TINJAUAN PUSTAKA
Tanah Inceptisol
Inceptisol adalah tanah yang memiliki epipedon okrik dan albik seperti tanah Entisol dan memiliki beberapa sifat penciri lain seperti horison kambik
tetapi belum memenuhi bagi ordo tanah lain (Hardjowigeno, 1993). Menurut Soil Survey Staff (2010), konsep sentral Inceptisol adalah tanah-tanah dari daerah dingin atau sangat panas, lembab, sub lembab dan yang mempunyai
horison kambik dan epipedon okrik. Informasi sifat tanah ini membantu dalam sistem klasifikasi tanah baku, sehingga dapat memberikan pengetahuan awal
tentang pengelolaan tanah ini, terutama dalam ekosistem lahan kering.
Inceptisol merupakan ordo tanah yang belum berkembang lanjut dengan
ciri - ciri bersolum tebal antara 1.5-10 meter di atas bahan induk, bereaksi masam dengan pH 4.5-6.5, bila mengalami perkembangan lebih lanjut pH naik menjadi kurang dari 5.0, dan kejenuhan basa dari rendah sampai sedang. Tekstur
seluruh solum iniumumnya adalah liat, sedang strukturnya remah dan konsistensi adalah gembur. Secara umum, kesuburan dan sifat kimia Inceptisol
relatif rendah, akan tetapi masih dapat diupayakan untuk ditingkatkan dengan penanganan dan teknologi yang tepat (Sudirja, 2007).
Tanah Inceptisol yang terdapat di dataran rendah solum yang terbentuk
pada umumnya tebal sedangkan pada daerah-daerah berlereng curam solum yang terbentuk tipis. Warna tanah Inceptisol beraneka ragam tergantung dari
jenis bahan induknya (Wambeke, 1992).
Sebagian besar Inceptisol menunjukkan kelas besar butir berliat dengan
halus dengan kandungan liat lebih rendah (18-35%). Reaksi tanah masam sampai agak masam (4.6-5.5), sebagian khususnya pada Eutrudepts reaksi
tanahnya lebih tinggi, agak masam sampai netral (5.6-6.8). Kandungan bahan organik sebagian rendah sampai sedang dan sebagian lagi sedang sampai tinggi.
Kandungan lapisan atas selalu lebih tinggi daripada lapisan bawah, dengan rasio C/N tergolong rendah (5-10) sampai sedang (10-18) (Puslittanak, 2000).
Pupuk Urea [CO(NH2)2]
Pupuk Urea adalah pupuk kimia yang mengandung Nitrogen (N) berkadar tinggi. Unsur Nitrogen merupakan zat hara yang sangat diperlukan
tanaman. Pupuk Urea berbentuk butir-butir kristal berwarna putih, dengan rumus kimia CO(NH2)2, merupakan pupuk yang mudah larut dalam air dan sifatnya
sangat mudah menghisap air (higroskopis), karena itu sebaiknya disimpan di tempat kering dan tertutup rapat. Pupuk Urea mengandung unsur hara N sebesar 46% dengan pengertian setiap 100 kg Urea mengandung 46 kg Nitrogen
(Damanik dkk, 2010).
Urea dibuat secara komersil dari amoniak dan karbon dioksida melalui
senyawa intermedier ammonium karbonat. Reaksi sebagai berikut: 2NH3 +CO2 ↔ NH2COONH4 ↔ NH2CONH2+ H2O
Reaksi ini berlangsung pada suhu dan tekanan tinggi, serta menghasilkan banyak panas. Reaksi berikut dari karbonat ke Urea hanya terjadi dalam suasana cairan atau padat dan perubahan keseimbangan menurun karena adanya air. Larutan
yang keluar dari reaksi Urea sangat pekat (lebih tinggi dari 99.5% Urea) untuk membuatnya jadi butiran, larutan tersebut disemprot dengan prilling tower
Beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa pakar pupuk mengenai pupuk urea seperti berikut (Damanik dkk, 2010) :
- Gaylord M Volk dari Universitas Florida mendapatkan bahwa perubahan amida ke bentuk amonia membutuhkan waktu 1 - 3 hari sesudah pemupukan.
- Allison (1939, dalam Muhali, 1980) mendapatkan bahwa pupuk urea mengalami pencucian dari tanah selama 4 hari dari pemupukan, berarti bahwa
perubahan seluruh amida ke amonia membutuhkan waktu 4 hari
- Universitas Wisconsin (Amerika) mendapatkan bahwa senyawa N dari Urea akan berubah menjadi bentuk nitrat dalam waktu lebih kurang 7 hari.
- Teucher dan Adler menyatakan bahwa perubahan dari urea ke bentuk amonium karbonat lalu ke asam dan akhirnya ke bentuk nitrat membutuhkan
waktu lebih kurang 3 - 4 minggu.
Sifat urea yang lain yang tidak menguntungkan adalah urea bersifat mobil dalam larutan tanah sehingga mudah mengalami pencucian., karena tidak
dapat terjerap oleh koloid tanah. Untuk dapat diserap tanaman urea harus mengalami proses amonifikasi dan nitrifikasi terlebih dahulu. Cepat dan
lambatnya perubahan bentuk amide dari Urea ke bentuk senyawa N yang dapat diserap tanaman sangat tergantung pada beberapa faktor antara lain populasi,
aktifitas mikroorganisme, kadar air dari tanah, temperatur tanah dan banyaknya pupuk Urea yang diberikan. Proses perubahan tersebut terlihat dalam reaksi berikut :
CO(NH2)2 + H2O 2NH3 +H2CO3 hidrolisis enzimatik 2NH4+ +CO32-
Sebelum hidrolisis terjadi, Urea bersifat mobil seperti nitrat dan ada kemungkinan tercuci kebawah zona perakaran. Kejadian ini dimungkinkan
terutama jika curah hujan tinggi dan struktur tanah yang kurang baik (Hasibuan, 2008).
Pada tanah masam dan netral: kehilangan urea lebih besar dibanding pupuk NH4+ , reaksi awal NH4+ bersifat asam. Hidrolisis Urea meningkatkan pH
sekitar butiran:
CO(NH2) 2 (urea) + H+ + 2H2O 2NH4+ +HCO3-
ini memerlukan H+ dan menaikkan pH, dapat mencapai > 7
mendorong reaksi : NH4+ + HCO3- NH3 + H2O + CO2
Pada tanah kapuran (calcareous soils), kehilangan Urea secara potensial tetap
tinggi. Pupuk NH4+ lebih mudah menguap dibanding dalam suasana asam,
karena bereaksi dengan karbonat, NH4+ + HCO3- , NH3 + H2O + CO2 ,
kehilangan ammonium fosfat and sulfat lebih tinggi dibanding garam
ammonium yang terlarut seperti klorida dan nitrat (Rosmarkam dan Yuwono, 2002).
Defisiensi nitrogen (N) pada tanaman lebih sering dijumpai daripada unsur lainnya. Namun demikian, uji hara N sulit dilakukan dan kurang
berkembang dibandingkan uji P dan K. Indikator yang saat ini digunakan adalah dengan mengukur N-NO3 dan N-NH4 yang tersisa dalam tanah. Sekitar 97-99%
N di dalam tanah berada dalam bentuk senyawa N-organik yang ketersediaannya
relatif lambat, karena tergantung pada tingkat dekomposisi mikroorganisme. Kendala pengembangan uji N antara lain: (1) tingkat atau laju dekomposisi
dari proses pencucian, fiksasi, denitrifikasi, dan lainnya. Kondisi tersebut mempersulit pendugaan tentang kapan dan berapa jumlah N yang dapat tersedia
(Dahnke and Johnson, 1990).
Unsur Nitrogen
Mempertahankan kondisi tanaman dalam keadaan cukup hara N namun tidak berlebihan merupakan salah satu alternatif meningkatkan efisiensi pupuk
N. Pupuk diberikan berdasarkan kandungan N dalam daun tanaman yang ditunjukkan oleh penampakan warna daun. Penentuan kondisi tanaman kritis terhadap N dilakukan dengan menggunakan chlorophyll meter (SPAD) yang
dapat mendeteksi kandungan hara tanaman (Wahid, 2003).
Upaya untuk meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk N dapat
dilakukan dengan menanam varietas unggul yang tanggap terhadap pemberian N serta memperbaiki cara budi daya tanaman, yang mencakup pengaturan kepadatan tanaman, pengairan yang tepat, serta pemberian pupuk N secara tepat
baik takaran, cara dan waktu pemberian maupun sumber N (Wahid, 2003).
Tingkat serapan N pada tanaman jagung sangat dipengaruhi umur, kondisi saat aplikasi dan proses fotosintesis tanaman. Respon pemberian pupuk
N pada tanaman juga tergantung pada tingkat kesuburan tanah dan bentuk/jenis pupuk ( padat/cair ) yang diberikan. Pemberian N bertingkat sangat berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan bobot biomas tanaman. Semakin besar pemberian
N, tinggi dan bobot biomas tanaman semakin besar (Suwardi, 2009).
Terserapnya N oleh tanaman dipengaruhi beberapa faktor internal,
dimungkinkan kelebihan N akibat pemberian pupuk urea yang berlebih akan terbuang ke lingkungan (Triadiat, 2012 ).
Warna pucat pada tanaman yang kekurangan nitrogen berasal dari terlambatnya pembentukan klorofil, selanjutnya pertumbuhan akan berjalan
dengan lambat karena klorofil dibutuhkan pada pembentukan karbohidrat pada proses fotosintesis. Warna pucat yang disebabkan kahat nitrogen ini terjadi lebih
dahulu pada daun-daun tua, sepanjang tulang daun. Hal ini terjadi karena nitrogen bersifat mobil di dalam tanaman (Damanik dkk, 2010).
Serapan nitrogen selama pertumbuhan tanaman tidak selalu sama pada
tingkat kesuburan yang sama. Banyaknya nitrogen yang diserap tanaman setiap
hari per satuan berat tanaman adalah maksimum pada saat tanaman
masih muda dan berangsur menurun dengan bertambahnya umur tanaman (Damanik dkk, 2010).
Hasil penelitian Hartoyo data menunjukkan bahwa pertumbuhan
vegetatif seperti tinggi tanaman dipupuk kandang menjadi lebih baik.Hal ini disebabkan karena pada pupuk kandang disamping mengandung unsur hara
makro meskipun terbatas juga mengandung unsur hara mikro dan juga unsur pemacu pertumbuhan yang mempengaruhi pertumbuhan vegetatif seperti tinggi
tanaman. Tetapi antar macam pupuk kandang tidak beda nyata atau sama. Hal ini disebabkan karena kandungan hara pada masing-masing pupuk kandang selisihnya tidak mencolok sekali atau beda sedikit sehingga kurang
menghasilkan perbedaan tinggi tanaman (Hartoyo, 2008).
Berat brangkasan kering dipengaruhi oleh biomassa yang tersusun oleh
kandang meskipun kadarnya relatif kecil. Keduanya mempunyai sinergi untuk bersamasama membangun biomasa tanaman jagung Sehingga interaksinya
signifikan ( Hartoyo, 2008).
Pupuk Kandang Kelinci
Kelinci pada awalnya adalah ternak liar yang sulit dijinakkan. Tetapi sejak dua puluh abad yang silam hewan ini sudah mulai dijinakkan. Pada
umumnya tujuan pemeliharaan kelinci adalah untuk ternak hias ,penghasil daging, kulit dan untuk hewan percobaan. Manfaat lain yang bisa diambil dari kelinci adalah hasil ikutannya yang dapat dijadikan pupuk, kerajinan dan pakan
ternak (Kartadisastra, 2001).
Potensi kelinci tidak hanya sebagai penghasil daging yang sehat
dansebagai penghasil kulit bulu (fur) dan wool. Selain dari pada itu kotoran kelinci merupakan sumber pupuk kandang yang baik karena mengandung unsur hara N, P dan K yang cukup baik dan arena kandungan proteinnya yang tinggi
(18% dari berat kering) sehingga kotoran kelinci masih dapat diolah menjadi pakan ternak, seperti pada tabel dibawah ini (Suradi, 2005).
Tabel .Kandungan zat hara beberapa kotoran ternak Nama Ternak N (%) P (%) K (%)
Unggas 5,0 3,0 1,5
Kerbau 0,6 0,3 0,34
Sapi 0,4 0,2 0,1
Guano 8,5 5,0 1,5
Domba 0,75 0,5 0,45
Ayam 1,00 0,8 0,4
Sumber : Karama dkk. (1991)
Sistem pencernaan kelinci berbeda dengan ternak ruminasia, sehingga
kandungan unsur hara pada kotorannya berbeda. Sistem pencernaan pada kelinci dapat mencerna serat kasar lebih rendah karena waktu transit yang cepat dalam
saluran pencernaan. Kemudian komposisi kotoran kelinci lunak dan diselaputi mukosa yang mengandung bahan protein yang tinggi (28,5%) sedangkan pada
kotoran kerasnya 9,2% (Rahardjo dkk, 2010).
Tingginya protein ini disebabkan populasi mikroba dalam sekum yang sangat aktif dalam memanfaatkan nitrogen dari urea darah yang masuk sekum
dan protein mikroba ini turut menyumbang tingginya kadar protein dalam kotoran. Pada nitrogen dan fospor pupuk kandang dari kotoran kelinci lebih
tinggi dibandingkan ternak ruminansia, namun masih lebih rendah dibandingkan dengan kotoran unggas dan guano. Lebih rendahnya ini disebabkan faktor makanan, ternak unggas maupun burung penghasil guano dengan makanan
utama biji-bijian dan serangga yang memiliki kandungan protein lebih tinggi daripada serat kasarnya (Rahardjo dkk, 2010).
Hasil riset dari Balai Penelitian Ternak (Balitnak Bogor), menyimpulkan, pupuk kandang dari kotoran kelinci berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan
maupun produksi rumput P.maximum dan leguminosa S.hamata setelah 6 kali panen (umur 258 hari). Sedangkan dengan penambahan probiotik pada pupuk kelinci interaksinya telah memberikan pengaruh nyata pada tanaman pakan dan
meningkatkan produksi hijauan sebesar 34,8-38,0% (Sajimin dkk, 2005).
Bahan organik selain dapat meningkatkan kesuburan tanah juga
membuat struktur tanah menjadi lebih remah dan mudah diolah. Bahan organik tanah melalui fraksi-fraksinya mempunyai pengaruh nyata terhadap pergerakan
dan pencucian hara. Asam fulvat berkorelasi positif dan nyata dengan kadar dan jumlah ion yang tercuci, sedangkan asam humat berkorelasi negatif dengan
kadar dan jumlah ion yang tercuci (Prasetyo dkk, 2006).
Senyawa-senyawa organik yang ada di dalam tubuh tanaman pada
umumnya mengandung nitrogen. Beberapa senyawa nitrogen yang ada di dalam tubuh tanaman seperti protein, asam-asam amino, enzim-enzim, bahan penghasil energi seperti ADP, ATP, dan klorofil. Tanaman tidak dapat melakukan
metabolisme bila kahat nitrogen untuk membentuk bahan-bahan vital tersebut nitrogen berperan sebagai penyusun klorofil yang dapat meningkatkan
fotosintesis pada tanaman. Fosfor berperan dalam pembelahan sel dan pembentukan lemak, pembentukan bunga, buah, dan biji, merangsang perkembangan akar, dan meningkatkan kwalitas hasil tanaman. Kalium
memegang peranan penting dalam metabolisme karbohidrat, pembentukan, pemecahan dan translokasi pati, metabolisme dan sintesis protein, mengaktifkan
berbagai jenis enzim, serta mengatur membuka dan menutup stomata dan hal-hal yang berkaitan dengan air. Kalsium berperan penting untuk pembentukan
lamella tengah sel, karena berperan dalam hal sintesa kalsium pekat. Kalsium juga berperan mencegah pengguguran serta proses menuanya daun, serta penyusun dinding sel. Magnesium berperan sebagai penyusun klorofil,
pembentukan gula, mengatur penyerapan unsur hara lainnya, menstimulasi pembentukan minyak dan lemak, serta berperan dalam translokasi pati di dalam
Unsur nitrogen yang dominan terkandung dalam pupuk kandang berfungsi dalam meningkatkan pertumbuhan vegetatif tanaman terutama untuk
memacu pertumbuhan daun. Diasumsikan semakin besar luas daun maka makin tinggi fotosintat yang dihasilkan, sehingga semakin tinggi pula fotosintat yang
ditranslokasikan. Fotosintat tersebut digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman, antara lain pertambahan ukuran panjang atau tinggi
tanaman, pembentukan cabang dan daun baru (Nurshanti, 2009). Tanaman Jagung (Zea mays L.)
Jagung (Zea mays L.) yang masih satu keluarga dengan gandum dan
padi merupakan tanaman asli benua Amerika. Selama ribuan tahun, tanaman ini menjadi makanan pokok penduduk suku Indian di Amerika. Christopher
Columbus merupakan orang yang berjasa menyebarkan jagung ke seluruh dunia. Setelah menemukan benua Amerika secara tidak sengaja pada tahun 1492, saat kembali ke negara asalnya, spanyol, Columbus membawa tanaman jagung dan
beberapa tanaman asli lainnya dari benua tersebut, seperti cabai dan tomat. Bercocok tanam jagung selain dari biji yang bermanfaat untuk bahan pangan kita
juga dapat mengambil manfaat dari bagian lain dari tanaman jagung. Jadi seluruh bagian tumbuhan ada manfaatnya (Siti, 2007).
Jagung dapat tumbuh di daratan rendah sampai dengan ketinggian 1800 m diatas permukaan laut, pada semua jenis tanah asalkan gembur, subur, aerasi dan draenase yang baik. Tekstur yang paling baik untuk tanaman jagung
adalah lempung berdebu dengan tingkat kemasaman 5 – 7 kekeringan di bawah 8 %. Tanaman jagung sangat efisien dalam penggunan energi matahari,
Menurut Margaretha dkk (2004), tanaman jagung untuk dapat tumbuh dan berproduksi secara optimal memerlukan cukup hara utamanya N, P, dan K.
Jagung membutuhkan pupuk nitrogen terbanyak setelah padi. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa tanpa pemberian pupuk nitrogen, tanaman
jagung tidak akan mendapatkan hasil sesuai yang diharapkan. Untuk mempertahankan kesuburan tanah yang cukup dan berimbang, diperlukan
pemberian pupuk.
Kekurangan atau ketidaktepatan pemberian pupuk N sangat merugikan bagi tanaman dan lingkungan. Secara umum pupuk N dapat meningkatkan
produksi jagung. Nitrogen diperlukan oleh tanaman jagung sepanjang pertumbuhannya. Pada awal pertumbuhannya akumulasi N dalam tanaman
relatif lambat dan setelah tanaman berumur 4 minggu akumulasi N berlangsung sangat cepat. Pada saat pembungaan (bunga jantan muncul) tanaman jagung telah mengabsorbsi N sebanyak 50% dari seluruh kebutuhannya. Oleh karena
itu, untuk memperoleh hasil jagung yang baik, unsur hara N dalam tanah harus cukup tersedia pada fase pertumbuhan tersebut (Sutoro dkk, 1988).
Strategi dalam pengelolaan pupuk N yang disesuaikan dengan kebutuhan tanaman, dapat mengurangi kehilangan N akibat penguapan sebelum diserap
oleh tanaman jagung. Pupuk N mudah menguap terutama bila terkena matahari langsung seperti bila pupuk N dibiarkan atau dalam keadaan terbuka setelah pemupukan. Di wilayah tropis basah seperti di Indonesia lahan untuk budidaya
jagung umumnya memiliki kandungan hara N rendah, sehingga tidak cukup untuk menunjang pertumbuhan dan hasil jagung yang optimal karena itu
menyebabkan kehilangan N dalam tanah, pertumbuhan tanaman yang tidak optimal, dan pada akhirnya menyebabkan rendahnya efisiensi penggunaan N
(Efendi, 2009).
Tingkat serapan N pada tanaman jagung sangat dipengaruhi umur,
kondisi saat aplikasi dan proses fotosintesis tanaman. Respon pemberian pupuk N pada tanaman juga tergantung pada tingkat kesuburan tanah dan bentuk/jenis
pupuk (padat atau cair) yang diberikan (Effendi, 2009). Efek Pupuk Organik Terhadap Sifat Tanah
Pupuk organik merupakan penyangga biologi yang mempunyai fungsi
dalam memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah, sehingga tanah dapat menyediakan hara dalam jumlah berimbang. Pupuk organik yang banyak
dipergunakan untuk tanaman pangan, sayuran dan tanaman pakan ternak umumnya dari kotoran sapi, domba dan ayam. Dengan meningkatnya permintaan pupuk organik maka ketersediannya semakin sulit diperoleh. Ternak
kelinci telah banyak dibudidayakan tapi pemanfaatan kotorannya sebagai pupuk organik belum pernah dilaporkan (Sajimin dkk, 2003).
Pupuk padat dapat memberikan kerapatan isi tanah lebih rendah dan kandungan C organik yang lebih tinggi sehingga struktur tanah menjadi lebih
baik dan akar tanaman akan mudah berkembang sehingga perkembangan tanaman menjadi lebih baik dan berlangsungnya proses pertambahan jumlah daun. Unsur hara nitrogen yang berasal dari kotoran ternak padat yang
dimanfaatkan sebagai bahan organik, periode pertumbuhan tanaman akan diperpanjang hingga pada akhirnya setiap ketiak daun akan terakumulasi
Pupuk padat kotoran ternak memberikan kerapatan isi yang rendah, C-organik, jumlah daun dan yang lebih bagus sehingga dengan jumlah bahan
organik banyak dapat memperbaiki struktur tanah dan persen pori tanah akan lebih tinggi menyebabkan perkembangan akar menjadi lebih panjang. Faktor
lain yang mempengaruhi adalah aerasi tanah, apabila tanah memiliki konsentrasi oksigen yang tinggi (aerasi yang baik) akan membantu perkembangan akar dan
juga pasokan air dan unsur hara bagi pertumbuhan tanaman. Sedangkan pupuk cair memiliki kerapatan isi, C-organik, jumlah daun dan bobot segar yang lebih rendah dibandingkan pupuk padat. Hal ini berkaitan dengan ketersediaan unsur
N dan perkembangan akar tanaman yang cenderung kurang meningkat dibandingkan dengan pupuk padat. Unsur N yang tidak tersedia dalam jumlah
yang banyak akan mempengaruhi serapan hara yang tersedia untuk mendukung pertumbuhan dan hasil tanaman (Duaja, 2012).
Unsur hara yang diperlukan tanaman sudah mulai tersedia, di mana
pupuk hayati mengandung mikroba yang mampu menghasilkan senyawa aktif yang berperan dalam menyediakan/menguraikan unsur hara. Aktivitas
mikroorganisme juga dapat meningkatkan kemampuan tanah dalam menyimpan air, sehingga unsur hara lebih mudah diserap oleh tanaman (Asroh, 2010).
Penambahan kompos, pupuk kandang, dan custom-bio tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan N-total tanah dibandingkan dengan perlakuan kontrol.Meskipun demikian terjadi peningkatan kandungan N-total tanah setelah
diberi bahan organik. Hasil ini terbukti dari aplikasi kompos mampu meningkatkan kandungan N-total tanah dibandingkan dengan pada saat analisis
Aplikasi bahan organik mampu meningkatkan nilai kemantapan agregat. Bahan organik yang ditambahkan ke tanah mengalami proses dekomposisi dan menghasilkan substansi organik yang berperan sebagai “perekat” dalam dalam
proses agregasi tanah. Humus mempunyai gugus fungsional yang bermuatan
negatif dan dapat berikatan dengan partikel tanah yang bermuatan positif, membentuk agregat tanah dan menjadikan agregat tanah menjadi semakin
mantap (Zulkarnain, 2013).
Aplikasi bahan organik berpengaruh nyata terhadap porositas total, terjadi peningkatan total ruang pori setelah aplikasi pupuk organik. Hal tersebut
karena kompos dan pupuk kandang mengalami proses dekomposisi dan berangsur-angsur menghasilkan humus. Interaksi humus dengan partikel tanah