• Tidak ada hasil yang ditemukan

Wajah Kota dan Kebudayaan Kita

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Wajah Kota dan Kebudayaan Kita"

Copied!
3
0
0

Teks penuh

(1)

Wajah Kota dan Kebudayaan Kita

Oleh Rahmatul Ummah (Pegiat Diskusi Majelis Kamisan Cangkir)

Memasuki Kota Bandar Lampung dari Jalan Lintas Sumatera, kita akan di sambut dengan tulisan besar dan Megah berwarna merah Bandar Lampung City, seolah tak puas dengan itu di atas gapura yang menjadi pintu gerbang Kota Bandar Lampung pun tertulis kalimat

lailaha illa Allah yang ditulis dengan aksara Arab dan ucapan selamat datang di Kota Bandar Lampung dengan aksara Lampung, Ironisnya, menurut ahli aksara Lampung, tulisan dalam aksara Lampung justeru salah.

Konon, tulisan-tulisan tersebut menghabiskan dana milyaran. Menata wajah kota agar terlihat menarik dan seksi, memang tak perlu sungkan mengeluarkan biaya besar. Mengenalkan Lampung dengan kekayaan tradisi dan kebudayaannya, sehingga benar-benar menjadi daerah yang membanggakan wajib didukung oleh semua warga Lampung, kita harus selalu bangga mengatakan, “Kami Orang Lampung” dan senantiasa punya alasan untuk mencintai

Lampung.

Kota Bandar Lampung sebagai Ibukota Provinsi adalah refresentasi seluruh Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung. Bandar Lampung adalah gambaran wajah Lampung secara

keseluruhan.

Lantas, benarkah kita selalu punya alasan untuk mencintai bangga dengan Lampung? Zulkarnain Zubairi (Udo Z Karzi) menjawabnya, “Aku ingin berkata, di kota ini ada kesibukan luar biasa dari penduduknya yang semakin padat, ada banyak kendaraan, ada banyak sampah, ada juga banjir, polusi, dan sebagainya sebagai sesuatu yang inheren dengan masalah perkotaan pada umumnya. Kesemuanya mengarah pada satu harapan agar rekanku yang menjengukku di kota ini mendukung sebuah kesimpulan bahwa Bandar Lampung adalah kota kebanggaan orang Lampung. (Nuansa Lampung Post, 26/1)

Meski sebenarnya itu adalah jawaban frustasi, tetapi paling tidak Udo Z Karzi masih memiliki alasan untuk membanggakan Bandar Lampung.

Untuk melengkapi sinisme kebanggaannya itu, Udo Z Karzi dalam tulisan yang sama di paragraf terakhir menulis, ruang publik (publik space) hampir tak ada di Bandar Lampung. Tanah-tanah berubah menjadi hutan beton. Memang, ada beberapa taman seperti taman Dwipangga, tetapi jangan membayangkan akan mendapatkan suasana nyaman layaknya ketika seseorang berada di taman. Lahannya terlalu sempit untuk bisa bermain dan menikmati udara dari bunga atau pepohonan yang tumbuh.

Beberapa taman—sebenarnya tidak tepat dikatakan taman karena terlalu kecil—justru menjadi tempat nangkring gelandangan dan pengemis. Di Beberapa tempat bukit-bukit dikeruk demi kepentingan sesaat bagi mereka yang butuh tanah, batu, atau tempat

permukiman baru. Bandar Lampung menjadi kota yang tandus. Hutan kota menjadi semakin sirna.

(2)

fi’il pesinggiri dan seluruh turunannya, sehingga tersosialisasikan dengan baik dari generasi ke generasi.

Menata Wajah Kota

Membangun masa depan kota, bukan soal membangun keramaian, pusat-pusat belanja dan kepadatan serta hilir-mudik manusia, namun membangun kota berarti juga membangun manusia, mentalitas dan kepribadiannya, sehingga kota tidak diisi oleh orang-orang yang justeru teralienasi dari lingkungannya.

Bandar Lampung sebagai sebuah kota, tidak boleh memiliki jarak dengan kemanusiaan, di sinilah pentingnya untuk membicang ulang kota, sebagai tempat tinggal manusia yang berbudaya, sebagai tempat tinggal bersama, yang memiliki ruang publik untuk menjadi tempat mereka berinteraksi dan membangun rasa solidaritas sosial antar warga kota.

Proses eksploitasi lahan perkotaan yang tidak proporsional makin menunjukkan fenomena sosial masyarakat perkotaan yang makin tersegmentasi baik secara fisik maupun sosial. Padahal, proses segmentasi masyarakat perkotaan inilah yang disinyalir para ahli sosial sebagai ancaman terjadinya berbagai konflik di masyarakat. Makin terpecah-pecahnya ruang fisik dan ruang sosial mengakibatkan hilangnya trust (kepercayaan), network (jaringan) atau hubungan sosial, dan local wisdom (kearifan lokal) yang ada di masyarakat. Padahal ketiga faktor tersebut merupakan modal sosial yang seharusnya tetap dipelihara dalam kehidupan bermasyarakat.

Kita tidak menginginkan warga Lampung tersegmentasi dan akhirnya menjadi sangat

individualistik, yang bergerak ke arah saling tidak mengenal dan akhirnya kehilangan tradisi, budaya dan identitasnya sebagai orang Lampung dan makhluk sosial, yang seharusnya saling membutuhkan, untuk itu diperlukan ruang publik sebagai rumah bersama untuk

mengembalikan semangat kesetiakawanan sosial tersebut.

Secara sederhana, yang dimaksud ruang publik adalah ruang yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat umum sepanjang waktu, tanpa dipungut bayaran (Danisworo, 2004). Baskoro Tedjo (2005) mendefinisikan ruang publik sebagai ruang yang netral dan terbuka untuk siapa saja, untuk berkegiatan dan berinteraksi sosial.

Dalam konteks yang lebih luas, ruang publik sebagai sub-sistem dari kota, memiliki peran sangat penting dalam mengontrol, mengendalikan dan menegaskan orientasi perkembangan ruang kota secara morfologis maupun sosiologis. Ruang publik Lampung harus mampu mengenalkan tradisi dan identitas Lampung serta kebaikan-kebaikan di dalamnya, tak penting menggunakan istilah-istilah impor yang asing dan sok keren, namun keropos substansi.

Ruang publik bukanlah nama, namun konsep dan tempat berinteraksi yang bisa memproduksi nalar publik. Warga kota akan menjadi para pekerja produktif dan pekerja kreatif, dan akhirnya merekalah yang akan merencanakan masa depan kota dan menciptakan pekerjaan, gagasan-gagasan baru, serta konten kreatif.

(3)

ahli sosio-ekonomi Richard Florida sebagai kelas kreatif (creative class) yang menjadi penggerak ekonomi kota di masa depan.

Referensi

Dokumen terkait

menguji signifikasi koefisien korelasi.. Dengan demikian koefisien korelasi sebesar 0,6058 adalah signifikan. Selanjutnya dihitung besarnya kontribusi mengikuti gerakan

orang lain yang dijamin oleh hukum (termasuk tapi tidak terbatas pada hak yang bersifat pribadi, kebebasan, hak kebendaan, kehormatan, nama baik ataupun hak perorangan

Usman dkk., (2016:187) dalam penelitiannya menyatakan bahwa proses pemberian motivasi kepada siswa dapat menentukan hasil belajar, untuk meningkatkan motivasi siswa dalam

Studi dokumentasi merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan peneliti kualitatif untuk mendapatkan gambaran dari sudut pandang subjek melalui suatu media tertulis

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh yang signifikan penggunaan metode Yanbu’a terhadap kemampuan membaca Al- Qur’an pada mata pelajaran

Memberikan wewenang kepada Dewan Komisaris Perseroan untuk menunjuk Akuntan Publik yang telah memperoleh izin untuk memberikan jasa sebagaimana diatur dalam

This type of activity included transportation of goods and passengers using the aircraft flight arranged by the company that operates in the city

Finally, the experiment-related Atlas pages for NMR entries now contain links to any NMR-related resources at PDBe and BMRB as well as to the Vivaldi viewer for interactive analysis