• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Teori Agensi - Pengaruh Good Corporate Governance dan Corporate Social Responsibility Terhadap Tindakan Pajak Agresif Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2011 -2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Teori Agensi - Pengaruh Good Corporate Governance dan Corporate Social Responsibility Terhadap Tindakan Pajak Agresif Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2011 -2013"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Tinjauan Teoritis

2.1.1 Teori Agensi

Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan hubungan agensi terjadi

ketika satu orang atau lebih (principal) mempekerjakan orang lain (agent)

untuk memberikan suatu jasa dan kemudian mendelegasikan wewenang

pengambilan keputusan.

Agency theory

mengasumsikan bahwa setiap

manusia memiliki sifat egois yaitu mementingkan kepentingan diri sendiri.

Pemegang saham akan fokus pada peningkatan nilai sahamnya sedangkan

manajer fokus pada pemenuhan kepentingan pribadi yaitu memaksimalkan

pemenuhan kebutuhan ekonomi dan psikologisnya. Adanya benturan

kepentingan antara keduanya inilah yang memicu munculnya agency theory.

2.1.2 Pajak Agresif

(2)

Definisi tindakan pajak agresif dalam penelitian ini mengacu pada

pengertian pajak agresif yang digunakan, yaitu suatu tindakan yang

bertujuan untuk menurunkan laba kena pajak melalui perencanaan pajak

baik menggunakan cara yang tergolong atau tidak tergolong tax evasion.

Tax evasion merupakan hambatan-hambatan yang terjadi dalam

pemungutan pajak sehingga berkurangnya penerimaan kas negara. Dalam

penelitian ini, tindakan pajak agresif mempunyai lima komponen

pengukuran, yaitu effective tax rate (ETR), cash effective tax rate (CETR),

book-tax difference Manzon-Plesko (BTD_MP), book-tax difference

Desai-Dharmapala (BTD_DD) dan tax planning (TAXPLAN). ETR digunakan

karena dianggap dapat merefleksikan perbedaan tetap antara perhitungan

laba buku dengan laba fiskal (Frank et al. 2009).

(3)

kemungkinan perusahaan mendapatkan sanksi/ penalti dari fiskus pajak, dan

turunnya harga saham perusahaan, rusaknya reputasi perusahaan akibat

audit dari fiskus pajak, penurunan harga saham dikarenakan pemegang

saham lainnya mengetahui tindakan pajak agresif yang dijalankan manajer

dilakukan dalam rangka rent extraction.

Sari dan Martani (2010) juga menyatakan suatu agresivitas pelaporan

pajak adalah situasi ketika perusahaan melakukan kebijakan pajak tertentu

dan suatu hari terdapat kemungkinan tindakan pajak tersebut tidak akan

diaudit atau dipermasalahkan dari sisi hukum, namun tindakan ini berisiko

karena ketidakjelasan posisi akhir ( apakah tindakan pajak tersebut dianggap

melanggar atau tidak melanggar hukum yang berlaku).

2.1.2.1 Keuntungan dan Kerugian dari Tindakan Pajak Agresif

Sebelum memutuskan untuk melakukan suatu tindakan pajak agresif

pembuat keputusan (manajer) akan memperhitungkan keuntungan dan

kerugian dari tindakan yang akan dilakukan. Ada tiga keuntungan tindakan

pajak agresif menurut Chen et al. 2010 adalah :

1. Keuntungan berupa penghematan pajak yang akan dibayarkan perusahaan

kepada negara, sehingga jumlah kas yang dinikmati pemilik/pemegang saham

dalam perusahaan menjadi lebih besar.

2. Keuntungan bagi manajer (baik langsung maupun tidak langsung) yang

mendapatkan kompensasi dari pemilik/pemegang saham perusahaan atas tindakan

pajak agresif yang dilakukannya.

3. Keuntungan bagi manajer adalah mempunyai kesempatan untuk melakukan

rent extraction.

(4)

1. Kemungkinan perusahaan mendapatkan sanksi/penalti dari fiskus pajak, dan

turunnya harga saham perusahaan.

2. Rusaknya reputasi perusahaan akibat audit dari fiskus pajak.

3. Penurunan harga saham dikarenakan pemegang saham lainnya mengetahui

tindakan pajak agresif yang dijalankan manajer dilakukan dalam rangka rent

extraction.

Zuber (2007) menyatakan:

Between tax avoidance and tax evasion, there exist potential gray area of

aggressiveness. This gray area exists because there are tax shelters beyond what

is specifically allowed by the tax law and the tax law does not specifically address

all possible tax transaction. A bright line does not exist between tax avoidance

and tax evasion because neither term adequately describes all transactions.

Therefore, aggressive transactions and decision-making may potentially become

either tax avoidance or tax evasion i

ssues.”

Dari kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa transaksi dan pengambilan

keputusan yang agresif mungkin secara potensial dapat menjadi masalah

penghindaran pajak maupun penggelapan pajak.

2.1.3

Good Corporate Governance

(5)

proses dan mekanisme pengelolaan perusahaan berlandaskan peraturan

perundang-undangan dan etika berusaha.

Menurut

Surat

Keputusan

Menteri

BUMN

Nomor.

KEP-01/MBU/2011 Tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik

(Good Corporate Governance) terdapat 5 prinsip yang dikemukan yaitu

transparansi

(transparency),

akuntabilitas

(accountability),

pertanggungjawaban (responsibility), kemandirian (independency) dan

kewajaran (fairness). Prinsip-prinsip tersebut sangat diperlukan dalam

penerapan GCG dikarenakan sangat berkaitan dengan penyajian laporan

keuangan suatu perusahaan.

Organization for Economic Cooperation and Development

(OECD)

menyatakan bahwa

corporate governance

adalah suatu struktur hubungan

yang memiliki keterkaitan dengan tanggung jawab diantara pihak-pihak

terkait yang terdiri dari pemegang saham, anggota dewan direksi dan

komisaris termasuk manajer yang dibentuk untuk mendorong terciptanya

suatu kinerja yang kompetitif yang diperlukan dalam mencapai tujuan utama

suatu perusahaan.

(6)

Manfaat penerapan GCG ini tidak akan didapat oleh perusahaan tanpa

terlaksananya prinsip-prinsip dalam GCG tersebut. Namun prinsip-prinsip

GCG tersebut juga tidak akan terlaksana dengan baik tanpa adanya organ

perusahaan sebagai pelaksana kegiatan dalam perusahaan. Organ

perusahaan tersebut yang nantinya akan melaksanakan tugas dan fungsinya

sehingga bisa mencapai tujuan bersama perusahaan.

Menurut Komite Nasional Kebijakan

Governance

(KNKG) (2006),

organ perusahaan terdiri dari:

1.

Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Penyelenggaraan RUPS

merupakan tanggung jawab Direksi. Untuk itu, Direksi harus

mempersiapkan dan menyelenggarakan RUPS dengan baik dan

dengan berpedoman pada butir 1 dan 2 diatas. Dalam hal Direksi

berhalangan, maka penyelenggaraan RUPS dilakukan oleh

Dewan Komisaris atau pemegang saham sesuai dengan

peraturan perundang-undangan dan anggaran dasar perusahaan.

2.

Dewan Komisaris sebagai organ perusahaan bertugas dan

bertanggungjawab secara kolektif untuk melakukan pengawasan

dan memberikan nasihat kepada Direksi serta memastikan

bahwa perusahaan melaksanakan GCG. Dalam melaksanakan

tugas dan fungsinya, dewan komisaris dapat membentuk suatu

komite. Adapun komite penunjang dewan komisaris yaitu

komite audit, komite Nominasi dan Remunerasi, Komite

Kebijakan

Risiko,

dan

Komite

Kebijakan

Corporate

Governance.

3.

Dewan Direksi sebagai organ perusahaan bertugas dan

bertanggung jawab secara kolegial dalam mengelola perusahaan.

2.1.3.1 Prinsip-Prinsip Corporate Governance

Dalam Hardikasari (2011), secara umum, penerapan Corporate

Governance

secara konkret, memiliki tujuan terhadap perusahaan

sebagai berikut:

1.

Memudahkan akses terhadap investasi domestik

maupun asing.

2.

Mendapatkan cost of capital yang lebih murah.

3.

Memberikan kepuasan yang lebih baik dalam

meningkatkan kinerja ekonomi perusahaan.

(7)

5.

Melindungi direksi dan komisaris dari tuntutan hukum.

Dari berbagai tujuan tersebut pemenuhan kepentingan seluruh

stakeholder

secara seimbang berdasarkan peran dan fungsinya

masing-masing dalam suatu

perusah aan merupakan tujuan utama

yang hendak dicapai. Prinsip-prinsip dari Corporate Governance yang

menjadi indikator, sebagaimana dijelaskan oleh

Organization for

Economic Cooperation and Development (OECD), adalah:

a.

Fairness (Keadilan)

b.

Transparancy (Transparansi)

c.

Accountability (Akuntabilitas)

d.

Responsibility (Pertanggungjawaban)

e.

Independensi (independen)

Pengertian dari prinsip – prinsip diatas tersebut adalah :

a.

Fairness (Keadilan)

Prinsip keadilan

(fairness)

merupakan prinsip perlakuan

yang adil bagi seluruh pemegang saham. Keadilan disini

diartikan sebagai perlakuan yang sama terhadap para

pemegang saham, terutama kepada pemegang saham minoritas

dan pemegang saham asing dari kecurangan, dan kesalahan

perilaku

insider.

Dalam

melaksanakan

kegiatannya,

perusahaan harus senantiasa memperhatikan kepentingan

pemegang saham dan kepentingan lainnya berdasarkan asas

kewajaran dan kesetaraan.

b.

Transparancy (Transparansi)

Transparansi

adalah

adanya

pengungkapan

suatu

informasi yang terbuka, tepat waktu, serta jelas dan dapat

dibandingkan dengan keadaan yang menyangkut tentang

keuangan,

pengelolaan

perusahaan

dan

kepemilikan

perusahaan. Untuk menjaga objektivitas dalam menjalankan

bisnis, perusahaan harus menyediakan informasi yang materiil

dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami

oleh pemakai kepentingan.

c.

Accountability (Akuntabilitas)

Akuntabilitas menekankan pada pentingnya penciptaan

system pengawasan yang efektif berdasarkan pembagian

kekuasaan antara komisaris, direksi, dan pemegang saham

yang meliputi monitoring, evaluasi, dan pengendalian terhadap

manajemen untuk meyakinkan bahwa manajemen bertindak

sesuai dengan kepentingan pemegang saham dan pihak-pihak

berkepentingan lainnya.

d.

Responsibility (Pertanggung jawaban)

(8)

bahwa tanggung jawab merupakan konsekuensi logis dari

adanya wewenang, menyadari akan adanya tanggung jawab

sosial,menghindari penyalahgunaan wewenang kekuasaan,

menjadi profesional dan menjunjung etika dan memelihara

bisnis yang kuat.

e.

Independensi (independen)

Untuk

melancarkan

asas

Corporate

Governance,

perusahaan harus dikelola secara independen sehingga

masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak

dapat diintervensi oleh pihak lain. Independen diperlukan

untuk menghindari adanya potensi konflik kepentingan yang

mungkin timbul oleh para pemegang saham mayoritas.

Mekanisme ini menuntut adanya rentang kekuasaan antara

komposisi komite dalam komisaris, dan pihak luar seperti

auditor. Keputusan yang dibuat dan proses yang terjadi harus

obyektif tidak dipengaruhi oleh kekuatan pihak-pihak tertentu.

Prinsip-prinsip

transparansi,

keadilan,

akuntabilitas,

responsibilitas dan independen

Corporate Governance

dalam

mengurus perusahaan, sebaiknya diimbangi dengan

Good Faith

(bertindak atas iktikad baik) dan kode etik perusahaan serta pedoman

Corporate Governance, agar visi dan misi perusahaan dapat terwujud.

Pedoman

Corporate Governance

yang telah dibuat oleh komite

nasional

Corporate Governance

hendaknya dijadikan kode etik

perusahaan yang dapat memberikan acuan pada pelaku usaha untuk

melaksanakan

Corporate

Governance

secara

konsisten

dan

konsekuen. Hal ini penting karena mengingat kecenderungan aktifitas

usaha yang semakin mengglobal dan dapat dijadikan sebagai ukuran

perusahaan untuk menghasilkan suatu kinerja perusahaan yang lebih

baik.

(9)

dikontrol sedemikian rupa, sehingga tidak menyebabkan timbulnya

kerugian bagi suatu perusahaan. Berbagai macam korelasi antara

implementasi prinsip-prinsip

Corporate Governance

di dalam suatu

perusahaan dengan kepentingan para pemegang saham, kreditor,

manajemen perusahaan, karyawan perusahaan, dan tentunya para

anggota masyarakat, merupakan indikator tercapainya keseimbangan

kepentingan.

2.1.3.2 Struktur Corporate Governance

Struktur didefinisikan sebagai suatu cara bagaimana aktifitas

dalam suatu organisasi dibagi, di organisir, dan dikoordiasi. Struktur

merupakan suatu bentuk kerangka untuk mengimplementasikan

prinsip-prinsip yang ada agar dapat digunakan, bekerja dan

melaksanakan suatu fungsi.Struktur Corporate Governance merupakan

bentuk penggambaran hubungan berbagai kepentingan, baik internal

maupun eksternal perusahaan.

(10)

Gambar 2.1

Struktur

Corporate Governance

(11)

keputusan dengan pihak yang melakukan kontrol terhadap

keputusan

tersebut. Kedua mekanisme tersebut yaitu:

(12)

2.

Stuktur mekanisme pengendalian

external. Struktur mekanisme

pengendalian

external

terdiri

dari

stakeholder

yang

berkepentingan dan berhubungan dengan perusahaan antara lain:

pasar modal, pasar uang, auditor, paralegal dan regulator.

Struktur

mekanisme

pengendalian

eksternal

merupakan

mekanisme pengendalian pasar. Karena mekanisme ini

terbentuk oleh hubungan perusahaan dengan pasar, sehingga

pengendalian perusahaan dilakukan oleh pasar sendiri. Menurut

teori pasar untuk pengendalian perusahaan (market for

corporate control),

pada saat diketahui bahwa manajemen

berperilaku menguntungkan diri sendiri, kinerja perusahaan

akan menurun yang direfleksikan menurunnya nilai perusahaan.

Pada saat terja di kondisi yang demikian, pasar akan merespon

dengan mengambil kebijakan untuk melakukan perombakan

struktur manajerial yang telah menjabat.

(13)

anggota dewan komisaris (board of commissioners)

juga merangkap

anggota direksi. Tidak ada pemisahan antara kedua dewan ini. Dalam

struktur

Single-board,

kedua dewan ini sama-sama disebut sebagai

board of directors.

Perusahaan-perusahaan di Inggris, Amerika,

Kanada serta Negara-negara lain umumnya berbasis

singleboard

system yang dipengaruhi langsung oleh model Anglo-Saxon.

Gambar 2.2

The Anglo-American system

atau

Single-board System

(14)

komisaris. Dalam hal ini, keanggotaan

board of

commissioners

(dewan komisaris) sebagai dewan pengawas, dan

board of

directors

(dewan direksi) atau manajemen sebagai eksekutif perusahaan. Model

Continental Europe

merupakan model yang digunakan di Jepang,

Jeman, Prancis, Denmark dan Belanda.

Gambar 2.3

Continental Europe System

atau

Dual-board system

(15)

kewenangan untuk megangkat dan memberhentikan dewan direksi

serta melakukan tugas pengawasan terhadap kegiatan direksi dalam

menjalankan perusahaan. Posisi dewan komisaris dalam model ini

relatif kuat terhadap direksi sehingga fungsi pengendalian/kontrol

terhadap manajemen dapat berjalan dengan efektif.

KNKG (2006) Menyatakan bahwa kepengurusan Perseroan

Terbatas di Indonesia menganut

two-board system

dimana Dewan

Komisaris dan Dewan Direksi yang mempunyai weweang dan

tanggung jawab yang jelas sesuai dengan fungsinya masing-masing

sebagaimana diamanahkan dalam anggaran dasar dan peraturan

perundang-undangan (fiduciary responsibility).

Namun penerapan

twoboard

system

dalam struktur

Corporate Governance

di Indonesia

berbeda.

(16)

Gambar 2.4

Dual-board sistem

yang berlaku di Indonesia

2.1.4

Corporate Social Responsibility

(CSR)

Corporate Social Responsibility

(CSR) merupakan bentuk nyata

kepedulian kalangan dunia usaha terhadap lingkungan di sekitarnya

(Kementerian Lingkungan Hidup, 2012). Kegiatan CSR ini dilakukan di

berbagai bidang, mulai dari pendidikan, kesehatan, ekonomi, lingkungan

bahkan sosial budaya. Perusahaan tidak hanya mementingkan kepentingan

perusahaan dalam hal laporan keuangan perusahaan saja, tetapi kini

perusahaan peduli terhadap tanggung jawab sosial perusahaan.

Kegiatan CSR diatur dalam UU No. 40 tahun 2007 Pasal 74 Tentang

Perseroan Terbatas yang berbunyi: “Perseroan yang menjalankan kegiatan

usahanya dibidang dan/ atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib

melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan”. Pasal 15 huruf (b)

(17)

kewajiban dalam kegiatan

CSR, yang berbunyi “Setiap penanaman modal

berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan”.

Undang-Undang yang mewajibkan kepada setiap pelaku usaha untuk melakukan

pengelolaan perusahaan berhubungan dengan lingkungan dan sosial mereka

guna keberlangsungan hidup perusahaan.

Istilah Tanggung Jawab Sosial atau Corporate Social Responsibility

(CSR) mulaidigunakan sekitar tahun 1970an meskipun beberapa aspek

dalam tanggung jawab sosial telah ada sampai akhir abad 19, dan bahkan

pada periode sebelumnya.(ISO FDIS 26000, 2010) .

Berikut ini adalah gambar sebelum dan sesudah diterapkannya

Undang

Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Pasal 74 tahun 2007 :

Gambar 2.5

Undang-Undang Perseroan Terbatas No.40

(18)

Adapun pengertian corporate social responsibility (CSR) menurut

pandangan para ahli dan berbagai organisasi dunia antara lain:

i.

World Business Council for Sustainable Development: komitmen

berkesinambungan dari kalangan bisnis untuk berperilaku etis dan

member kontribusi bagi pembangunan ekonomi, seraya meningkatkan

kualitas kehidupan karyawan dan keluarganya, serta komunitas lokal

dan masyarakat luas pada umumnya.

ii.

Commision of the European Communities: Tanggung jawab sosial

perusahaan pada dasarnya adalah sebuah konsep dimana perusahaan

memutuskan secara suka rela untuk memberikan kontribusi demi

mewujudkan masyarakat yang lebih baik dan lingkungan yang lebih

bersih.

iii.

CSR Asia: Komitmen perusahaan untuk beroperasi secara berkelanjutan

berdasarkan prinsip ekonomi, sosial dan lingkungan, seraya

menyeimbangkan

beragam

kepentingan

para

pihak

yang

berkepentingan.

iv.

Business for Social Responsibility: corporate social responsibility (CSR)

adalah pencapaian kesuksesan komersil dalam artian penghargaan

terhadap nilai kesusilaan dan penghormatan terhadap manusia,

masyarakat dan lingkungan

v.

Ethics in Action Awards: corporate social responsibility (CSR) adalah

istilah yang menjelaskan tentang kewajiban perusahaan yang harus

dipertanggungjawabkan kepada para pihak yang berkepentingan

disetiap operasi dan aktivitasnya.

vi.

Khourey: corporate social responsibility (CSR) adalah keseluruhan

hubungan

antara

perusahaan

dengan

pihak

yang

berkepentingan(Stakeholders).

vii.

Indian NGO.com: corporate social responsibility (CSR) adalah sebuah

proses bisnis dimana institusi dan individual sangat sensitif dan

berhati-hati terhadap akibat langsung maupun tidak langsung dari

aktivitas internal dan eksternal masyarakat, alam dan dunia luar.

viii.

Kicullen dan Kooistra: corporate social responsibility (CSR) adalah

tingkatan pertanggungjawaban moral yang dianggap berasal dari

perusahaan diluar kepatuhan terhadap hukum negara.

ix.

Fraderick et al: corporate social responsibility (CSR) dapat diartikan

sebagai prinsip yang menerangkan bahwa perusahaan harus dapat

bertanggungjawab terhadap efek yang berasal dari setiap tindakan

didalam masyarakat maupun lingkungannya.

(19)

dipertanggungjawabkan terhadap efek yang berasal dari setiap

tindakan didalam masyarakat maupun lingkungannya..

Reza Rahman memberikan 3 (tiga) defenisi CSR sebagai berikut:

i.

Melakukan tindakan sosial (termasuk kepedulian terhadap lingkungan

hidup, lebih dari batas-batas yang dituntut dalam peraturan

perundang-undangan;

ii.

Komitmen usaha untuk bertindak secara etis, beroperasi secara legal, dan

berkontribusi untuk peningkatan ekonomi bersamaan dengan

peningkatan kualitas hidup karyawan dan keluarganya, komunitas

lokal, dan masyarakat yang lebih luas; dan

iii.

Komitmen bisnis untuk berkontribusi dalam pembangunan ekonomi

berkelanjutan, bekerja dengan karyawan perusahaan, keluarga

karyawan tersebut, berikut komunitas setempat (local) dan masyarakat

secara keseluruhan dalam rangka meningkatkan kualitas hidup;

(20)

Menurut Global Compact Initiative (2002) menyebutkan pemahaman

CSR dengan 3P yaitu profit, people, planet. Konsep ini memuat pengertian

bahwa bisnis tidak hanya sekedar mencari keuntungan (profit) melainkan

juga memberikan kesejahteraan kepada orang lain (people) dan menjamin

keberlangsungan hidup bumi (planet). Dewasa ini konsep Corporate Social

Responsibility (CSR) berkaitan erat dengan keberlangsungan suatu

perusahaan. Pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan bertujuan

untuk memperlihatkan aktivitas sosial yang dilakukan oleh perusahaan dan

pengaruhnya terhadap masyarakat.

Berkaitan dengan pelaksanaan CSR, perusahaan bisa dikelompokkan

ke dalam beberapa kategori. Meskipun cenderung menyederhanakan

realitas, tipologi ini menggambarkan kemampuan dan komitmen perusahaan

dalam menjalankan CSR. Pengkategorian dapat memotivasi perusahaan

dalam mengembangkan program CSR, dan dapat pula dijadikan cermin dan

guideline untuk menentukan model CSR yang tepat (Suharto, 2007).

Dengan menggunakan dua pendekatan, sedikitnya ada delapan

kategori perusahaan. Perusahaan ideal memiliki kategori reformis dan

progresif. Tentu saja dalam kenyataannya, kategori ini bisa saja saling

bertautan. Dua pendekatan tersebut adalah :

(21)

a.

Perusahaan Minimalis. Perusahaan yang memiliki profit dan anggaran

CSR yang rendah. Perusahaan kecil dan lemah biasanya termasuk kategori

ini.

b.

Perusahaan Ekonomis. Perusahaan yang memiliki keuntungan tinggi,

namun anggaran CSR-nya rendah. Perusahaan yang termasuk kategori ini

adalah perusahaan besar, namun pelit.

c.

Perusahaan Humanis. Meskipun profit perusahaan rendah, proporsi

anggaran CSRnya relatif tinggi. Perusahaan pada kategori ini disebut

perusahaan dermawan atau baik hati.

d.

Perusahaan Reformis. Perusahaan ini memiliki profit dan anggaran CSR

yang tinggi. Perusahaan seperti ini memandang CSR bukan sebagai

beban, melainkan sebagai peluang untuk lebih maju (Gambar 2.6).

2. Berdasarkan tujuan CSR: apakah untuk promosi atau pemberdayaan

masyarakat, perusahaan dibedakan menjadi 4 jenis yaitu:

a.

Perusahaan Pasif. Perusahaan yang menerapkan CSR tanpa tujuan jelas,

bukan untuk promosi, bukan pula untuk pemberdayaan, sekadar

melakukan kegiatan karitatif. Perusahaan seperti ini melihat promosi dan

CSR sebagai hal yang kurang bermanfaat bagi perusahaan.

b.

Perusahaan Impresif. CSR lebih diutamakan untuk promosi daripada untuk

pemberdayaan. Perusahaan seperti ini lebih mementingkan ”tebar pesona”

(22)

c.

Perusahaan Agresif. CSR lebih ditujukan untuk pemberdayaan daripada

promosi. Perusahaan seperti ini lebih mementingkan karya nyata daripada

tebar pesona.

d.

Perusahaan Progresif. Perusahaan menerapkan CSR untuk tujuan promosi

dan sekaligus pemberdayaan. Promosi dan CSR dipandang sebagai

kegiatan yang bermanfaat dan menunjang satu-sama lain bagi kemajuan

perusahaan (Gambar 2.7).

Gambar 2.6

(23)

Gambar 2.7

Kategori Perusahaan Berdasarkan Tujuan CSR

Di antara model-model tersebut, ada juga model Hibrid yang

menyatakan penggabungan da ri Corporate Sociaal Responsibility dapat

menciptakan diferensiasi dan keunggulan kompetitif pasar untuk

perusahaan, sesuatu yang dapat menjadi bagian dari merk untuk sekarang

dan masa depan (Caroll, 1979, 1991).Lebih Spesifik, kontribusi bisnis ini

menimbulkan dampak secara langsung pada kesejahteraan masyarakat dan

pendapatan perusahaan atau strategi neraca.

2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu

(24)

Tabel 2.1

dan dependen

Hasil Penelitian

1

Alifmida

(25)

2.3 Kerangka Konseptual

Dalam penelitian ini, Tindakan Pajak Agresif menjadi variabel yang

dipengaruhi oleh variabel bebas. Alasan peneliti untuk menjadikan Tindakan

Pajak Agresif sebagai variabel dependen untuk mengetahui apakah konsep

Tindakan Pajak Agresif pada perusahaan tersebut dapat dipengaruhi oleh keempat

variabel bebas di atas.

Pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen dalam

penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut:

a.

Ukuran dewan komisaris terhadap tindakan pajak agresif

Dewan Komisaris digunakan karena dewan komisaris merupakan organ

perusahaan yang bertugas dan bertanggung jawab secara kolektif untuk

melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada direksi serta

memastikan bahwa perusahaan melakukan GCG. Semakin besar jumlah

ukuran dewan komisaris dalam suatu perusahaan maka kemungkinan

(26)

yang akan terjadi adalah akan semakin besar pula tindakan pajak agresif

yang dilakukan oleh perusahaan.

H1 : Dewan Komisaris berpengaruh terhadap tindakan pajak agresif

b.

Dewan Direksi terhadap Tindakan Pajak Agresif

Tugas dan tanggung jawab dari dewan direksi yaitu mengelola

manajemen perusahaan agar efektivitas serta efisiensi perusahaan

menjadi lebih baik serta menyusun laporan tahunan yang memuat laporan

keuangan, laporan kegiatan perusahaan dan laporan pelaksanaan GCG.

Perusahaan dan pemerintah mengalami benturan kepentingan. Perusahaan

mempunyai kepentingan menaikkan laba yaitu sebagai acuan untuk

meningkatkan kesejahteraan karyawan, sedangkan pemerintah melihat

kenaikan laba sebagai objek pajak yang akan ditagihkan. Keberadaan

dewan direksi diharapkan mampu mengurangi benturan kepentingan

tersebut.

H2 : Dewan Direksi berpengaruh terhadap Tindakan Pajak Agresif

c.

Komite Audit terhadap Tindakan Pajak Agresif

(27)

oleh BAPEPAM yaitu komite audit minimal berjumlah 3 orang (dengan

diketuai oleh seorang dewan komisaris independen yang menjabat

sebagai ketua komite audit). Maka dari itu, ukuran komite audit

diharapkan mampu untuk meminimalisir adanya tindakan pajak agresif

perusahaan.

H3 : Komite Audit berpengaruh terhadap Tindakan Pajak Agresif

d.

Corporate Social Responsibility terhadap Tindakan Pajak Agresif

William (2007) dalam Lanis dan Richardson (2012) menyatakan bahwa

sulit untuk membedakan antara CSR yang dilakukan dengan motif

altruistik dengan CSR yang dilakukan dengan tujuan untuk

menguntungkan reputasi perusahaan. Sebaliknya, banyak aksi perusahaan

yang dilakukan dengan motif ganda. Oleh karena itu penting dalam

mempertimbangkan bagaimana CSR dapat mempengaruhi agresivitas

pajak tanpa membuat setiap upaya untuk membedakan antara tindakan

yang diambil karena perusahaan benar-benar ingin bertanggung jawab

maupun tindakan yang diambil karena tujuan tertentu. Semakin tinggi

tingkat pengungkapan CSR suatu perusahaan, maka akan semakin tinggi

pula reputasi perusahaan di mata masyarakat. Jika dikaitkan dengan

pajak, reputasi baik juga akan diperoleh dari hal pembayaran pajak

perusahaan kepada negara.

(28)

e.

Dewan komisaris, Dewan Direksi, Komite Audit, dan Corporate Social

Responsibility Terhadap Tindakan Pajak Agresif

Menurut beberapa kesimpulan sementara yang telah disebutkan

sebelumnya tentang hubungan pengaruh Dewan komisaris, Dewan

Direksi, Komite Audit, dan Corporate Social Responsibility Terhadap

Tindakan Pajak Agresif maka peneliti mengasumsi bahwa secara simultan

Dewan komisaris, Dewan Direksi, Komite Audit, dan Corporate Social

Responsibility berpengaruh Terhadap Tindakan Pajak Agresif.

H5 : Dewan komisaris, Dewan Direksi, Komite Audit, dan Corporate

Social Responsibility berpengaruh Terhadap Tindakan Pajak Agresif

2.4

Hipotesis

Kerangka konseptual di atas dibuat oleh karena peneliti sedemikian

rupa untuk melakukan penelitian guna membandingkan pengaruh Good

Corporate Governance dan Corporate Social Responsibility terhadap

Tindakan Pajak Agresif yang diterdapat pada perusahaan manufaktur yang

terdaftar di BEI Oleh karena itu, hipotesis dari penelitian ini adalah :

-

H1

: Dewan Komisaris berpengaruh

terhadap Tindakan Pajak Agresif

-

H2

: Dewan Direksi berpengaruh

Terhadap Tindakan Pajak Agresif

-

H3

: Komite audit Berpengaruh Terhadap Tindakan

Pajak Agresif

-

H4

: Corporate Sosial Responsibility Berpengaruh

Terhadap Tindakan Pajak Agresif

Gambar

Struktur Gambar 2.1 Corporate Governance
The Anglo-American system Gambar 2.2 atau Single-board System
Continental Europe System Gambar 2.3 atau Dual-board system
Dual-board sistem Gambar 2.4 yang berlaku di Indonesia
+6

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian terhadap siswa SD Inpres Tiwoho yang berusia 9-12 tahun dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan bermakna antara promosi kesehatan

Selanjutnya, realisasi belanja negara mencapai Rp153,85 triliun atau 6,25 persen dari pagu APBN tahun 2019, tumbuh sebesar 10,34 persen dibandingkan realisasi APBN pada

f. Pelaksanaan tugas-tugas lain yang diberikan oleh kepala bidang sesuai dengan tugas dan fungsi seksi pembinaan teknis gedung... KASI TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN GEDUNG 1.

Consensus building stakeholders untuk menyepakati program kolaborasi untuk penguatan budaya mutu. Program peer-mentoring dengan melibatkan community of practices

Durasi yang dianjurkan adalah 30-60 menit setiap kali berolahraga.Sebaiknya penderita DM melakukan latihan fisik tidak lebih dari 60 menit, karena dapat menimbulkan

Pada penelitian yang telah dilakukan oleh perkumpulan Nefrologi Canada dinyatakan bahwa dari perspektif fisiologi, intradialytic exercise dapat meningkatkan aliran

a) Handout, yaitu bahan tertulis yang disiapkan guru untuk memperkaya pengetahuan siswa. Handout dapat diambil dari beberapa literatur yang relevan dengan materi

Penelitian ini bertujuan untuk membangun sistem pendukung keputusan berbasis komputer dengan mengimplementasi model hybrid MCDM (kombinasi metode AHP dan TOPSIS ) untuk