• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAU Tambahan untuk Akselerasi Pembangunan Kelurahan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "DAU Tambahan untuk Akselerasi Pembangunan Kelurahan"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

DAU Tambahan untuk Akselerasi

Pembangunan Kelurahan

Edisi Februari 2019

Scan untuk Unduh

K I N E R J A D A N F A K T A

(2)

A

P

B

N

K

ITA

(

K

iner

ja

d

an

F

ak

ta

) E

d

is

i F

eb

ru

ar

i 2

0

1

9

“Kita akan terus berinovasi dengan policy kita sendiri, apakah itu di bidang perpajakan, pembiayaan, perbendaharaan negara sehingga secara keseluruhan mampu menyesuaikan informasi teknologi dan digital yang dampaknya sangat luas ini,”

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati

(3)

A mencapai Rp89,76 triliun atau 5,02 persen, tumbuh 8,73 persen dibandingkan realisasi periode yang sama APBN tahun 2018 sebesar Rp82,56 triliun.

PNBP membukukan realisasi sebesar Rp18,32 triliun atau 4,84 persen dari target APBN tahun 2019. Dibandingkan realisasi periode yang sama tahun 2018 sebesar Rp19,10 triliun, maka realisasi PNBP turun 4,09 persen.

Belanja pemerintah pusat mencapai Rp 76,13 triliun atau 4,66 persen dari pagu APBN tahun 2019, tumbuh 17,81 persen dibandingkan realisasi pada periode yang sama tahun 2018.

Transfer ke daerah dan dana desa mencapai Rp 77,72 triliun atau 9,40 persen dari pagu APBN tahun 2019, tumbuh sebesar 3,89 persen dibandingkan realisasi pada periode yang sama tahun 2018.

Realisasi Defisit

Anggaran periode 31 Januari 2019 dapat terjaga Rp45,77 triliun atau 0,28 persen terhadap PDB,

dengan nilai defisit

keseimbangan primer Rp22,78 triliun. Realisasi

Defisit Anggaran

tersebut sedikit naik dibandingkan

defisit anggaran

periode yang sama tahun 2018 yakni Rp37,70 triliun atau 0,25 persen PDB,

dengan nilai defisit

keseimbangan primer Rp14,18 triliun.

Infografis

RINGK ASAN

EKSEKUTIF

Ringkasan Eksekutif

nilai tukar Rupiah. Langkah-langkah pembatasan impor diharapkan akan memberikan hasil nyata di tahun 2019 dalam perbaikan posisi defisit transaksi berjalan.

Realisasi APBN pada awal tahun 2019 menunjukkan kinerja yang cukup menggembirakan serta menumbuhkan rasa optimis tercapainya target pendapatan negara di tahun 2019. Hingga akhir bulan Januari 2019, realisasi pendapatan negara dan hibah mencapai Rp108,08 triliun atau 4,99 persen dari target APBN tahun 2019, tumbuh sebesar 6,24 persen dibandingkan realisasi pada periode yang sama tahun sebelumnya. Realisasi tersebut didukung oleh realisasi penerimaan perpajakan sebesar Rp89,76 trilun, Penerimaan

P

ertumbuhan ekonomi

(4)

A

Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp18,32 triliun.

Selama bulan Januari tahun 2019, realisasi penerimaan pajak mencapai Rp86,00 triliun atau 5,45 persen dibandingkan dengan target yang ditetapkan pada APBN tahun 2019, tumbuh sebesar 8,82 persen dibandingkan bulan Januari tahun 2018. Pertumbuhan penerimaan pajak tersebut antara lain dipengaruhi oleh penerimaan PPh nonmigas yang mampu tumbuh signifikan. Realisasi penerimaan PPh nonmigas yang tumbuh 19,07 persen (yoy) didukung oleh pertumbuhan penerimaan PPh 21, PPh 22 Impor, PPh 25/29 Badan, dan PPh Final yang tercatat tumbuh berturut-turut sebesar 15,93 persen (yoy), 13,06 persen (yoy), 58,87 persen (yoy), dan 19,89 persen (yoy). Pertumbuhan penerimaan PPh nonmigas didukung oleh beberapa faktor, diantaranya aktivitas perdagangan internasional Indonesia yang tetap tinggi, terutama aktivitas impor. Selain itu, masih terjadinya apresiasi nilai dollar Amerika terhadap rupiah juga menjadi pendorong secara tidak langsung terhadap pertumbuhan penerimaan PPh nonmigas. Di sisi yang lain, penerimaan PPh migas tercatat masih tumbuh secara signifikan sebesar 38,23 persen (yoy), dimana pertumbuhan utamanya dipengaruhi oleh faktor harga ICP yang masih tinggi.

Sementara itu, komponen penerimaan pajak yang bersumber

dari penerimaan PPN dan PPnBm tumbuh negatif sebesar -9,40 persen (yoy). Penerimaan PPN impor masih tumbuh sebesar 5,96 persen secara yoy, sedangkan penerimaan PPnBM tumbuh -17,95 persen secara yoy. Meskipun masih mengalami pertumbuhan negatif, realisasi tersebut masih mengalami perbaikan jika dibandingkan pertumbuhan penerimaan PPnBM pada bulan Januari tahun 2018 yang tumbuh -20,03 persen (yoy).

Kinerja positif penerimaan juga masih ditunjukkan oleh penerimaan kepabeanan dan cukai yang mencapai Rp3,77 triliun, atau tumbuh sebesar 6,70 persen (yoy) yang antara lain didukung oleh penerimaan dari cukai serta bea masuk (BM). Sepanjang Januari 2019, Penerimaan Cukai tumbuh sebesar 36,54 persen (yoy), dan penerimaan BM tumbuh mencapai 5,07 persen (yoy), sedangkan penerimaan BK tumbuh negatif 10,41 persen (yoy). Tumbuhnya penerimaan Kepabeanan dan Cukai antara lain didukung oleh aktivitas perdagangan internasional, dampak positif kebijakan kepabeanan dan cukai melalui program Penertiban Impor Beresiko Tinggi (PIBT) dan Penertiban Cukai Berisiko Tinggi (PCBT), serta masih relatif tingginya harga

komoditas internasional. Berdasarkan komponen penerimaannya, cukai yang bersumber dari penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) tercatat

tumbuh signifikan mencapai 76,03 persen (yoy). Penerimaan CHT pertumbuhannya dipengaruhi dampak positif program penertiban cukai berisiko tinggi. Lebih lanjut, cukai minuman mengandung etil alkohol (MMEA) realisasi penerimaannya tercatat masih tumbuh mencapai 19,15 persen (yoy), sedangkan cukai yang bersumber dari penerimaan etil alkohol (EA) tumbuh negatif 26,48 persen (yoy).

Pada akhir Januari 2019, realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) telah mencapai Rp18,32 triliun atau 4,84 persen dari target APBN tahun 2019. Realisasi PNBP bulan ini sedikit lebih rendah dibandingkan dengan penerimaan PNBP pada periode yang sama tahun 2018 yang mencapai Rp19,10 triliun. Realisasi Penerimaan PNBP yang bersumber dari Sumber Daya Alam (SDA) mencapai Rp9,81 triliun atau hanya tumbuh sebesar 0,66 persen dibandingkan realisasi tahun sebelumnya. Penerimaan SDA antara lain dipengaruhi oleh tren pergerakan harga komoditas khususnya ICP dan harga Acuan Batubara (HBA). Rata-rata ICP bulan Januari 2019 tercatat sebesar USD56,65 per barel, lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai USD65,59 per barel. Sedangkan rata-rata HBA pada periode Januari 2019 mencapai USD92,41 per ton, juga lebih rendah dibandingkan HBA

periode yang sama tahun sebelumnya yaitu sebesar USD95,54 per ton. Sementara itu, masih belum adanya penerimaan negara yang bersumber dari Pendapatan Kekayaan Negara yang Dipisahkan pada bulan Januari 2019 mengingat Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) penentuan dividen BUMN baru akan terlaksana sekitar bulan Maret s.d. Mei. Di sisi penerimaan PNBP Lainnya, pada bulan Januari 2019 mencapai Rp8,16 triliun atau sebesar 8,68 persen dari target APBN 2019.

(5)

A

P

B

N

K

ITA

(

K

iner

ja

d

an

F

ak

ta

) E

d

is

i F

eb

ru

ar

i 2

0

1

9

Infografis

dengan komitmen Pemerintah untuk senantiasa menjaga daya beli masyarakat miskin dan rentan serta mendorong belanja yang lebih produktif.

Realisasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) sampai dengan Januari 2019 mencapai Rp77,72 triliun atau 9,40 persen dari pagu APBN 2019, yang meliputi Transfer ke Daerah (TKD) sebesar Rp77,41 triliun (10,23 persen) dan Dana Desa Rp0,32 triliun (0,45 persen). Secara lebih rinci, realisasi TKD terdiri dari Dana Perimbangan Rp77,41 triliun (10,68 persen) sedangkan Dana Insentif Daerah (DID) serta Dana Otonomi Khusus dan Keistimewaan DIY belum ada realisasi. Realisasi TKD sampai dengan Januari 2019 tersebut lebih tinggi Rp3,22 triliun atau sekitar 4,33 persen bila dibandingkan realisasi TKD pada periode yang sama tahun 2018. Tingginya realisasi TKD sampai dengan Januari 2019 tersebut terutama disebabkan karena: (1) Realisasi DBH yang lebih tinggi sekitar 47,32 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya karena proses penyaluran dana yang relatif lebih cepat di awal tahun; dan (2) Realisasi DAU lebih tinggi 3,96 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya karena penyaluran DAU yang relatif lebih tinggi di awal tahun. Sementara itu, realisasi Dana Desa sampai dengan Januari 2019 lebih rendah Rp0,32 triliun (-49,05 persen) dibandingkan realisasi Dana Desa pada periode

yang sama tahun 2018. Hal tersebut dipengaruhi oleh kinerja realisasi penyerapan Dana Desa hingga Januari 2019 belum optimal, terutama karena beberapa daerah yang masih berproses dalam penyusunan Perda APBD dan peraturan kepala daerah sebagai salah satu persyaratan dalam penyaluran Dana Desa.

Keberlanjutan fiskal di tahun 2019 diharapkan akan tetap terjaga. Realisasi defisit APBN hingga Januari 2019 mencapai Rp45,77 triliun atau sekitar 0,28 persen PDB. Sementara itu, posisi keseimbangan primer pada Januari 2019 berada pada posisi negatif Rp22,78 triliun. Realisasi pembiayaan yang dilakukan Pemerintah hingga Januari 2019 mencapai Rp122,53 triliun, terutama bersumber dari pembiayaan utang yaitu sebesar Rp122,47 triliun. Adapun realisasi pembiayaan utang tersebut terdiri dari penerbitan SBN (neto) sebesar Rp119,54 triliun dan pinjaman (neto) sebesar Rp2,93 triliun.

PEMBIAYAAN ANGGARAN KESEIMBANGAN PRIMER

SURPLUS/(DEFISIT) ANGGARAN (A-B) BELANJA NEGARA (B)

dalam triliun Rupiah

PENDAPATAN NEGARA (A)

APBN 2019 Realisasi

s.d. 31 Januari

% thd APBN

2.165,11

2.461,11

(20,11)

(296,00)

296,00

108,08

153,85

(22,78)

(45,77)

122,53

4,99%

6,25%

113,24%

15,46%

41,39%

RE ALISA SI APBN 2019

s/d 31 JANUARI 2019

(6)

A

P

B

N

K

ITA

(

K

iner

ja

d

an

F

ak

ta

) E

d

is

i F

eb

ru

ar

i 2

0

1

9

Realisasi APBN sampai dengan Januari 2019

Mengawali tahun 2019, perkembangan realisasi APBN periode Januari 2019 ditandai tumbuhnya pendapatan negara dan belanja negara.

Pendapatan negara mampu tumbuh 6,24 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, sedangkan belanja negara meningkat 10,34 persen. Dengan capaian tersebut, maka defisit anggaran terkendali pada level 0,28 persen PDB.

Secara singkat Postur APBN dapat dijelaskan sebagai berikut. Pendapatan negara periode 31 Januari 2019 mencatatkan nilai realisasi sebesar Rp 108,08 triliun atau 4,99 persen dari target APBN tahun 2019, tumbuh sebesar 6,24 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2018 yang mencapai Rp 101,73 triliun. Secara rinci realisasi pendapatan negara sebagai berikut:

Selanjutnya, realisasi belanja negara mencapai Rp153,85 triliun atau 6,25 persen dari pagu APBN tahun 2019, tumbuh sebesar 10,34 persen dibandingkan realisasi APBN pada periode yang sama tahun 2018. Realisasi tersebut terdiri atas:

a. Belanja pemerintah pusat mencapai Rp 76,13 triliun atau 4,66 persen dari pagu APBN tahun 2019, tumbuh 17,81 persen dibandingkan realisasi pada periode yang sama tahun 2018.

b. Transfer ke daerah dan dana desa mencapai Rp 77,72 triliun atau 9,40 persen dari pagu APBN tahun 2019, tumbuh sebesar 3,89 persen dibandingkan realisasi pada periode yang sama tahun 2018.

a. Realisasi penerimaan perpajakan mencapai Rp89,76 triliun atau 5,02persen, tumbuh 8,73 persen dibandingkan realisasi periode yang sama APBN tahun 2018 sebesar Rp82,56 triliun. Realisasi penerimaan perpajakan terdiri atas:

• Realisasi Penerimaan Pajak mencapai Rp86,00 triliun atau 5,45 persen dari target APBN tahun 2019, tumbuh sebesar 8,82 persen .

• Realisasi penerimaan bea dan cukai mencapai Rp3,77 triliun atau 1,80 persen dari target APBN tahun 2019, tumbuh sebesar 6,70 persen.

b. PNBP membukukan realisasi sebesar Rp18,32 triliun atau 4,84 persen dari target APBN tahun 2019. Dibandingkan realisasi periode yang sama tahun 2018 sebesar Rp19,10 triliun, maka realisasi PNBP turun 4,09 persen.

(7)

A

Momentum Pertumbuhan dan Stabilitas Ekonomi di tahun 2018 akan mampu menopang kinerja Perekonomial 2019

Ekonomi Makro

Konsumsi Pemerintah juga mampu tumbuh positif dan cukup tinggi yaitu sebesar 4,80 persen didorong oleh membaiknya realisasi APBN di kuartal IV yang mencapai 31,09 persen, lebih tinggi dari realisasi kuartal yang sama tahun sebelumnya. Realisasi penyerapan belanja APBN yang mencapai 99 persen telah mendorong penguatan konsumsi Pemerintah. Kinerja pertumbuhan ekonomi tahun 2018 tersebut berdampak positif terhadap pengurangan tingkat kemiskinan ke 9,66 persen, penurunan tingkat pengangguran ke 5,34 persen, dan penurunan Gini ratio ke tingkat yang lebih rendah ke 0,384.

Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada kuartal IV tahun 2018 tercatat surplus dan menggambarkan bahwa sektor esksternal mulai membaik. NPI tercatat surplus sebesar USD5,4 miliar pada kuartal IV tahun 2018 dimana selama tiga triwulan sebelumnya di tahun 2018 mengalami defisit. Surplus NPI pada kuartal IV tahun 2018 tersebut diukung

oleh peningkatan surplus pada transaksi modal dan finansial, seiring dengan peningkatan kepercayaan investor terhadap prospek ekonomi nasional. Sementara itu, neraca transaksi berjalan pada kuartal IV 2018 masih mengalami defisit sejalan dengan permintaan domestik yang relatif tinggi. Defisit neraca transaksi berjalan tercatat sebesar USD9,1 miliar (3,57 persen PDB). Namun, secara keseluruhan tahun 2018defisit neraca transaksi berjalan masih berada dalam batas yang aman, sebesar USD31,1 miliar atau 2,98 persen dari PDB. Defisit transaksi berjalan pada 2019 diarahkan untuk mencapai menuju kisaran 2,5 persen dari PDB.

Terkendalinya laju inflasi yang masih berlanjut di awal tahun 2019 menjadi capaian positif guna mendukung stabilitas ekonomi nasional. Perkembangan harga di tingkat konsumen pada Januari 2019 mencatatkan terjadinya inflasi sebesar 0,32 persen (mtm) atau 2,82 persen (yoy), jauh lebih rendah dari Januari

2018 yang sebesar 0,62 persen (mtm) atau 3,25 persen (yoy). Pencapaian ini didukung oleh terjaganya harga beberapa komoditas pangan serta penurunan harga bensin nonsubsidi dan tarif kereta api. Terkendalinya harga pangan, terutama didorong oleh kenaikan harga beras yang sangat terjaga dibanding Januari 2018 didukung oleh cadangan beras Bulog yang cukup. Selain itu, juga terjadi penurunan harga pada komoditas hortikultura seperti cabai merah dan beberapa sayuran. Sementara itu, inflasi komponen inti masih relatif terkendali dan bergerak di kisaran 3 persen secara tahunan, dipengaruhi oleh perkembangan harga emas, sewa dan kontrak rumah, serta naiknya upah tukang bukan mandor dan pembantu rumah tangga. Pemerintah bersama dengan Bank Indonesia akan terus konsisten menjaga stabilitas harga dan memperkuat koordinasi kebijakan, baik di tingkat pusat maupun daerah, guna memastikan inflasi tetap terkendali dan stabil dalam kisaran sasaran sehingga

P

ertumbuhan ekonomi

nasional tahun 2018 menegaskan bahwa perekonomian nasional berada dalam momentum pertumbuhan yang kuat dan

terus terjaga. PDB kuartal IV

(8)

A

P

B

N

K

ITA

(

K

iner

ja

d

an

F

ak

ta

) E

d

is

i F

eb

ru

ar

i 2

0

1

9

Halaman Ini Sengaja Dikosongkan

dapat mendukung peningkatan daya beli masyarakat, pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan, serta perbaikan tingkat kesejahteraan masyarakat.

Tren penguatan Rupiah terus berlanjut akhir-akhir ini dan per 13 Februari 2019 nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat tercatat pada level Rp14.027 per dolar Amerika Serikat. Sehingga, Rupiah mengalami apresiasi sebesar 2,68 persen dibandingkan awal tahun 2019. Faktor utama yang mempengaruhi penguatan rupiah adalah keputusan Federal Reserve yang tetap mempertahankan suku bunga acuan AS di level 2,25 persen-2,50 persen. Meskipun mengalami penguatan, Pemerintah terus mewaspadai beberapa risiko-risiko global yang dapat memberikan tekanan terhadap nilai tukar Rupiah, diantaranya kelanjutan perundingan dagang antara AS dan Tiongkok, serta perkembangan lebih lanjut terkait dengan BREXIT. Sementara itu, cadangan devisa Indonesia berada pada level yang cukup tinggi, yakni sebesar USD120,1 miliar pada akhir Januari 2019. Meskipun sedikit lebih rendah dibandingkan dengan pada akhir Desember 2018 sebesar USD120,7 miliar, namun posisi cadangan devisa ini masih setara dengan pembiayaan 6,7 bulan impor atau 6,5 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. Posisi cadangan devisa tersebut

diyakini akan mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.

Kedepan, Pemerintah tetap berupaya mengantisipasi risiko-risiko yang ada dan tetap mempertahankan stabilitas ekonomi nasional guna menopang kondisi perekonomian nasional

di tahun 2019. Penguatan posisi

Transaksi Berjalan tetap akan memperoleh perhatian yang besar. Koordinasi akan terus diperkuat antara Pemerintah dan Bank Indonesia untuk mendorong ekspor dan

(9)

A

P

B

N

K

ITA

(

K

iner

ja

d

an

F

ak

ta

) E

d

is

i F

eb

ru

ar

i 2

0

1

9

DAU TAMBAHAN TA 2019

UNTUK BANTUAN PENDANA AN

KELUR AHAN

Foto:

Media Keuangan

Laporan Utama

M

elalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2018 tentang APBN TA 2019, Pemerintah mengalokasikan bantuan pendanaan bagi kelurahan dalam bentuk Dana Alokasi Umum (DAU) Tambahan. Alokasi DAU Tambahan ini merupakan wujud perhatian Pemerintah dalam pembangunan di daerah perkotaan, sekaligus sebagai bentuk perhatian Pemerintah kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota untuk mengalokasikan anggaran kelurahan sebagai amanat Peraturan Pemerintah Nomor 17 tahun 2018 tentang Kecamatan.

Munculnya pendanaan untuk perkotaan ini salah satunya berawal dari usulan Asosiasi Pemerintahan Kota Seluruh Indonesia (APEKSI)

kepada Presiden agar pembangunan perkotaan juga mendapatkan perhatian pemerintah. Selain itu, permintaan DPR RI dalam forum Raker Banggar yang tertuang dalam kesimpulan hasil pembicaraan pendahuluan RAPBN TA 2019 antara Pemerintah dengan DPR juga menjadi alasan munculnya pendanaan ini.

Dana Kelurahan berbeda dengan Dana Desa. Pengelolaan Dana Desa didasari UU nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, sedangkan Dana Kelurahan didasari UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang lebih lanjut diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 tahun 2018 tentang Kecamatan.

(10)

A

bagian dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) kabupaten/kota yang dilaksanakan melalui anggaran kecamatan bagian kelurahan, sedangkan Dana Desa menjadi bagian dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes), yang langsung dipergunakan oleh Pemerintah Desa sebagai daerah otonom. Kelurahan merupakan perangkat kecamatan dalam melaksanakan pelayanan kepada masyarakat, sedangkan Desa merupakan Daerah otonom yang memiliki hak dan kewajiban untuk mengelola daerahnya sendiri, dengan menerbitkan anggaran pendapatan dan belanja sendiri.

Dalam UU Nomor 23 tahun 2014 dan PP Nomor 17 tahun 2018 diatas, anggaran untuk kelurahan bersumber dari APBD kabupaten/kota. Dengan demikian, kewajiban menganggarkan anggaran kelurahan berada pada pemerintah kabupaten/kota melalui APBD. Namun demikian, Pemerintah mengambil peran dengan

memberikan bantuan pendanaan kelurahan untuk membantu APBD kabupaten/kota memenuhi kewajiban penganggaran tersebut melalui DAU Tambahan (selanjutnya disebut DAU Tambahan untuk Bantuan Pendanaan Kelurahan).

Alokasi DAU Tambahan untuk Bantuan Pendanaan Kelurahan

Alokasi DAU Tambahan untuk Bantuan Pendanaan Kelurahan sebesar Rp3,0

triliun. Pendanaan ini ditujukan untuk 8.212 kelurahan di 410 kabupaten/ kota di seluruh Indonesia, sehingga terhadap daerah kabupaten/kota yang tidak memiliki kelurahan tidak mendapatkan alokasi DAU Tambahan, termasuk daerah yang tidak memiliki kabupaten/kota seperti DKI Jakarta.

Pengalokasian DAU Tambahan dilakukan untuk pemenuhan peningkatan pelayanan publik, dengan mengisi gap kondisi layanan dasar publik di daerah. Hal ini didasarkan pada capaian kinerja tertentu, yaitu capaian kinerja layanan dasar publik yang diukur melalui capaian bidang pendidikan, bidang kesehatan, dan infrastruktur dasar. Capaian bidang pendidikan dinilai berdasarkan nilai Angka Partisipasi Murni (APM), Peta Mutu Pendidikan, dan rata-rata nilai ujian nasional. Capaian bidang kesehatan dinilai berdasarkan persentase baduta (anak di bawah dua tahun) yang mengalami kekurangan gizi (baduta stunting), persentase baduta sudah mendapat imunisasi lengkap, dan persentase persalinan dengan tenaga kesehatan. Sementara itu, capaian bidang infrastruktur dasar dinilai berdasarkan persentase rumah tangga dengan sumber air minum layak, persentase rumah tangga dengan akses sanitasi layak, dan persentase jalan kondisi mantap. Kinerja tersebut ditetapkan dengan menggunakan penilaian yang digunakan dalam pengalokasian Dana Insentif Daerah TA 2019.

Dari hasil penilaian di atas, daerah terbagi dalam tiga kategori, yaitu:

1. Baik

Kelurahan di wilayah Daerah dengan kategori ‘’baik’’ diberikan DAU tambahan sebesar

Rp352.941.000,00 per kelurahan;

2. Perlu ditingkatkan

Kelurahan di wilayah Daerah dengan kategori ‘’perlu ditingkatkan’’ diberikan DAU tambahan sebesar Rp370.138.000,00 per kelurahan;

3. Sangat perlu ditingkatkan

Kelurahan di wilayah Daerah kabupaten/kota dengan kategori ‘’sangat perlu ditingkatkan’’ diberikan DAU tambahan sebesar Rp384.000.000,00 per kelurahan.

Alokasi DAU Tambahan tertinggi sebesar Rp62,47 miliar diberikan kepada Kota Semarang (kategori “baik” dengan jumlah 177 kelurahan) sedangkan alokasi terendah sebesar Rp352,9 juta pada Kabupaten Kulonprogo dan Kabupaten Kediri (kategori “baik” dengan masing-masing 1 kelurahan).

Penyaluran DAU Tambahan

Penyaluran DAU Tambahan dilakukan dalam dua tahap dengan masing-masing tahap sebesar 50%. Penyaluran tahap I dilakukan paling cepat bulan Januari dan paling lambat

bulan Mei, sedangkan penyaluran Tahap II paling cepat bulan Maret dan paling lambat bulan Agustus. Daerah dapat disalurkan DAU Tambahan Tahap I setelah Kepala Daerah menyampaikan Peraturan Daerah mengenai APBD TA 2019 atau Perkada mengenai Perubahan Penjabaran APBD TA 2019 yang memuat penganggaran DAU tambahan, dan Surat Pernyataan Kepala Daerah telah mengalokasikan anggaran untuk pendanaan kelurahan (Anggaran Kelurahan dan DAU Tambahan) dalam APBD TA 2019 dan/atau Peraturan Kepala Daerah (Perkada) mengenai Perubahan Penjabaran APBD TA 2019. Untuk penyaluran Tahap II dilaksanakan setelah daerah menyampaikan Laporan Realisasi Penyerapan DAU Tambahan tahap I yang menunjukkan realisasi paling sedikit 50% (lima puluh persen) dari dana yang telah diterima di Rekening Kas Umum Daerah.

Sementara itu, untuk laporan pertanggungjawaban penggunaan DAU Tambahan TA 2019 dan sisa dana bersifat earmarked untuk dua bidang kegiatan sesuai PP 17 tahun 2018 disampaikan paling lambat bulan Maret TA 2020.

Penggunaan DAU Tambahan

(11)

A

lanjut mengenai penggunaan DAU Tambahan ini mengikuti Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 130 Tahun 2018 tentang Kegiatan Pembangunan Sarana dan Prasarana Kelurahan dan Pemberdayaan Masyarakat di Kelurahan.

Kegiatan pembangunan sarana dan prasarana Kelurahan meliputi pengadaan, pembangunan, pengembangan, dan pemeliharaan sarana dan prasarana, yaitu berupa:

a. Bidang Lingkungan pemukiman: jaringan air minum; drainase dan selokan; sarana pengumpulan sampah dan sarana pengolahan sampah; sumur resapan; jaringan pengelolaan air limbah domestik skala pemukiman; alat pemadam api ringan; pompa kebakaran portabel; penerangan lingkungan pemukiman; dan/ atau

sarana prasarana lingkungan pemukiman lainnya;

b. Bidang Transportasi: jalan pemukiman; jalan poros Kelurahan; dan/ atau sarana prasarana transportasi lainnya;

c. Bidang Kesehatan: mandi, cuci, kakus untuk umum/komunal; pos pelayanan terpadu dan pos pembinaan; dan/atau sarana prasarana kesehatan lainnya; dan

d. Bidang Pendidikan dan kebudayaan: taman bacaan masyarakat; bangunan

pendidikan anak usia dini; wahana permainan anak di pendidikan anak usia dini; dan/atau sarana prasarana pendidikan dan kebudayaan lainnya.

Kegiatan pemberdayaan masyarakat di Kelurahan digunakan untuk peningkatan kapasitas dan kapabilitas masyarakat di Kelurahan dengan mendayagunakan potensi dan sumber daya sendiri yang meliputi:

a. Pengelolaan kegiatan pelayanan kesehatan masyarakat: pelayanan perilaku hidup bersih dan sehat; keluarga berencana; pelatihan kader kesehatan masyarakat; dan/ atau kegiatan pengelolaan pelayanan kesehatan masyarakat lainnya;

b. Pengelolaan kegiatan pelayanan pendidikan dan kebudayaan: penyelenggaraan pelatihan kerja; penyelenggaraan kursus seni budaya; dan/ atau kegiatan pengelolaan pelayanan pendidikan dan kebudayaan lainnya;

c. Pengelolaan kegiatan pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah: penyelenggaraan pelatihan usaha; dan/ atau kegiatan pengelolaan pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah lainnya;

d. Pengelolaan kegiatan lembaga kemasyarakatan: pelatihan pembinaan Lembaga Kemasyarakatan Kelurahan; dan/atau kegiatan pengelolaan lembaga kemasyarakatan lainnya;

e. Pengelolaan kegiatan

ketenteraman, ketertiban umum, dan perlindungan masyarakat: pengadaan/penyelenggaraan pos keamanan Kelurahan; penguatan dan peningkatan kapasitas tenaga keamanan/ ketertiban Kelurahan; dan/ atau kegiatan pengelolaan ketenteraman, ketertiban umum dan perlindungan masyarakat lainnya; dan

f. Penguatan kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana serta kejadian luar biasa lainnya: penyediaan layanan informasi tentang bencana; pelatihan kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana; pelatihan tenaga sukarelawan untuk penanganan bencana; edukasi manajemen proteksi kebakaran; dan/ atau penguatan kesiapsiagaan masyarakat yang lainnya.

Penyerapan DAU Tambahan

Jika terdapat sisa pagu DAU Tambahan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Pemerintah Daerah wajib menganggarkan kembali pada APBD tahun anggaran berikutnya

dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Sisa DAU Tambahan atas kegiatan yang output kegiatannya telah tercapai, dianggarkan kembali untuk mendanai kegiatan yang sama atau kegiatan lainnya pada kelurahan tertentu sesuai prioritas.

b. Sisa DAU Tambahan atas kegiatan yang output kegiatannya belum tercapai, dianggarkan kembali untuk mendanai kegiatan yang sama pada kelurahan yang bersangkutan.

(12)

A

P

B

N

K

ITA

(

K

iner

ja

d

an

F

ak

ta

) E

d

is

i F

eb

ru

ar

i 2

0

1

9

Foto:

Media Keuangan/ ANH

PENERIMA AN

PAJAK

(dalam triliun Rupiah)

Uraian APBN

2019

Realisasi s.d. Januari 2019

∆%

2018 - 2019

% thd Target

Pajak Penghasilan 894,45 56,11 20,95% 7,48% - Migas 66,15 6,27 38,23% 9,48% - Non Migas 828,29 49,84 19,07% 6,02% PPN & PPnBM 655,39 29,26 -9,17% 4,46% PBB & Pajak Lainnya 27,71 0,63 49,09% 2,26%

Jumlah 1.577,56 86,00 8,82% 5,45%

Realisasi Penerimaan Pajak s.d. Januari 2019

*angka sementara per Januari 2019

Pendapatan Negara

Memasuki 2019, Pajak Penghasilan Tumbuh Hingga Dua Puluh Persen

M

emasuki tahun 2019, untuk periode 1 Januari hingga 31 Januari 2019, telah terkumpul realisasi penerimaan pajak sebesar Rp86,00 triliun. Capaian tersebut setara dengan 5,45 persen dari target APBN 2019. Apabila

dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, penerimaan pajak di bulan Januari 2019 mengalami pertumbuhan sebesar 8,82 persen (yoy).

(13)

A

Pertumbuhan (y-o-y) 1 Jan s.d, 31 Jan 2019

Pertumbuhan Penerimaan Pajak

Pertumbuhan (y-o-y) 1 Jan s.d. 31 Jan 2019

-4,97% termasuk TA

tidak termasuk TA

pajak ini ditopang oleh kinerja PPh Non-Migas dan PPh Migas yang mampu tumbuh double digits masing-masing sebesar 19,07 persen dan 38,23 persen.

Apabila kita lihat lebih dalam,

sebagian besar jenis-jenis pajak utama menunjukkan kinerja yang cukup baik, umumnya mencapai pertumbuhan

double digits. Di bulan Januari ini PPh Pasal 25/29 masih mampu melanjutkan trend pertumbuhan di atas 20 persen yang telah berlangsung sepanjang tahun 2018, bahkan tumbuh mencapai 57,12 persen (yoy). PPh Badan tumbuh hingga 58,87

kita lihat penerimaan secara bruto, sesungguhnya masih terdapat pertumbuhan sebesar 3,63 persen

(yoy) bila dibandingkan dengan penerimaan bruto bulan Januari 2018.

Ditinjau dari sisi sektoral, Pertumbuhan di bulan Januari 2019 ditopang oleh pertumbuhan sektor Jasa Keuangan (tumbuh 33,0 persen), Transportasi & Pergudangan (tumbuh 35,4 persen), serta sektor Pertambangan (tumbuh 175,7 persen).

Secara umum, kinerja penerimaan pajak di awal tahun 2019 ini cukup memberikan optimisme, terutama Jenis Pajak growth (yoy) growth (yoy)

Januari PPN Dalam Negeri 1,16 % -19,49 % Pajak atas Impor 25,28 % 6,66 % - PPh 22 Impor 26,83 % 13,60 % - PPN Impor 24,90 % 5,96 % - PPnBM Impor 32,65 % -42,65 %

Perdagangan Rp 20,50 T 25,4 % Pertambangan Rp 3,69 T 4,6 %

7,0%

28,4%

growth y-o-y 2019 growth y-o-y 2018

8,8%

melihat kinerja dari jenis-jenis pajak PPh Nonmigas, sebagai kontributor penerimaan terbesar. Momentum meningkatnya pertumbuhan ekonomi yang pada tahun 2018 mencapai 5,17 persen (tertinggi sejak 2012) diharapkan dapat berlanjut di tahun 2019, yang dari sisi perpajakan akan menjadi sumber pertumbuhan alami peningkatan penerimaan pajak.. persen (yoy), sementara PPh Orang

Pribadi tumbuh hingga 19,33 persen

(yoy).

PPh Final yang pada bulan Januari 2018 tumbuh 5,47 persen (yoy) kini mampu tumbuh 19,89 persen (yoy).

PPh Pasal 21 tumbuh 14,51 persen

(14)

A

P

B

N

K

ITA

(

K

iner

ja

d

an

F

ak

ta

) E

d

is

i F

eb

ru

ar

i 2

0

1

9

Penerimaan kepabeanan dan cukai mengawali tahun 2019 dengan kinerja pertumbuhan positif.

KEPABEANAN DAN

CUK AI

No. Jenis Penerimaan Target APBN Realisasi 2019 % Capaian Realisasi 2018

Pertumbuhan (yoy)

Nominal %2019 %2018

1 Bea Masuk 38.90 2.95 7.57% 2.80 0.14 5.07% 13.67%

2 Cukai 165.50 0.49 0.29% 0.36 0.13 36.54% 48.34%

3 Bea Keluar 4.42 0.33 7.49% 0.37 -0.04 -10.41% 18.42%

Total 208.82 3.76 1.80% 3.53 0.23 6.63% 16.92%

PPN Impor 13.82 13.05 0.77 5.88% 24.90%

PPn BM Impor 0.10 0.17 -0.07 -42.65% 32.65%

PPh Pasal 22 Impor 4.63 4.08 0.55 13.53% 26.83%

Total PDRI lainnya 18.55 17.30 1.25 7.22% 25.42%

Total Bea Cukai dan Pajak 22.32 20.83 1.48 7.12% 23.89%

Pendapatan Negara

Pertumbuhan Penerimaan Total s.d. Januari 2016-2019

P

enerimaan kepabeanan dan cukai hingga akhir bulan pertama di tahun 2019 adalah Rp3,76 triliun, atau baru mencapai 1,80 persen dari target APBN 2019 yang sebesar Rp208,82 triliun. Raihan tersebut apabila dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu lebih tinggi Rp0,23 triliun atau tumbuh sebesar 6,63 persen. Penerimaan kepabeanan dan

cukai berasal dari penerimaan yang bersifat rutin dan extra effort, dengan kontribusi masing-masing sebesar 91,22 persen dan 8,78 persen.

Kinerja penerimaan mengalami pertumbuhan positif di awal tahun 2019. Komponen penerimaan yang terdiri atas bea masuk (BM), bea keluar (BK), dan cukai tidak semuanya tumbuh positif, karena penerimaan

BK mengalami pertumbuhan negatif. Namun demikian pertumbuhan positif pada total penerimaan diharapkan menjadi sinyal positif dalam menghadapi tahun 2019 yang penuh dengan tantangan.

Dalam upayanya mengumpulkan penerimaan kepabeanan dan cukai, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) juga turut berperan dalam penerimaan pajak dalam rangka impor (PDRI) lainnya. PDRI tersebut terdiri atas PPN Impor, PPnBM Impor, dan PPh Pasal 22 Impor dengan

kinerja masing-masing yaitu Rp13,82 triliun, Rp0,10 triliun, dan Rp4,63 triliun. Alhasil, total penerimaan yang dikumpulkan oleh DJBC mencapai Rp22,32 triliun.

Penerimaan BM hingga tanggal 31 Januari 2019 berhasil dikumpulkan sebesar Rp2,95 triliun atau 7,57 persen dari targetnya yang sebesar Rp38,90 triliun. Capaian tersebut masih lebih tinggi dibanding capaian periode yang sama tahun 2018 yang sebesar Rp2,80 triliun atau tumbuh sebesar 5,07 persen. Capaian penerimaan BM

Pertumbuhan Penerimaan Bea Masuk s.d. Januari 2016-2019

(15)

A

P

B

N

K

ITA

(

K

iner

ja

d

an

F

ak

ta

) E

d

is

i F

eb

ru

ar

i 2

0

1

9

Pertumbuhan Penerimaan BK

Januari, 2016 - 2019

tanggal 31 Januari 2019 yang berhasil dikumpulkan adalah sebesar Rp0,49 triliun atau 0,29 persen dari target APBN 2019 yang sebesar Rp165,50 triliun. Pertumbuhan penerimaan cukai menjadi pertumbuhan yang tertinggi dibandingkan komponen penerimaan lainnya, dengan mampu tumbuh sebesar 36,54 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2018. Kinerja tersebut didorong oleh pertumbuhan produksi hasil tembakau (HT) dan kenaikan tarif minuman mengandung etil alkohol (MMEA).

Penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) mampu meraup Rp0,22 triliun atau 0,14 persen dari target APBN 2019 yang sebesar Rp158,86 triliun. CHT mengalami pertumbuhan yang signifikan sebesar 76,03 persen, kinerja tersebut didorong

oleh peningkatan produksi yang disebabkan oleh tidak adanya forestalling sebagai akibat tidak adanya kenaikan tarif CHT di tahun 2019. Pertumbuhan produksi terutama pada pabrik rokok (PR) golongan I, mengakibatkan peningkatan tarif efektif CHT sebesar 492 rupiah per batang (4,71 persen).

Penerimaan cukai MMEA mencapai Rp0,25 triliun atau 4,15 persen dari target APBN 2019 yang sebesar Rp5,99 triliun. Kinerja cukai MMEA yang juga mengalami pertumbuhan positif hingga 19,15 persen, didorong oleh naiknya tarif cukai MMEA golongan A pada tahun 2019. Penerimaan cukai etil alkohol (EA) sendiri capaiannya baru sebesar Rp0,01 triliun atau 7,97 persen dari target APBN tahun 2019 yang sebesar Rp0,16 triliun.

menjadi yang tertinggi dibandingkan capaian komponen penerimaan yang lain. Faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan BM adalah devisa impor yang terkena tarif di atas 0 persen, utilisasi FTA, hingga dampak program penertiban impor berisiko tinggi (PIBT).

Secara total, devisa impor bulan Januari 2019 turun minus 0,97 persen dibandingkan bulan Januari 2018. Impor komoditas bertarif 0 persen ditambah utilisasi FTA yang terus meningkat, turut memperlambat pertumbuhan penerimaan BM yang hanya mencapai 5,1 persen. Kinerja yang berbeda terlihat pada penerimaan extra effort BM, yang mampu tumbuh 2 digit sebesar 12,56 persen. Pertumbuhan extra effort tersebut dikontribusi oleh hasil audit ditambah peningkatan taxbase/ teus

importir berisiko tinggi (IBT) sebagai

dampak positif PIBT.

Realisasi penerimaan BK hingga tanggal 31 Januari 2019 baru mencapai Rp0,33 triliun atau 7,49 persen dari target APBN 2019 yang sebesar Rp4,42 triliun. Kinerja penerimaan BK di awal tahun menunjukkan pertumbuhan negatif yaitu minus 10,44 persen bila dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Kinerja tersebut disebabkan karena komoditas mineral tambang yang merupakan kontributor penerimaan BK terbesar, mengalami tekanan dimana mengalami pertumbuhan negatif terdalam sebesar minus 18,11 persen. Namun demikian, kinerja komoditas penyumbang BK lainnya masih tumbuh positif terutama dari produk kelapa sawit yang tumbuh 76,28 persen.

Capaian penerimaan cukai hingga

(16)

A

P

B

N

K

ITA

(

K

iner

ja

d

an

F

ak

ta

) E

d

is

i F

eb

ru

ar

i 2

0

1

9

Dorong Peningkatan Ekspor,

Pemerintah Sederhanakan

Aturan Ekspor Kendaraan

K

ementerian Keuangan melakukan penyederhanaan aturan ekspor kendaraan bermotor dalam keadaan utuh (completely built up/CBU) dengan menerbitkan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-01/BC/2019 tentang Tata Laksana Ekspor Kendaraan Bermotor dalam Bentuk Jadi, yang ditetapkan pada 11 Februari 2019. Dengan adanya relaksasi prosedur ekspor ini, Pemerintah berharap ekspor kendaraan bermotor CBU akan meningkat, sehingga dapat memperbaiki defisit neraca perdagangan dan mengurangi hambatan dalam ekspor.

Dalam aturan baru tersebut, Pemerintah berupaya mendorong percepatan proses ekspor dengan memberikan tiga kemudahan. Pertama, ekspor kendaraan bermotor CBU dapat dimasukkan ke Kawasan Pabean tempat pemuatan sebelum pengajuan dokumen Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB). Kedua, pemasukan ke Kawasan Pabean tidak memerlukan Nota Pelayanan

Ekspor (NPE). Terakhir, pembetulan jumlah dan jenis barang paling lambat dilakukan tiga hari sejak tanggal keberangkatan kapal.

Sebelum aturan baru ini berlaku, setiap kendaraan bermotor yang akan diekspor wajib mengajukan PEB; menyampaikan NPE; serta apabila terdapat kesalahan, pembetulan jumlah dan jenis barang harus dilakukan paling lambat sebelum masuk Kawasan Pabean, sehingga waktu yang diperlukan lebih lama. Selain itu, perlu proses grouping atau pengelompokan ekspor yang kompleks, seperti berdasarkan waktu keberangkatan kapal, negara tujuan, vehicle identification number (VIN), jenis transmisi, sarana pengangkut, dan waktu produksi.

(17)

A

P

B

N

K

ITA

(

K

iner

ja

d

an

F

ak

ta

) E

d

is

i F

eb

ru

ar

i 2

0

1

9

akan diekspor. Kemudahan proses ini diharapkan dapat meningkatkan competitiveness advantages, karena:

1. Akurasi data lebih terjamin, sebab proses bisnis dilakukan secara otomatis melalui integrasi data antara perusahaan, tempat penimbunan sementara (TPS), dan DJBC;

2. Adanya efisiensi penumpukan di gudang eksportir, sehingga inventory level rendah. Dengan inventory level yang rendah, gudang eksportir dapat dimanfaatkan untuk penumpukan kendaraan CBU hasil peningkatan kapasitas produksi;

3. Dapat memaksimalkan jangka waktu penumpukan di Gudang TPS selama tujuh hari, karena proses grouping dan final quality control sebelum pengajuan PEB dapat dilakukan di TPS; dan

4. Menurunkan biaya trucking, karena jumlah truk berkurang dan logistics partner tidak perlu investasi truk dalam jumlah

banyak. Selain itu, pemakaian truk menjadi lebih efisien dan maksimal, karena digunakan setiap hari dan merata jumlah ritasenya.

Tren ekspor dan impor kendaraan bermotor Indonesia menunjukkan angka yang membaik dalam lima tahun terakhir. Pada 2014, ekspor tercatat sebesar 51,57 persen

dan impor sebesar 48,43 persen. Pada 2015, ekspor mencapai 55,40 persen dan

impor sebesar 44,60 persen. Selanjutnya, pada 2016 ekspor sebesar 61,40 persen

dan impor sebesar 38,60 persen. Pada 2017, ekspor tercatat sebesar 53,16 persen dan impor sebesar 46,84 persen. Pada 2018, ekspor tercatat mencapai 63,56 persen dan impor sebesar 36,44 persen. Tambahan competitiveness advantages tersebut diharapkan semakin berdampak positif pada kepercayaan prinsipal agar Indonesia menjadi negara produsen kendaraan terbesar di Asia Tenggara dan 12 besar dunia yang

menjadi basis ekspor kendaraan ke seluruh dunia.

Beberapa studi telah dilakukan untuk memproyeksikan efek positif penyederhanaan aturan ekspor kendaraan bermotor CBU. Studi yang dilakukan oleh PT Astra Daihatsu Motor menunjukkan, penyederhanaan aturan ini dapat menurunkan average stock level sebesar

36 persen, dari 1.900 unit/ bulan menjadi 1.200 unit/bulan; menurunkan kebutuhan truk untuk transportasi sebesar 19 persen per tahun, dari 26 unit menjadi 21 unit; serta menurunkan biaya logistik hingga 10 persen, yang terdiri atas man hour, trucking cost, serta direct dan indirect materials. Studi serupa juga dilakukan oleh Asosiasi Perusahaan Jalur Prioritas. Dengan menggunakan mekanisme ekspor baru ini, biaya logistik terkait storage dan handling akan turun menjadi sebesar Rp600 ribu/unit dan biaya trucking menjadi sebesar

Rp150 ribu/unit. Total cost efficiency yang diperoleh lima eksportir terbesar

kendaraan CBU mencapai Rp314,4 miliar/tahun.

(18)

A

Realisasi PNBP s.d. 31 Januari 2019 (dalam miliar Rupiah)

PENERIMA AN

NEGAR A BUK AN PAJAK

Pendapatan Negara

S

ampai dengan tanggal 31 Januari 2019, realisasi PNBP mencapai Rp18,32 triliun atau 4,84 persen dari APBN tahun 2019. Realisasi tersebut mengalami penurunan sebesar 4,08 persen jika dibandingkan dengan realisasi periode yang sama tahun 2018. Penurunan ini antara lain disebabkan karena adanya penurunan pada PNBP Lainnya secara keseluruhan yaitu turun sebesar 9,63 persen dari periode yang sama pada tahun 2018.

Realisasi penerimaan SDA Migas mencapai Rp7,28 triliun atau 4,56 persen dari targetnya dalam APBN tahun 2019. Realisasi tersebut mengalami penurunan sebesar 1,45 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2018. Penurunan penerimaan SDA Migas tersebut antara lain disebabkan karena lebih rendahnya realisasi ICP periode bulan Januari 2019 sebesar USD 56,55 per barel, dibandingkan realisasi ICP bulan bulan Januari 2018 sebesar USD 65,59 per barel.

2019 Realisasi

APBN 31 Januari

2019

% thd APBN

Growth

I. Penerimaan Negara Bukan Pajak

D. Pendapatan BLU 47.884,45 339,40 0,71 7,61

Realisasi penerimaan SDA Non Migas mencapai Rp2,53 triliun atau 8,17 persen dari target APBN tahun 2019. Realisasi tersebut lebih tinggi 7,40 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2018 yang sejumlah Rp2,35 triliun. Meskipun secara rata-rata HBA mengalami penurunan, namun peningkatan ini antara lain disebabkan oleh terbitnya Kep. Menteri ESDM No. 1823/30/ MEM/2018 tentang Pedoman

pelaksanaan pengenaan, pemungutan dan pembayaran/penyetoran PNBP Minerba sehingga Wajib Bayar minerba melakukan pembayaran royalti secara bulanan dan

pembayaran iuran tetap dibayarkan setiap bulan Januari.

Sedangkan dari sektor kekayaan negara dipisahkan belum tercatat realisasi penerimaan atau realisasi sejumlah Rp0. Realisasi tersebut sama dengan periode bulan Januari tahun 2018 karena secara umum, BUMN akan menyelenggarakan RUPS sekitar bulan Maret atau April sehingga realisasi penerimaan baru akan tercatat pada bulan April atau setelahnya.

Realisasi penerimaan PNBP Lainnya mencapai Rp8,16 triliun atau 8,68 persen dari target APBN tahun 2019. Realisasi tersebut mengalami penurunan sebesar 9,63 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2018 sebesar Rp9 triliun. Penurunan realisasi penerimaan PNBP Lainnya tersebut antara lain karena pada tahun 2018 terdapat realisasi pendapatan premium obligasi negara yang mencapai Rp852,99 miliar sedangkan pada tahun 2019 tidak tercatat realisasi dari pendapatan tersebut.

(19)

A

P

B

N

K

ITA

(

K

iner

ja

d

an

F

ak

ta

) E

d

is

i F

eb

ru

ar

i 2

0

1

9

Foto Ilustrasi: Media Keuangan/ Tino

Realisasi Belanja Pemerintah Pusat di bulan Januari tahun 2019 lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya karena ditopang penyerapan belanja K/L yang lebih cepat.

BELANJA PEMERINTAH

PUSAT

Belanja Negara

P

enyerapan belanja pemerintah pusat hingga akhir Januari 2019 mencapai Rp76,13 triliun atau sekitar 4,66 persen dari pagu APBN 2019. Hal ini berarti

penyerapan belanja pemerintah pusat mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 4,44 persen dari pagu APBN 2018. Peningkatan tersebut ditopang oleh

Realisasi Belanja Pemerintah Pusat

Belanja Pemerintah Pusat (triliun Rupiah)

2019 Realisasi

APBN s.d. Jan 2019 % thd APBN % Growth

Belanja K/L 855,45 31,98 3,74 58,50

Belanja Pegawai 224,41 12,30 5,48 6,35

Belanja Barang 344,64 2,90 0,84 29,68 Belanja Modal 189,34 1,65 0,87 60,47 Bantuan Sosial 97,06 15,13 15,59 182,95

Belanja Non K/L 778,89 44,15 5,67 (0,66)

al.Pembayaran Bunga Utang 275,89 22,99 8,33 (2,22)

Subsidi 224,32 - - -

(20)

A

P

B

N

K

ITA

(

K

iner

ja

d

an

F

ak

ta

) E

d

is

i F

eb

ru

ar

i 2

0

1

9

meningkatnya penyerapan belanja K/L dari 2,38 persen terhadap pagu APBN 2018 menjadi 3,74 persen terhadap pagu APBN 2019. Sedangkan penyerapan belanja non K/L relatif turun dari 7,32 persen terhadap pagu APBN 2018 menjadi 5,67 persen terhadap pagu APBN 2019.

Dari sisi jenis belanja, peningkatan persentase penyerapan belanja pemerintah pusat yang terbesar terdapat pada belanja bantuan sosial. Penyerapan belanja bantuan sosial sampai dengan Januari 2019 ini telah mencapai 15,59 persen terhadap pagu APBN 2019 sedangkan tahun 2018 hanya sebesar 6,92 persen. Hal ini disebabkan oleh percepatan pencairan Program Keluarga Harapan (PKH) tahap I di bulan Januari dan kenaikan indeks bantuan pada komponen kesehatan dan pendidikan sebesar 100 persen. Sementara itu, penyerapan belanja pegawai juga mengalami peningkatan sebesar 0,40 persen dibandingkan periode

yang sama tahun 2018 terutama disebabkan adanya kenaikan tunjangan kinerja pada beberapa K/L. Penyerapan belanja barang mengalami peningkatan dari 0,66 persen terhadap pagu APBN 2018 menjadi 0,84 persen terhadap pagu APBN 2019. Selain itu, belanja modal juga mengalami peningkatan dari 0,50 persen terhadap pagu APBN 2018 menjadi 0,87 persen terhadap pagu APBN 2019. Peningkatan belanja barang dan belanja modal ini sesuai dengan keinginan Pemerintah agar penyerapan tidak lagi menumpuk pada triwulan akhir. Adapun penyerapan pembayaran bunga utang lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya. Penyerapan bulan ini sebesar 8,33 persen dari pagu APBN 2019 sedangkan penyerapan pada periode yang sama tahun lalu sebesar 9,86 persen dari pagu APBN 2018. Untuk belanja yang lain, penyerapannya relatif tidak jauh berbeda dibandingkan tahun sebelumnya.

Tabel Perkembangan Penyerapan Belanja K/L (dalam triliun Rupiah

A. REALISASI BELANJA K/L TAHUN 2018

No. KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA

2018 2019

APBN

Realisasi s.d. 31 Januari

% thd

APBN APBN

Realisasi s.d. 31 Januari

% thd APBN

1 KEMEN PU PERA 107,39 1,09 1,02 110,73 1,35 1,22 2 KEMENHAN 107,68 2,38 2,21 108,36 2,60 2,40

3 POLRI 95,03 2,57 2,71 86,19 3,12 3,62

4 KEMENAG 62,15 1,24 1,99 62,07 1,36 2,19

5 KEMENSOS 41,30 3,25 7,86 58,91 13,02 22,10

6 KEMENKES 59,10 2,63 4,45 58,75 2,69 4,58

7 KEMENKEU 45,68 2,16 4,73 45,16 2,57 5,69

8 KEMENHUB 48,20 0,38 0,79 41,55 0,65 1,56

9 KEMENRISTEK

DIKTI 41,28 0,63 1,52 41,26 0,64 1,55

10 KEMENDIKBUD 40,09 0,62 1,54 35,99 0,23 0,65

11 KEMENTAN 23,82 0,14 0,58 21,69 0,15 0,67

12 KEMENKUMHAM 10,59 0,46 4,39 13,31 0,51 3,84

13 MA 8,26 0,48 5,84 8,28 0,49 5,93

14 KEMENLU 7,25 0,06 0,88 7,91 0,13 1,59

15 KKP 7,29 0,08 1,08 5,48 0,08 1,52

15 K/L dengan Pagu

Terbesar 705,12 18,18 2,58 705,63 29,60 4,19

K/L Lainnya 142,31 2,00 1,41 149,82 2,38 1,59

(21)

A

P

B

N

K

ITA

(

K

iner

ja

d

an

F

ak

ta

) E

d

is

i F

eb

ru

ar

i 2

0

1

9

Realisasi Belanja K/L sampai dengan 31 Januari 2019 mencapai Rp31,98 triliun atau 3,74 persen dari pagu APBN 2019. Realisasi belanja K/L tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan realisasi belanja K/L pada periode yang sama tahun 2018 sebesar 2,38 persen. Rata-rata belanja K/L tersebut masih didominasi oleh 15 K/L terbesar, utamanya Kementerian Sosial yang telah merealisasikan percepatan pencairan Program Keluarga Harapan (PKH) tahap pertama di bulan Januari dengan indeks bantuan untuk komponen kesehatan dan pendidikan dua kali lebih besar dibanding 2018.

Faktor-faktor yang memengaruhi tingkat penyerapan belanja K/L antara lain kelanjutan kebijakan percepatan pelaksanaan kegiatan melalui lelang dini.

K/L yang telah melakukan kontrak telah mencapai 32,13 triliun atau 16,97 persen dari belanja modal K/L. Tiga K/L yang telah melakukan kontrak dengan nilai terbesar adalah Kemen PU PERA, Kemenhub, dan Kemenhan. Kemen PU PERA telah melakukan kontrak sebesar 11,90 triliun atau 15,61 persen dari pagu belanja modal. Kemenhub telah melakukan kontrak sebesar 5,55 triliun

Tabel Realisasi Belanja non-K/L

Belanja NonK/L (triliun Rupiah)

2019

% Growth APBN APBN s.d Jan

2019

% thd APBN

al. 1. Belanja Pegawai 157,15 20,92 13,31 0,42

2. Belanja Barang 0,59 0,00 0,02 -

3. Pembayaran Bunga Utang 275,89 22,99 8,33 (2,22)

4. Subdisi 224,32 - - (100,00)

5. Belanja Hibah 1,94 0,00 0,14 -

JUMLAH 778,89 44,15 5,67 (0,67)

atau 23,20 persen dari pagu belanja modal. Kemenhan telah melakukan kontrak sebesar 5,43 triliun atau 16,91 persen dari pagu belanja modal.

B. REALISASI BELANJA NONK/L TAHUN 2018

Realisasi belanja non-K/L sampai dengan Januari 2019 mencapai Rp44,15 triliun atau mencapai 5,67 persen dari pagu APBN tahun 2019. Realisasi belanja non-K/L tersebut lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2018 yang mencapai Rp44,44 triliun atau 7,32 persen. Salah satu

faktor yang memengaruhi penyerapan belanja non-K/L adalah belum ada penyerapan pada belanja subsidi, hal ini disebabkan proses administrasi dan verifikasi dalam penyaluran subsidi. Selain itu, menurunnya belanja pembayaran imbalan SBSN dalam negeri menyebabkan pembayaran bunga utang lebih rendah dari tahun sebelumnya.

APBN Belanja

Modal Nilai Kontrak % thd Belanja

Modal

1 KEMEN PU PERA 110,73 76,24 11,90 15,61 2 KEMENHUB 41,55 23,91 5,55 23,20 3 KEMENHAN 108,36 32,10 5,43 16,91 4 POLRI 86,19 17,66 2,23 12,62 5 KEMENKUMHAM 13,31 1,62 1,72 106,27 6 KEMENKEU 45,16 1,81 0,90 49,52 7 KPU 18,10 0,15 0,66 435,02 8 BSSN 2,31 1,89 0,44 23,20 9 KEMENRISTEK DIKTI 41,26 3,96 0,25 6,30 10 KEMENKES 58,75 3,73 0,21 5,64

525,72

163,07 29,28 17,95

329,73

26,27 2,85 10,85

855,45

189,34 32,13 16,97 10 K/L dengan Nilai Kontrak Terbesar

K/L Lainnya

JUMLAH

No. KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA

2019

(22)

A

Langkah-Langkah Strategis

Pelaksanaan Anggaran

Kementerian Negara/Lembaga

Tahun Anggaran 2019

Pada tahun 2019, telah ditetapkan belanja APBN sebesar Rp2.461,1 triliun dan pendapatan negara sebesar Rp2.165,1 triliun atau terdapat defisit anggaran sebesar Rp296 triliun (1,84 persen terhadap PDB). Tema utama dari Kebijakan Fiskal yang akan dijalankan Pemerintah pada Tahun Anggaran 2019 yaitu “APBN untuk mendukung investasi dan daya saing melalui pembangunan (investasi) sumber daya manusia”.

Untuk mendukung kebijakan tersebut, pada APBN Tahun Anggran 2019 telah dialokasikan belanja pemerintah pusat sebesar Rp1.607,3 triliun dengan rincian belanja Kementerian Negara/Lembaga sebesar Rp840,3 triliun dan belanja non Kementerian Negara/Lembaga sebesar Rp767,1 triliun. Alokasi belanja tersebut digunakan untuk melaksanakan program pembangunan nasional pada berbagai bidang, antara lain pendidikan, kesehatan, infrastruktur, penanggulangan kemiskinan, dan peningkatan pelayanan masyarakat.

Menteri Keuangan dalam berbagai kesempatan menyampaikan bahwa

pelaksanaan anggaran harus memperhatikan peningkatan kualitas belanja, antara lain melalui kesesuaian antara perencanaan dan eksekusinya, kepatuhan terhadap regulasi, efisiensi dan efektifitas pelaksanaan anggaran, serta berorientasi pada pencapaian

output dan outcome.

Peningkatan kualitas belanja ditujukan untuk melaksanakan program pembangunan nasional pada berbagai bidang, antara lain pendidikan, kesehatan, infrastruktur, penanggulangan kemiskinan, dan peningkatan pelayanan masyarakat.

Pada awal tahun 2018, Menteri Keuangan melalui surat nomor S-67/ MK.05/2018 telah menyampaikan kepada para Menteri/Pimpinan Lembaga untuk melaksanakan langkah-langkah strategis

pelaksanaan anggaran sebagai upaya meningkatkan kinerja pelaksanaan anggaran yang pada intinya berisi sebagai berikut, antara lain:

1. Menyusun dan menetapkan Dokumen Pendukung Pelaksanaan Anggaran;

2. Reviu atas DIPA dan Rencana Kegiatan;

3. Meningkatkan Ketertiban Penyampaian Data Supplier dan Data Kontrak;

4. Memastikan Ketepatan Waktu Penyelesaian Tagihan; dan

5. Mengendalikan Pengelolaan Uang Persediaan (UP)/Tambahan Uang Persediaan (TUP).

Dalam rangka menindaklanjuti surat Menteri Keuangan tersebut, Direktur Jenderal Perbendaharaan telah menyampaikan kepada para Kepala Kanwil DJPb dan Kepala KPPN melalui surat nomor S-1717/PB/2018 sebagai petunjuk teknis nomor S-67/ MK.05/2018.

Dengan adanya langkah-langkah strategis tersebut, maka pada pelaksanaan anggaran tahun 2018 mengalami peningkatan kualitas kinerja yang cukup signifikan dibandingkan dengan tahun anggaran sebelumnya (2017). Hal ini diindikasikan dengan berbagai capaian kinerja, antara lain:

1. Secara rata-rata, Indikator Kinerja Pelaksanaan anggaran (IKPA) meningkat dari 82,19 poin pada tahun 2017 menjadi 88,42 poin pada tahun 2018, hal ini menunjukkan bahwa terdapat peningkatan pada pola eksekusi anggaran yang dilakukan oleh satker Kementerian Negara/ Lembaga.

2. Peningkatan capaian IKPA Kementerian Negara/Lembaga tahun 2018 diperoleh dari meningkatnya ketertiban satker dalam menyelesaikan tagihan SPM LS Kontraktual dari 86,84 persen pada tahun 2017 menjadi 91,9 persen pada tahun 2018. Hal ini menunjukan bahwa Satuan Kerja telah semakin patuh dalam melaksanakan proses pembayaran kepada penerima pembayaran sesuai waktu yang telah ditentukan yaitu 17 hari kerja sejak tagihan diajukan oleh penerima pembayaran.

(23)

A

dispensasi SPM terkait langkah-langkah pelaksanaan akhir tahun anggaran tahun 2018 berkurang secara signifikan dibandingkan dispensasi pada tahun 2017 yaitu sebanyak 5.146 Dokumen menjadi 3.851 Dokumen. Pengajuan dispensasi oleh Satker pada umumnya disebabkan terlambatnya pengajuan tagihan oleh pihak ketiga kepada PPK, sehingga berakibat pada terlambatnya pengajuan SPM ke KPPN.

4. Ketepatan waktu pendaftaran data kontrak sesuai yang ditentukan (5 hari kerja sejak kontrak ditandatangani) mengalami peningkatan dari tahun 2017 sebesar 58,1 persen menjadi 80,0 persen pada tahun 2018. Hal ini menunjukan semakin tertib dalam

melaksanakan pendaftaran data kontrak ke KPPN yang berdampak positif pada akurasi penyediaan dana di BUN untuk membayar tagihan

5. Kebijakan pengendalian UP/ TUP juga menunjukkan hasil positif yang diindikasikan dengan nilai outstanding UP/ TUP pada akhir tahun mengalami penurunan dari Rp15,12 triliun pada tahun 2017, menjadi hanya sebesar Rp8,6 triliun

pada tahun 2018. Menurunnya frekuensi penggunaan UP/TUP, terutama pada akhir tahun 2018, disebabkan optimalisasi pemanfaatan UP yang hanya untuk kebutuhan operasional serta kebijakan pemberian TUP secara selektif untuk kegiatan yang bersifat prioritas.

Berbagai peningkatan nilai indikator kinerja pelaksanaan anggaran di atas menunjukan bahwa Kebijakan Langkah-Langkah Strategis

Pelaksanaan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga pada Tahun 2018, yang dirumuskan dalam Surat Menteri Keuangan Nomor S-67/MK.05/2018 telah berjalan efektif.

Menindaklanjuti arahan Menteri Keuangan serta dalam upaya untuk lebih meningkatkan kualitas pelaksanaan anggaran Kementerian Negara/Lembaga TA 2019, perlu dirumuskan kembali langkah-langkah strategis pelaksanaan anggaran tahun 2019 yang disusun berdasarkan evaluasi pelaksanaan anggaran tahun 2018 guna peningkatan kinerja pelaksanaan anggaran yang lebih baik lagi.

Untuk mendukung peningkatan kinerja dan kualitas pelaksanaan anggaran pada Kementerian Negara/Lembaga serta optirnalisasi peran belanja pemerintah dalam

mengakselerasi pertumbuhan ekonomi di tahun 2019, Kementerian Keuangan melalui Ditjen

Perbendaharaan mengeluarkan kebijakan berupa Langkah-Langkah Strategis Pelaksanaan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga Tahun Anggaran 2019. Kebijakan tersebut dituangkan dalam bentuk Surat Menteri Keuangan Nomor: S-66/ MK.05/2019 pada tanggal 22 Januari 2019.

Kebijakan Langkah-langkah strategis dalam surat Menteri Keuangan tersebut meminta agar Menteri/ Pimpinan Lembaga memerintahkan seluruh satuan kerja (satker) di lingkup kerjanya untuk melaksanakan aktivitas monev yang meliputi reviu, pemantauan, dan evaluasi atas pelaksanaan anggaran belanja K/L dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Melakukan Penyesuaian terhadap Perencanaan dengan Pelaksanaan Anggaran

a. Segera meneliti dan melakukan reviu atas RKA-KL/DIPA pada awal tahun anggaran sesuai dengan rencana kegiatan yang akan dilaksanakan dan selanjutnya melakukan revisi DIPA apabila terdapat perubahan kebijakan

program/kegiatan pada K/L.

b. Segera mempersiapkan dokumen yang diperlukan untuk menyelesaikan hal tersebut melalui mekanisme revisi DIPA, apabila masih terdapat anggaran yang diberikan catatan dalam DIPA misalnya “tanda blokir’.

c. Memastikan bahwa dalam pengajuan pencairan anggaran, pagu DIPA telah tersedia/cukup tersedia dan tidak melakukan revisi yang berakibat pada pengurangan alokasi terhadap pagu yang sudah dikontrakkan.

d. Segera melakukan revisi anggaran apabila terjadi pagu minus dan terdapat potensi terjadinya pagu minus apabila akan dilakukan pembayaran.

2. Menyusun dan Menetapkan Dokumen Pendukung Pelaksanaan Anggaran

• Melakukan percepatan penyusunan penyelesaian dokumen pendukung yang diperlukan untuk menghindari tertundanya pelaksanaan kegiatan.

3. Meningkatkan Kepatuhan terhadap Regulasi Pelaksanaan Anggaran

a. Mengajukan Uang Persediaan (UP) secara rasional sesuai kebutuhan operasional bulanan satker dengan mengoptimalkan pembayaran langsung dalam proses pernbayaran serta mempercepat revolving UP.

b. Memanfaatkan Tambahan Uang Persediaan (TUP) hanya untuk kegiatan mendesak dan sesuai dengan rencana kegiatan yang diajukan.

(24)

A

P

B

N

K

ITA

(

K

iner

ja

d

an

F

ak

ta

) E

d

is

i F

eb

ru

ar

i 2

0

1

9

dengan waktu yang ditentukan.

d. Meningkatkan kedisiplinan dalam penyampaian data-data keuangan dan dokumen pembayaran yang digunakan untuk proses pencairan anggaran.

4. Meningkatkan Efektifitas Pelaksanaan Kegiatan

a. Segera menyelesaikan tagihan dan tidak menunda proses pembayaran untuk pekerjaan yang telah selesai terminnya atau kegiatan yang telah selesai pelaksanaannya sesuai batas waktupenyelesaian tagihan untuk menghindari penumpukan tagihan di akhir tahun anggaran.

b. Memberikan teguran/sanksi kepada pejabat perbendaharaan Satker yang terlambat dalarn menyelesaikan tagihan sesuai waktu yang telah ditentukan.

c. Mengoptimalkan penyerapan anggaran secara proporsional setiap bulan berdasarkan rencana kegiatan dan rencana penarikan dana.

d. Memastikan bahwa data yang diinformasikan dalam dokumen pembayaran telah benar agar pihak penerima pembayaran dapat menerima haknya secara tepat waktu dan tepat jumlah.

5. Mendorong Efisiensi Pelaksanaan Kegiatan

• Mengajukan dokumen pembayaran secara benar dan tepat waktu sesuai dengan Rencana Penarikan Dana yang telah diajukan agar pembayaran dapat dilakukan secara tepat waktu, sehingga pelaksanaan kegiatan dapat berjalan dengan lancar.

6. Meningkatkan Ketertiban Penyampaian Data Supplier dan Data Kontrak

a. Segera menandatangani kontrak pengadaan

dan menyampaikan data kontrak, termasuk addendum kontrak kepada Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN).

b. Meningkatkan

koordinasi antar pejabat perbendaharaan dalam rneningkatkan ketertiban penyampaian data supplier dan data kontrak ke KPPN.

7. Memastikan Penyaluran Dana Bantuan Sosial (Bansos) dan Bantuan Pemerintah (Banper) Tepat Waktu dan Tepat Sasaran

a. Menetapkan pedoman umum/petunjuk teknis/ operasional pelaksanaan pembayaran Bansos dan Banper yang sederhana, mudah dipahami, dan akuntabel.

b. Melakukan verifikasi dan segera menyalurkan bantuan kepada penerima Bansos dan Banper apabila data telah akurat.

c. Melakukan pengendalian terhadap dana Bansos yang mengendap di rekening bank penyalur.

d. Segera menyetorkan sisa dana Bansos yang tidak tersalurkan ke rekening kas negara.

.

(25)

A

DAN DANA DESA

Belanja Negara

A

lokasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) pada APBN Tahun 2019 yang ditetapkan sebesar Rp826,77 triliun, telah terealisasi sebesar Rp77,72 triliun (9,40 persen) di bulan pertama tahun 2019 ini. Realisasi penyaluran tersebut lebih tinggi Rp2,91 triliun jika dibandingkan dengan penyaluran TKDD periode yang sama tahun 2018 sebesar Rp74,81 triliun (9,76 persen). Capaian tersebut berasal dari realisasi Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Bagi Hasil (DBH), dan Dana Alokasi Khusus (DAK) Nonfisik, dan Dana Desa.

A. DANA PERIMBANGAN

Sebagai komponen terbesar dalam struktur TKDD, Dana Perimbangan dianggarkan sebesar Rp724,59 triliun atau 87,64 persen dari keseluruhan alokasi TKDD dalam APBN Tahun 2019. Dana Perimbangan terdiri atas Dana Transfer Umum (DTU) sebesar Rp524,22 triliun, dan Dana Transfer Khusus (DTK) sebesar Rp200,37 triliun. Hingga 31 Januari 2019, realisasi Dana

Perimbangan mencapai Rp77,41 triliun atau 10,68 persen dari pagu APBN 2019. Realisasi tersebut lebih tinggi sebesar Rp3,21 triliun dibandingkan dengan realisasi periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp74,19 triliun, atau 10,97 persen dari pagu APBN 2018.

1. DANA TRANSFER UMUM (DTU)

DTU terdiri dari DBH dan DAU. Sesuai nomenklaturnya, penggunaan DTU oleh daerah sifatnya relatif fleksibel sesuai kebutuhan dan prioritas daerah. DTU memiliki peranan yang sangat penting bagi APBD karena merupakan penopang utama penyelenggaraan pemerintahan daerah dan layanan umum daerah. Per 31 Januari 2019, realisasi DTU berjumlah Rp73,33 triliun, atau 13,99 persen dari pagu anggaran DTU sebesar Rp524,22 triliun. Capaian tersebut meningkat Rp3,96 triliun jika dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai Rp69,37 triliun atau 14,14

persen dari pagu alokasi. a. Dana Alokasi Umum (DAU) Pada tahun 2019 ini, Pemerintah mengalokasikan DAU sebesar Rp417,87 triliun yang terdiri dari DAU regular sebesar Rp414,87 triliun dan DAU tambahan untuk bantuan pendanaan kelurahan sebesar Rp3 triliun.

Untuk DAU reguler sebesar Rp414,87 triliun, kinerja realisasi penyalurannya relatif stabil dari tahun ke tahun, karena disalurkan secara rutin sebesar 1/12 setiap bulannya. Sampai dengan 31 Januari 2019, realisasi penyaluran DAU reguler telah mencapai Rp69,12 triliun atau 16,54 persen, lebih tinggi sebesar Rp2,61 triliun bila dibandingkan dengan realisasinya pada periode yang sama tahun 2018 sebesar Rp66,51 triliun atau 16,57 persen. Realisasi penyaluran DAU reguler hingga 31 Januari 2019 dipengaruhi oleh adanya penundaan penyaluran DAU terhadap 23 Pemerintah Daerah yang belum menyampaikan laporan

Informasi Keuangan Daerah(IKD) sebesar Rp95,97 miliar. Selain itu, realisasi penyaluran tersebut juga telah memperhitungkan: (i) Penyaluran kembali DAU sebesar Rp68,27 miliar kepada 14 daerah yang telah menyampaikan laporan IKD, (ii) Penyelesaian kewajiban Daerah Otonom Baru(DOB) pada 3 daerah sebesar Rp9 miliar, (iii) penyelesaian kewajiban tunggakan iuran

jaminan kesehatan kepada Badan Penyelengaran Jaminan Sosial (BPJS) oleh 11 daerah sebesar Rp104,26 miliar.

(26)

A

penjabaran APBD yang memuat anggaran DAU tambahan serta surat pernyataan kepala daerah yang menyatakan telah mengalokasikan anggaran untuk pendanaan kelurahan baik dari DAU tambahan maupun APBD TA 2019. Sedangkan untuk penyaluran tahap II, dilaksanakan setelah daerah menyampaikan Laporan Realisasi Penyerapan DAU Tambahan tahap I yang menunjukkan realisasi paling sedikit 50 persen dari dana yang telah diterima di Rekening Kas Umum Daerah.

Pemerintah senantiasa melakukan upaya persiapan penyaluran DAU tambahan sejak memasuki awal tahun 2019. Namun, sampai dengan 31 Januari 2019, Pemerintah daerah belum ada yang menyampaikan persyaratan penyaluran tahap I secara lengkap sehingga belum ada DAU tambahan yang disalurkan. Pemerintah terus melakukan

koordinasi dengan Pemerintah daerah agar pelaksanaan DAU tambahan dapat terlaksana dengan optimal.

b. Dana Bagi Hasil (DBH)

Realisasi penyaluran DBH hingga 31 Januari 2019 adalah sebesar Rp4,21 triliun atau 3,96 persen dari pagu alokasi DBH TA 2019 sebesar Rp106,35 triliun, meningkat Rp1,35 triliun jika dibandingkan dengan realisasi pada periode sama tahun 2018 yang hanya mencapai Rp2,86 triliun atau 3,20

persen dari pagu alokasi DBH TA 2018 sebesar Rp89,23 triliun. Kenaikan realisasi penyaluran DBH tersebut dikarenakan pagu alokasi DBH TA 2019 mengalami kenaikan sebesar Rp17,12 triliun atau 19,19 persen dibandingkan pagu alokasi DBH TA 2018.

Penyaluran DBH triwulan I TA 2019 pada bulan Januari dilakukan untuk DBH SDA sektor Mineral Batu Bara sebesar 20 persen dari pagu alokasi, sektor Panas Bumi sebesar 20 persen dari pagu alokasi, dan sektor Perikanan sebesar 15 persen pagu alokasi.

DBH Cukai Hasil Tembakau (CHT) dan DBH Kehutanan Dana Reboisasi (DR) merupakan dua jenis DBH yang telah ditentukan peruntukkanya. DBH CHT, digunakan untuk mendanai program kegiatan sesuai Undang-undang nomor 39 tahun 2007 tentang Cukai dengan prioritas pada bidang kesehatan yang mendukung program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dari sisi supply side dengan sasaran meningkatkan kualitas dan kuantitas fasilitas pelayanan kesehatan dan dukungan pencapaian universal health coverage (UHC) di daerah.

Sementara itu, DBH DR, sebagaimana diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2018 tentang APBN TA 2019, yang dialokasikan untuk pemerintah provinsi, digunakan untuk membiayai kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) yang meliputi perencanaan,

pelaksanaan, monitoring, evaluasi, dan kegiatan pendukungnya yang meliputi (i) perlindungan dan pengamanan hutan; (ii) teknologi rehabilitasi hutan dan lahan; (iii) pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan; (iv) pengembangan perbenihan; (v) penelitian dan pengembangan, pendidikan dan pelatihan, penyuluhan serta pemberdayaan masyarakat setempat dalam kegiatan rehabilitasi hutan; (vi) pembinaan; dan/atau (vii) pengawasan dan pengendalian.

Sisa DBH DR yang masih ada di RKUD Pemerintah kabupaten dan kota digunakan untuk membiayai pengelolaan taman hutan raya (Tahura), pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan, serta penanaman pohon pada daerah aliran sungai kritis, penanaman bambu pada kanan kiri sungai, dan pengadaan bangunan konservasi tanah dan air.

2. DANA TRANSFER KHUSUS (DTK) Melalui kebijakan DTK, Pemerintah Pusat mengambil peranan untuk mempengaruhi pola belanja daerah dalam upaya mengurangi kesenjangan layanan antardaerah. Hal tersebut dilakukan melalui earmarking (pengarahan/penentuan) penggunaan dari DTK itu sendiri. Dalam APBN 2019, DTK dianggarkan sebesar Rp200,37 triliun, terdiri atas DAK Fisik sebesar Rp69,33 triliun dan DAK Nonfisik sebesar Rp131,04 triliun. Hingga 31 Januari 2019, realisasi penyaluran DTK

mencapai Rp4,08 triliun, atau 2,04 persen dari pagu APBN 2019.

a. Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik

DAK Fisik merupakan salah satu dana transfer yang ditujukan untuk percepatan dan pemerataan penyediaan infrastruktur di daerah yang terkait dengan pelayanan dasar untuk pemenuhan Standar Pelayanan Minimum(SPM). DAK Fisik Tahun Anggaran 2019 terdiri dari 3 Jenis DAK Fisik dan 14 Bidang dengan Pagu Anggaran sebesar Rp69,33 triliun naik sebesar 11 persen dari tahun 2018 sebesar Rp62,44 triliun. Kebijakan pengalokasian DAK Fisik tahun 2019 mengalami penyempurnaan yang ditujukan agar pelaksanaan DAK Fisik di daerah dapat lebih terkontrol dan lebih memberikan dampak positif pada pemenuhan pelayanan dasar kepada masyarakat.

Gambar

meningkatnya penyerapan belanja K/L dari 2,38 persen terhadap pagu yang sama tahun 2018 terutama disebabkan adanya kenaikan Tabel Perkembangan
Tabel Realisasi

Referensi

Dokumen terkait

Pemberian rasa nyaman, dukungan, jaminan,dll.. maintenance ialah mencari kedekatan dengan individu dewasa yang dijadikan figur lekat dan menunjukkan protes terhadap

Sebagaimana kesimpulan hasil studi maka pada dasarnya penyelesaian tersebut memerlukan tiga hal (lihat gambar 27) yaitu: pertama adanya batasan tentang hak properti yang

Selain menganalisa dari segi sintaksis, penulis juga menganalisa sosial faktor yang mempengaruhi perubahan bahasa atau variasi bahasa Inggris yang digunakan pemeran utama

Hasil Penelitian Hasil analisis penentuan harga sewa perkantoran dan variabel yang berpengaruh guna mendapatkan pengetahuan empiris mengenai proses pembentukan harga

Simpulan, AT-III merupakan biomarker koagulasi yang memiliki hubungan dengan derajat keparahan PK yang dinilai dengan skor CURB-65 sehingga AT-III dapat digunakan untuk

Realisasi belanja negara sampai dengan Triwulan III-2020 mencapai Rp42,58 triliun atau 75,9 persen dari total pagu, lebih tinggi dibandingkan dengan periode yang sama tahun

Daya Alam SDA, realisasi sampai dengan akhir bulan September 2020 mencapai Rp72,86 triliun atau mengalami penurunan sebesar 33,46 persen dibandingkan dengan realisasi pada periode

Komunikasi dalam organisasi bertujuan untuk mengatur hubungan antar individu dan kelompok, kompleksnya kehidupan manusia, membuat peranan komunikasi tidak terelakan,