• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aplikasi Limbah Panen Padi Dan Pupuk Kalium Untuk Meningkatkan Hara Kalium Dan Pertumbuhan Serta Produksi Kedelai (Glycine Max (L.) Merrill.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Aplikasi Limbah Panen Padi Dan Pupuk Kalium Untuk Meningkatkan Hara Kalium Dan Pertumbuhan Serta Produksi Kedelai (Glycine Max (L.) Merrill.)"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Sumber-Sumber K Tanah

Sumber hara kalium di dalam tanah adalah berasal dari kerak bumi. Kadar

kalium dari kerak bumi diperkirakan lebih dari 3,11% K2O, sedangkan air laut

mengandung kalium sekitar 0,04 K2O. Rerata kadar kalium pada lapisan olah

tanah pertanian adalah sekitar 0,83% yang mana kadar ini lima kali lebih besar

dari nitrogen dan 12 kali lebih besar dari fosfor. Mineral-mineral primer sebagai

sumber utama kalium adalah mineral biotit (H,K)2(Mg,Fe)2Al2(SiO4)3, muskovit

H2Kal(SiO4)3, dan felspart KalSi3O8. Tingkat ketersediaan kalium dari

mineral-mineral tersebut adalah biotit > muskovit > felspart. Kalium dapat

bertambah kedalam tanah melalui berbagai sumber sisa tanaman, hewan, pupuk

kandang dan pelapukan mineral kalium. Pertambahan kalium dari sisa tanaman

dan hewan merupakan sumber yang penting dalam menjaga keseimbangan kadar

kalium di dalam tanah (Damanik, dkk., 2011).

Pupuk kalium yang banyak digunakan adalah pupuk KCl dan pupuk

K2SO4. Bila pupuk ini dimasukkan ke dalam tanah maka pupuk ini akan

mengalami ionisasi setelah bereaksi dengan air dengan reaksi sebagai berikut:

KCl K+ + Cl-

K2SO4 2 K+ + SO42_

Hasil ionisasi pupuk ini menyebabkan meningkatnya konsentrasi kalium di dalam

larutan tanah dan bersama-sama dengan ion K yang dijerap merupakan kalium

(2)

diketahui dapat menurunkan pH tanah, meskipun besarnya penurunan bervariasi

dari satu jenis tanah dengan jenis tanah lainnya (Hasibuan, 2006).

Perilaku K Dalam Tanah

Ada tiga bentuk kalium dalam tanah yaitu: (1) kalium dalam bentuk

mineral primer yakni bentuk relatif tidak tersedia, (2) kaliun yang terfiksasi oleh

mineral sekunder yakni bentuk kalium lambat tersedia, (3) kalium dapat

dipertukarkan dan kalium di dalam larutan tanah. Ketiga kalium tersebut berada

dalam keseimbangan seperti disajikan pada gambar 1.

Gambar 1. Diagram keseimbangan tiga bentuk kalium dalam tanah

(Damanik, dkk., 2011).

Sumber kalium yang terdapat dalam tanah berasal dari pelapukan mineral

yang mengandung K. Mineral tersebut bila lapuk melepaskan K kelarutan tanah

atau terjerapan tanah dalam bentuk tertukar. Letak kalium dalam lempung

umumnya dalam permukaan dakhil (internal surface) yang sering diduduki oleh

ion Mg2+, Fe3+, Al4+ dan molekul H2O. Perubahan mineral karena pelepasan K

dari mika menjadi montmorilonit sebagai berikut:

Mika Hidratmik Illit Mineral Transisi Vermikulit/Montmorilonit

(Rosmarkam dan Yuwono, 2002).

K relatif tidak tersedia (felspart, mika, biotit, dan lain-lain 90%-98% dari K total)

K lambat tersedia

K tidak dapat dipertukarkan 1-10% dari K total

K segera tersedia

K dapat dipertukarkan dan K dalam larutan tanah 1-2% dari K total

K tidak dapat

dipertukarkan K dapat dipertukarkan

(3)

Jika didalam tanah terdapat mineral tipe 2:1 seperti montmorillonit

ataupun vermikulit, maka kalium yang berasal dari pupuk kalium yang

ditambahkan ke tanah akan diikat (fiksasi) masuk ke dalam kisi-kisi mineral

tersebut sehingga menjadi kurang tersedia bagi tanaman. Kalium dalam bentuk

demikian, tidak dapat digantikan dengan cara pertukaran hara akibatnya kalium

ini lambat tersedia bagi tanaman. Kalium yang terikat lambat laun dapat diubah

kembali menjadi bentuk tersedia dengan demikian ia tetap merupakan cadangan

kalium bagi tanaman (Damanik, dkk., 2011).

Tanaman menyerap ion K+ hasil pelapukan, pelepasan dari situs

pertukaran kation tanah dan dekomposisi bahan organik yang terlarut dalam

larutan tanah. Kadar K-tukar tanah biasanya sekitar 0,5 – 0,6% dari total K tanah.

K-larutan tanah ditambah K-tukar merupakan K yang tersedia dalam tanah.

Ketersediaan K terkait dengan reaksi tanah dan status kejenuhan basa (KB). Pada

pH dan kejenuhan basa yang rendah berarti ketersediaan K juga rendah. Nilai

kritis K adalah 0,10 me/100 gr tanah (setara 3,9 mg/100 gr) atau sekitar 2-3%

jumlah basa tertukar (Hanafiah, 2005).

Dalam kesuburan tanah, keseimbangan K dengan unsur lain penting

untuk diperhatikan karen sifat fisiologis tanaman yang sering memerlukan K yang

berimbang dengan unsur lain. Selain itu, K mempunyai sifat antagonis dengan

unsur lain. Ketidakseimbangan antara unsur K dan unsur lain menyebabkan

adanya gejala kekahatan pada salah satu unsur (Rosmarkam dan Yuwono, 2002).

Kehilangan kalium dalam tanah dapat terjadi dengan beberapa cara

seperti terangkut tanaman bersama pemanenan, tercuci, tererosi, dan terfiksasi.

(4)

diserap tanaman secara berlebihan melebihi kebutuhan yang sebenarnya. Serapan

yang berlebihan ini tidak lagi meningkatkan produksi tanaman, sehingga

menimbulkan pemborosan penggunaan kalium tanah. Kehilangan kalium akibat

tercuci merupakan kehilangan yang paling besar. Jumlah kalium yang hilang

bersama air atau tercuci dapat mencapai 25 kg/ha/tahun, tetapi dapat juga lebih

besar. Besarnya kalium akibat tercuci tergantung pada faktor tanah seperti tekstur

tanah, kapasitas tukar kation, pH tanah, dan jenis tanah (Damanik, dkk., 2011).

Pengaruh K Terhadap Tanaman Kedelai (Glycine max (L.) Merrill.)

Kalium (K) merupakan hara utama ketiga setelah N dan P. Kalium

mempunyai valensi satu dan diserap dalam bentuk ion K+. K yang tergolong unsur

yang mobil dalam tanaman baik dalam sel, dalam jaringan tanaman, maupun

xylem dan floem. Kalium banyak terdapat dalam sitoplasma dan garam kalium

berperan dalam tekanan osmosis sel (Rosmarkam dan Yuwono, 2002).

Kebutuhan tanaman akan kalium cukup tinggi dan pengaruhnya banyak

berhubungan dengan pertumbuhan tanaman yang jagur dan sehat. Kalium

berperan meningkatkan resistensi terhadap penyakit tertentu dan meningkatkan

pertumbuhan perakaran. Kalium cenderung menghalangi kerebahan tanaman,

melawan efek buruk akibat pemberian nitrogen yang berlebihan, dan berpengaruh

mencegah kematangan yang dipercepat oleh hara fosfor. Secara umum kalium

berfungsi menjaga keseimbangan baik pada nitrogen maupun pada fosfor

(Damanik, dkk., 2011).

Kedelai memerlukan K dalam jumlah yang relatif besar. Selama

pertumbuhan vegetatif K diserap dalam jumlah yang relatif besar, kemudian

(5)

terjadi kira-kira 2-3 minggu sebelum biji masak penuh. Namun demikian biji

kedelai mengandung K yang besar berkisar 60% dari jumlah K yang terdapat

dalam tanaman (Suprapto, 2001).

Limbah Panen Padi

Menurut Kim dan Dale potensi jerami padi kurang lebih 1,4 kali dari hasil

padi. Rata-rata produktivitas padi Sumatera Utara adalah 50,17 ku/ha, sehingga

jumlah jerami yang dihasilkan kurang lebih 77,24 ku/ha. Produksi padi Sumatera

Utara tahun 2013 sebesar 3,73 juta ton (BPS, 2013) dengan demikian produksi

jerami Sumatera Utara diperkirakan mencapai 5,22 juta ton.

Jerami padi dapat digunakan sebagai sumber K, karena sekitar 80 % K

yang diserap tanaman berada dalam jerami. Oleh karena itu, jerami padi

berpotensi sebagai pengganti pupuk K anorganik, baik diberikan dalam bentuk

segar, dikomposkan, maupun dibakar. Jerami selain dapat menggantikan pupuk K

pada takaran tertentu, juga berperan dalam memperbaiki produktivitas tanah

sawah yang dapat meningkatkan efisiensi pupuk dan menjamin kemantapan

produksi (Wihardjaka, 2002 dalam Purba, 2005).

Berdasarkan status K tanah, pemupukan KCl hanya dianjurkan untuk

lahan sawah dengan status K yang rendah yang mengandung K ekstrak HCl 25 %

lebih kecil 10 mg K2O/100g tanah dengan takaran 50 kg KCl/ha/musim dengan

ketentuan mengembalikan jerami sisa panen ke dalam tanah. Dilaporkan juga

bahwa untuk lahan sawah dengan status K sedang dan tinggi tidak perlu dipupuk

KCl karena tanaman padi dapat dipenuhi dari pengembalian jerami dan air

(6)

Pengembalian jerami setiap musim dapat mensubtitusi keperluan pupuk K,

memperbaiki lingkungan tumbuh tanaman termasuk struktur tanah, memperbaiki

kesuburan tanah, meningkatkan efisiensi serapan hara dan pupuk, serta menjamin

kemantapan produksi. Keadaan tersebut memungkinkan karena pembenaman

jerami pada tanah anaerob akan meningkatkan produksi CH4, meningkatkan

kandungan C-organik, memperlambat pola pelepasan N dan meningkatkan total N

tanah. Bila dibandingkan dengan kotoran hewan, jerami merupakan keunggulan

dalam hal kandungan bahan organik, P2O5 dan K2O yang relatif tinggi

(Abdurachman dan Supriyadi, 2000 dalam Purba, 2005).

Sekam padi merupakan produk samping yang melimpah dari hasil

penggilingan padi, dan selama ini hanya digunakan sebagai bahan bakar untuk

pembakaran batu merah, pembakaran untuk memasak atau dibuang begitu saja.

Penanganan sekam padi yang kurang tepat akan menimbulkan pencemaran

lingkungan. Dari hasil penelitian sebelumnya telah dilaporkan bahwa sekitar 20 %

dari berat padi adalah sekam padi, dan bervariasi dari 13 sampai 29 % dari

komposisi sekam adalah abu sekam yang selalu dihasilkan setiap kali sekam

dibakar (Hara, 1986; Krishnarao, dkk., 2000 dalam Putro dan Prasetyoko, 2007).

Kandungan kimia sekam padi terdiri atas 50% selulosa,

25-30% lignin, dan 15-20% silika. Sekam padi sebagai bahan baku untuk

menghasilkan abu sekam padi dari pembakaran sekam padi pada suhu 400°-500°C

akan menjadi silika amorphous dan pada suhu lebih besar dari 1.000°C akan

menjadi silica kristalin. Bahan aktif yang dikandung abu sekam padi adalah

(7)

Pemberian arang (biochar) ke tanah berpotensi meningkatkan kadar

C-tanah, retensi air dan unsur hara di dalam tanah. Gani (2009) menyatakan

bahwa keuntungan lain dari biochar adalah bahwa karbon pada biochar bersifat

stabil dan dapat tersimpan selama ribuan tahun di dalam tanah. Hasil penelitian

Nisa (2010) menunjukkan bahwa tanah yang diberi perlakuan biochar 10 ton/ha

dapat menaikkan pH tanah dari 6,78 menjadi 7,40 atau naik 9,14%. Berdasarkan

hasil penelitian Mawardiana, dkk. (2013) menytakan bahwa pemberian NPK dan

residu biochar dapat merubah sifat kimia tanah dengan meningkatnya kadar

K-tersedia, KTK dan pH tanah terutama pada kombinasi perlakuan residu biochar

Referensi

Dokumen terkait

Nilai Contingency Coefficient yang didapat adalah 0,7 yang berarti memiliki hubungan erat sehingga Ho ditolak dan Ha diterima, artinya terdapat hubungan erat perilaku

Konsep pesan yang ingin disampaikan dalam Perancangan Video Promosi Pasar Tradisional Kumbasari Sebagai Pusat Busana Khas Bali dengan produk utama berupa kain

Jadi dapat dikatakan komunikasi menjadi faktor penting dalam penerapan suatu kebijakan yang dalam hal ini adalah Peraturan Pemerintah Nomor 68 tahun 2014 tentang

Teori yang dihasilkan pada akhir tahun 1940, di mana penelitian berusaha untuk mengidentifikasi dimensi independen untuk perilaku pemimpin. Yang kemudian

dengan masyarakat. 1) Komunikasi level atas ( Rabtah pejabat pemerintah) Kunjungan jemaat Ahmadiyah kepada pejabat pemerintah sebagai level atas dilakukan untuk dua

DEANGKRINGAN “desa anti kekeringan” adalah sebuah program yang dibuat bagi masyarakat untuk mengatasi wabah kekeringan ketika musim kemarau panjang yang melanda

Digunakannya bahasa pemrograman JAVA karena bahasa pemrograman ini mempunyai keunggulan lebih dari bahasa pemrograman lainnya yaitu multiplatform atau dapat dijalankan pada

Berdasarkan hasil analisis terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan ibu tentang stimulasi bahasa dengan perkembangan bahasa pada anak usia 1-3 tahun di Desa