untuk menghitung kembali jumlah tinja di kampungnya dan kemana perginya tinja tersebut.

2. Mengajak untuk melihat kembali peta, dan kemudian taanyakan rumah mana saja pernah terkena diare, dan berapa biaya yang dikeluarkan untuk berobat, menanyakan apakah ada anggota keluarga yang meninggal karena diare?

c. FGD untuk memicu hal-hal yang berkaitan dengan keagamaan

1. Lakukan dengan mengutip hadits atau pendapat alim ulama yaang relevan dengan larangan atau dampak buruk dari melakukan BAB sembarangan.

d. FGD menyangkut kemiskinan

FGD ini biasanya berlangsung ketika masyaarakat ssudah terpicu dan ingin berubah, namun terhambat dengan tidak adanya uang untuk membangun jamban. Apabila masyarakat mengatakan bahwa membangun jamban itu perlu dana besar, maka harus diberikan solusi dengan memberikan alternatif dengan menawarkan bentuk jamban yang paling sederhana.

(11)

Tabel 2.1. Faktor-Faktor Yang Harus Dipicu dan Metode Yang Digunakan Dalam Kegiatan STBM

Hal – hal yang harus dipicu

Alat yang digunakan Rasa jijik 1 Transect walk

2 Demo air yang mengandung tinja, untuk digunakan cuci muka, kumur-kumur, sikat gigi, cuci piring, cuci pakaian, cuci makanan / beras, wudlu, dll

Rasa malu 1 Transect walk (meng-explore pelaku open defecation) 2 FGD (terutama untuk perempuan)

Aspek agama Mengutip hadits atau pendapat-pendapat para ahli agama yang relevan dengan perilaku manusia yang dilarang karena merugikan manusia itu sendiri.

Privacy FGD (terutama dengan perempuan)

Kemiskinan Membandingkan kondisi di desa/dusun yang bersangkutan dengan masyarakat “termiskin” seperti di Bangladesh atau India.

Sumber : Permenkes RI Nomor 03 Tahun 2014

2.1.7 Tangga Sanitasi (Sanitation Ladder)

Gerakan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat tidak meminta atau menyuruh masyarakat untuk membuat sarana sanitasi tetapi hanya mengubah perilaku sanitasi mereka. Namun pada tahap selanjutnya ketika masyarakat sudah mau merubah kebiasaan BAB nya, sarana sanitasi menjadi suatu hal yang tidak terpisahkan dari kegiatan sehari-hari.

(12)

Seringkali pemikiran masyarakat akan sarana sanitasi adalah sebuah bangunan yang kokoh, permanen, dan membutuhkan biaya yang besar untuk membuatnya. Pemikiran ini sedikit banyak menghambat kemauan masyarakat untuk membangun jamban, karena alasan ekonomi dan lainnya sehingga kebiasaan masyarakat untuk buang air besar pada tempat yang tidak seharusnya tetap berlanjut.

Pada prinsipnya sebuah sarana sanitasi terbagi menjadi tiga kelompok berdasarkan letak konstruksi dan kegunaannya. Pertama adalah bangunan bawah tanah yang berfungsi sebagai tempat pembuangan tinja. Fungsi bangunan bawah tanah adalah untuk melokalisir tinja dan mengubahnya menjadi lumpur stabil. Kedua adalah bangunan di permukaan tanah (landasan). Bangunan di permukaan ini erat kaitannya dengan keamanan saat orang tersebut membuang hajat. Ketiga adalah bangunan dinding. Bangunan atau dinding penghalang erat kaitannya dengan faktor kenyamanan, psikologis dan estetika.

(13)

maka pembuangan kotoran yang tidak saniter akan dapat mencemari lingkungan, terutama dalam mencemari tanah dan sumber air (Suparmin, 2002).

2.2 Jamban

2.2.1 Pengertian Jamban

Jamban adalah suatu fasilitas pembuangan tinja manusia. Jamban terdiri atas tempat jongkok atau tempat duduk dengan leher angsa atau tanpa leher angsa (cemplung) yang dilengkapi dengan unit penampungan kotoran dan air untuk membersihkannya (Abdullah, 2010). Jamban keluarga adalah suatu fasilitas pembuangan tinja bagi suatu keluarga (Depkes RI, 2009).

Menurut Kusnoputranto (1997) Jamban keluarga adalah suatu bangunan yang digunakan untuk membuang dan mengumpulkan kotoran sehingga kotoran tersebut tersimpan dalam suatu tempat tertentu dan tidak menjadi penyebab suatu penyakit serta tidak mengotori permukaan.

Sementara itu menurut Soemardi (1999) pengertian jamban adalah pengumpulan kotoran manusia disuatu tempat sehingga tidak menyebabkan bibit penyakit yang ada pada kotoran manusia dan mengganggu estetika.

Jamban keluarga sangat berguna bagi manusia dan merupakan bagian dari kehidupan manusia, karena jamban dapat mencegah berkembangnya berbagai penyakit saluran pencernaan yang disebabkan oleh kotoran manusia yang itdak dikelola dengan baik.

(14)

mata rantai penularan penyakit. Sementara pengertian kotoran manusia adalah semua benda atau zat yang tidak dipakai lagi oleh tubuh dan yang harus dikeluarkan dari dalam tubuh. Zat-zat yang harus dikeluarkan dari dalam tubuh ini berbentuk tinja, air seni dan CO2 (Notoatmodjo, 2010).

Ditinjau dari kesehatan lingkungan membuang kotoran ke sembarang tempat menyebabkan pencemaran tanah, air dan udara yang menimbulkan bau. Dalam peningkatan sanitasi jamban, kita harus mengetahui persyaratan pembuangan tinja.

Adapun bagian-bagian dari sanitasi pembuangan tinja adalah sebagai berikut (Kumoro, 1998)

1. Rumah Kakus

Rumah kakus mempunyai fungsi untuk tempat berlindung pemakainya dari pengaruh sekitarnya aman. Baik ditinjau dari segi kenyamanan maupun estetika. Konstruksinya disesuaikan dengan keadaan tingkat ekonomi rumah tangga.

2. Lantai Kakus

Berfungsi sebagai sarana penahan atau tempat pemakai yang sifatnya harus baik, kuat dan mudah dibersihkan serta tidak menyerap air. Konstruksinya juga disesuaikan dengan bentuk rumah kakus.

3. Tempat Duduk Kakus

(15)

tempat pembuangan tinja, serta berbentuk leher angsa atau memakai tutup yang mudah diangkat (Simanjuntak P, 1999)

4. Kecukupan Air Bersih

Untuk menjaga keindahan jamban dari pandangan estetika, jamban hendaklah disiram minimal 4-5 gayung sampai kotoran tidak mengapung di lubang jamban atau closet. Tujuan menghindari penyebaran bau tinja dan menjaga kondisi jamban tetap bersih selain itu kotoran tidak dihinggapi serangga sehingga mencegah penyakit menular.

5. Tersedia Alat Pembersih

Alat pembersih adalah bahan yang ada di rumah kakus didekat jamban. Jenis alat pembersih ini yaitu sikat, bros, sapu, tissu dan lainnya. Tujuan alat pembersih ini agar jamban tetap bersih setelah jamban disiram air. Pembersihan dilakukan minimal 2-3 hari sekali meliputi kebersihan lantai agar tidak berlumut dan licin.

6. Tempat Penampungan Tinja

Adalah rangkaian dari sarana pembuangan tinja yang fungsinya sebagai tempat mengumpulkan kotoran/tinja. Konstruksinya dapat berbentuk sederhan berupa lobang tanah saja.

7. Saluran Peresapan

(16)

2.2.2 Jenis Jamban Keluarga

Jamban keluarga yang didirikan mempunyai beberapa pilihan. Pilihan yang terbaik ialah jamban yang tidak menimbulkan bau, dan memiliki kebutuhan air yang tercukupi dan berada di dalam rumah. Jamban/kakus dapat dibedakan atas beberapa macam ( Chayatin ,2009) :

1. Jamban Cemplung Bentuk jamban ini adalah yang paling sederhana. Jamban cemplung ini hanya terdiri atas sebuah galian yang di atasnya diberi lantai dan tempat jongkok. Lantai jamban ini dapat dibuat dari bambu atau kayu, tetapi dapat juga terbuat dari batu bata atau beton. Jamban semacam ini masih menimbulkan gangguan karena baunya.

2. Jamban Plengsengan Jamban semacam ini memiliki lubang tempat jongkok yang dihubungkan oleh suatu saluran miring ke tempat pembuangan kotoran. Jadi tempat jongkok dari jamban ini tidak dibuat persis di atas penampungan, tetapi agak jauh. Jamban semacam ini sedikit lebih baik dan menguntungkan daripada jamban cemplung, karena baunya agak berkurang dan keamanan bagi pemakai lebih terjamin.

(17)

4. Angsa trine (Water Seal Latrine) Di bawah tempat jongkok jamban ini ditempatkan atau dipasang suatu alat yang berbentuk seperti leher angsa yang disebut bowl. Bowl ini berfungsi mencegah timbulnya bau. Kotoran yang berada di tempat penampungan tidak tercium baunya, karena terhalang oleh air yang selalu terdapat dalam bagian yang melengkung. Dengan demikian dapat mencegah hubungan lalat dengan kotoran.

5. Jamban di Atas Balong (Empang) Membuat jamban di atas balong (yang kotorannya dialirkan ke balong) adalah cara pembuangan kotoran yang tidak dianjurkan, tetapi sulit untuk menghilangkannya, terutama di daerah yang terdapat banyak balong. Sebelum kita berhasil menerapkan kebiasaan tersebut kepada kebiasaan yang diharapkan maka cara tersebut dapat diteruskan dengan persyaratan sebagai berikut:

a. Air dari balong tersebut jangan digunakan untuk mandi b. Balong tersebut tidak boleh kering

c. Balong hendaknya cukup luas

d. Letak jamban harus sedemikian rupa, sehingga kotoran selalu jatuh di air e. Ikan dari balong tersebut jangan dimakan

f. Tidak terdapat sumber air minum yang terletak sejajar dengan jarak 15 meter

g. Tidak terdapat tanam-tanaman yang tumbuh di atas permukaan air

(18)

yang sifatnya anaerob. Septic tank dapat terdiri dari dua bak atau lebih serta dapat pula terdiri atas satu bak saja dengan mengatur sedemikian rupa (misalnya dengan memasang beberapa sekat atau tembok penghalang), sehingga dapat memperlambat pengaliran air kotor di dalam bak tersebut. Dalam bak bagian pertama akan terdapat proses penghancuran, pembusukan dan pengendapan. Dalam bak terdapat tiga macam lapisan yaitu:

a. Lapisan yang terapung, yang terdiri atas kotoran-kotoran padat b. Lapisan cair

c. Lapisan endap

Banyak macam jamban yang digunakan tetapi jamban pedesan di Indonesia pada dasarnya digolongkan menjadi 2 macam yaitu :

1. Jamban tanpa leher angsa. Jamban yang mempunyai bermacam cara pembuangan kotorannya yaitu:

a. Jamban cubluk, bila kotorannya dibuang ke tanah b. Jamban empang, bila kotorannya dialirkan ke empang

2. Jamban leher angsa. Jamban ini mempunyai 2 cara pembuangan kotorannya yaitu:

a. Tempat jongkok dan leher angsa atau pemasangan slab dan bowl langsung di atas galian penampungan kotoran

(19)

2.2.3 Standar Dan Persyaratan Kesehatan Bangunan Jamban

Jamban sehat harus dibangun, dimiliki, dan digunakan oleh keluarga dengan penempatan (di dalam rumah atau di luar rumah) yang mudah dijangkau oleh penghuni rumah. (Permenkes RI No.3 Thn 2014)

Standar dan persyaratan kesehatan bangunan jamban terdiri dari: a) Bangunan atas jamban (dinding dan/atau atap)

Bangunan atas jamban harus berfungsi untuk melindungi pemakai dari gangguan cuaca dan gangguan lainnya.

Sumber :Permenkes RI No.3 Tahun 2014

Gambar 1 Bangunan atas jamban (dinding dan/atau atap) b) Bangunan tengah jamban

Terdapat 2 (dua) bagian bangunan tengah jamban, yaitu:

a. Lubang tempat pembuangan kotoran (tinja dan urine) yang saniter dilengkapi oleh konstruksi leher angsa. Pada konstruksi sederhana (semi saniter), lubang dapat dibuat tanpa konstruksi leher angsa, tetapi harus diberi tutup.

(20)

Sumber :Permenkes RI No.3 Tahun 2014

Gambar 2 Bangunan tengah jamban c) Bangunan Bawah

Merupakan bangunan penampungan, pengolah, dan pengurai kotoran/tinja yang berfungsi mencegah terjadinya pencemaran atau kontaminasi dari tinja melalui vektor pembawa penyakit, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Terdapat 2 (dua) macam bentuk bangunan bawah jamban, yaitu:

a. Tangki Septik, adalah suatu bak kedap air yang berfungsi sebagai penampungan limbah kotoran manusia (tinja dan urine). Bagian padat dari kotoran manusia akan tertinggal dalam tangki septik, sedangkan bagian cairnya akan keluar dari tangki septik dan diresapkan melalui bidang/sumur resapan. Jika tidak memungkinkan dibuat resapan maka dibuat suatu filter untuk mengelola cairan tersebut.

(21)

Bentuk cubluk dapat dibuat bundar atau segi empat, dindingnya harus aman dari longsoran, jika diperlukan dinding cubluk diperkuat dengan pasangan bata, batu kali, buis beton, anyaman bambu, penguat kayu, dan sebagainya.

Sumber :Permenkes RI No.3 Tahun 2014

Gambar 3 Bangunan Bawah 2.2.4 Syarat Jamban Sehat

Jamban keluarga sehat adalah jamban yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : (Depkes RI, 2004).

1. Tidak mencemari sumber air minum, letak lubang penampung berjarak 10-15 meter dari sumber air minum.

2. Tidak berbau dan tinja tidak dapat dijamah oleh serangga maupun tikus.

3. Cukup luas dan landai/miring ke arah lubang jongkok sehingga tidak mencemari tanah di sekitarnya.

4. Mudah dibersihkan dan aman penggunannya.

(22)

7. Lantai kedap air 8. Ventilasi cukup baik

9. Tersedia air dan alat pembersih

Menurut Arifin dalam Abdullah (2010) ada tujuh syarat-syarat jamban sehat yaitu:

1. Tidak mencemari air

a. Saat menggali tanah untuk lubang kotoran, usahakan agar dasar lubang kotoran tidak mencapai permukaan air tanah maksimum. Dinding dan dasar lubang kotoran harus dipadatkan dengan tanah liat atau diplester

b. Jarak lubang kotoran ke sumur sekurang-kurangnya 10 meter

c. Letak lubang kotoran lebih rendah daripada letak sumur agar air kotor dari lubang kotoran tidak merembes dan mencemari sumur

2. Tidak mencemari tanah permukaan

Jamban yang sudah penuh, segera disedot untuk dikuras kotorannya, kemudian kotoran ditimbun di lubang galian

3. Bebas dari serangga

a. Jika menggunakan bak air atau penampungan air, sebaiknya dikuras setiap minggu. Hal ini penting untuk mencegah bersarangnya nyamuk demam berdarah

(23)

c. Lantai jamban diplester rapat agar tidak terdapat celah-celah yang bisa menjadi sarang kecoa atau serangga lainnya

d. Lantai jamban harus selalu bersih dan kering

e. Lubang jamban harus tertutup khususnya jamban cemplung 4. Tidak menimbulkan bau dan nyaman digunakan

a. Jika menggunakan jamban cemplung, lubang jamban harus ditutup setiap selesai digunakan

b. Jika menggunakan jamban leher angsa, permukaan leher angsa harus tertutup rapat oleh air

c. Lubang buangan kotoran sebaiknya dilengkapi dengan pipa ventilasi untuk membuang bau dari dalam lubang kotoran

d. Lantai jamban harus kedap air dan permukaan bowl licin. Pembersihan harus dilakukan secara periodik

5. Aman digunakan oleh pemakainya

Untuk tanah yang mudah longsor, perlu ada penguat pada dinding lubang kotoran seperti: batu bata, selongsong anyaman bambu atau bahan penguat lain

6. Mudah dibersihkan dan tidak menimbulkan gangguan bagi pemakainya a. Lantai jamban seharusnya rata dan miring ke arah saluran lubang

kotoran

(24)

c. Slab (tempat kaki berpijak waktu si pemakai jongkok) d. Closet (lubang tempat feces masuk)

e. Pit (sumur penampungan feces)

Adalah rangkaian dari sarana pembuangan tinja yang fungsinya sebagai tempat mengumpulkan kotoran/tinja. Konstruksinya dapat berbentuk sederhana berupa lubang tanah saja

f. Bidang resapan

Adalah sarana terakhir dari suatu sistem pembuangan tinja yang lengkap untuk mengalirkan dan meresapkan cairan yang bercampur kotoran/tinja

Jarak aman antara lubang kakus dengan sumber air minum dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain : (Chandra, 2007)

1. Topografi tanah : Topografi tanah dipengaruhi oleh kondisi permukaan tanah dan sudut kemiringan tanah.

2. Faktor hidrologi : yang termasuk dalam faktor hidrologi antara lain Kedalaman air tanah, Arah dan kecepatan aliran tanah, Lapisan tanah yang berbatu dan berpasir. Pada lapisan jenis ini diperlukan jarak yang lebih jauh dibandingkan dengan jarak yang diperlukan untuk daerah yang lapisan tanahnya terbentuk dari tanah liat.

3. Faktor Meteorologi : di daerah yang curah hujannya tinggi, jarak sumur harus lebih jauh dari kakus.

(25)

selama 5 bulan, sedangkan pada tanah yang kering dapat bertahan selam 1bulan.

5. Faktor Kebudayaan : Terdapat kebiasaan masyarakat yang membuat sumur tanpa dilengkapi dengan dinding sumur.

6. Frekuensi Pemompaan : Akibat makin banyaknya air sumur yang diambil untuk keperluan orang banyak, laju aliran tanah menjadi lebih cepat untuk mengisi kekosongan (Chandra, 2007).

2.2.5 Manfaat dan Fungsi Jamban Keluarga

Jamban berfungsi sebagai pengisolasi tinja dari lingkungan. Jamban yang baik dan memenuhi syarat kesehatan akan menjamin beberapa hal, yaitu :

1. Melindungi kesehatan masyarkat dari penyakit

2. Melindungi dari gangguan estetika, bau dan penggunaan saran yang aman 3. Bukan tempat berkembangnya serangga sebagai vektor penyakit

4. Melindungi pencemaran pada penyediaan air bersih dan lingkungan (Azwar,2000)

2.3 Pemeliharaan Jamban

Jamban hendaknya selalu dijaga dan dipelihara dengan baik. Adapun cara pemeliharaan yang baik menurut Depkes RI 2004 adalah sebagai berikut:

1. Lantai jamban hendaknya selalu bersih dan kering 2. Di sekeliling jamban tidak ada genangan air 3. Tidak ada sampah berserakanan

4. Rumah jamban dalam keadaan baik

(26)

6. Lalat, tikus dan kecoa tidak ada 7. Tersedia alat pembersih

8. Bila ada yang rusak segera diperbaiki

9. Selain itu ditambahkan juga pemeliharaan jamban keluarga dapat dilakukan dengan:

a. Air selalu tersedia dalam bak atau dalam ember

b. Sehabis digunakan, lantai dan lubang jongkok harus disiram bersih agar tidak bau dan mengundang lalat.

c. Lantai jamban diusahakan selalu bersih dan tidak licin, sehingga tidak membahayakan pemakai.

d. Tidak memasukkan bahan kimia dan detergen pada lubang jamban. e. Tidak ada aliran masuk kedalam lubang jamban selain untuk membilas

tinja.

2.4 Perilaku Buang Air Besar 2.4.1 Pengertian Perilaku

Perilaku yaitu suatu respon seseorang yang dikarenakan adanya suatu stimulus/ rangsangan dari luar (Notoatmodjo, 2012).

(27)

2.4.2 Perilaku Kesehatan

Perilaku kesehatan merupakan suatu respon dari seseorang berkaitan dengan masalah kesehatan, penggunaan pelayanan kesehatan, pola hidup, maupun lingkungan sekitar yang mempengaruhi (Notoatmodjo, 2007).

Menurut Becker, 1979 yang dikutip dalam Notoatmodjo (2012), perilaku kesehatan diklasifikasikan menjadi tiga :

a. Perilaku hidup sehat (healthy life style) Merupakan perilaku yang berhubungan dengan usaha-usaha untuk meningkatkan kesehatan dengan gaya hidup sehat yang meliputi makan menu seimbang, olahraga yang teratur, tidak merokok, istirahat cukup, menjaga perilaku yang positif bagi kesehatan.

b. Perilaku sakit (illness behavior) Merupakan perilaku yang terbentuk karena adanya respon terhadap suatu penyakit. Perilaku dapat meliputi pengetahuan tentang penyakit serta upaya pengobatannya.

c. Perilaku peran sakit (the sick role behavior) Merupakan perilaku seseorang ketika sakit. Perilaku ini mencakup upaya untuk menyembuhkan penyakitnya.

2.4.3 Determinan perilaku kesehatan

a. Faktor-faktor predisposisi (disposing factors)

(28)

c. Jangan mengalirkan air cucian ke saluran atau lubang kotoran karena jamban akan cepat penuh

7. Tidak menimbulkan pandangan yang kurang sopan a. Jamban harus berdinding dan berpintu

b.Dianjurkan agar bangunan jamban beratap sehingga pemakainya terhindar dari kehujanan dan kepanasan (Abdullah, 2010).

Menurut Ehlers dkk dalam Entjang (2000), syarat-syarat pembuangan kotoran yang memenuhi aturan kesehatan adalah:

a. Tidak mengotori tanah permukaan b. Tidak mengotori air permukaan c. Tidak mengotori air dalam tanah d. Tempat kotoran tidak boleh terbuka

e. Jamban terlindung dari penglihatan orang lain.

Menurut Entjang (2000), ciri-ciri bangunan jamban yang memenuhi syarat kesehatan yaitu harus memiliki:

a. Rumah jamban

Rumah jamban mempunyai fungsi untuk tempat berlindung pemakainya dari pengaruh sekitarnya. Baik ditinjau dari segi kenyamanan maupun estetika. Konstruksinya disesuaikan dengan keadaan tingkat ekonomi rumah tangga b. Lantai jamban

(29)

Faktor-faktor pemungkin merupakan faktor-faktor yang merupakan sarana dan prasarana untuk berlangsungnya suatu perilaku. Yang merupakan faktor pemungkin misalnya lingkungan fisik dan ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan setempat.

c. Faktor-faktor penguat (reinforcing factors)

Faktor-faktor penguat adalah faktor yang memperkuat terjadinya suatu perilaku. Yang merupakan faktor pendorong dalam hal ini adalah sikap dan perilaku petugas kesehatan maupun petugas yang lain dalam upaya mempromosikan perilaku kesehatan.

2.4.4 Domain perilaku

Berdasarkan dari teori Bloom, perilaku dibagi menjadi tiga yaitu pengetahuan (knowledge), sikap (attitude), dan praktik (practice) (Notoatmodjo, 2012).

a. Pengetahuan (Knowledge)

Pengetahuan adalah hasil dari suatu proses pembelajaran seseorang terhadap sesuatu baik itu yang didengar maupun yang dilihat (Fitriani, 2011).

1) Tingkat pengetahuan di dalam domain kognitif : a) Tahu (know)

Tahu berarti seseorang tersebut dapat mengingat kembali materi yang pernah dipelajari sebelumnya dengan cara menyebutkan, menguraikan,dan sebagainya. b) Memahami (comprehension)

(30)

c) Aplikasi (application)

Aplikasi berarti seseorang mampu untuk dapat menerapkan materi yang telah dipelajari ke dalam sebuah tindakan yang nyata.

d) Analisis (analysis)

Analisis merupakan tahap dimana seseorang telah dapat menjabarkan masing-masing materi, tetapi masih memiliki kaitan satu sama lain. Dalam menganalisis, seseorang bisa membedakan atau mengelompokkan materi berdasarkan kriteria yang sudah ditentukan.

e) Sintesis (synthetis)

Sintesis adalah kemampuan seseorang dalam membuat temuan ilmu yang baru berdasarkan ilmu lama yang sudah dipelajari sebelumnya.

f) Evaluasi (evaluation)

Tingkatan pengetahuan yang paling tinggi adalah evaluasi. Dari hasil pembelajaran yang sudah dilakukan, seseorang dapat mengevaluasi seberapa efektifnya pembelajaran yang sudah ia lakukan. Dari hasil evaluasi ini dapat dinilai dan dijadikan acuan untuk meningkatkan strategi pembelajaran baru yang lebih efektif lagi.

2) Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan

Faktor-faktor pengetahuan menurut Wawan & Dewi (2011) dibedakan menjadi faktor internal dan faktor eksternal :

a) Faktor internal

(31)

pendidikan seseorang, maka semakin mudah untuk penerimaan informasi.

(2) Pekerjaan Menurut Thomas yang dikutip oleh Nursalam (2003) pekerjaan merupakan suatu cara mencari nafkah yang membosankan, berulang, dan banyak tantangan. Pekerjaan dilakukan untuk menunjang kehidupan pribadi maupun keluarga. Bekerja dianggap kegiatan yang menyita waktu.

(3) Umur Usia adalah umur individu yang terhitung mulai dari dilahirkan sampai berulang tahun (Elisabeth BH, dikutip dari Nursalam, 2003). Menurut Hurlock (1998), semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir.

b) Faktor eksternal

(1) Faktor lingkungan Lingkungan sekitar dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku individu maupun kelompok. Jika lingkungan mendukung ke arah positif, maka individu maupun kelompok akan berperilaku positif, tetapi jika lingkungan sekitar tidak kondusif, maka individu maupun kelompok tersebut akan berperilaku kurang baik.

(2) Sosial budaya Sistem sosial budaya yang ada dalam masyarakat juga mempengaruhi sikap dalam penerimaan informasi.

3) Kriteria tingkat pengetahuan

(32)

a) Baik : dengan presentase 76%-100% b) Cukup : dengan presentase 56%-75% c) Kurang : dengan presentase <56% b. Sikap (Attitude)

Reaksi yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus disebut sikap. Sikap belum merupakan suatu tindakan nyata, tetapi masih berupa persepsi dan kesiapan seseorang untuk bereaksi terhadap stimulus yang ada di sekitarnya. Sikap dapat diukur secara langsung dan tidak langsung. Pengukuran sikap merupakan pendapat yang diungkapkan oleh responden terhadap objek (Notoatmodjo, 2007).

Secara garis besar sikap terdiri dari komponen kognitif (ide yang dipelajari), komponen perilaku (berpengaruh terhadap respon sesuai atau tidak sesuai), dan komponen emosi (menimbulkan respon-respon yang konsisten) (Wawan & Dewi, 2011).

Berikut akan disajikan skema terbentuknya sikap dan reaksi.

Gambar 4 Proses terbentuknya sikap dan reaksi Stimulus

Ransangan

Proses Stimulus

Reaksi

Tingkah laku

(terbuka)

(33)

1) Tingkatan sikap menurut Fitriani, 2011 :

a) Menerima (receiving) : seseorang mau dan memperhatikan rangsangan yang diberikan.

b)Merespons (responding) : memberi jawaban apabila ditanya, menyelesaikan tugas yang diberikan sebagai tanda seseorang menerima ide tersebut.

c)Menghargai (valuing) : tingkatan selanjutnya dari sikap adalah menghargai. Menghargai berarti seseorang dapat menerima ide dari orang lain yang mungkin saja berbeda dengan idenya sendiri, kemudian dari dua ide yang berbeda tersebut didiskusikan bersama antara kedua orang yang mengajukan ide tersebut.

d) Bertanggung jawab (responsible) : mampu mempertanggungjawabkan sesuatu yang telah dipilih merupakan tingkatan sikap yang tertinggi. 2) Fungsi sikap menurut Wawan & Dewi, 2011 :

a) Fungsi instrumental atau fungsi manfaat atau fungsi penyesuaian Disebut fungsi manfaat karena sikap dapat membantu mengetahui sejauh mana manfaat objek sikap dalam pencapaian tujuan. Dengan sikap yang diambil oleh seseorang, orang dapat menyesuaikan diri dengan baik terhadap lingkungan sekitar, disini sikap berfungsi untuk penyesuaian.

(34)

c) Fungsi ekspresi nilai Pengambilan sikap tertentu terhadap nilai tertentu akan menunjukkan sistem nilai yang ada pada diri individu yang bersangkutan.

d) Fungsi pengetahuan Jika seseorang mempunyai sikap tertentu terhadap suatu objek, itu berarti menunjukkan orang tersebut mempunyai pengetahuan terhadap objek sikap yang bersangkutan.

3) Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap menurut Wawan & Dewi (2011) adalah :

a) Pengalaman pribadi Pengalaman pribadi harus meninggalkan kesan yang kuat agar dapat dijadikan sebagai dasar pembentukan sikap yang baik. Sikap akan lebih mudah terbentuk jika pengalaman pribadi yang terjadi melibatkan faktor emosional.

b) Pengaruh orang lain yang dianggap penting Individu cenderung mempunyai sikap yang searah dengan orang yang dianggapnya penting karena dimotivasi oleh keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggapnya penting tersebut.

C)Pengaruh kebudayaan Kebudayaan memberi corak pengalaman individu-individu masyarakat asuhannya sehingga kebudayaan yang dianut menjadi salah satu faktor penentu pembentukan sikap seseorang. d) Media massa Media massa yang harusnya disampaikan secara objektif

(35)

e) Lembaga pendidikan dan lembaga agama Konsep moral dan ajaran dari lembaga pendidikan dan lembaga agama sangat menentukan system kepercayaan sehingga konsep ini akan ikut mempengaruhi pembentukan sikap.

f) Faktor emosional Sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi sebagai bentuk pertahanan egonya

4) Cara pengukuran sikap

a) Skala Thurstone (Method of Equel-Appearing Intervals)

(36)

kepada responden untuk menunjukkan seberapa besar kesetujuan atau ketidaksetujuannya pada masing-masing item (Wawan & Dewi, 2011). b) Skala Likert (Method of Summateds Ratings)

Item dalam skala Likert dibagi menjadi kelompok favorable dan unfavorable. Untuk item favorable, jawaban sangat setuju nilainya 5, sedangkan jawaban sangat tidak setuju nilainya 1. Item unfavorabel, nilai untuk jawaban sangat setuju adalah 1, sedangkan jawaban untuk sangat tidak setuju diberi nilai 5. Skala Likert disusun dan diberi skor sesuai dengan skala interval sama (Riyanto, 2011).

c) Skala Guttman

Pengukuran dengan menggunakan skala Guttman hanya akan ada dua jawaban, yaitu “ya-tidak”, “benar-salah”, “pernah-tidak pernah”, “setuju-tidak setuju”, dan lain-lain. Skala Guttman digunakan apabila

ingin mendapatkan jawaban yang tegas tentang permasalahan yang dipertanyakan. Penilaian pada skala Guttman untuk jawaban setuju diberi skor 1 dan jika tidak setuju diberi skor 0 (Sugiyono, 2009). Sikap dikatakan positif (mendukung) bila hasil mean lebih besar daripada rata-rata, sedangkan dikatakan negatif (tidak mendukung) bila hasil mean lebih rendah daripada ratarata.

c. Praktik (Practice)

(37)

atau sarana dan prasarana. Tanpa adanya fasilitas, suatu sikap tidak dapat terwujud dalam tindakan nyata (Notoatmodjo, 2005).

1) Tingkatan dalam praktik :

a) Respons terpimpin (guided responses)

Merupakan suatu tindakan yang dilakukan sesuai dengan urutan yang benar. Seseorang mampu melakukan suatu tindakan dengan sistematis, dari awal hingga akhir.

b) Mekanisme (mechanism)

Seseorang yang dapat melakukan tindakan secara benar urutannya, makan akan menjadi kebiasaan baginya untuk melakukan tindakan yang sama.

c) Adopsi (adoption)

Suatu tindakan yang sudah berkembang atau termodifikasi dengan baik disebut adopsi.

2) Cara menilai praktik

Cara menilai praktik dapat dilakukan melalui check list dan kuesioner. Check list berisi daftar variabel yang akan dikumpulkan datanya. Peneliti dapat memberikan tanda ya atau tidak sesuai dengan tindakan yang dilakukan sesuai dengan prosedur. Selain menggunakan check list, penilaian praktik juga dapat dilakukan dengan kuesioner. Kuesioner berisi beberapa pertanyaan mengenai praktik yang terkait dan responden diberikan pilihan “ya” atau “tidak” untuk menjawabnya (Arikunto, 2010).

(38)

& Dewi (2011) :

a) Baik : presentase 76%-100% b) Cukup : presentase 56%-75% c) Kurang : presentase <56% 2.4.5 perilaku Buang Air besar Sembarang

Suatu kondisi ketika setiap individu dalam komunitas tidak buang air besar sembarangan. Perilaku SBS diikuti dengan pemanfaatan sarana sanitasi yang saniter berupa jamban sehat (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Sanitasi Total Berbasis Masyarakat). Saniter merupakan kondisi fasilitas sanitasi yang memenuhi standar dan persyaratan kesehatan yaitu:

a. tidak mengakibatkan terjadinya penyebaran langsung bahan-bahan yang berbahaya bagi manusia akibat pembuangan kotoran manusia; dan

b. dapat mencegah vektor pembawa untuk menyebar penyakit pada pemakai dan lingkungan sekitarnya.

(39)

2.4.6 Macam Perilaku Buang Air Besar

Badan Pusat Statistik (BPS) mengelompokan buang air besar berdasarkan tempat yang digunakan sebagai berikut:

1. Buang Air Besar di tangki septic, adalah buang air besar yang sehat dan dianjurkan oleh ahli kesehatan yaitu dengan membuang tinja di tangki septic yang digali di tanah dengan syarat-syarat tertentu. Buang air besar di tangki septik juga digolongkan menjadi:

a. Buang Air Besar dengan jamban leher angsa, adalah buang air besar menggunakan jamban model leher angsa yang aman dan tidak menimbulkan penularan penyakit akibat tinja karena dengan model leher angsa ini maka tinja akan dibuang secara tertutup dan tidak kontak dengan manusia ataupun udara.

b. Buang Air Besar dengan jamban plengsengan, adalah buang air besar dengan menggunakan jamban sederhana yang didesain miring sedemikian rupa sehingga kotoran dapat jatuh menuju tangki septic setelah dikeluarkan. Tetapi tangki septiknya tidak berada langsung di bawah pengguna jamban.

(40)

2. Buang Air Besar tidak di tangki septic atau tidak menggunakan jamban. Buang Air Besar tidak di tangki septic atau tidak dijamban ini adalah perilaku buang air besar yang tidak sehat. Karena dapat menimbulkan dampak yang berbahaya bagi kesehatan manusia. Buang Air Besar tidak menggunakan jamban dikelompokkan sebagai berikut:

a. Buang Air Besar di sungai atau di laut : Buang Air Besar di sungai atau di laut dapat menimbulkan pencemaran lingkungan dan teracuninya biota atau makhluk hidup yang berekosistem di daerah tersebut. Buang air besar di sungai atau di laut dapat memicu penyebaran wabah penyakit yang dapat ditularkan melalui tinja.

b. Buang Air Besar di sawah atau di kolam : Buang Air Besar di sawah atau kolam dapat menimbulkan keracunan pada padi karena urea yang panas dari tinja. Hal ini akan menyebakan padi tidak tumbuh dengan baik dan dapat menimbulkan gagal panen. c. Buang Air Besar di pantai atau tanah terbuka, buang air besar di

(41)

2.5 Kerangka konsep

Gambar 6 Kerangka Konsep Perilaku masyarakat tentang BAB

sembarangan : 1. Pengetahuan 2. Sikap

3. Tindakan

Pemeliharaan jamban pasca program STBM

Gambar

Tabel 2.1. Faktor-Faktor Yang Harus Dipicu dan Metode Yang Digunakan
Gambar 1 Bangunan atas jamban (dinding dan/atau atap)
Gambar 2 Bangunan tengah jamban
Gambar 3  Bangunan Bawah
+4

Referensi

Dokumen terkait

Kata Muhammad Yunus, “kita dapat meluaskan pandangan sempit ekonom tentang masyarakat dengan beranggapan bahwa ada dunia yang dihuni oleh dua jenis manusia, yaitu yang satu

Dengan menghitung intensitas curah hujan serta mengetahui data jenis tanah, kelerengan dan klasifikasi tutupan lahan hasil pengolahan citra Landsat ETM 7, akan

Pemeriksaan dengan keadaan anastesi (Examination under anesthesia / EUA) diperluan pada semua pasien untuk mendapatkan pemeriksaan yang lengkap dan menyeluruh. Lokasi

Berdasarkan teori-teori di atas, dapat disimpulkan bahwa sistem informasi merupakan kumpulan komponen- komponen, bisa berupa manusia, perangkat lunak, perangkat keras,

Akhrinya, jika prinsip akuntansi yang sebelumnya diikuti tidak dapat diterima atau jika prinsip itu diterapkan secara tidak benar, maka perubahan ke prinsip akuntansi yang berlaku

Percobaan ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mempelajari pengaruh takaran urea terhadap pertumbuhan tanaman stevia di dataran rendah dan menentukan umur panen

1.2 Menerapkan hygiene sanitasi dalam pengolahan kue Indonesia dan Oriental dengan baik dan benar. 1.3 Menerapkan

Endapan lemak (ateroma atau plak) terbentuk secara bertahap dan tersebar di percabangan besar dari kedua arteri koroner utama, yang mengelilingi