• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pelatihan dan Disiplin Kerja Te

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pengaruh Pelatihan dan Disiplin Kerja Te"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Pengaruh Pelatihan dan Disiplin Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Pada Yayasan Pendidikan Telkom

Astri Wulandari1, Dini Turipanam Alamanda2

Sekolah Manajemen Telekomunikasi dan Media

Institut Manajemen Telkom Bandung

Abstract

The purpose of this study is to determine how the effect of job training and discipline toward employee performance at Telkom Education Foundation (YPT) either partially or simultaneously at the same time to find out how much that effect. The method used in this research is survey method, by distributing questionnaires to all YPT employees and equipped with secondary data from both available literature from inside and outside of YPT. The results using multiple regression analysis shows there is very strong and positive effect of job training toward employee performance of 0.830. Subsequent analysis of the effect of work discipline toward employee performance is also very strong and positive with a coefficient of determination value of 0.728. And when tested it simultanously there is effect of job training and discipline toward employee performance of 85.8%. From those results it couldbe concluded that the training program and work discipline are applied at YPT has been very strong and positive impact toward employee performance.

Keywords: Job training, Work discipline, Employee performance, Multiple regression, Telkom Education Foundation (YPT)

Pendahuluan

Sumber daya manusia yang berkualitas merupakan salah satu unsur penentu keberhasilan Yayasan Pendidikan Telkom (YPT). Bertitik tolak dari pola pikir tersebut, pengelola YPT menyadari betul bahwa pelatihan dan disiplin kerja merupakan hal-hal yang diperlukan guna mencapai hasil maksimal kinerja karyawannya. Adanya pelatihan dan disiplin kerja karyawan akan menciptakan output secara maksimal yaitu penyediaan data dan informasi secara cepat, tepat, dan berkualitas serta arus informasi yang mengalir dengan deras sesuai tuntutan masyarakat seiring dengan laju pekembangan YPT.

Pada dasarnya pelaksanaan pelatihan tidak akan berjalan dengan lancar tanpa adanya dukungan dari berbagai pihak antara pihak pimpinan, pemberi pelatihan maupun peserta pelatihan itu sendiri (karyawan). Pelatihan yang baik diharapkan mampu mengarahkan karyawan YPT untuk bekerja lebih baik dari sebelumnya, dengan demikian YPT memberikan pelatihan yang terarah dan intensif yang mampu diaplikasikan dalam dunia kerja sehari-hari. Selain pelatihan terarah dan intensif, YPT pun menerapkan disiplin kepada karyawannya baik dalam ketepatan waktu bekerja, ketepatan penyelesaian tugas maupun disiplin-disiplin yang lain. Didasari dua fenomena diatas, maka penelitian ini ditujukan untuk mengetahui pengaruh pelatihan (X1) dan disiplin (X2) tersebut terhadap kinerja karyawan YPT (Y) baik secara parsial maupun simultan.

Kajian Literatur

(2)

membuat tantangan selanjutnya menjadi hal yang mudah dilewati oleh orang-orang yang terlatih (Tai, 2004).

Pelatihan merupakan suatu kegiatan yang berkaitan dengan aktivitas ekonomi guna membantu para karyawan dalam memahami suatu pengetahuan praktis dan penerapannya, serta meningkatkan keterampilan, kecakapan dan sikap yang diperlakukan oleh organisasi dalam mencapai tujuannya (Heidjrachman dan Suad, 2001 : 77).

Adeniyi (1995) mengamati bahwa proses pelatihan dan pengembangan terhadap staf merupakan sebuah aktifitas kerja yang memunyai kontribusi signifikan terhadap efektivitas dan keuntungan organisasi secara keseluruhan. Sedangkan Oribabor (2000) berpendapat bahwa kegiatan pelatihan dan pengembangan dapat meningkatkan kompetensi seperti teknis, SDM, konsep dan manajerial untuk kemajuan perusahaan.

Metode pelatihan dan pengembangan antara lain mencakup (Olaniyan, D. A dan Lucas. B. Ojo, 2008):

1. On the job training/coaching

Hal ini berkaitan dengan pelatihan formal dalam pekerjaan. Seorang karyawan menjadi berpengalaman dalam pekerjaannya dari waktu ke waktu karena modifikasi perilaku pekerjaan pada pelatihan atau penguasaan keterampilan.

2. Pendahuluan/ orientasi

Ini diberlakukan bagi karyawan yang baru masuk untuk membuat mereka paham dengan persyaratan perusahaan seperti norma, etika, nilai, aturan dan peraturan.

3. Masa belajar (apprenticenship)

Metode pelatihan di mana karyawan tidak terampil bisa menjadi orang terampil 4. Penyajian

Menjelaskan dengan contoh, dimana karyawan terampil mampu melakukan pekerjaan dan yang tidak terampil mengamati dengan dekat sehingga mampu memahami masa depan pekerjaan (vestibule)

5. Penyesuaian industri (vestibule)

Hal ini dilakukan melalui permintaan industri untuk tujuan keterampilan dan transfer teknologi. Hal tersebut mampu dicapai melalui penempatan individu dalam bidang lain kerja dan perusahaan yang relevan. Efeknya adalah kemampuan keterampilan praktis dan khusus.

6. Pelatihan Formal

Sebuah proses pengajaran praktis dan teoritis yang bisa dilakukan baik di dalam maupun di luar perusahaan. Ketika pelatihan dilakukan di dalam perusahaan, dinamakan in-house training dan jika dilakukan di luar dinamakan off-house training.

Menurut Gibson, Ivanicevich dan Donelly (1999 : 52) tiga variabel yang mempengaruhi perilaku dan kinerja karyawan adalah :

1. Variabel individu, meliputi kemampuan, keterampilan, mentak fisik : latar belakang terdiri dari keluarga keluarga dekat, tingkat sosial, pengalaman; demografis meliputi umur, asal usul, jenis kelamin.

2. Variabel organisasi, meliputi : sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur organisasi dan desain pekerjaan.

3. Variabel psikologis, meliputi persepsi, sikap keperibadian, perilaku motivasi dan lainnya.

(3)

kinerja yang baik. Dan tantangan bagi karyawan yang tidak berkinerja baik adalah untuk memastikan bahwa kurangnyan keterampilan merupakan alasan nyata bagi kinerja yang buruk, dengan demikian manajemen disiapkan untuk mendukung karyawan dalam menerapkan keterampilan baru dalam sekali pelatihan komplit. Manajemen dan serikat pekerja harus bekerja sama untuk membantu benar masalah pribadi yang memiliki efek negatif pada kinerja karyawn. Elemen kunci dalam menciptakan sukses bantuan karyawan program untuk menangani masalah ini adalah membuat program agar karyawan tahu, memahami, dan percaya memiliki atasan dan pengurus serikat yang terampil dalam menghadapi karyawan mengenai kinerja mereka dengan cara mendukung dan bertanggung jawab.Meskipun manajemen bertanggung jawab untuk mengembangkan kebijakan disiplin resmi, perlu dikaji dengan oleh serikat pekerja sebagai masukan. Manajemen dan serikat pekerja harus berkolaborasi dalam menginformasikan kepada karyawan mengenai kebijakan dan penjelasaanya dan memastikan disediakannya jalur hukum bagi karyawan yang mengajukan banding atas disiplin tersebut.

Pada dasarnya banyak indikator-indikator yang mempengaruhi tingkat kedisiplinan karyawan suatu organisasi. Hasibuan (2000 : 191 – 195) menyebutkan 8 indikator yang mempengaruhi kedisiplinan karyawan, yaitu :

1. Tujuan dan Kemampuan

Tujuan dan kemampuan ikut mempengaruhi tingkat kedisiplinan karyawan. Tujuan yang harus dicapai harus jelas dan ditetapkan secara ideal serta cukup menantang bagi kemampuan karyawan. Hal ini berarti bahwa tujuan (pekerjaan) yang dibebankan kepada karyawan harus sesuai dengan kemampuan karyawan bersangkutan, agar dia bekerja sungguh-sungguh dan disiplin dalam mengerjakannya. Akan tetapi, jika pekerjaan itu di luar kemampuannya atau jauh di bawah kemampuannya maka kesungguhan dan kedisiplinan karyawan rendah. Misalnya : pekerjaan untuk karyawan berpendidikan SMU ditugaskan kepada seorang Sarjana, atau pekerjaan untuk sarjana ditugaskan bagi karyawan berpendidikan SMU. Jelas karyawan bersangkutan kurang berdisiplin dalam melaksanakan pekerjaannya itu. Disinilah letak pentingnnya asas the right man on the right place and the right man on the right job.

2. Teladan Pimpinan

Teladan pimpinan sangat berperan dalam menentukan kedisiplinan karyawan karena pimpinan dijadikan teladan dan panutan oleh para bawahannya. Pimpinan yang harus memberi contoh yang baik, berdisiplin, jujur, adil serta sesuai kata dengan perbuatan. Dengan teladan pimpinan yang baik, kedisiplinan bawahan pun akan ikut baik. Jika teladan pimpinan kurang baik (kurang berdisiplin), para bawahan pun akan kurang disiplin. Pimpinan jangan mengharapkan kedisiplinan bawahannya baik jika dia sendiri kurang disiplin. Pimpinan harus menyadari bahwa perilakunya akan dicontoh dan diteladani bawahannya. Hal inilah yang mengharuskan pimpinan mempunyai kedisiplinan yang baik agar para bawahannya pun mempunyai disiplin yang baik pula.

3. Balas Jasa

(4)

4. Keadilan

Keadilan ikut mendorong terwujudnya kedisiplinan karyawan, karena ego dan sifat manusia yang selalu merasa dirinya penting dan minta diperlakukan sama dengan manusia lainnya. Keadilan yang dijadikan dasar kebijaksanaan dalam pemberian balas jasa (pengakuan) atau hukuman akan merangsang terciptanya kedisiplinan karyawan yang baik. Manajer yang cakap dalam memimpin selalu berusaha bersikap adil terhadap semua bawahannya. Dengan keadilan yang baik akan menciptakan kedisiplinan yang baik pula. Jadi keadilan harus diterapkan dengan baik di setiap perusahaan supaya kedisiplinan karyawan meningkat. 5. Waskat

Waskat (pengawasan melekat) adalah tindakan nyata dan paling efektif dalam mewujudkan kedisiplinan karyawan perusahaan. Dengan waskat berarti atasan harus aktif dan langsung mengawasi perilaku, moral, sikap, gairah kerja, dan prestasi kerja bawahannya. Hal ini berarti atasan harus selalu ada/hadir di tempat kerja agar dapat mengawasi dan memberikan petunjuk jika ada bawahannya yang mengalami kesulitan dalam menyelesaikan pekerjaannya. Dengan waskat, atasan secara langsung dapat mengetahui kemampuan dan kedisiplinan setiap individu bawahannya, sehingga kondite setiap bawahan dinilai objektif. Waskat bukan hanya mengawasi moral kerja dan kedisiplinan karyawan saja, tetap juga harus mencari sitem kerja yang lebih efektif untuk mewujudkan tujuan organisasi, karyawan, dan masyarakat. Dengan sistem yang baik akan tercipta internal kontrol yang dapat mengurangi kesalahan-kesalahan dan mendukung kedisiplinan serta moral kerja karyawan. Jadi, waskat menuntut adanya kebersamaan aktif antara atasan dengan bawahan dalam mencapai tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat. Dengan kebersamaan aktif antara atasan dengan bawahan, terwujudnya kerja sama yang baik dan harmonis dalam perusahaan yang mendukung terbinanya kedisiplinan karyawan yang baik.

6. Sangsi Hukuman

Sangsi hukuman berperan penting dalam memelihara kedisiplinan karyawan. Dengan sangsi hukuman yang semakin berat, karyawan akan semakin takut melanggar peraturan-peraturan perusahaan, sikap dan perilaku indisipliner karyawan akan berkurang. Berat ringannya sangsi hukuman yang akan diterapkan ikut mempengaruhi baik/buruknya kedisiplinan karyawan. Sangsi hukuman harus ditetapkan berdasarkan pertimbangan logis, masuk akal, dan diinformasikan secara jelas kepada semua karyawan. Sangsi hukuman seharusnya tidak terlalu ringan atau terlalu berat supaya hukuman itu tetap mendidik karyawan untuk mengubah perilakunya. Sangsi hukuman hendaknya cukup wajar untuk setiap tingkatan indisipliner, bersifat mendidik, dan menjadi alat motivasi untuk memelihara kedisiplinan dalam perusahaan.

7. Ketegasan

Ketegasan pimpinan dalam melakukan tindakan akan mempengaruhi kedisiplinan karyawan perusahaan. Pimpinan harus berani dan tegas, bertindak untuk menghukum setiap karyawan yang indisipliner sesuai dengan sangsi hukuman yang telah ditetapkan. Pimpinan yang berani bertindak tegas menerapkan hukuman bagi karyawan yang indisipliner akan disegani dan diakui kepemimpinannya oleh bawahan. Dengan demikian, pimpinan akan dapat memelihara kedisiplinan karyawan perusahaan. Sebaliknya apabila seorang pimpinan kurang tegas atau tidak menghukum karyawan yang indisipliner, sulit baginya untuk memelihara kedisiplinan bawahannya, bahkan sikap indisipliner karyawan semakin banyak karena mereka beranggapan bahwa peraturan dan sangsi hukumannya tidak berlaku lagi. Pimpinan yang tidak tegas menindak atau menghukum karyawan yang melanggar peraturan, sebaiknya tidak usah membuat peraturan atau tata tertib pada perusahaan tersebut.

8. Hubungan Kemanusiaan

(5)

semua karyawannya. Terciptanya hubungan manusia yang serasi akan mewujudkan lingkungan dan suasana kerja yang nyaman. Hal ini akan memotivasi kedisiplinan yang baik pada perusahaan. Jadi, kedisiplinan karyawan akan tercipta apabila hubunan kemanusiaan dalam organisasi tersebut baik.

Dari literatur diatas maka diangkat kerangka pemikiran yang digambarkan dalam Gambar 1.

ryx1

Ryx1x2

ryx2

Gambar 1

Kerangka Berpikir Penelitian

Keterangan :

X1 = Variabel bebas (Pelatihan), X2 = Variabel bebas (Disiplin Kerja), Y = Variabel terikat (Kinerja Karyawan), ryx1 = Korelasi parsial antara variabel Pelatihan terhadap variabel Kinerja Karyawan, ryx2 = Korelasi parsial variabel Disiplin Kerja terhadap variabel Kinerja Karyawan, R = Korelasi simultan variabel Pelatihan dan Disiplin Kerja terhadap variabel Kinerja Karyawan.

Adapun hipotesis yang dapat penulis kemukakan adalah sebagai berikut :

1.Diduga ada pengaruh positif dan signifikan antara Pelatihan (X1) terhadap Kinerja Karyawan (Y).

2. Diduga ada pengaruh positif dan signifikan antara Disiplin Kerja (X2) terhadap Kinerja Karyawan (Y).

3. Secara simultan diduga ada pengaruh positif antara Pelatihan (X1) dan Disiplin Kerja (X2) tehadap Kinerja Karyawan (Y).

Untuk menguji hipotesis-hipotesis tersebut digunakan teknik analisis berganda. Analisis statistik yang digunakan adalah Analisis Regresi Berganda (Sugiyono, 2007 : 211) dengan menggunakan rumus persamaan regresinya adalah berikut ini :

Ϋ = a+ b1 X1 + b2 X2+ ……+ bn Xn+ e……….(1)

Dimana :

Y = Kinerja Karyawan

a = Konstanta Pelatihan

(X1)

Kinerja Karyawan (Y)

Disiplin Kerja

(6)

X1 = Pelatihan

X = Disiplin Kerja

b1, b2 = Koefisien regresi

e = Residual.

Uji t

Untuk mengetahui “Pengaruh Pelatihan dan Disiplin Kerja terhadap Kinerja Karyawan” dengan keputusan uji adalah menggunakan uji parsial dengan rumus :

……….(2)

Dimana :

r = Nilai Korelasi Parsial, n = Jumlah Sampel

Uji t antara variabel independen dengan variabel dependen mengunakan keputusan uji sebagai berikut :

Jika thitung > ttabel maka Ho ditolak ada pengaruh signifikan.

Jika thitung < ttabel maka Ho tidak ditolak, tidak ada pengaruh signifikan

Uji F

Uji F digunakan untuk mengetahui signifikan atau tidaknya variabel independen (X1, dan X2) secara simultan dengan variabel dependen (Y) yakni : Pelatihan (X1) dan Disiplin Kerja (X2) terhadap Kinerja Karyawan (Y) dengan menggunakan rumus :

……….(3)

Dimana :

R2= Koefisien Determinasi Ganda, k = Jumlah Variabel Independen, n = Jumlah anggota sampel.

Setelah dilakukan Uji Fhitung penulis akan menggunakan keputusan uji berikut ini :

Ho = diterima jika Fhitung > dari Ftabel ada pengaruh signifikan antara variabel independen terhadap variabel dependen.

Ho = ditolak jika Fhitung < dari Ftabel tidak ada pengaruh signifikan antara variabel independen terhadap variabel dependen.

Penentuan nilai kritis dari Fhitung di lanjutkan dikonsultasikan dengan Ftabel. Untukderajat bebas (DK) pembilang 2 dan derajat kebebasan penyebut (n – k – 1) tingkat signifikansinya () 5% maupun 1%. Untuk mempermudah pengerjakan, digunakan alat analisis SPSS 17 dalam setiap pengujiannya.

Hasil dan Pembahasan

(7)

Tabel 1

Jumlah Karyawan Berdasarkan Pendidikan

No Pendidikan Jumlah Persentase

1 SMA 16 37,21%

2 D3 4 9,30%

3 S1 21 48,84%

4 S2 2 4,65%

Jumlah 43 100%

Sumber : Yayasan Pendidikan Telkom di Bandung Januari 2011

SMA, 37.21%

D3, 9.30%

S1 48.84%

S2, 4.65%

0.00% 10.00% 20.00% 30.00% 40.00% 50.00%

SMA D3 S1 S2

Gambar 2

Grafik Karyawan Berdasarkan Pendidikan

Berdasarkan profil diatas dapat dilihat bahwa 43 responden berdasarkan tingkat

pendidikan, berpendidikan SMA sebanyak 16 orang atau 37,21%, berpendidikan D3

sebanyak 4 orang atau 9,30%, berpendidikan S1 sebanyak 21 orang atau 48,84%,

berpendidikan S2 ada 2sebanyak atau 4,65%. Gambar 3 menyajikan profil jenis kelamin dan

(8)

Laki-Laki, 62.79%

Perempuan, 37.21%

0.00% 20.00% 40.00% 60.00% 80.00%

Laki-Laki Perempuan

Gambar 3

Grafik Karyawan Berdasarkan Jenis Kelamin

< 35 Tahun 11,63%

35 - 50 Tahun, 81.39%

> 51 Tahun 6.98%

0.00% 20.00% 40.00% 60.00% 80.00% 100.00%

< 35 Tahun 35 - 50 Tahun > 51 Tahun

Gambar 4

Grafik Karyawan Berdasarkan Usia

Kemudian setelah dianalisis data responden, diuji juga validitas dan reliabitas dari kuesioner yang diajukan. Hasilnya seluruh item valid dengan nilai reliabitasnya 0, 944 untuk X1, 0,977 untuk X2, dan 0,955 untuk Y. Dengan demikian ketiga variabel mempunyai tingkat kehandalan yang sangat tinggi.

(9)

1. Normalitas

Pelatihan (X1) Disiplin Kerja (X2) Kinerja Kary awan (Y )

24 cells (100.0%) hav e expect ed f requencies less than 5. The X2tabel. Untuk variabel Disiplin Kerja (X2) diperoleh nilai X

2

hitung sebesar 7,791 sedangkan nilai X2tabel pada taraf signifikan  = 0,05 dan derajat kebebasan (df) = 23 adalah sebesar 35,172 (X2tabel terlampir). Dengan demikian X X2tabel pada taraf signifikan  = 0,05 dan derajat kebebasan (df) = 23 adalah sebesar 35,172 (X2tabel terlampir). Dengan demikian X2hitung lebih kecil daripada X2tabel. Hal ini berarti frekuensi skor/data hasil observasi untuk variabel Kinerja Karyawan berdistribusi normal atau tidak menyimpang dari frekuensi yang diharapkan

.

2. Analisis Koefisien Korelasi Parsial

(10)

Dengan menghitung KD (koefisien determinasi) dari hasil Tabel 3 didapatkan bahwa variabel Pelatihan (X1) mempunyai pengaruh sebesar 83,0% terhadap Kinerja Karyawan (Y), variabel disiplin kerja (X2) mempunyai pengaruh 72,8% % terhadap Kinerja Karyawan (Y).

3. Analisis Koefisien Korelasi Berganda

Tabel 4

Hasil Keluaran Rangkuman Model SPSS

Model Summaryb

.926a .858 .850 4.40707 2.067

Model 1

R R Square

Adjusted R Square

St d. Error of the Estimate

Durbin-Wat son

Predictors: (Constant), Disiplin Kerja (X2), Pelat ihan (X1) a.

Dependent Variable: Kinerja Kary awan (Y) b.

Tabel 5

Hasil Keluaran ANOVA Uji F SPSS

ANOVAb

4678.737 2 2339.368 120.448 .000a

776.891 40 19.422

5455.628 42 Regression

Residual Total Model 1

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Predictors: (Const ant ), Disiplin Kerja (X2), Pelatihan (X1) a.

Dependent Variable: Kinerja Kary awan (Y ) b.

(11)

Tabel 6

Hasil Keluaran Koefisien SPSS

Coeffi ci entsa

5.420 2.152 2.518 .016

.653 .108 .660 6.039 .000

.297 .108 .300 2.750 .009

(Constant) Pelatihan (X1) Disiplin Kerja (X2) Model

1

B St d. Error Unstandardized

Coef f icients

Beta St andardized Coef f icients

t Sig.

Dependent Variable: Kinerja Kary awan (Y ) a.

Dari tabel diatas didapatkan persamaan regresi berganda :

Y = 5,420 + 0,653 X1 + 0,297 X2+0,216……….(4)

Dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Nilai konstanta intersep sebesar 5,420

b. Nilai koefisen regresi variabel Pelatihan (X1) terhadap variabel Kinerja Karyawan (Y) adalah sebesar 0,653. Hal ini berarti jika variabel Pelatihan (X1) naik 1 satuan akan meningkatkan variabel Kinerja Karyawan sebesar 0,653, dengan asumsi variabel Pelatihan (X1) dan variabel Disiplin Kerja (X2) dianggap konstan.

c. Nilai koefisien regresi variabel Disiplin Kerja (X2) terhadap variabel Kinerja Karyawan (Y) adalah sebesar 0,297. Hal ini berarti jika variabel Disiplin Kerja (X2) meningkat 1 satuan maka variabel Kinerja Karyawan (Y) akan meningkat sebesar 0,297 dengan asumsi variabel Disiplin Kerja (X2), dan variabel Pelatihan (X1) dianggap konstan.

Kesimpulan

Hasil analisa dengan menggunakan regresi berganda menunjukkan terdapat pengaruh sangat kuat dan positif antara pelatihan terhadap kinerja karyawan sebesar 0,830. Analisa berikutnya mengenai pengaruh disiplin kerja terhadap kinerja karyawan juga sangat kuat dan positif dengan nilai koefisien determinasi sebesar 0,728. Dan ketika diuji secara bersamaan hasilnyapun sangat baik yaitu terdapat pengaruh pelatihan dan disiplin kerja terhadap kinerja karyawan sebesar 0,858.

Daftar Pustaka

Adeniyi, O.I. (1995). Staff training and development in Ejiogu, A. Achumba, I. Asika (eds).

Alexander, Mark. (2000). Employee Performance and Discipline Problems: A New Approach, ISBN: 0-88886-531-7. Industrial Relations Centre Queen’s University.

Gibson, Ivanicevich dan Donelly. (1999). Manajemen. Jilid 1. Jakarta: Penerbit Erlangga.

(12)

Olaniyan, D. A dan Lucas. B. Ojo. (2008). Staff Training and Development: A Vital Tool for Organisational Effectiveness. European Journal of Scientific Research ISSN 1450-216X Vol.24 No.3 (2008), pp.326-331

Oribabor, P.E. (2000). Human Resources Management, A Strategic Approval, Human Resources Management 9 (4) 21 - 24

Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Penerbit Alfabeta

Tai, W. T., (2006). Effects of Training Framing, General Self-efficacy and Training Motivation

on Trainees’ Training Effectiveness, Emerald Group Publishers, 35(1), pp. 51-65.

Gambar

Gambar 1 Kerangka Berpikir Penelitian
Gambar 2 Grafik Karyawan Berdasarkan Pendidikan
Gambar 4 Grafik Karyawan Berdasarkan Usia
Tabel 2  Hasil Keluaran Chi-square SPSS
+3

Referensi

Dokumen terkait

Perlakuan teknik penanaman dengan menggunakan mulsa (T 2 ) menghasilkan bobot umbi kentang per tanaman yang nyata lebih tinggi dari perlakuan tanpa mulsa (T 1 ) untuk setiap

Berbeda dengan hubungan antara kedua etnis yang bertikai baik di Kaliman- tan Barat maupun di Kalimantan Tengah, hubungan antara Etnis Madura sebagai etnis pendatang dengan

Grafik berikut ini menunjukkan perubahan massa anoda dan katoda pada selang waktu tertentu dalam reaksi elektrolisis larutan FeSO 4 dengan elektroda grafit..

Berdasarkan Hasil UASBN dan US ,serta hasil Rapat dewan Guru dan Kepala Sekolah SD Negeri Karanganyar tahun pelajaran / di SD Negeri Karanganyar UPTD Pendidikan Kecamatan

pelayanan tetapi permintaan tersebut tidak sesuai dengan prosedur pelayanan yang berlaku, pasien emosi / kurang sabar dan

Berdasarkan nilai indeks kesamaan, ikan kresek jantan dan betina mengkonsumsi jenis makanan yang seragam di perairan Ujung Pangkah pada setiap bulan

Metode dengan menggunakan medan magnet adalah salah satu solusi untuk dapat mengurangi kadar kapur terlarut dalam air sehingga air dapat dikonsumsi [1].. Salah

PENGEMBANGAN KEMAMPUAN GURU KIMIA DALAM MERANCANG PRAKTIKUM BERBASIS INKUIRI MELALUI PELATIHAN GURU TIPE SCAFFOLDING UNTUK MENINGKATKAN KREATIVITAS SISWA.. Universitas