• Tidak ada hasil yang ditemukan

Visi Perusahaan dan Teknologi Informasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Visi Perusahaan dan Teknologi Informasi"

Copied!
4
0
0

Teks penuh

(1)

P e n d a h u l u a n

SERI 999 E-ARTIKEL SISTEM DAN TEKNOLOGI INFORMASI PROF. RICHARDUS EKO INDRAJIT

HALAMAN 1 DARI 4 (C) COPYRIGHT BY RICHARDUS EKO INDRAJIT, 2012

Visi Perusahaan dan Teknologi Informasi

oleh Prof. Richardus Eko Indrajit - indrajit@post.harvard.edu

EKOJI

999

Nomor 110, 27 Desember 2012

(2)

Teknik pendekatan top‐down banyak digunakan dalam teori‐teori manajemen. Salah satunya  adalah dalam penyusunan strategi  implementasi  sistem  informasi. Strategi sistem informasi  pada hakekatnya tidak boleh terlepas dari strategi  korporat secara keseluruhan, dimana visi  dan misi  dari  perusahaan  dicanangkan  sebagai  target  tertinggi  yang  hendak  dicapai.  Pada  tingkat menengah, perusahaan akan menentukan beberapa obyektif yang harus dicapai dalam  jangka waktu tertentu, yang diperlengkapi dengan ukuran‐ukuran kinerja sebagai instrumen  kontrol. Berdasarkan perangkat kontrol inilah disusun taktik jangka pendek, menengah,  dan  panjang  yang  akan  secara  langsung  berhubungan  terhadap  penciptaan  strategi  sistem  informasi.

Terkadang terasa sulit bagi seorang praktisi teknologi informasi untuk membuat strategi yang  cocok  bagi perusahaan.  Di satu pihak harus  meyakinkan manajemen puncak  bahwa strategi  jitu akan meningkatkan kinerja perusahaan sehingga sepadan dengan investasi yang ditanam,  sementara  di  pihak  lain  harus  dapat mengatasi permasalahan pertumbuhan teknologi  yang  teramat  sangat  cepat.  Lepas  dari  permasalahan itu semua,  telah disepakati  bahwa  strategi  sistem  informasi  harus  sejalan  atau  ‘align’  dengan  strategi  perusahaan.  Bagaimana  bentuk  ‘alignment’  tersebut?  Berikut  adalah kerangka  ringkas  yang  diusulkan  beberapa  konsultan  internasional.

Secara  prinsip,  misi  ditetapkan  sebagai  jawaban  terhadap  visi  yang  telah  ditetapkan  sebelumnya.  Disamping  itu,  dalam  menentukan  misi,  biasanya  ada  hal  lain  yang  mempengaruhi,  yaitu value (nilai‐nilai  dalam  kehidupan  yang  antara  lain  dipengaruhi  oleh  kultur, etika, sejarah, dan lain‐lain). Contohnya di Indonesia dimana nilai‐nilai Pancasila harus  selalu tercermin dalam  setiap sendi kehidupan.  Dalam perusahaan, biasanya nilai‐nilai  yang  dilihat adalah profesionalisme, etika bisnis, entrepreneur, dan hal‐hal terkait lainnya. 

Misi masih merupakan sesuatu yang memiliki arti global dan cenderung generik. Oleh karena  itu,  beberapa  ditentukan  beberapa  obyektif  yang  ingin  dicapai  dalam  beberapa  hal  sehubungan dengan misi yang dicanangkan tersebut.

SERI 999 E-ARTIKEL SISTEM DAN TEKNOLOGI INFORMASI PROF. RICHARDUS EKO INDRAJIT

(3)

Sumber: Renaissance Advisors, 1996

Sebuah perusahaan  yang  memiliki  misi  untuk  menjadi  perusahaan kurir  tercepat  di  dunia,  memiliki  beberapa  obyektif  yang  harus  dicapai.  Biasanya  obyektif  yang  ditetapkan  bersifat  customer oriented seperti:

Memberi  kepuasan pelanggan  individu  dengan cara  melakukan  pengiriman  barang‐

barang ke seluruh dunia secara cepat dan aman.

Memberikan fasilitas‐fasilitas khusus kepada pelanggan korporat yang secara periodik 

mengirimkan barang‐barangnya ke seluruh penjuru dunia.

Sedangkan contoh obyektif yang lebih bersifat internal (back of�ice) adalah:

Menjadikan  seluruh  kantor‐kantor  cabang  di  dunia  sebagai  perusahaan  dengan 

fasilitas pelayan pelanggan terbaik.

Meningkatkan  kompetensi  sumber  daya  manusia  perusahaan  sehingga  memiliki 

tingkat profesionalisme yang tinggi.

Bagi  beberapa perusahaan  besar,  terkadang obyektif masih terlalu umum  sifatnya  sehingga  diperlukan  breakdown  selanjutnya  yang  dikenal  sebagai  critical  success  factors  atau  key  success  factors.  Untuk  masing‐masing  obyektif,  biasanya  ditetapkan point‐point  utamanya.  Misalnya,  critical success  factors dari  obyektif “memberi  kepuasan nasabah bank  di  seluruh  penjuru tanah air” adalah: fasilitas komputer yang canggih; kantor‐kantor cabang di seluruh  kota‐kota besar di Indonesia; fasilitas ATM di setiap titik keramaian dan pusat bisnis.

Banyak perusahaan yang besar berhenti  di sini. Artinya,  setelah menetapkan critical  success  factors, masing‐masing bagian atau divisi di dalam perusahaan langsung membuat strateginya  masing‐masing  yang  untuk  kemudian  dirinci  menjadi  kegiatan  yang  bersifat  taktis  operasional.  ‘Kesalahan’  mendasar  terjadi  di  sini,  yaitu  yang  berkaitan  dengan  masalah  pengukuran  kinerja.  Critical  success  factors  masih  sulit  dijadikan  patokan  sebagai  ukuran  keberhasilan atau pencapaian target.  Makna “memiliki komputer yang canggih” pada contoh  dapat  bermacam‐macam  intepretasinya,  seperti:  seluruh  peralatan  merupakan  instrumen  paling mutakhir (state‐of‐the‐art),  seluruh fungsi manajemen tanpa kecuali mempergunakan 

SERI 999 E-ARTIKEL SISTEM DAN TEKNOLOGI INFORMASI PROF. RICHARDUS EKO INDRAJIT

(4)

fasilitas  komputer,    atau  mungkin  peralatan  yang  dipergunakan  merupakan  standar  internasional.  Bagaimana  seorang  manajer  dapat  mengukur  dengan  tepat  kinerjanya  jika  tidak ada satuan yang jelas? Ada pepatah mengatakan: “something that can not be measured,  can not be managed…”

Pemecahan  yang  ditawarkan  adalah  penggunaan  ukuran  kinerja  yang  dalam  istilah  manajemennya adalah key performance measures. Pada dasarnya, dalam menentukan ukuran  kinerja perusahaan, manajemen harus berani mengeluarkan sebuah angka (atau range) yang  merupakan batas atau standar kinerja yang ingin dicapai. Contohnya adalah sebagai berikut:  yang dimaksud “memiliki sumber daya manusia yang berkualitas” (salah satu critical  succes  factors  yang telah  disepakati) berarti  memiliki  40%‐60% karyawan  dengan  latar  belakang  pendidikan  sarjana  S1 dan  minimum 10%  memiliki  pendidikan sarjana S2.  Contoh lainnya  adalah: sebuah sistem inventori dikatakan memiliki performansi yang baik apabila rata‐rata  service level‐nya berkisar  antara 95%‐99%.  Biasanya,  setiap  divisi  dalam  perusahaan akan  mende�inisikan key  performance  measures‐nya  untuk  masing‐masing  critical  succes  factor  yang dide�inisikan. Sebagai catatan tambahan, biasanya untuk masing‐masing critical success  factor, akan terdapat lebih dari satu key performance measure.

Berdasarkan angka‐angka target tersebutlah perusahaan akan menyusun strategi operasional  sehari‐hari. Dengan kata lain, tidaklah perlu bagi seorang manajer untuk memikirkan apakah  tindakan  sehari‐hari  yang  dilakukan  align  dengan  visi  dan  misi  perusahaan  atau  tidak,  melainkan cukup baginya untuk memfokuskan diri dengan melakukan usaha untuk mencapai  angka‐angka  yang  telah  dicanangkan  tersebut  (karena  angka‐angka  key  performance  indicators secara sistematis merupakan penurunan dari visi dan misi yang ada).

‐‐‐ akhir dokumen ‐‐‐

SERI 999 E-ARTIKEL SISTEM DAN TEKNOLOGI INFORMASI PROF. RICHARDUS EKO INDRAJIT

Referensi

Dokumen terkait

Dengan AoA, maka mastermind (pola pikir) pertanian adalah dengan memberlakukannya sebagai produk industri atau manufaktur yang di- perdagangkan secara bebas. Intinya tidak

Perlakuan dengan 0,50 ml ekstrak buah mengkudu merupakan dosis optimum untuk menghambat per- tumbuhan bakteri V. harveyi secara in vitro karena pada 0,50 ml menghasilkan rerata

W : Jasa konsultasi dapat meliputi jasa-jasa Konsultation (consultations), Jasa pemberian saran profesional (advisory service), Jasa Implementasi, Jasa Transaksi,

Menganalisis hubungan tingkat pengetahuan HIV/ AIDS dengan perilaku seksual pada penasun di Indonesia tahun 2015 setelah dikontrol oleh variabel lainnya (Akses program

Adapun untuk sasaran strategis ini, pada Triwulan I tahun 2017, indikator pertumbuhan ekspor non migas menunjukkan tingkat capaian 525,36%, indikator peringkat Brand Finance:

Puji syukur alhamdulillah saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan taufiq dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaiakan Tesis dengan judul

Berdasarkan hasil korelasi parsial dan uji signifikansi koefisien korelasi parsial menunjukkan bahwa profitabilitas berpengaruh terhadap kebijakan dividen yang berarti

Dendeng ikan dengan perlakuan K1 pada hari ke-5, rata-rata panelis memberikan angka 3 yang merupakan kriteria dengan warna coklat tanpa penampakan jamur namun, pada