• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsep Sikap dan Teknik Komunikasi Terap

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Konsep Sikap dan Teknik Komunikasi Terap"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Konsep, Sikap dan Teknik Komunikasi Terapeutik

Sebagai manusia yang hidup bermasyarakat maka kebutuhan akan komunikasi tidak akan terelakkan lagi. Manusia satu sama lain akan saling berkomunikasi sampai maksud yang ingin disampaikan tercapai. Menurut Thomas (2006) komunikasi adalah transmisi atau pertukaran informasi yang melibatkan lebih dari satu orang yang saling berbagi informasi diantara pelakunya. Menurut Ruben dan Steward (2006) definisi komunikasi adalah proses dimana individu-individu dalam suatu hubungan, kelompok, organisasi dan masyarakat merespon dan menciptakan pesan unutuk beradaptasi lingkungan satu sama lain.

Keperawatan terkadang memang sulit untuk dipahami jika dilihat dari satu aspek saja, karena ranah keilmuannya sangat luas dan komprehensif terlebih ketika menyinggung soal pelayanan asuhan keperawatan yang dilakukan oleh perawat kepada klien / pasien. Ciri khas dari seorang perawat hingga mampu dibedakan antara profesi keperawatan dengan profesi lainnya terlihat jelas melalui bagaimana cara berkomunikasi dan berinteraksi mereka sehingga mampu memberikan khasiat terapis tersendiri bagi lawan bicaranya, biasa dikenal dengan sebutan komunikasi terapeutik.

Dalam hal ini perawat berkewajiban meningkatkan pengetahuan dan kemampuan aplikatif komunikasi terapeutik supaya kebutuhan dan kepuasan pasien dapat terpenuhi. As Homby (1974) mendefinisikan komunikasi terapeutik sebagai sebuah kata sifat yang dihubungkan dengan seni dari penyembuhan. Hal tersebut dituangkan dalam intervensinya yang diawali dengan pengkajian, penentuan masalah keperawatan, penentuan rencana tindakan keperawatan, pelaksanaan tindakan keperawatan sesuai dengan yang telah direncanakan sampai pada pengevaluasian secara efektif dan intensif. Tidak selesai sampai sana, hubungan take and give antara perawat dan klien penting juga untuk dilakukan.

(2)

emosi. Didalam komunikasi terapeutik ini harus ada unsur kepercayaan. (Mundakir, 2006)

Komunikasi terapeutik adalah hubungan intrapersonal antara perawat dengan klien dalam menolong klien. Dalam hubungan ini perawat dan klien mendapat pengalaman belajar bersama dalam rangka memperbaiki emosi klien. Hal ini berdasarkan dengan rasa kemanusiaan dari perawat dan klien itu sendiri, rasa saling menghargai, dan kemampuan menerima perbedaan sosiokultural. (Stuart, 2013).

Dari seluruh definisi yang ada mengenai komunikasi terapeutik ini dapat disimpulkan bahwa komunikasi terapeutik ialah kemampuan dan keterampilan perawat dalam membantu pasien beradaptasi, mengatasi gangguan fisik atau psikis, dll, berfokus kepada kesembuhan dan kepuasan klien, bertujuan untuk memotivasi dan mengembangkan pribadi klien ke arah yang lebih kontruktif dan adaptif, dilakukan melalui pendekatan interpersonal seiring dengan tumbuhnya rasa kepercayaan antara perawat dan klien.

Fungsi komunikasi terapeutik adalah : mendorong dan mengajarkan kerja sama antara perawat dan pasien. Perawat berusaha mengungkap perasaan, mengidentifikasi dan mengkaji masalah serta mengevaluasi tindakan yang dilakukan dalam perawatan (Purwanto, 1994). Pada dasarnya, komunikasi terapeutik meningkatkan pemahaman dan membantu terbentuknya hubungan yang konstruktif diantara perawat dan klien. Tidak seperti komunikasi biasanya, komunikasi terapeutik mempunyai tujuan untuk membantu klien mencapai suatu tujuan dalam asuhan keperawatan.

Tujuan lain dari komunikasi terapeutik diantaranya ialah :

 Membantu pasien memperjelas dan mengurangi beban perasaan atau pikiran sehingga dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada.

(3)

 Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri dalam hal peningkatan derajat kesehatan.

 Mempererat hubungan atau interaksi antara klien dengan terapis (tenaga kesehatan) secara profesional dan proporsional dalam rangka membantu menyelesaikan masalah klien.

Menurut Roger dalam Stuart G.W (2012), ada beberapa karakteristik perawat yang dapat menciptakan komunikasi terapeutik secara optimal, yaitu:

1. Kejujuran

2. Tidak membingungkan dan cukup ekspresif

3. Bersikap positif

4. Empati bukan simpati

5. Mampu melihat permasalahan dari kacamata klien

6. Menerima klien apa adanya

7. Sensitif terhadap perasaan klien

8. Tidak mudah terpengaruh oleh masa lalu klien ataupun diri perawat sendiri

Terdapat tiga hal mendasar yang memberi ciri-ciri komunikasi terapeutik

menurut Arwani, 2003 yaitu sebagai berikut : 1. Keikhlasan (genuineness)

2. Empati (emphathy) 3. Kehangatan (warmth)

(4)

(2) persepsi, (3) value, (4) latar belakang sosial budaya, (5) emosi, mempengaruhi kemungkinan salah tafsir dalam menerima pesan, (6) pengetahuan, kecakapan, dan sikap, baik dari komunikator maupun komunikan, perawat harus mengkaji tingkat pengetahuan klien agar lebih mudah mencapai pemahaman klien, (7) peran, (8) tatanan interaksi, (9) sistem sosial, (10) pengarah komunikasi, serta (11) lingkungan yang menunjang akan membuat komunikasi lebih efektif. (Potter & Perry, 2013)

Namun dalam pengaplikasian komunikasi terapeutik ada juga hambatan yang membuat komunikasi ini tidak berhasil. Hal ini dapat menyebabkan kesalahpahaman antara pihak klien dan perawat. Hambatan yang dikemukakan Kozier (2015) dalam bukunya “Fundamental of Nursing” meliputi :

1. Menggeneralisasi, memberikan stereotype, dan terlalu mensimplifikasi suatu kepercayaan terhadap seeorang atau suatu grup individu akan mengucilkan keunikan klien secara individu. Contoh: “Laki-laki tidak boleh menangis” 2. Memberikan persetujuan atau pertidak-setujuan atas pesan yang disampaikan

pasien akan mengimplikasikan bahwa pasien itu benar ataupun salah. Hal ini akan secara tidak langsung memberikan kesan judgemental dan perawat tidak seharusnya ada dalam posisi tersebut. Respon seperti ini bisa membuat klien bersikap defensif.

3. Memberikan tanggapan defensif juga harus dihindari karena tanggapan ini akan membuat klien segan untuk mengekspresikan kekhawatiran mereka yang sesungguhnya. Selain itu, sifat defensif dapat membuat perawat tidak bisa melihat kekurangannya atas pelayanan yang telah ia berikan sehingga tidak bisa melakukan perbaikan diri.

4. Memberikan respon kepada pasien dengan kesan menantang sehingga membuat pasien merasa harus membuktikan perspektif diri. Sikap ini membuat perawat terlihat seperti meragukan perasaan pasien sehingga pasien akan merasa harus mempertahankan opininya.

(5)

6. Memberikan pertanyaan yang membuat klien harus mengakui sesuatu. Respon seperti ini akan membatasi jawaban klien dan seringkali jawabannya hanya untuk memenuhi ego sang perawat.

7. Menolak mendiskusikan suatu topik dengan klien akan membuat klien merasa bahwa perawat bukan hanya menolak dalam hal komunikasi, tapi juga terhadap ia personal.

8. Mengganti topik pembicaraan terutama memfokuskan pada apa yang sang perawat rasa menarik akan membuat klien merasa sang perawat hanya mementingkan apa yang ia rasa penting dan membatasi klien untuk membahas hal-hal tertentu.

9. Unwarranted reassurance, memberikan kalimat nasehat penenang yang klise, respon ini membatasi daya pikir klien

10.Passing judgment, tidak menghargai value yang berbeda dari klien. Hal ini membuat klien harus berpikir sesuai dengann cara pikir perawat dan membuatnya terlalu bergantung

11.Giving common advice, memberitahu apa yang harus klien lakukan, respon ini menolak hak klien untuk menjadi partner yang setara.

Adapun faktor - faktor penghambat dalam proses komunikasi terpeutik menurut (Purwanto, 1994) adalah :

1. Kemampuan pemahaman yang berbeda.

2. Pengamatan/penafsiran yang berbeda karena pengalaman masa lalu.

3. Komunikasi satu arah.

4. Kepentingan yang berbeda.

5. Memberikan jaminan yang tidak mungkin.

6. Memberitahu apa yang harus dilakukan kepada penderita.

7. Membicarakan hal-hal yang bersifat pribadi.

(6)

9. Memberikan kritik mengenai perasaan penderita.

10. Menghentikan/mengalihkan topik pembicaraan.

11. Terlalu banyak bicara yang seharusnya mendengarkan.

12. Memperlihatkan sifat jemu, pesimis.

Lima prinsip dasar yang dipakai agar hal ini tercapai adalah; (1) mengekspresikan empati melalui mendengar dan membayangkan, ini berguna untuk membuka lingkungan yang membantu dalam emnganalisa masalah, (2) mengerti motivasi klien, bertanya apa yang mereka ingin ubah dari diri mereka, (3) mengdentifikasi ketidaksesuaian antara tujuan klien atau value dan keadaan saat itu, (4) menghindari membuat semua hal harus benar, dan (5) Support self-efficacy, menyadari kekuatan klien dan membawanya dalam komunikasi untuk meningkatkan optimisme klien. (Stuart, 2013).

Bagi perawat profesional, mereka akan menanamkan prinsip di dalam dirinya akan pentingnya komunikasi terapeutik ini, salah satunya ialah :

1. Hubungan perawat dan klien adalah hubungan terapeutik yang saling menguntungkan, didasarkan pada prinsip ‘humanity of nurses and clients’. Hubungan ini tidak hanya berfokus pada hubungan seorang penolong dengan kliennya, melainkan hubungan antar sesama manusia yang bermartabat (Dult-Battey, 2004).

2. Perawat harus menghargai keunikan klien, menghargai perbedaan karakter, memahami perasaan dan perilaku klien dengan melihat perbedaan latar belakang keluarga, budaya, dan keunikan setiap individu.

3. Semua komunikasi yang dilakukan harus dapat menjaga harga diri pemberi maupun penerima pesan, dalam hal ini perawat harus mampu menjaga harga dirinya dan harga diri klien.

(7)

Egan (1998) dalam Kozier,et.al (2004), telah memapar habis lima cara yang harus diperhatikan seorang perawat dalam bersikap atau bertindak sesuai dengan pelaksanaan komunikasi terapeutik, di antaranya yaitu :

1. Berhadapan dengan lawan bicara

Dengan posisi ini perawat menyatakan kesiapannya (“saya siap untuk anda”).

2. Sikap tubuh terbuka; kaki dan tangan terbuka (tidak bersilangan)

Sikap tubuh yang terbuka menunjukkan bahwa perawat bersedia untuk mendukung terciptanya komunikasi.

3. Menunduk/memposisikan tubuh kearah/lebih dekat dengan lawan bicara

Hal ini menunjukkan bahwa perawat bersiap untuk merespon dalam komunikasi (berbicara-mendengar).

4. Pertahankan kontak mata, sejajar, dan natural

Dengan posisi mata sejajar perawat menunjukkan kesediaannya untuk mempertahankan komunikasi.

5. Bersikap tenang

Akan lebih terlihat bila tidak terburu-buru saat berbicara dan menggunakan gerakan/bahasa tubuh yang natural.

(8)

dorongan untuk melanjutkan. Pembukaan yang luas, yaitu mengunakaan pertanyaan atau pernyataan yang membuat klien tertarik untuk mambuat percakapan. Menjelaskan hubungan peristiwa dalam waktu dan menyatakan secara lisan apa yang dirasakan. Mendorong gambaran presepsi yaitu meminta klien untuk menyatakan secara lisan apa yang ia presepsikan. Membandingkan ide-ide, pengalaman, atau hubungan yang akan memunculkan banyak motif yang terulang. Teknik lainnya adalah menanyakan pertanyaan yang berkaitan, mengulang ucapan klien dengan menggunakan kata-kata sendiri, memberikan klarifikasi berupa informasi yang dibutuhkan pasien dan meminta klarifikasi kepada pasien tentang hal yang kurang jelas, memberi kesempatan pada klien untuk memulai pembicaraan, memfokuskan pembicaraan, menyampaikan hasil observasi, menawarkan informasi, meringkas, memberi penghargaan, mempersilakan untuk meneruskan pembicaraan, menyatakan kembali apa yang klien rasakan, memfokuskan percakapan pada satu topik, mengeksplorasi ide atau hal yang disampaikan klien, serta merefleksikan apa yang telah dilakukan klien (Purba, 2008).

Daftar Pustaka

Ermawati. (2009). Buku Saku Komunikasi Keperawatan. Jakarta : Trans Info Media

Kozier, B., Erb, G., Berman, A.J., & Snyder. (2012). Values, ethics, and advocacy. Fundamentals of nursing: Concepts, process, and practice 9th edition (pp. 93-95). New Jersey, NJ: Pearson Education, Inc.

Purwanto, Hery. (1994). Komunikasi Untuk Perawat. Jakarta: EGC

Potter, P. A. dan Perry, A. G. (2005). Fundamentals of Nursing: Concepts, Process, and Practice. 5th Ed. St. Louis, MI: Elsevier Mosby.

Potter, P.A & Perry, A.G. (2005). Fundamental of Nursing:Concepts, Process and Practice 6th ed. St. Louis: Mosby

(9)

Suryani. (2005). Komunikasi Terapeutik : Teori dan Praktik. Jakarta: EGC

Referensi

Dokumen terkait

teori yang dikemukakan kolb dan pembelajaran yang cocok untuk peserta didik bergaya belajar diverger diatas cocok karena dari hasil pembelajaran dan pengamantan di

Sumber data dalam penelitian ini adalah dari mana data dapat diperoleh. 10 Sedangkan menurut Lofland menyatakan bahwa sumber data dalam penelitian kualitatif adalah

Diabetes mellitus merupakan keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik

APIP sebagai “watchdog,” dalam wajah lain adalah konsultan untuk mencari solusi dari carut­marut terjadinya tindak KKN. APIP dari wajah yang lain adalah juga berperan dalam

jadi laba bersih UKM setiap satu ikan asap yaitu Rp.205/buah (wawancara Ibu Maryati, 2016). Untuk gaji karyawan model harian yaitu karyawan laki-laki Rp.60.000/hari dan

Pada penderita pneumonia yang disebabkan oleh bakteri terapi yang diberikan yaitu dimulai dengan pemberian antibiotik secara empiris dengan antibiotik yang

Melalui kegiatan membaca teks “Kegiatan Saat Jam Istirahat” pada salindia yang diberikan melalui google form , peserta didik dapat mengidentifikasi ungkapan atau

Berdasarkan pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran Project Based Learning (PjBL) dapat meningkatkan kreativitas dan hasil