• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN KONVERGENSI REGULASI TELEKOMUNIKA. pdf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KAJIAN KONVERGENSI REGULASI TELEKOMUNIKA. pdf"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS UAS

MATA KULIAH REGULASI DAN HUKUM ICT

KAJIAN KONVERGENSI REGULASI TELEKOMUNIKASI DAN REGULASI PENYIARAN TERHADAP PENYELENGGARAAN IPTV DI INDONESIA

Oleh :

Ignatius Widiatmoko Setiawan

55414110001

PROGRAM MAGISTER TEKNIK ELEKTRO

UNIVERSITAS MERCU BUANA

(2)

KAJIAN KONVERGENSI REGULASI TELEKOMUNIKASI DAN REGULASI PENYIARAN TERHADAP PENYELENGGARAAN IPTV DI INDONESIA

ABSTRACT

Perkembngan teknologi digital ini mendorong majunya teknologi informasi dan komunikasi (ICT). Perkembangan teknologi digital yang kian pesat mengarah kepada konvergensi, yaitu terintegrasinya layanan telekomunikasi, data, informasi dan penyiaran. Salah satu layanan konvergensi adalah IPTV. Dengan kondisi di Indonesia yang masih dalam masa peralihan teknologi, perlu dikaji apakah diperlukan kovergensi regulasi telekomunikasi dan regulasi penyiaran terhadap penyelenggaraan IPTV. Dengan analisa eksploratoris dan deskriptif dari sumber data yang bersifat publik misalnya aturan perundang-undangan yang berkaitan dengan sektor telekomunikasi y a n g diperoleh dari pusat dokumentasi Departemen Komunikasi dan Informasi, dan aturan perundang-undangan lainnya yang dipublikasikan secara luas, maka dapat disimpulkan bahwa dengan telah ditetapkannya Peraturan Menteri KOMINFO No. 30 tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Layanan IPTV, maka penyelenggaraan layanan IPTV sudah dapat dilaksanakan tanpa harus menunggu ditetapkannya ketentuan perundang-undangan yang mengatur tentang konvergensi, Penyelenggara IPTV dapat menyelenggarakan layanan IPTV apabila telah memiliki izin penyelenggaraan Jasa Akses Internet (Internet Service Provider), Jaringan Tetap Lokal berbasis Packet Switched dan Lembaga Penyiaran Berlangganan (LPB).

1. LATAR BELAKANG

Industri telekomunikasi dalam dua dekade terakhir ini mengalami perubahan yang sangat dinamis, baik dari sisi bisnis, filosofi, teknologi, aplikasi, layanan dan kebutuhan pengguna. sejak teknologi pesawat telepon kabel ditemukan oleh Graham Bell pada 1876, hampir selama satu abad fungsi teknologi itu tak berubah, yaitu hanya berfungsi sebagai pengantar komunikasi suara dua arah. Penambahan fungsi baru terjadi pada dekade 1970-an dengan kemampuannya yang dapat menyalurkan data yang dikirim dan diterima dengan mesin facsimile secara simultan. Penambahan fungsi (fitur) yang lebih fenomenal pada saat itu adalah ketika kabel tembaga itu bisa menyalurkan suara, data, dan sekaligus video (triple play) dengan teknologi digital. Hanya dalam waktu kurang dari dua dekade sejak internet diperkenalkan pada publik, teknologi ini menjadi sedemikian populer yang jauh lebih lengkap dibandingkan fitur pada mesin/perangkat facsimile.

Perkembangan yang sedemikian fenomenal tersebut didorong oleh teknologi digital yang antara lain memicu perkembangan mikroprosesor. Pengolah elektronik inilah yang kemudian memacu perkembangan perangkat beserta peripheral komputer sehingga bisa dihasilkan komputer personal (pribadi) dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat.

Perkembngan teknologi digital ini mendorong majunya teknologi informasi dan komunikasi (ICT). Dari sektor telekomunikasi muncul teknologi telepon seluler (mobile

phone) yang juga mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Di sisi lain, sektor

(3)

dari darat ke darat) yang membuka peluang untuk terjadinya interaksi antara penyedia jasa penyiaran dengan konsumen/pemirsa dan fitur ini tak ubahnya seperti telekomunikasi dua arah, selain itu dari sektor ini juga terjadi inovasi dengan munculnya layanan penyiaran bergerak (mobile). Perkembangan teknologi digital yang kian pesat mengarah kepada

konvergensi, yaitu terintegrasinya layanan telekomunikasi, data, informasi dan penyiaran.

Salah satu layanan konvergensi adalah IPTV (Internet Protocol Television) yaitu suatu layanan multimedia dalam bentuk televisi, video, audio, text, graphic, data yang disalurkan ke pelanggan melalui jaringan IP (Internet Protocol), yang dijamin kualitasnya (Quality of

Service), keamanannya (security), keandalannya (realibility) dan memungkinkan komunikasi dengan pelanggan secara dua arah atau interaktif secara real time

Dengan teknologi IPTV ini diperlukan peralihan dari sistem penyiaran analog ke sistem penyiaran digital yang mengarah ke konvergensi. D e n g a n k o n d i s i p e r a l i h a n i n i , regulator sangat diharapkan untuk mengatur kondisi peralihan ini secara lebih komprehensif, agar tidak menimbulkan kesenjangan bagi masyarakat dalam mengakses program-program siaran yang diinginkan, serta tetap melindungi kepentingan ekonomi, sosial budaya dan politik Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

2. POKOK PERMASALAHAN

Apakah diperlukan kovergensi regulasi telekomunikasi dan regulasi penyiaran terhadap penyelenggaraan IPTV?

3. TUJUAN

Dalam kebijakan penyelenggaraan IPTV, regulator diharapkan merancang suatu kebijakan yang menciptakan kompetisi bagi pelaku bisnis secara adil, memberi jaminan bagi pelanggan dalam hal private protection, security of transaction, dan quality of service, serta mendorong tumbuhnya industri IPTV di dalam negeri dengan tetap menjaga keseimbangan antara perkembangan teknologi tinggi (high tech) dan kepekaan sosial (high

touch).

Dengan diterbitkannya kebijakan penyelenggaraan IPTV, maka diharapkan akan ada kepastian hukum bagi pelaku bisnis untuk menyelenggarakan layanan IPTV, dan bagi konsumen/pelanggan untuk menikmati layanan IPTV secara aman, terlindungi dan berkualitas.

4. RUANG LINGKUP

(4)

5. METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam peneltian ini, berdasarkan sifatnya merupakan metode eksploratoris dan deskriptif. data yang digunakan merupakan data diperoleh dari serangkaian sumber data yang bersifat publik misalnya aturan perundang-undangan yang berkaitan dengan sektor telekomunikasi y a n g diperoleh dari pusat dokumentasi Departemen Komunikasi dan Informasi, dan aturan perundang-undangan lainnya yang dipublikasikan secara luas dan data yang diperoleh dari berbagai sumber besar referensi yang berkenaan dengan permasalahan seperti benchmarking dengan negara lain yang sudah menggelar layanan IPTV dan standar internasional.

6. LANDASAN TEORI

Internet telah menjadi katalisator bagi konvergensi, misalnya, siaran radio dan televisi tidak lagi menjadi ranah (domain) penyelenggara atau lembaga penyiaran, tetapi juga menjadi ranah penyedia jasa telekomunikasi, demikian pula sebaliknya. IPTV adalah suatu layanan multimedia yang terdiri atas program siaran televisi, video (gambar bergerak), audio (suara), tulisan (text), grafis (gambar diam) dan data yang disalurkan ke pelanggan melalui suatu jaringan tertutup berbasis IP. Pada dasarnya IPTV dalam mekanisme pengiriman konten video pada Internet dapat mempergunakan jaringan berbasis IP publik atau melalui jaringan berbasis IP privat (dedicated), karena IPTV wajib menggunakan IP sebagai mekanisme pengiriman, IP dapat dipergunakan untuk mengirimkan berbagai jenis konten melalui Internet dan jaringan berbasis IP privat. Pemacu pasar IPTV adalah konvergensi suara, data dan video. Karena setiap informasi direpresentasikan dalam format digital, keduanya sangat mungkin dan mudah untuk mengirimkan suara, data dan gambar melalui jaringan yang dipergunakan secara bersama-sama, dan disetiap stasiun tujuan, suara, data dan gambar dapat disimpan pada perangkat yang sama.

SISTEM IPTV

IPTV merupakan suatu layanan yang memberikan konten-konten audio visual dan juga bisa ber-interaktif yang berbasis Internet Protocol. Internet Protocol Television merupakan sistem transmisi televisi digital menggunakan protokol internet (IP) yang melewati infrastruktur jaringan IP. Prinsip penyalurannya hampir serupa dibandingkan dengan penyaluran secara konvensional, dimana program yang sudah dikonversikan menjadi digital disalurkan melalui internet protokol dan jenis layanan ini ada yang gratis ataupun berbayar. Saluran IPTV gratis tersebut hanya memerlukan saluran internet dan perangkat pendukung internet seperti PC atau Set Top Box yang disambung ke televisi. IPTV Set Top Box adalah sebuah terminal multimedia yang mudah digunakan untuk jaringan

IP broadband, alat ini menerima dan mengatur media video streaming, menyediakan

aplikasi interaktif, dan memperbaharui aplikasi dan fungsi melalui jaringan IP.

Gambar 1 dibawah ini menunjukkan bagaimana suatu sistem televisi berbasis IP dapat digunakan oleh pengguna untuk mengakses ke beberapa sumber media yang berbeda. Diagram ini menunjukan bagaimana suatu televisi terhubung dengan Set Top Box (STB) yang mengkonversi video IP ke dalam sinyal televisi standar. STB merupakan gateway ke sistem

(5)

Gambar 1. Pengaksesan layanan IPTV

7. TINJAUAN HUKUM

Layanan IPTV yang diimplementasikan di Indonesia dibatasi pada :

a. penyiaran yang terdiri atas push services, yaitu siaran dari penyelenggara TV baik secara linier (sesuai jadual aslinya) maupun non-linier (waktu/jadual penayangan diatur oleh pelanggan) dan pay per-view program. Untuk dapat memberikan layanan ini penyelenggara IPTV harus memiliki izin sebagai Lembaga Penyiaran Berlangganan (LPB). b. Layanan Multimedia yang terdiri atas pulled services, yaitu layanan atau tayangan

diberikan apabila ada permintaan dari pelanggan, seperti video on demand, music on

demand, gaming, TV web browsing/Internet TV. Untuk dapat memberikan layanan ini

penyelenggara IPTV harus memiliki izin sebagai penyelenggara Internet Service Provider (ISP).

c. Layanan Transaksi Elektronik (T-Commerce), yaitu layanan komersial perdagangan yang melibatkan transaksi keuangan secara elektronik. Untuk itu harus memiliki sertifikasi yang disertifikasi oleh Lembaga Sertifikasi Keandalan.

d. Layanan akses Internet untuk kepentingan Publik. Untuk hal ini, penyelenggara IPTV harus memiliki izin penyelenggaraan Internet Service Provider (ISP).

e. Layanan IP Telephony atau Voice over Broadband (VoBB). Untuk hal ini perizinan akan dibuka setelah regulasi ENUM, interkoneksi, dll ditetapkan.

f. Penyelenggara wajib menyelenggarakan layanan penyiaran dan layanan akses internet pada 1 (satu) tahun pertama penyelenggaraan layanan IPTV dan berkomitmen untuk menambah jenis layanan untuk layanan multimedia dan layanan transaksi elektronik dalam jangka waktu 1 (satu) tahun berikutnya.

(6)

sekurang-kurangnya 2 Mbps (dua mega bit per detik) serta berkomitmen melakukan pembangunan jaringan tetap lokal kabel dengan kecepatan sekurang-kurangnya 2 Mbps. Sesuai yang tercantum pada Pasal 7 ayat (1) huruf a dan b dan Pasal 8 ayat (1) UU Telekomunikasi, disebutkan bahwa Pemerintah telah membuka seluas-luasnya peluang usaha bagi badan usaha-badan usaha Indonesia untuk dapat menggeluti bisnis layanan IPTV, sehingga konsisten memenuhi kriteria (comply) dengan Pasal 10, tetapi ketentuan pada Pasal 9 ayat (1) justru rentan kepada terjadinya praktek-praktek monopoli, khususnya bagi penyelenggara-penyelenggara besar/dominan, seperti PT. TELKOM, Excelcom, Indosat, namun regulasi tentang Telekomunikasi ini telah memperhitungkan hal-hal tersebut, seperti yang tercantum pada Pasal 9 ayat (2) yang memiliki esensi bahwa penyelenggara besar/dominan diharapkan oleh Pemerintah untuk membantu penyelenggara kecil yang tidak memiliki kemampuan membangun infrastruktur jaringan yang dipertegas lagi dengan ketentuan pada Pasal 17 yang menyebutkan bahwa penyelenggara jaringan dalam menyewakan jaringan infrastrukturnya kepada penyelenggara jasa berdasarkan prinsip tidak diskriminatif, efisien dan menjaga standar kualitas layanan jaringan infrastrukturnya serta Pasal 19 yang menyebutkan bahwa setiap pengguna berhak memilih penyelenggara jaringan yang diinginkan.

Dalam memenuhi persyaratan sebagai penyelenggara layanan IPTV, maka infrastruktur yang berupa jaringan kabel harus dilakukan restrukturisasi secara menyeluruh hingga sampai ke pelosok daerah di wilayah Republik Indonesia, mengingat sebagian besar penyelenggara dominan seperti PT. TELKOM yang secara Group telah memiliki ketiga izin yang dibutuhkan untuk dapat menyelenggarakan layanan IPTV masih didominasi oleh jaringan berbasis kabel tembaga sampai akses ke pelanggan yang pada saat pembangunan masih berorientasi untuk mentransmisikan informasi berbentuk suara, dan apabila infrastruktur ini dipergunakan untuk melewatkan (mentransmisikan) informasi berupa data, gambar diam atau bergerak dan multimedia sudah tidak memungkinkan lagi, dimana untuk layanan data, gambar diam atau bergerak dan multimedia dibutuhkan kecepatan downlink sekurang-kurangnya 2 Mbps. Untuk menangani informasi seperti ini infrastruktur jaringan yang sesuai adalah dengan melakukan restrukturisasi infrastruktur kabel tembaga menuju jaringan serat cahaya (fiber optic). Kendala utama bagi penyelenggara layanan IPTV dalam membangun infrastruktur jaringannya sesuai UU Telekomunikasi pada Pasal 12, yang menyebutkan bahwa dalam membangun infrastruktur jaringannya setiap penyelenggara berhak memanfaatkan/melintasi tanah negara, bangunan yang dimiliki atau dikuasai oleh Pemerintah setelah mendapat izin persetujaun dari instansi Pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(7)

pembangunan bagi penyelenggara infrastruktur jaringan, yang semula bertujuan bersama-sama dengan Pemerintah membantu menangani kesenjangan di sektor penyebarluasan informasi (digital devide) hingga ke pelosok-pelosok daerah, terlebih apabila terjadi ketidaksinergian antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah, yang dapat menimbulkan terbitnya Peraturan-Peraturan Daerah disetiap wilayah Indonesia memiliki kepentingan dan esensi yang berbeda satu dengan lainnya dengan justifikasi untuk memperoleh PAD sebesar-besarnya..

Dalam menyalurkan layanan IPTV, setiap penyelenggara diwajibkan mempergunakan sistem perangkat dengan standar dan spesifikasi teknis sesuai dengan standar internasional, apabila terjadi penyesuaian sistem perangkat, pelanggan tetap dapat menerima layanan IPTV. Dalam ketentuan per Men No. 30 tahun 2009 Pasal 13 ayat (2) yang menyebutkan untuk sistem perangkat penerima yang berupa Internet Protocol Set

Top Box (IP-STB) mengutamakan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN)

sekurang-kurangnya 20 % dan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun ditingkatkan menjadi 50 %. Industri dalam negeri telah mampu untuk mendesain, merekayasa, dan memproduksi perangkat yang dibutuhkan untuk penggelaran TV Digital Terrestrial khususnya STB-DVB-T, sehingga kemampuan dan pengalaman ini dapat ditingkatkan untuk memproduksi IP-STB. Pada awalnya mungkin masih dibutuhkan kerjasama dengan vendor-vendor dari negara maju, namun secara bertahap, dapat ditingkatkan untuk mencapai TKDN yang maksimal.

REGULASI IPTV DI BEBERAPA NEGARA DI DUNIA

Regulasi di Australia

Di Australia, Primus telah mengumumkan IPTV mulai ditawarkan pada tahun 2006 menggunakan jaringan DSLAM, seluruh penyelenggara telekomunikasi akan mempertimbangkan strategi IPTV, seperti halnya teknologi baru yang ada pasti akan terjadi perbedaan pendapat mengenai cara terbaik untuk meregulasi.

(8)

Regulasi di Perancis

Di Perancis dua regulator mengatur roadmap komunikasi:

a. des I'Autorite de Electroniques et des Komunikasi Postes (ARCEP) bertanggung jawab dalam sektor telekomunikasi. Tanggung jawab utamanya adalah: penyediaan dan pendanaan infrastruktur dan komponen- komponen frekuensi yang membentuk sektor telekomunikasi untuk publik, memperkuat transparansi regulasi dalam lingkungan yang kompetitif, dan konvergensi serta mengawasi masalah-masalah lain yang muncul.

b. Supérieur Conseil de I'audiovisuel (CSA) yang bertanggung jawab atas layanan linear (apapun platformnya termasuk IPTV), tetapi tidak untuk layanan non linier. Dalam hal ini Perancis harus memutuskan, ketika mentransposisi arahan dan otoritas yang bertanggung jawab di tingkat nasional untuk regulasi konten layanan non linier. Pada saat ini, baik ARCEP maupun CSA memiliki tanggung jawab untuk mengelola layanan non linier 22 seperti VoD.

Menurut UU Penyiaran tanggal 9 Juli 2004 yang dirubah EC Directives, setiap kanal layanan televisi perlu menandatangani suatu perjanjian atau membuat pernyataan sederhana pada CSA (Consell Superieur del Audiovisual) tanpa menghiraukan infrastruktur transmisi yang mendasari (cable networks, satellite, internet, ADSL, mobile telephony networks, dll). Layanan televisi dalam UU Penyiaran didefinisikan sebagai layanan yang dipersiapkan untuk dapat diterima secara simultan oleh publik dan program utamanya tersusun dari program-program (dengan image dan suara) serial terorganisir. Menurut CSA, bagaimanapun layanan video internet, apabila menyalurkan layanan televisi satu arah dari website internet ke komputer pribadi pelanggan melalui IP publik, dianggap sebagai layanan televisi karena definisi sah dari layanan televisi tidak memiliki hubungan pada jenis jaringan transmisi atau peralatan penerimaan sinyal TV. Layanan PVR (Personal Video Recorder), fasilitas merekam program-program live TV ke dalam harddisk (storage) dalam set-top box atau server jaringan, sehingga pelanggan dapat melihat/memutar ulang/menghentikan program-program live TV kapanpun pelanggan inginkan, termasuk layanan televisi selama program-program live TV dikirimkan searah kepada masyarakat umum walaupun pengguna mungkin tidak menyaksikan sejumlah program pada waktu sinyal TV sampai pada pengguna melalui peralatan penerimaan sinyal TV.

Regulasi di Jepang

(9)

UU Hak Cipta. tentang Penyiaran, yang didefinisikan sebagai komunikasi publik yang merupakan tanggapan atas permintaan dari masyarakat.

Dalam layanan IPTV, karena tidak semua kanal siaran akan dikirim ke STB (Set Top Box) pengguna, tetapi hanya kanal yang dipilih akan dikirim ke penerima, layanan ini dianggap sebagai layanan interaktif dalam UU Hak Cipta. Beberapa penyelenggara layanan IPTV hanya menyewa jalur utama (backbone) dari perusahaan telekomunikasi; bahkan penyelenggara IPTV lain tidak hanya menyewa jalur utama, tetapi juga infrastruktur yang menghubungkan antara penyedia dan pengguna.

Regulasi di Amerika Serikat

Pada Maret 2004, Federal Communication Commision (FCC) mengeluarkan pengumuman Proposed Rulemaking untuk menguji isu-isu terkait dengan layanan-layanan dan aplikasi-aplikasi yang dibuat dengan menggunakan Internet Protocol (IP), termasuk layanan VoIP (IP-enabled services). Untuk menghormati pendatang baru (new entrance), dalam Communication Act tahun 1934 disebutkan bahwa pendatang baru diberikan 4 (empat) opsi untuk masuk kedalam pasar Multichannel Video Programming Distributor (MVPD). Mereka dapat mernyediakan video programming kepada pelanggan melalui komunikasi radio, sistem kabel atau open video system, atau mereka dapat menyediakan transmisi video

programming untuk berbasis jaringan telekomunikasi. Jika perusahaan telepon (common carrier) ingin menyediakan video programming untuk pelanggan dengan menggunakan

radio communication, maka mereka harus tunduk pada aturan- aturan yang terkait dengan radio, tapi tidak tunduk pada syarat-syarat komunikasi kabel. Open Video System (OVS) mengkombinasikan fitur-fitur ”common carriers” dan sistem kabel dalam penyediaan video

programming. Jika permintaan melebihi kapasitas, operator OVS dibatasi untuk

menyediakan programming hanya sepertiga dari kapasitas sistemnya sendiri, dan berkewajiban untuk mengaloksikan dua pertiga untuk provider program video yang tidak berafiliasi. Undang-undang memerlukan FCC untuk menetapkan regulasi guna mencegah operator OVS melakukan diskriminasi dengan tidak adil kepada provider-provider video program. Pada kenyataannya sangat sedikit provider yang memilih untuk menawarkan layanan sebagai open video system, bahkan pemain barupun lebih condong memilih untuk mengirimkan multichannel programming melalui penggunaan teknologi lain, seperti DBS (Direct Broadcasting Satellite) atau SMATV (Satellite Master Antenna Television).

Undang-undang menetapkan video programming disediakan oleh stasiun penyiaran televisi, dan programming lain seperti informasi yang disediakan oleh operator kabel untuk seluruh pelanggannya. Dalam hal ini, video yang dialirkan melalui internet secara searah (one way) pada pelanggan kemungkinan tidak sesuai dengan ketentuan dari video programming, jika kualitasnya tidak sebanding dengan kualitas televisi.

(10)

AT&T dan Verizon yang menyebarkan jaringan fibre optic untuk menawarkan layanan IPTV telah secara aktif mempengaruhi Pemerintah Pusat, agar pembuat undang-undang negara untuk membuat franchise video nasional atau mempersingkat proses franchise lokal, sehingga dapat memasuki pasar TV lebih cepat. Pada desember 2006, sedikitnya 11 negara bagian (Alaska, California, Connecticut, Delaware, Hawaii, Indiana, Kansas, New Jersey, North Carolina, South carolina dan Texas), perwakilan negara bagiannya telah melarang pemegang otoritas franchise untuk menolak penyerahan franchis tanpa alasan yang layak. Layanan IPTV yang dikeluarkan terlibat dalam proses franchise, tetapi persyaratan aplikasi dan partisipasi lokalnya sangat bervariasi antara negara-negara bagian tersebut. Walaupun hukum spesifik di tiap-tiap negara bagian berbeda, tetapi negara- negara bagian itu telah mempersingkat proses franchise dan menetapkan batas waktu pengesahan franchise. Pada Desember 2006, FCC oleh AT&T Inc. berupa U-verse TV adalah suatu layanan informasi dan bukan layanan kabel, jadi tidak tunduk pada ketentuan franchise kabel lokal. Menurut AT&T, U-verse TV adalah suatu hubungan point to point maupun two way network yang akan memfasilitasi pelanggannya untuk berinteraksi secara langsung dengan jaringan dan memilih program spesifik, dimana kemudian jaringan akan mentransmisikan ke pelanggan tertentu. Hal ini sangat berbeda dengan point to multipoint broadcast yang ditransmisikan oleh operator kabel (incumbent), yang secara simultan mengirimkan seluruh kanalnya untuk seluruh pelanggan sekaligus, dan tergantung pada peralatan set-top box untuk dapat menampilkan kanal-kanal yang dipilih, dan dalam hal ini FCC tidak memiliki aturan untuk setiap layanan IPTV.

Menghadapi informasi-informasi yang online, masyarakat disini sangat waspada, terutama mengenai informasi yang masih meragukan, dari perspektif kewajiban hukum, cara terbaik untuk menghindari tuntutan, Pemerintah Pusat dan hukum internasional mengambil langkah-langkah yang dibutuhkan untuk mematuhi semua yang relevan dengan hukum, terutama orang tua dalam mempertahankan dengan cara yang terbaik untuk melindungianak-anaknya dari tindakan cabul (obscenity on Internet).

8. KAJIAN KONVERGENSI REGULASI TELEKOMUNIKASI DAN REGULASI PENYIARAN TERHADAP PENYELENGGARAAN IPTV DI INDONESIA

Sampai saat ini Pemerintah Republik Indonesia cq. Regulator belum berhasil merumuskan UU Konvergensi, walaupun pada pembahasan awalnya telah dicantumkan dalam roadmap Teknologi Informasi dan Komunikasi periode 2007 – 2011. Dikarenakan tuntutan masyarakat akan informasi berupa media dan edutainment dengan biaya murah, maka Pemerintah melalui Menteri KOMINFO telah menerbitkan Peraturan Menteri KOMINFO Nomor 30/PER/M.KOMINFO/8/2009, tanggal 19 Agustus 2009 tentang Penyelenggaraan Layanan Televisi Protokol Internet (Internet Protocol Television/IPTV) di Indonesia.

(11)

perundang-undangan. Berdasarkan UU Telekomunikasi dan UU Penyiaran, yang dimaksud dengan Telekomunikasi dan Penyiaran adalah :

a. Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman. dan atau penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio atau sistem elektromagnetik lainnya.

b. Penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran.

Sebelum menetapkan regulasi yang sesuai untuk penyelenggaraan IPTV perlu disadari bahwa ada beberapa kerangka pikir dalam memandang permasalahan IPTV dengan berdasar pada Undang-undang terkait yang telah kita miliki, diantaranya :

1) Bila penyelenggara IPTV dikategorikan sebagai penyelenggara telekomunikasi khusus untuk keperluan penyiaran, maka dalam hal ini penyelenggara melakukan penyediaan konten (bisa milik sendiri ataupun bekerjasama dengan penyedia konten) dan sekaligus melakukan pendistribusian konten sebagai carrier. Dalam hal ini undang-undang yang terkait adalah UU Telekomunikasi dan peraturan konten dari KPI (standar program siaran dan pedoman perilaku penyiaran).

2) Bila penyelenggara IPTV dikategorikan sebagai Lembaga Penyiaran Berlangganan yang mempergunakan fasilitas jaringan telkomunikasi, maka penyelenggara IPTV dibagi menjadi 2 (dua) komponen, yaitu : penyelenggara layanan konten, yaitu Lembaga Penyiaran Berlangganan, yang terkait dengan UU Penyiaran dan penyelenggara layanan

carrier, yaitu Penyelenggara Jaringan dan Jasa Telekomunikasi, yang terkait dengan UU

Telekomunikasi.

3) Bila penyelenggara IPTV dikategorikan sebagai Penyelenggara Jasa Telekomunikasi, maka penyelenggara IPTV masuk sebagai kategori penyelenggaraan jasa multimedia.

4) Bila penyelenggara IPTV dikategorikan Penyelenggara Telekomunikasi Khusus untuk keperluan Penyiaran.

Dalam UU Telekomunikasi, penyelenggaraan siaran IPTV memungkinkan untuk dimasukkan sebagai kategori penyelenggara telekomunikasi khusus, dan sesuai dengan definisi disebutkan bahwa penyelenggara telekomunikasi khusus adalah penyelenggaraan telekomunikasi yang sifat, peruntukkan dan pengoperasiannya khusus. Seperti disebutkan dalam pasal 9, ayat (3), yang berbunyi : Penyelenggara telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat (2), dapat menyelenggarakan telekomunikasi untuk keperluan sendiri, keperluan pertahanan keamanan negara dan keperluan penyiaran. Untuk mengakomodasi penyelenggaraan IPTV, perlu dipertimbangkan beberapa pasal, yaitu :

a) Pasal 8 ayat (2)

(12)

penyelenggara jaringan telekomunikasi dan/atau penyelenggara jasa telekomunikasi. Hal yang perlu dipertimbangkan adalah pada kenyataanya justru penyelenggara jaringan dan jasa telekomunikasi adalah badan hukum yang paling siap untuk menyelenggarakan IPTV dengan cara membentuk anak perusahaan (subsidary) yang bergerak dalam bisnis bidang penyiaran berlangganan.

b) Pasal 11 ayat (1)

Penyelenggaraan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 dapat diselenggarakan setelah mendapat izin dari Menteri. Hal yang perlu dipertimbangkan adalah dalam UU Penyiaran, disebutkan bahwa izin penyelenggaraan penyiaran diperoleh dari Menteri setelah mendapat rekomendasi dari Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).

c) Pasal 16 ayat (1)

Setiap penyelenggara jaringan dan atau jasa telekomunikasi wajib memberikan kontribusi dalam pelayanan universal.

Karena penyelenggara telekomunikasi khusus tidak termasuk yang diatur dalam hal kewajiban untuk memberikan kontribusi pada pelayanan universal, maka apabila penyelenggaraan IPTV masuk kedalam kategori penyelenggara telekomunikasi khusus, maka penyelenggara IPTV tidak diwajibkan untuk memberikan kontribusi dalam pelayanan universal.

d) Pasal 18 ayat (1)

Penyelenggara jasa telekomunikasi wajib mencatat/merekam secara rinci pemakaian jasa telekomunikasi yang digunakan oleh pengguna telekomunikasi. Karena penyelenggara telekomunikasi khusus tidak termasuk yang diatur dalam hal kewajiban mencatat/merekam secara rinci pemakaian jasa telekomunikasi, apabila penyelenggaraan IPTV masuk ke dalam kategori penyelenggara telekomunikasi khusus, maka penyelenggara IPTV tidak diwajibkan untuk mencatat/merekam secara rinci pemakaian siaran IPTV.

e) Pasal 23 ayat (1)

Dalam penyelenggaraan jaringan dan jasa telekomunikasi ditetapkan dan digunakan sistem penomoran. Karena penyelenggara telkomunikasi khusus tidak termasuk yang diatur dalam hal pengaturan nomor, apabila penyelenggaraan kontribusi dalam pelayanan universal.

d) Pasal 18 ayat (1)

(13)

e) Pasal 23 ayat (1)

Dalam penyelenggaraan jaringan dan jasa telekomunikasi ditetapkan dan digunakan sistem penomoran. Karena penyelenggara telkomunikasi khusus tidak termasuk yang diatur dalam hal pengaturan nomor, apabila penyelenggaraan IPTV masuk ke dalam kategori penyelenggara telekomunikasi khusus maka penyelenggara IPTV dalam mengimplemenasikan siaranya tidak mempergunakan sistem penomoran.

9. KESIMPULAN

Dengan telah ditetapkannya Peraturan Menteri KOMINFO No. 30 tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Layanan IPTV, maka penyelenggaraan layanan IPTV sudah dapat dilaksanakan tanpa harus menunggu ditetapkannya ketentuan perundang-undangan yang mengatur tentang konvergensi, Penyelenggara IPTV dapat menyelenggarakan layanan IPTV apabila telah memiliki izin penyelenggaraan Jasa Akses Internet (Internet Service Provider), Jaringan Tetap Lokal berbasis Packet Switched dan Lembaga Penyiaran Berlangganan (LPB).

10. DAFTAR PUSTAKA

Ismail, Nanang. Sistem Keamanan pada IPTV (Internet Protocol Television).

Bandung: Teknologi Informasi ITB, 2006.

Indonesia, Peraturan Menteri KOMINFO No.30/PER/M.KOMINFO/8/2009, tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Layanan IPTV

Indonesia, Peraturan Pemerintah Penyelenggaraan Telekomunikasi. PP No. 52 Tahun

2000. LN No. 107 Tahun 2000. TLN No. 3980.

Gambar

Gambar 1. Pengaksesan layanan IPTV

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian potensi lahan untuk pengembangan jeruk di Kabupaten Agam, termasuk lahan kering, lahan perkebunan dan sawah seluas 1.203,37 km 2 ,atau sebesar 53,9%..

Meskipun berbagai penelitian telah banyak membuktikan bahwa rasa percaya merupakan faktor sentral bagi kesuksesan hubungan antara penjual dan pembeli, namun penelitian

Penelitian yang dilakukan oleh Davis (1989) yang dikutip dalam Hong et al (2002), menemukan bahwa karakteristik sistem memiliki dampak yang kuat terhadap

bertindak untuk dan atas nama ...,dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan dalam proses memperoleh Izin Penyelenggaraan Penyiaran bagi ...sebagai Lembaga

Bahwa sebelum memperoleh izin tetap penyelenggaraan penyiaran, lembaga penyiaran radio wajib melalui masa uji coba siaran paling lama 6 (enam) bulan dan untuk lembaga

barang siapa dengan sengaja tanpa izin menyelenggarakan siaran yang khusus untuk disalurkan ke saluran radio atau televisi berlangganan atau ke penyelenggara penyiaran untuk

Penyelenggara siaran berlangganan melalui kabel, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf c, harus menyalurkan siaran televisi baik dari Lembaga Penyiaran Pemerintah maupun

Penyelenggara siaran berlangganan melalui kabel, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf c, harus menyalurkan siaran televisi, baik dari Lembaga Penyiaran Pemerintah maupun