• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENGATURAN KEUANGAN NEGARA DALAM BUMN (Persero) A. UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BUMN. - Analisis Kedudukan Direksi BUMN (Persero) dalam Tindak Pidana Korupsi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II PENGATURAN KEUANGAN NEGARA DALAM BUMN (Persero) A. UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BUMN. - Analisis Kedudukan Direksi BUMN (Persero) dalam Tindak Pidana Korupsi"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PENGATURAN KEUANGAN NEGARA DALAM BUMN (Persero)

A. UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BUMN.

Tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Dasar 1945 mengaturnya di

dalam BAB VIII, HAL KEUANGAN, Pasal 23 yang menyatakan :

1. Anggaran pendapatan dan belanja Negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan Negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

2. Rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja Negara diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah.

3. Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui anggaran pendapatan dan belanja Negara yang diusulkan oleh Presiden, pemerintah menjalankan anggaran pendapatan dan belanja Negara tahun yang lalu.

Pada Pasal 23C Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan, “hal-hal lain mengenai

keuangan Negara diatur dengan undang-undang”. Terkait dengan hal tersebut

maka konstitusi menghendaki adanya pengaturan khusus/tersendiri terkait dengan

keuangan negara yang dituangkan di dalam undang-undang tersendiri.

Badan Usaha Milik Negara (BUMN), merupakan badan usaha yang seluruh atau

sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung

yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan, sebagaimana yang tercantum

di dalam Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang

(2)

modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51 % (lima puluh

satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia dan

bertujuan mengejar keuntungan, seperti yang tercantum di dalam Pasal 1 angka

(2) Undang-Undang yang sama. Kekayaan negara yang dipisahkan adalah

Kekayaan Negara yang berasal dari Anggaran29 Pendapatan dan Belanja Negara (APBN30) untuk dijadikan penyertaan modal negara pada Persero dan/atau Perum serta perseroan terbatas lainnya.31 Hal ini dipertegas lagi di dalam Undang-Undang BUMN, bahwa modal BUMN merupakan berasal dari Kekayaan negara

yang dipisahkan.32

Pengertian kekayaan negara itu sendiri sebenarnya sama dengan keuangan

negara, dimana pengertian keuangan negara itu sendiri adalah semua hak dan

kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa

uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan

29 Menurut M.Marsono, “anggaran adalah suatu rencana pekerjaan keuangan yang pada

satu pihak mengandung jumlah pengeluaran yang setinggi-tingginya yang mungkin diperlukan untuk membiayai kepentingan Negara pada suatu masa depan dan pada pihak lain merupakan

perkiraan pendapatan (penerimaan) yang mgkin dapat diterima dalam masa tersebut”.( M.Subagio,

Hukum Keuangan RI ( Jakarta : Rajawali, 1991), hal 13.)

30

Istilah pendapatan dan belanja Negara yang digunakan oleh Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (Pasal 23) lazim digunakan dengan istilah anggaran Negara yang merupakan

terjemahan dari istilah “budget”. Istilah budget ini pertama kali digunakan dalam hubungan

Negara di Majelis Rendah Inggris dalam abad XVIII, sebagai hasil dari the glorius revolution

(1688) yang membawa perubahan-perubahan besar dalam ketatanegaran yakni hak budget yang bersifat demokratis dalam arti dewan perwakilan rakyat yang berhak menentukan anggaran negara. Di inggris, istilah budget ni pada mulanya digunakan untuk tas kulit yang digunakan oleh Menteri Keuangan guna menyimpan surat-surat anggaran.(H. Bohari, Hukum Anggaran Negara (Jakarta : RajaGrafindo Persada, 1995), hal 13).

31

Lihat Pasal 1 angka (10), Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara.

32

(3)

pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.33 Dari penjelasan tersebut, maka sudah pasti bahwa di dalam BUMN terdapat unsur Keuangan Negara.

Di dalam penjelasan tersebut, terdapat kata “dipisahkan dari

APBN/Kekayaan Negara”. terkait dengan hal ini, perlu dijelaskan mengenai

BUMN merupakan suatu organ yang berbentuk badan hukum atau tidak. Menurut

E.Utreht, badan hukum (rechtspersoon), yaitu badan yang menurut hukum

berkuasa (bewenang) menjadi pendukung hak, selanjutnya dijelaskan, bahwa

badan hukum ialah setiap pendukung hak yang tidak berjiwa, atau lebih tepat yang

bukan manusia. Badan hukum sebagai gejala kemasyarakatan adalah suatu gejala

yang rill, merupakan fakta benar-benar, dalam pergaulan hukum, biarpun tidak

berwujud manusia atau benda yang dibuat dari besi, kayu, dan sebagainya. Yang

menjadi penting bagi pergaulan hukum ialah hal badan hukum itu mempunyai

kekayaan (vermogen) yang sama sekali terpisah dari kekayaan anggotanya, yaitu

dalam hal badan hukum itu berupa korporasi. Hak-kewajiban badan hukum sama

sekali terpisah dari hak-kewajiban anggotanya. Bagi bidang perekonomian,

terutama lapangan perdagangan gejala ini sangat penting.34 Kemudian Menurut R.Subekti, badan hukum pada pokoknya adalah suatu badan atau perkumpulan

yang dapat memiliki hak-hak dan melakukan perbuatan seperti seorang manusia,

memiliki kekayaan sendiri dan terpisah dari kekayaan pemiliknya, serta dapat

digugat atau menggugat di depan hakim.35 Terhadap badan hukum sendiri masih

33

Lihat Pasal 1 angka (1), Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

34

Chaidir Ali, Badan Hukum (Bandung: Alumnni, 1991), hal 13.

35Ibid.

(4)

terdapat perbedaan pandangan, yaitu antara Teori Fiksi36 dengan Teori Organ37. Pengertian badan hukum sebagai subjek hukum, yang mencakup unsur-unsur atau

kriteria (materill) adalah:38

1. Perkumpulan orang atau perkumpulan modal (organisasi).

2. Dapat melakukan perbuatan hukum (rechtshandeling) dalam

hubungan-hubungan hukum (rechtsbetrekking).

3. Mempunyai harta kekayaan sendiri.

4. Mempunyai pengurus.

5. Mempunyai hak dan kewajiban.

6. Dapat digugat atau menggugat di depan pengadilan.

Di samping unsur-unsur di atas, terdapat juga unsur atau kriteria (formil)

terhadap badan hukum, yaitu:39

36

Teori Fiksi dipelopori oleh Friedrich Carl Von Savigny, bahwa hanya manusia saja yang mempunyai kehendak. Selanjutnya dikemukakan bahwa badan hukum adalah suatu abstraksi, bukan merupakan suatu hal yang konkrit. Jadi karena hanya suatu abstraksi, maka tidak mugkin menjadi sbujek dari suatu hubungan hukum, sebab hukum memberi hak-hak kepada yang bersangkutan suatu kekuasaan dan menimbulkan kehendak berkuasa. Badan hukum semata-mata hanyalah buatan pemerintah atau negara. Terkecuali negara, badan hukum itu suatu fiksi yakni sesuatu yang sebenarnya tidak ada tetapi orang menghidupkannya dengan bayangannya untuk menerangkan sesuatu hal. Ibid., hal 32.

37

Teori organ, dipelopori oleh Otto Von Gierke. Badan hukum itu seperti manusia, menjadi penjelmaan yang benar-benar dalam pergaulan hukum yaitu “eine leiblichgeistige lebensein heit”,

badan hokum itu menjadi suatu “verbandpersoblich keit”, yaitu suatu badan yang membentuk

kehendaknya dengan perantaraan alat-alat atau pengurusnya seperti manusia yang mengucapkan kehendaknya dengan perantaraan mulutnya atau dengan perantaraan tangannya jika kehendak itu ditulis atas kertas. Apa yang mereka (organen) putuskan, adalah kehendak dari badan hukum. Badan hukum bukanlah suatu kekayaan (hak) yang tidak bersubjek, tetapi badan hukum itu suatu organisme yang rill, yang hidup dan bekerja seperti manusia biasa. Jadi badan hukum tidak berbeda dengan manusia. Karena itu dapat disimpulkan bahwa tiap-tiap perkumpulan/perhimpunan orang adalah badan hukum. Ibid., hal 32-33.

38Ibid.

, hal 21, seperti dikutip oleh Mulhadi, Hukum Perusahaan Bentuk-Bentuk Badan Usaha di Indonesia, (Bogor: Gahlia Indonesia, 2010), hal 74.

39

(5)

1. Dinyatakan secara tegas dalam peraturan atau undang-undang yang

mengaturnya.

2. Dinyatakan secara tegas di dalam akta pendiriannya.

3. Dalam prosedur pendiriannya diperlukan campur tangan pemerintah seperti

kewajiban adanya pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.

4. Di dalam praktek kebiasaan diakui sebagai badan hukum.

5. Ditegaskan dalam yurisprudensi.

Unsur-unsur tersebut diatas, baik secara materill maupun formil jika dihubungkan

dengan BUMN maka:

1. Terkait dengan perkumpulan orang atau perkumpulan modal, pengertian

BUMN sendiri menjelaskan bahwa BUMN merupakan badan usaha yang

modalnya berasal dari Negara dan pada Persero penyertaan modal dari

Negara adalah 51% (lima puluh satu persen) atau lebih (hal ini dapat dilihat

pada Pasal 1 Undang-Undang BUMN).

2. Terkait dengan dapat melakukan perbuatan hukum dalam

hubungan-hubungan hukum, di dalam pembentukannya, BUMN memiliki maksud dan

tujuan, yang diantaranya adalah mengejar keuntungan dan mejadi perintis

bagi bidang ekonomi yang belum tersentuh koperasi dan swasta (dapat dilihat

pada Pasal 2 Undang-Undang BUMN) sehingga untuk mencapai maksud dan

tujuan tersebut maka BUMN akan melakukan perbuatan hukum di dalam

hubungan hukum.

3. Terkait dengan mempunyai harta sendiri, dapat dilihat asal modal dari BUMN

(6)

bahkan pada Persero tidak menutup kemungkinan adanya modal yang berasal

dari pihak luar (swasta).

4. Terkait dengan mempunyai pengurus, dapat dilihat bahwa di dalam BUMN

terdapat organ-organ, yaitu, komisaris/dewan pengawas, dan RUPS. (lihat

Pasal 13 Undang-Undang BUMN)

5. Terkait dengan mempunyai hak dan kewajiban, kembali dapat dilihat dari

maksud dan tujuan didirikannya BUMN (Pasal 2 Undang-Undang BUMN)

bahwa BUMN bertujuan untuk mengejar keuntungan guna menjadi

pendapatan Negara akan tetapi BUMN juga berkewajiban menyelenggarakan

kepentingan umum melalui penyediaan barang dan jasa yang bermutu yang

menyangkut hajat hidup orang banyak.

6. Terkait dapat digugat atau menggugat di depan pengadilan, Direksi BUMN

dapat mewakili BUMN di dalam maupun di luar pengadilan (Pasal 5 ayat (2)

Undang-Undang BUMN) sehingga, BUMN dapat menggugat atau digugat di

depan pengadilan dimana yang menjadi wakil dari BUMN adalah Direksi

BUMN tersebut.

7. Terkait dengan unsur formil, di dalam pendirian BUMN diusulkan oleh

Menteri kepada Presiden disertai dengan dasar pertimbangan serta kajian dari

Menteri teknis(terkait) dan Menteri Keuangan (Pasal 10 Undang-Undang

BUMN).

Dengan dipenuhinya baik unsur materill dan formil dari badan hukum tersebut

maka dengan pasti dapat dikatakan bahwa BUMN merupakan badan hukum.

(7)

tersebut, dalam Yurisprudensi Indonesia dapat dijumpai suatu

pendapat/pertimbangan Pengadilan Tinggi yang dibenarkan Mahkamah Agung,

yaitu bahwa menurut Peraturan Pemerintah Nomor 30/1965 P.N., “Telkom adalah

badan hukum yang bertanggung jawab dan mempunyai keuangan sendiri terpisah

dari keuangan negara maka pemerintah/Departemen Perhubungan tidak dapat

digugat dalam perkara ini (mengenai perjanjian yang diadakan oleh Telkom

dengan c.v, E.S.G.A)”, (Putusan Mahkamah Agung No. 25K/Sip/1973).40

Terhadap Persero berlaku segala ketentuan dan prinsip-prinsip yang berlaku bagi

perseroan terbatas sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun

1995 Tentang Perseroan Terbatas (sekarang berlaku Undang-Undang Nomor 40

Tahun 2007).41 Segala pengaturan dan prinsip-prinsip yang berlaku di dalam Perseroan Terbatas berlaku juga terhadap Persero, sehingga berdasarkan

pengertian BUMN itu sendiri dan ketentuan di dalam Undang-Undang Perseroan

Terbatas, yang mana BUMN berbentuk Persero merupakan badan hukum, maka

kekayaan Persero dan kekayaan/keuangan negara merupakan hal yang terpisah,

sehingga kerugian yang diderita oleh Persero nantinya hanya akan menjadi

kerugian Persero dan tidak akan menjadi kerugian negara.

Karakteristik badan hukum adalah pemisahan harta kekayaan pemilik dan

pengurusnya, maka suatu badan hukum yang berbentuk perseroan terbatas

memiliki kekayaan yang terpisah dari kekayaan direksi (sebagai pengurus),

komisaris (sebagai pengawas), dan pemegang saham (sebagai pemilik). Begitu

40

Chaidir Ali, Op.Cit., hal 101.

41

(8)

juga kekayaan yayasan sebagai badan hukum terpisah dari kekayaan pengurus

yayasan dan anggota yayasan, serta pendiri yayasan. Selanjutnya kekayaan

koperasi sebagai badan hukum juga terpisah dari kekayaan pengurus dan anggota

koperasi. Bahkan BUMN yang berbentuk Perum, yang keseluruhan modalnya

pasti dimiliki oleh pemerintah, juga adalah badan hukum, karena pada pasal 35

ayat (2) Undang-Undang BUMN menyatakan, Perum memperoleh status badan

hukum sejak diundangkannya peraturan pemerintah tentang pendiriannya. Dan

untuk Persero akan memperoleh status badan hukum setelah akta pendiriannya

disahkan oleh Menteri Kehakiman (sekarang Menteri Hukum dan HAM), hal ini

terdapat di dalam Pasal 7 ayat (6) Undang-Undang Nomor 1 tahun 1995 tentang

Perseroan Terbatas (Undang-Undang PT terdahulu sebelum Undang-Undang

Nomor 40 tahun 2007), Sehingga berdasarkan uraian tersebut kekayaan Perum

maupun Persero sebagai badan hukum bukanlah kekayaan/keuangan negara.42

B. UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 Jo. UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI.

Di dalam hukum pidana, masalah keuangan negara terkait erat dengan

tindak pidana korupsi, dan pengertian keuangan negara secara spesifik tidak diatur

dalam stelsel tersendiri di dalam Undang No.31 Tahun 1999 Jo.

42

Prof. Erman Rajagukuk, disampaikan pada diskusi publik “Pengertian Keuangan Negara

Dalam Tindak Pidana Korupsi” Komisi Hukum Nasional Republik Indonesia, Jakarta 26 Juli

(9)

Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,

namun di dalam Pasal 2 ayat (1) undang-undang tersebut menyatakan bahwa yang

dimaksud perbuatan korupsi adalah setiap orang yang secara melawan hukum

melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu

korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Tentang keuangan negara kemudian dijelaskan dalam penjelasan umum yang

menegaskan bahwa keuangan negara adalah “berupa seluruh kekayaan negara

dalam bentuk apapun, yang dipisahkan atau yang tidak dipisahkan, termasuk di

dalamnya segala bagian kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang

timbul karena : 43

1. Berada dalam penguasaan, pengurusan dan pertanggungjawaban pejabat

Lembaga negara, baik di tingkat pusat maupun di daerah;

2. Berada dalam penguasaan, pengurusan dan pertanggungjawaban Badan

Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, yayasan, badan hukum, dan

perusahaan yang menyertakan modal Negara, atau perusahaan yang

menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan negara.”

Hadirnya Delik Korupsi di dalam hal keuangan negara dikarenakan di

dalam Delik Korupsi terdapat adanya unsur kerugian negara yang mana unsur

kerugian negara tersebut memiliki kaitan yang sangat erat dengan keuangan

negara. Kaitan antara keuangan negara dengan kerugian negara tersebut

dikarenakan dalam hal untuk membuktikan adanya unsur kerugian negara di

43

(10)

dalam Delik Korupsi, maka penegak hukum wajib membuktikan adanya unsur

keuangan negara yang hilang/berkurang secara melawan hukum. Hal ini dapat

dilihat dari isi Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo.

Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi yang menyatakan “ Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan

perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat

merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana ...”

Pengertian keuangan negara di dalam penjelasan umum Undang-Undang

Nomor 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, merupakan pengertian yang spesifik

pidana dan khusus bersandar kepada asas logische Specialited yaitu meskipun

sama-sama bersifat khusus, tetapi yang mendominasi adalah lingkup

kepentingannya dalam hal ini adalah pidana.44 Pendapat yang demikian sejalan dengan Pendapat H.A. Demeersemen dalam kajian “de autonomie van het

materiele strafrecht” (otonomi hukum pidana materil) menyatakan bahwa apabila

ada perkataan atau terminologi yang sama, maka hukum pidana memiliki otonomi

untuk memberikan pengertian yang terdapat dalam cabang ilmu hukum lainnya,

akan tetapi apabila hukum pidana tidak menentukan lain, maka dipergunakan

pengertian yang terdapat dalam cabang hukum lainnya.45

44

Marwan Effendy, Kapita Selekta Hukum Pidana: Perkembangan dan Isu-isu Aktual Dalam Kejahatan Finansial dan Korupsi (Jakarta : Referensi, 2012), hal 107.

45

(11)

Permasalahan yang kemudian timbul dan menyisakan perbedaan pendapat

dan keraguan bagi banyak pihak sampai saat ini adalah kalangan BUMN

berpendapat bahwa pada saat kekayaan negara telah dipisahkan dari APBN,

kekayaan tersebut bukan lagi menjadi kekayaan negara melainkan telah menjadi

kekayaan perseroan. Di pihak lain, kalangan penegak hukum masih melihat

bahwa kekayaan negara yang dipisahkan ke dalam suatu perseroan tetap

merupakan kekayaan negara, yang didasarkan pada Undang-Undang Tindak

Pidana Korupsi yang menyatakan bahwa keuangan negara termasuk juga uang

yang dipisahkan di BUMN,46 sehingga para penegak hukum berpandangan memiliki wewenang untuk memeriksa dan menindak terkait jika terjadi kerugian

di dalam BUMN.

Di dalam lingkungan BUMN, seseorang baru dapat dikatakan melakukan

Tindak Pidana Korupsi menurut undang-undang bila seseorang dengan sengaja

menggelapkan surat berharga (saham) dengan cara menjual saham tersebut secara

melawan hukum yang disimpannya karena jabatannya atau membiarkan saham

tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain atau membantu dalam melakukan

perbuatan tersebut (Pasal 8 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang

Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi). Namun dalam prakteknya sekarang ini tuduhan korupsi

juga dikenakan kepada tindakan-tindakan Direksi BUMN dalam

transaksi-transaksi yang didalilkan dapat merugikan keuangan negara. Sehingga dalam hal

46

(12)

ini dapat dikatakan telah terjadi kesalahan penerapan dan kekeliruan dalam

pemahaman mengenai keuangan negara.47

C. UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2003 TENTANG

KEUANGAN NEGARA

Pengertian keuangan negara menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun

2003 tentang Keuangan Negara, pada Pasal 1 angka (1) menyatakan bahwa,

“keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai

dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang

dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban

tersebut.” kemudian di dalam pasal 2 Undang-Undang Keuangan Negara tersebut

menyatakan bahwa:

“keuangan negara sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 1 angka (1), meliputi :

a. Hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang, dan melakukan peminjaman;

b. Kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan negara dan membayar tagihan pihak ketiga;

c. Penerimaan negara; d. Pengeluaran negara; e. Penerimaan daerah; f. Pengeluaran daerah;

g. Kekayaan negara/ kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/ perusahaan daerah;

h. Kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan dan/atau kepentingan umum;

47

(13)

i. Kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah.”

Di dalam Penjelasan Umum mengenai Undang-Undang Keuangan Negara

tersebut, mengenai pengertian dan lingkup keuangan negara dijelaskan bahwa,

“pendekatan yang digunakan dalam merumuskan keuangan negara adalah dari sisi

objek, subjek, proses, dan tujuan. Dari sisi objek, yang dimaksud dengan

keuangan negara meliputi semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai

dengan uang, termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal, moneter, dan

pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan, serta segala sesuatu baik berupa

uang, maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung

dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. dari sisi subjek, yang dimaksud

dengan keuangan negara meliputi seluruh objek sebagaimana yang tersebut diatas

yang dimiliki negara dan/atau dikuasai oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah,

perusahaan Negara/daerah, dan badan lain yang ada kaitannya dengan keuangan

negara. Dari sisi proses, keuangan negara mencakup seluruh rangkaian kegiatan

yang berkaitan dengan pengelolaan objek sebagaimana tersebut di atas mulai dari

perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan sampai dengan

pertanggungjawaban. Dari sisi tujuan, keuangan negara meliputi seluruh

kebijakan, kegiatan dan hubungan hukum yang berkaitan dengan pemilikan

dan/atau penguasaan objek sebagaimana tersebut di atas dalam rangka

(14)

dapat dikelompokkan dalam sub bidang pengelolaan fiskal, sub bidang

pengelolaan moneter, dan sub bidang pengelolaan negara yang dipisahkan.48

Pengertian keuangan negara mempunyai arti yang berbeda, tergantung dari

sudut mana kita melihatnya. Ilmu keuangan negara dapat didekati dari berbagai

sudut pendekatan, misalnya sudut ekonomi, sudut ilmu politik dan sudut ilmu

hukum. Secara umum dikatakan bahwa ilmu keuangan negara adalah ilmu yang

mempelajari soal-soal pembelanjaan dari rumah tangga negara, yang termasuk

ilmu ekonomi, juga ketentuan dalam Tambahan Lembaran Negara (TLN 1776)

menyatakan, dengan keuangan negara tidak hanya dimaksud “uang” negara, tetapi

seluruh kekayaan negara, termasuk di dalamnya segala bagian harta milik

kekayaan itu dan segala hak dan kewajiban yang timbul karenanya baik kekayaan

itu berada dalam pengurusan pada pejabat-pejabat dan/atau lembaga-lembaga

yang termasuk pemerintahan umum maupun dalam melaksanakan penguasaan dan

pengurusan bank-bank pemerintah, yayasan-yayasan pemerintah, dengan status

hukum publik maupun perdata, perusahaan negara dan

perusahaan-perusahaan dimana pemerintah mempunyai kepentingan khusus dalam

penguasaan dan pengurusan pihak lain maupun berdasarkan perjanjian dan

penyertaan (partisipasi) pemerintah ataupun penunjukan dari pemerintah. Suatu

pengertian yang dikemukakan oleh Van Der Kamp diatas juga memberikan

pengertian yang luas bahwa keuangan meliputi semua hak yang dapat dinilai

48

(15)

dengan uang, demikian pula segala sesuatu (baik berupa uang ataupun barang)

yang dapat dijadikan milik negara berhubungan dengan hak-hak tersebut.49

Terkait dengan penjelasan diatas maka, Yang termasuk “kekayaan”/

“keuangan” negara antara lain :50

1. APBN dan APBD

2. Sebagian keuangan negara yang disisihkan untuk dipergunakan untuk suatu

usaha.

a. Usaha sendiri (BUMN/BUMD)

b. Usaha patungan dengan pihak swasta nasional atau pihak lain

3. Sebagian barang yang digunakan dalam proses kegiatan/pelayanan,yaitu

barang-barang yang dikenal dengan nama barang inventaris.

a. Barang tidak bergerak dan lainnya

b. Barang bergerak

c. Barang atau suku cadang yang merupakan bagian dari barang

inventaris.

4. Berbagai barang yang tidak lagi digunakan dalam proses kegiatan/pelayanan

karena sesuatu hal, misalnya karena jumlahnya berlebih, melampaui batas

waktu penggunaan, telah ada penggantinya, mengalami rusak berat sehingga

terlalu mahal untuk diperbaiki

49

H. Bohari, op.cit., hal 8-9

50

(16)

5. Berbagai barang yang “dimuseumkan”, sebagai monumen, cagar budaya yang

perlu dilestarikan

6. Barang-barang yang sebagai “sisa” atau “limbah” dari kekayaan negara

7. Segala kekayaan pemerintah Hindia Belanda dan milik asing lainnya yang

karena Undang-Undang Dasar dan ketentuan lain menjadi

milik/dinasionalisasi menjadi kekayaan negara Republik Indonesia

Hak negara yang berupa: komisi, rabat/potongan, atau penerimaan lain

dengan nama dana dalam bentuk apapun yang dapat dinilai dengan uang, baik

secara langsung atau tidak langsung sebagai akibat dari penjualan dan/atau

pengadaan barang/jasa termasuk tukar-menukar, hibah, penerimaan bunga sebagai

akibat dari penyimpanan dana anggaran pada bank serta penerimaan dari kegiatan

lainnya oleh dan/atau untuk negara. (Pasal 4 ayat (6) Keppres Nomor 16 tahun

1994).

Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 adalah Undang-Undang Keuangan

Negara, tetapi substansi yang diatur tidak hanya keuangan negara. Akan tetapi,

juga keuangan daerah, keuangan BUMN dan BUMD, bahkan keuangan

badan-badan lain yang memperoleh fasilitas dari pemerintah, dimana pengelolaan dan

pertanggungjawaban keuangannya telah diatur secara rinci dalam peraturan

perundang-undangan tersendiri, sehingga antara judul undang-undang dan

substansi yang diatur dalam undang-undang tersebut tidak sinkron.51

51

(17)

Dalam Undang-Undang Keuangan Negara terdapat Pasal “celaka” yang

dapat menimbulkan kerugian dan membangkrutkan negara yang disebabkan

rumusan pasal yang asal jadi, demi kepentingan ambisi melakukan pemeriksaan

terhadap keuangan publik maupun keuangan privat. Pasal yang dimaksud adalah

Pasal 2 huruf I, dimana keuangan negara yang dirumuskan dalam Pasal 1

Ketentuan Umum berlaku pula bagi keuangan/kekayaan privat yang dirumuskan

sebagai berikut,

“… kekayaan pihak lain yang memperoleh dengan menggunakan fasilitas

yang diberikan pemerintah.”

Dengan rumusan pasal tersebut, maka negara menjadi turut bertanggung

jawab terhadap kekayaan pihak swasta yang memperoleh fasilitas pemerintah

sehingga apabila pihak swasta dalam keadaan insolvensi dan kemudian

dinyatakan pailit, maka negara juga harus turut bertanggung jawab atas utang

swasta. Hal ini disebabkan kekayaan pihak lain (termasuk badan hukum privat)

yang dimiliknya itu diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan

pemerintah. Karena hal ini menurut konsepsi Pasal 2 huruf I Undang-Undang

Keuangan Negara, keuangan pihak lain yang mendapat fasilitas dari pemerintah

merupakan termasuk keuangan negara. Hal ini dapat dilihat dari contoh kasus

yang terjadi antara Pertamina dengan PT. Karaha Bodas (KBC), dimana

Pertamina dituntut untuk membayar ganti rugi sebesar US$ 261 (dua ratus enam

puluh satu) juta oleh KBC atas proyek pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga

Panas Bumi (PLTP) berdasarkan Energy Sales Contact (ESC) yang ditunda

(18)

diderita oleh perusahaan tersebut (Pertamina), termasuk uang 95% (Sembilan

puluh lima persen) milik pemerintah yang berada di bank yang terletak di

Amerika Serikat. Akibat sengketa ini, uang negara yang ada di bank yang terletak

di Amerika Serikat tersebut dibekukan oleh Pengadilan Arbitrase Internasional

dengan alasan sebagai jaminan dari sengketa yang sedang terjadi tersebut.52

D. FATWA MAHKAMAH AGUNG DAN PERATURAN PEMERINTAH LAINNYA

Masalah lain terkait kedudukan keuangan negara pada BUMN timbul lagi

ketika di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 14 tahun 2005 tentang tata cara

penghapusan puitang Negara/daerah. Pada Pasal 19 menyatakan penghapusan

piutang secara bersyarat dan penghapusan piutang secara mutlak atas piutang

Negara/daerah dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

yang berlaku. Selanjutnya Pasal 20 menyatakan bahwa tata cara dan penghapusan

secara bersyarat dan penghapusan secara mutlak atas piutang perusahaan

negara/daerah yang pengurusan diserahkan kepada PUPN (Panitia Urusan Piutang

Negara), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan. Peraturan ini

tidak memisahkan antara kekayaan BUMN Persero dan kekayaan negara sebagai

pemegang saham.53 Pemerintah kemudian tampaknya menyadari kekeliruan pemikiran dalam peraturan tersebut di atas ketika menghadapi kredit bermasalah

(Non-Performing loan/NPL) PT. Bank BRI (Persero) Tbk, PT. Bank BNI 1946

52

Ibid. hal 76.

53

(19)

(Persero) Tbk. PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk, sehingga pemerintah melalui

Menteri Keuangan pada saat itu, Sri Mulyani, menyatakan “Selanjutnya

pengurusan piutang perusahaan Negara/daerah dilakukan berdasarkan UU

Perseroan Terbatas dan UU Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Jadi peraturan

yang mengatur bank-bank BUMN adalah UU Perseroan terbatas dan UU

BUMN”.54

Usulan perubahan PP No.14 tahun 2005 tersebut menjadi perdebatan di

dalam Komisi XI karena dianggap membatalkan Pasal 2 huruf g Undang-Undang

Nomor 17 tahun 2003 Tentang Keuangan Negara. Ada usul dari Anggota DPR,

untuk perubahan PP No.14 tahun 2005 perlu meminta Fatwa Mahkamah Agung

RI. Namun ada pula yang berpendapat, pemerintah harus membuat Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) untuk membatalkan Pasal 2 huruf

g UU Keuangan Negara.55

Untuk menegahi masalah perbedaan persepsi/pandangan terhadap

keuangan negara tersebut, pada tanggal 16 Agustus 2006, Mahkmah Agung

mengeluarkan Fatwa, yang menyatakan :56

a. Bahwa pada Pasal 1 angka 1, Pasal 4 ayat (1) dan penjelasan Pasal 4 ayat (1) Undang –Undang Nomor 19 tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara, yang merupakan Undang-Undang khusus tentang Badan Usaha Milik Negara, jelas dikatakan bahwa modal BUMN berasal dari kekayaan Negara yang telah dipisahkan dari APBN dan selanjutnya pembinaan dan pengelolaannya tidak didasarkan pada system APBN melainkan didasarkan pada prinsip-prinsip perusahaan yang sehat.

54

Ibid.

55

Media Indonesia,11 Juli 20016, seperti dikutip oleh Ibid.

56

(20)

b. Bahwa pada Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara menyebutkan : “Piutang Negara adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada pemerintah pusat dan/atau hak pemerintah pusat yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat perjanjian atau akibat lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau akibat lain yang sah”; bahwa oleh karena itu piutang BUMN bukanlah piutang Negara. c. Bahwa ketentuan tentang piutang BUMN di dalam Undang-Undang Nomor

49 Prp. Tahun 1960 Tentang Panitia Urusan Piutang Negara tidak lagi mengikat secara hukum dengan adanya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang BUMN yang merupakan undang-undang khusus (lex specialis) dan lebih baru dari Undang-Undang Nomor 49 Prp. 1960 tersebut.

d. Terkait dengan Pasal 2 huruf g Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dengan adanya Undang-Undang Nomor 19 tahun 2003 Tentang BUMN maka ketentuan dalam pasal 2 huruf g khusus klausul mengenai “kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/ perusahaan daerah” juga tidak mempunyai kekuatan mengikat secara hukum.

e. Bahwa perlu dilakukan perubahan seperlunya atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 tahun 2005 Tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah.

Lebih lanjut terkait Fatwa Mahkamah Agung tersebut, Ketua Mahkamah Agung,

Bagir Manan, telah menjelaskan bahwa Fatwa Mahkamah Agung tersebut harus

dilihat berdasarkan persepektif hukun perdata, dan tidak bias dicampurkan dengan

pengertian hukum pidana.57

57

Referensi

Dokumen terkait

Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan Barat Tahun Anggaran 2017 mengundang saudara untuk melaksanakan proses Pembuktian Kualifikasi yang akan dilaksanakan pada :. Hari

Perusahaan Bapak/Ibu untuk melakukan Pembuktian Kualifikasi untuk Paket Pekerjaan Pengadaan Ternak Sapi Bali Untuk Pembibitan. Adapun Pembuktian

Dalam kegiatan ilmiah jawaban atau jawaban sementara yang hendak di pecahkan haruslah mempergunakan pengetahuan ilmiah (ilmu) sebagai dasar argumentasi dalam

Berbasis Skenario Laboratorium Virtual untuk biologi (VLab- Bio) membantu guru dan siswa dalam menghadapi beberapa masalah yang mereka hadapi sedang dihadapi saat. melakukan

Hasil penelitian diperoleh 18 spesies Rhopalocera yang tergolong kedalam, 3 familia (Nympalidae, Pieridae, dan Papillionidae) dalam 1 ordo, yang paling banyak ditemukan

Data dekriptif yang didapat dari penelitian ini akan dikategorisasikan data-datanya melalui proses penyuntingan ( editing ), pengkodean ( coding ) dan tabulasi

WARINTEK (Warung Informasi dan Teknologi), adalah sebuah tempat yang dapat digunakan oleh masyarakat desa khususnya Desa Gajah Kecamatan Gajah Kabupaten Demak untuk menempa

tidak mengasihi orang Aceh karena satu-satunya Provinsi di Indonesia yang menerapkan syariat Islam, tetapi Islam sebagai simbol, masyarakatnya belum mengamalkan Islam secara