• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hukum sebagai Mekanisme Integrasi Sosial

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Hukum sebagai Mekanisme Integrasi Sosial"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

HUKUM SEBAGAI MEKANISME INTEGRASI

SOSIAL

Oleh: MOHAMAD SHOLEH, SH.

A. PENGANTAR: Sosiologi Klasik dan Kontemporer Menurut

Mathieu Deflem1

Di antara ilmu-ilmu sosial, teori-teori sosiologis berdiri di antara

perspektif analisis yang paling maju yang menerangkan peranan hukum

dalam masyarakat. Sosiologi tidak hanya menawarkan perspektif teoritis

dan transformasi lembaga hukum yang menyeluruh terhadap masyarakat,

juga banyak kasus telah ditawarkan oleh para sosiolog sebagai bangunan

penting teori intelektual sosial dan hukum lainnya. Dua pendiri sosiologi

paling sentral, Max Weber (1864-1920)2 dan Émile Durkheim

(1858-1917)3, mengembangkan teori-teori rumit hukum yang saat ini tidak akan

mungkin dapat dipisahkan dari teori sosial hukum. Dalam perkembangan

lebih lanjut dari disiplin sosiologi, kepentingan teoretis dalam studi hukum

telah mulai berkurang. Konsisten dalam studi sosiologi hukum,

bagaimanapun, telah menjadi fokus yang sistematis pada karakteristik

sosial dari hukum berdasarkan model teoritis umum.

1. Sosiologi Klasik

1 Deflem, Mathieu. "Sociological Theories of Law." Pp. 1410-1413 in Encyclopedia of Law and Society: American and Global Perspectives, edited by David S. Clark. Thousand Oaks, CA: Sage Publications. 2007.

2 Weber, Max. On Law in Economy and Society, edited by Max Rheinstein. New York: Simon and Schuster (orig. 1922). (1954).

(2)

Sosiologi Klasik memberikan kontribusi mengenai teoritis hukum

dengan sistematisasi dari perubahan peran hukum dalam masyarakat

yang sangat cepat pada awal abad kedua puluh. Di Perancis, Émile

Durkheim merenungkan peran hukum dalam menjamin integrasi dalam

masyarakat industri dan budaya yang ditandai oleh tingkat individualisme

yang tinggi. Hukum menurut Durkheim adalah sebagai indikator moralitas

masyarakat, sebab-sebab dan fungsinya. Secara khusus, Durkheim

mengemukakan teori perubahan hukum dari hukum represif hukum

restitutif. Hukum represif mencerminkan tradisi-tradisi keagamaan yang

relatif berskala kecil masyarakat mekanik, di mana setiap pelanggaran

hukum, betapapun kecilnya, dihukum berat. Sebaliknya, masyarakat

organis yang lebih besar dan kompleks saat ini memungkinkan untuk

variasi individual yang lebih besar dalam pemikiran dan tindakan, hukum

digunakan sebagai alat untuk mengamankan kepentingan yang

memungkinkan untuk restitusi, dan reintegrasi, meskipun norma-norma

hukum dilanggar.

Kontribusi pemikiran hukum dari sosiolog Jerman Max Weber

merupakan yang paling maju dan sistematis dalam sosiologi sampai hari

ini. Bahkan lebih jelas daripada Durkheim. Weber diposisikan oleh

sosiologi hukum dalam kaitannya dengan perspektif intelektual hukum

lainnya. Secara khusus, Weber mendefinisikan sosiologi hukum sebagai

studi eksternal karakteristik empiris dari peran hukum dalam masyarakat.

Perspektif ini dibedakan dari studi internal hukum, yang dilakukan oleh

(3)

perspektif moral hukum, yang berusaha mengkritik hukum berdasarkan

prinsip normatif. Weber berpendapat bahwa kunci teoritis untuk transisi

dari hukum praindustri ke hukum modern adalah bentuk spesifik dari

rasionalisasi hukum. Menurut Weber4, hukum modern secara formal

rasional, berdasarkan prosedur yang mensyaratkan adanya perlakuan

yang sama dan adil untuk semua. Selain tidak memihak, hukum modern

juga dikodifikasikan (ditulis) dan terbatas menurut prosedural eksklusif

berdasarkan fakta-fakta dan kasus terkait.

Meskipun teori-teori sosiologi hukum mendapatkan tempat yang

baik, mungkin lebih jelas dari bagian lainnya dari karya para perintis

disiplin itu, namun sosiologi hukum sendiri relatif lambat dibandingkan

ilmu sosial lainnya pada masa paruh pertama abad XX. Yang pasti,

beberapa sarjana, terutama di Eropa, menerima tantangan untuk

mengembangkan perspektif teoritis dalam studi sosiologi hukum. Eugen

Ehrlich (1862-1922), Nicholas Timasheff (1886-1970)5, dan Georges

Gurvitch (1894-1965)6 paling terkenal di antara mereka yang memberikan

kontribusi untuk penjelasan teoritis hukum dari sudut pandang sosiologis.

Namun, karya-karya para ahli tersebut baru sekarang ini dibahas dan

banyak diteliti atau didebat.

2. Sosiologi Kontemporer

4 Weber, Max. Economy and Society: An Outline of Interpretive Sociology. Ed. G. Roth and C. Wittich. Berkeley. CA: University of California Press. 1954.

5 Timasheff, Nicholas S. (2002). An Introduction to the Sociology of Law. New Brunswick, NJ: Transaction (orig. 1939).

(4)

Dengan elaborasi sosiologi modern setelah berakhirnya Perang

Dunia II, penelitian hukum awalnya bukan merupakan suatu disiplin,

meskipun hukum tetap menemukan tempat di sekolah-sekolah. Yang

dikembangkan adalah perspektif fungsionalis hukum dalam karya Talcott

Parsons (1902-1979)7. Parsons menekankan peran hukum sebagai

mekanisme kontrol integrasi sosial. Sistem hukum dipandang sebagai

relatif otonomi terhadap lembaga-lembaga masyarakat lainnya,

khususnya dunia politik, ekonomi, dan sistem nilai. Dalam hal fungsi

integratif hukum itu, para penegak hukum mempunyai kedudukan penting

karena perannya dalam mediasi antara teknis-teknis hukum dan

kebutuhan masyarakat sehari-hari untuk mendapatkan keadilan.

Seperti kritik para sarjana atas teori fungsionalis, teori-teori hukum

yang berbeda diperkenalkan dalam sosiologi dari tahun 1960-an dan

seterusnya. Kebanyakan yang berbeda adalah visi hukum sebagai alat

atau instrumen kekuasaan yang jauh dari rasa keadilan dan hanya

melayani kepentingan ekonomi atau politik yang kuat. Perspektif

instrumentalis hukum menggema melalui filosofi Karl Marx (1818-1883),

meskipun sebagian besar Marx menolak studi hukum dalam mendukung

konsentrasi pada organisasi ekonomi masyarakat.

Teori hukum Neo-Marxis memimpin pengembangan teori-teori

penting lain dari hukum di paruh kedua abad XX. Teori kritis atas kondisi

hukum dan lembaga sosial lain di luar sebuah studi analitis belaka, tetapi

(5)

mereka berbeda dalam dasar dan konsekuensi dari kritik masing-masing.

Beberapa teori penting berpegang pada posisi Marxis mengenai

sentralitas ekonomi, sedangkan yang lain memperluas fokus mereka

untuk merenungkan pentingnya ras, gender, dan garis lain dari

pembagian sosial selain kelas. Pluralitas diasumsikan sebagai perpecahan

masyarakat yang telah menyebabkan beberapa sosiolog untuk

mengadopsi sikap postmodern, meninggalkan visi teoritis menyeluruh

pemersatu dalam mendukung banyaknya kekacauan, perpecahan dan

fraksi. Selain itu, beberapa teori kritis menyatakan bahwa transformasi

radikal dari masyarakat diperlukan untuk perbaikan sosial. Sedang

pendukung lain dari teori hukum kritis lebih reformis daripada orientasi

normatif mereka.

Popularitas perspektif kritis paling penting adalah dalam sosiologi

hukum kontemporer dari pendekatan tegas ilmiah dari sarjana Amerika

Donald Black. Sejak awal tahun 1970 dan meningkat pada tahun 1990-an,

Black8 telah mengembangkan teori hukum yang sistematis yang

merumuskan proposisi pada kuantitas dan kualitas hukum sebagai fungsi

dari karakteristik struktural tertentu dari masyarakat. Menolak setiap

pendirian normatif dan prasangka psikologis. Teori hukum Black

merupakan bagian dari proyeksi sosiologi murni yang lebih luas yang

berupaya menekan variasi dalam semua aspek realitas sosial tanpa

menggunakan motif, tujuan, atau faktor subjektif lainnya.

Serupa dengan luasnya teori Black, sosiolog Jerman Niklas

Luhmann (1927-1998), mengambil pendekatan yang sebanding dalam

(6)

sosiologi modern. Awalnya dipengaruhi oleh teori-teori Parsons, Luhmann

datang untuk mengembangkan perspektif sistem-teori hukum baru, yang

berpendapat bahwa sistem hukum dicirikan oleh autopoiesis atau

operasional terbatas, dalam kata lain, fungsi hukum independen dari

lembaga-lembaga sosial lainnya berdasarkan kode hukum, halal haram

versus moralitas dan keadilan, yang paling penting, dalam pandangan

Luhmann bahwa hukum tidak bersifat konstitutif.

Teori sosiologi hukum saat ini lebih beragam daripada sebelumnya.

Sangat berpengaruh dan telah ternjadi perkawinan silang antara teori

sosiologi hukum dengan teori-teori dari ilmu-ilmu sosial dan humaniora

lainnya. Yang paling berbeda dalam hal ini adalah adanya popularitas

gerakan hukum dan masyarakat, sebuah perspektif yang meninggalkan

landasan teoritis studi hukum dalam setiap disiplin tertentu dalam

mendukung orientasi interdisipliner yang selektif daripada pluralitas

tradisi intelektual.

Pada saat yang sama, bagaimanapun perkembangan teoritis dalam

sosiologi hukum kadang-kadang juga mengimpor karya orientasi disiplin

lain untuk lebih memahami sosiologi hukum. Kontribusi dari filsuf Michel

Foucault Perancis (1926-1984), dan teori dari sosialis Jerman Jürgen

Habermas, berdiri di antara pengaruh-pengaruh intelektual sosiolog

hukum yang telah berbuah dan bergabung dalam cara berteori dan

penelitian. Meskipun pendekatan interdisipliner gerakan hukum dan

masyarakat semakin populer, sosiologi hukum saat ini lebih terorganisir

(7)

demikian dapat diharapkan munculnya teori-teori sosiologi hukum untuk

terus mendapatkan posisi dalam konstelasi yang lebih luas dari teori

ilmu-ilmu sosial lainnya.

B. PERMASALAHAN: Hukum Mempengaruhi atau Dipengaruhi

Faktor Sosial?

Dari pengantar Mathieu Deflem tersebut memberikan gambaran,

bahwa teori-teori sosiologi hukum telah berhasil menjelaskan mengenai

adanya hubungan antara hukum dengan faktor-faktor sosial lainnya.

Untuk memahami hukum dan agar hukum dapat bekerja dalam

masyarakat, tidak mungkin mengkaji hukum secara mandiri atau tertutup,

melainkan harus secara interdisipliner atau bahkan multidisipliner.

Sebagai persoalan adalah, bahwa dalam hubungannya dengan

faktor-faktor sosial itu, apakah hukum itu sendiri merupakan faktor

dependen ataukah independen? Sejauhmanakah hukum dapat

mempengaruhi faktor-faktor sosial lainnya, ataukah hukum dapat

menerima pengaruh-pengaruh nilai sosial lain itu? Ataukah, boleh jadi

hukum itu mengatasi faktor-faktor sosial yang lain untuk kemudian

mengitegrasikannya?

C. PEMBAHASAN: Hukum sebagai Mekanisme Integrasi Sosial

Menurut Talcott Parsons

Dalam esai yang paling terkenal untuk merinci tentang karakteristik

dan

(8)

sebagai mekanisme umum dari kontrol sosial". Ini berarti bahwa, fungsi

hukum terhadap warga masyarakat adalah untuk: (1) mengatur interaksi

mereka dan, (2) mendefinisikan situasi sosial mereka. Kedua proses

hukum sebagai pengatur sosial kontrol dan interpretasi (dalam pengertian

sosiologis) yang lebih besar, menandakan bahwa "Fungsi utama dari

sistem hukum bersifat integratif". Selanjutnya, fungsi integratif hukum itu

ditemukan di lembaga-lembaga yang terkait dengan perusahaan

manajemen, terutama pada pengadilan oleh aparat penegak hukum. 9

1. Hukum di Pengadilan10

Parsons menjelaskan bahwa fokus dari komunitas kemasyarakatan

adalah pada sistem hukum, dan bahwa fokus dari sistem hukum akan

ditemukan di pengadilan. Sebagaimana kesimpulannya mengenai

Masyarakat Amerika bahwa, "inti dari sistem hukum sebagai struktur

kelembagaan terletak pada sistem peradilan". Parsons bertitik-titik tolak

pada analisis lokus dari pengadilan sebagai pusat dari masyarakat sosial.

Mengambil perspektif yang sedikit berbeda, kita melihat bahwa Parsons

menempatkan hukum di pengadilan merupakan tempat yang signifikan

dalam struktur sosial masyarakat Amerika; mereka tersebar di sepanjang

ruang "interstisial", dan zona interpenetrasi, yang membentang dari inti

komunitas masyarakat, dan terintegrasi ke dalam pemerintahan.

Pengadilan di AS tersebar di hamparan sosial yang luas ini: pertama,

berbeda dengan orang-orang Benua Eropa yang lebih terpusat dan

9 “The Law and Social Control.” Pp. 56-72 in Law and Sociology: Exploratory Essays, ed. W. M. Evan. Glencoe, Ill.: The Free Press of Glencoe (1962).

(9)

hirarkis dari tingkat federal negara bagian, dan lokal, dan kedua,

"sebagian resmi dan berwibawa tidak terpengaruh politik, maupun

perorangan, dan yang menembus ke dalam sektor-sektor informal

struktur komunitas [masyarakat] pada titik-titik yang berbeda".

Pengadilan di AS dapat membatasi diri dari sistem internal

pemerintahan itu adalah hasil dari, seperti telah kita bahas, pengadilan

Amerika telah lama memiliki independensi dari eksekutif dan legislatif.

Selain kepemimpinan Hakim Agung Marshall yang kuat di Mahkamah

Agung Amerika Serikat yang baru dibentuk, alasan lain yang utama

adalah adanya otonomi Pengadilan dari politik yang berasal dari sejarah

oleh para perumus Konstitusi, dengan penerapan pemisahan kekuasaan,

ketentuan minimal dibuat untuk cabang yudisial, yang menyatakan bahwa

Mahkamah Agung harus dibentuk, dan bahwa pengangkatan Hakim harus

dicalonkan oleh Presiden dan disetujui oleh Senat. Mereka bahkan tidak

menentukan berapa banyak hakim harus ada. Ketentuan ini juga

digunakan untuk membangun seluruh sistem pengadilan banding dan

pengadilan bawahan (Selain Mahkamah Agung, juga termasuk, di tingkat

federal, pengadilan distrik dan pengadilan banding AS) memiliki otonomi

yang terlepas dari kontrol pemerintah.

Namun yang penting untuk dikenali adalah bahwa pengadilan

merupakan mesin "kelembagaan untuk penyelesaian perselisihan dan

konflik kepentingan yang tak terhitung banyaknya yang muncul dalam

Masyarakat Amerika", mengingat bahwa hal itu dimungkinkan karena

(10)

kontrol eksekutif. Menyelesaikan perselisihan dan konflik dapat

mengurangi sebagian besar proses regulasi hukum, baik di sidang

pengadilan tingkat pertama maupun di tingkat banding. Tetapi dalam

sistem hukum untuk mengatur interaksi sosial secara determinan, Parsons

menunjukkan bahwa ada empat masalah utama yang pertama kali harus

diselesaikan, yaitu masalah legitimasi, interpretasi, sanksi, dan

yurisdiksi11, dua diantaranya langsung melibatkan proses penyesuaian

integratif melalui pembentukan dan penerapan hukum di pengadilan,

yaitu mengenai dasar Legitimasi dan batasan-batasan Interpretasi Hakim.

2. Legitimasi12

Masalah pertama dalam peraturan hukum adalah menyangkut

dasar legitimasi,

atau pembenaran sistem hukum. Dasar legitimasi, sebagaimana telah

ditunjukkan Weber dalam konsep formal rasionalitas, melibatkan

penggunaan lembaga yang berwenang dan prosedur yang benar. Dalam

hal prosedur pembentukan dan penerapan hukum di pengadilan

"kekhawatiran yang sebenarnya adalah dalam proses memutus itu

sendiri" dan lembaga yang memutuskan adalah juri, hakim, atau panel

hakim. Prosedural lembaga seperti pengadilan sangat menonjol dalam

"asosiasi" struktur sosial dari pihak-pihak berkepentingan dan tipikal

sosial masyarakat Amerika. Komunitas masyarakat di AS menyediakan

11 “Jurisdiction.” Pp. 258-66. In Structure and Process in Modern Societies, by Talcott Parsons. Glencoe, Ill.: The Free Press of Glencoe (1960).

(11)

kerangka kerja, melalui berbagai pembentukan hukum oleh pengadilan, di

mana partai mengeluhkan hak-hak mereka yang harus kooperatif untuk

menyesuaikan kepentingan mereka dengan hukum tersebut.

Dengan cara ini, sistem hukum diimplementasikan oleh pengadilan

melalui prosedural dan praktek, yang mampu mengatur interaksi warga

dengan konflik kepentingan anggota partai. "Inilah cara yang 'beradab'

untuk menghadapi konflik kepentingan”. Parsons menjelaskan bahwa

penekanan pada proses prosedural penting untuk integrasi sistem, karena

tanpa prosedur yang benar dalam sistem sosial yang sangat kompleks

hanya akan "memecah ke dalam kekacauan". Tapi di belakang prosedur

resmi terletak lebih dalam serangkaian pertanyaan mengenai "dasar

legitimasi" yang dapat diartikulasikan sebagai: Mengapa individu harus

menyesuaikan dengan aturan hukum? Dengan kata lain, adalah apakah

sumber yang lebih tinggi yang menuntut hak dan kewajiban?

Dalam kasus masyarakat Amerika modern, sumber tertinggi itu

terdapat dalam suatu "tatanan moral sekuler" yang secara fungsional

setara dengan agama. Tatanan moral sekuler ditemukan dalam sistem

yang dijamin oleh konsepsi yang luas dari apa yang "benar" dan juga apa

yang "salah," terutama sebagai penjelmaan hak hukum dan kewajiban

individu.13 Pengadilan dalam membentuk dan menerapkan hukum,

ditetapkan sebagai lembaga prosedural, sehingga memperoleh otoritas

untuk memutuskan kasus sebagai sebuah output dari sistem yang dijamin

oleh negara. Oleh karena itu, sebagai salah satu bentuk kelembagaan

(12)

dasar dari sebuah sistem hukum, maka semua pihak untuk wajib

menerima keputusan pengadilan, bahkan jika itu bertentangan dengan

kepentingan mereka sendiri.14

Kedudukan politik yang kuat dari pengadilan berasal dari kenyataan

bahwa, dalam demokrasi konstitusional seperti Amerika Serikat, dasar

utama legitimasi terletak dalam konstitusi, terutama dengan komitmen

nilainya yang universal. Dari sudut pandang ini, kemudian, hukum

merupakan "fokus pusat "dari hubungan antara kekuasaan yudisial dan

negara tersebut. Selanjutnya, jika kita menerima pandangan bahwa

sebuah sistem hukum ditetapkan "berlabuh" di komunitas masyarakat,

maka legitimasi dari sistem pengadilan merupakan aspek penilaian

integrasi.

3. Interpretasi15

Masalah kedua hukum sebagai integrasi sosial, adalah mengenai

interpretasi. Hal ini berkaitan dengan keberadaan aturan hukum sebagai

‘pedoman tindakan individu', dalam situasi tertentu dan dalam peran

tertentu. Disini, hukum dirumuskan secara umum, meskipun pada

kenyataannya tidak dapat melingkupi semua keadaan dan kondisi

tertentu individu. Atau mungkin ada dua atau lebih undang-undang, yang

implikasinya bagi seorang individu adalah, pada saat yang bersamaan,

bertentangan. Pertanyaan operatif dalam hal ini adalah: Manakah hukum

14 “Review of Roberto Mangabeira Unger, Law in Modern Society,” Law & Society Review 12(1): 145-49 (1977). Reprinted by permission of Wiley-Blackwell Publishing Ltd.

(13)

yang berlaku dan dalam derajat apa dan dalam hal apa? Mana yang lebih

khusus, apakah kewajiban individu dalam situasi tertentu atau hak-hak

mereka berdasarkan hukum? Dengan demikian, aspek peraturan terfokus

pada penafsiran hukum, yang menyangkut integritas sistem aturan itu

sendiri, terutama posisi dari proses pengujian di pengadilan. Seperti kasus

yang dibawa kepada mereka untuk dilakukan ajudikasi, dimana

pengadilan langsung memproses mencapai keputusan, dalam diskursus

ini pengadilan tidak hanya menetapkan hak dan kewajiban pemohon

individu, pengadilan diberikan otoritatif untuk interpretasi aturan hukum

itu sendiri. Parsons menganggap otoritatif interpretasi pengadilan menjadi

"fungsi peradilan pusat."

Kita dapat mengatakan bahwa Parsons memberikan fungsi utama

dari

pengadilan adalah untuk menafsirkan makna, untuk mendefinisikan

situasi, untuk kasus-kasus yang datang kepada mereka untuk diajudikasi.

Hal ini dilakukan agar pihak berperkara "lebih tahu apa hak dan kewajiban

mereka dan apa konsekuensi dari alternatif tindakan untuk diri mereka

sendiri dan bagi orang lain dan dengan siapa mereka mesti waspada".

Selanjutnya, pengadilan-pengadilan di AS, bergantung pada tradisi

common law dari prinsip stare decisis (preseden), yaitu generalisasi dari

kasus-kasus tertentu ke seluruh kelas individu atau kolektivitas yang

berada di situasi yang sama dan memiliki kepentingan sejenis.

Interpretasi hukum berfungsi sebagai "lembaga penilai situasi" dan

(14)

Dalam masyarakat Amerika, khususnya, fungsi interpretasi yudisial,

atau ajudikasi, telah menjadi sangat menonjol dan penting karena:

pertama, difokuskan pada latar belakang Konstitusi tertulis; kedua

beroperasi dalam struktur pemerintah federal; dan ketiga, sebagai

perwujudan pelembagaan sistem pemisahan kekuasaan dalam tiga

"cabang" (Trias Politika). Pada semua tingkatan ini, doktrin hukum harus

dengan benar ditafsirkan oleh pengadilan. Pengadilan AS harus

menyelesaikan kasus ---untuk menentukan hak dan kewajiban masyarakat

dalam hubungan sosial--- dalam konteks nilai terpenting dari aktivitasnya.

Oleh karena komitmen nilai bersama ini terlalu umum panduannya

dikaitkan dengan situasi tertentu, ia meninggalkan masalah tindakan

konkret yang belum ditentukan, sampai dibawa ke pengadilan. Pengadilan

berfungsi "untuk 'mendefinisikan situasi' untuk tindakan lebih konkret dari

prinsip-prinsip nilai yang umum tersebut". Inilah yang dimaksudkan

Parsons ketika ia berbicara tentang keharusan dari sistem hukum sebagai

"spesifikasi penerapan aturan norma-norma yang lebih tinggi/umum untuk

dapat memandu tindakan dari masyarakat tingkat bawah dengan

mendefinisikan situasi bagi mereka".

D.KESIMPULAN: Putusan Pengadilan sebagai Mekanisme Integrasi

Sosial

Dengan demikian, hukum yang terbentuk dan diterapkan secara

konsisten melalui putusan-putusan Pengadilan di Negara-negara common

law, khususnya Amarika Serikat, telah mampu mengintegrasikan berbagai

(15)

kepentingan-kepentingan elit politik dan individu-individu dengan menetapkan hak dan

kewajiban berdasarkan kasus-kasus yang terjadi.

Dimungkinkannya fungsi hukum sebagai mekanisme kontrol sosial,

utamanya melalui peradilan tersebut, dikarenakan adanya 2 hal sebagai

berikut:

1. Legitimasi yang kuat didalam konstitusi sebagai perwujudan

kekuasaan yudisial dalam prinsip demokratis Trias Politika;

2. Sebagai pemegang hak Interpretasi penerapan norma-norma abstrak

ke dalam kasus-kasus konkrit berdasarkan prinsip preseden.

Disamping itu juga, adanya hak menjatuhkan sanksi dan yurisdiksi yang

tegas dalam sistem hukum, menjadikan hukum berwibawa. Sehingga

selain dapat memposisikan dirinya secara independen, hukum yang

dijelmakan dalam lembaga peradilan dapat berperan secara mekanis

untuk mengintegrasikan berbagai kepentingan sosial.

Daftar Pustaka:

Black, Donald. The Behavior of Law. New York: Academic Press. 1976. Deflem, Mathieu. Sociology of Law: Visions of a Scholarly Tradition. First

Published. United Kingdom.Cambridge University Press. 2008. ---. "Sociological Theories of Law." Pp. 1410-1413 in Encyclopedia of

Law and Society: American and Global Perspectives, edited by David S. Clark. Thousand Oaks, CA: Sage Publications. 2007.

Durkheim, Émile. The Division of Labor in Society. New York: The Free Press. 1984.

Gurvitch, Georges. (2001). Sociology of Law. New Brunswick, NJ: Transaction (orig. 1947).

(16)

---.“A Sociologist Looks at the Legal Profession.” Pp. 370-85 in Essays in Sociological Theory, by Talcott Parsons. Glencoe, Ill.: The Free Press (1954).

---.“Jurisdiction.” Pp. 258-66. In Structure and Process in Modern Societies, by Talcott Parsons. Glencoe, Ill.: The Free Press of Glencoe (1960).

---.“The Distribution of Power in American Society.” Chapter VI in

Structure and Process in Modern Societies, by Talcott Parsons. Glencoe, Ill.: The Free Press of Glencoe (1960).

---.“Review of James Willard Hurst, Law and Social Process in U.S. History,” Journal of the History of Ideas 23: 558-64 (1962). Reprinted by permission of the University of Pennsylvania Press. ---.“Review of Roberto Mangabeira Unger, Law in Modern Society,”

Law & Society Review 12(1): 145-49. Wiley-Blackwell Publishing Ltd. 1977.

---.“Law and Sociology: A Promising Courtship?” Pp. 47-54 in The Path of the Law From 1967, ed. A. E. Sutherland. Cambridge, Mass.: Harvard Law School, Harvard University Press (1968).

Timasheff, Nicholas S. (2002). An Introduction to the Sociology of Law. New Brunswick, NJ: Transaction (orig. 1939).

Weber, Max. Economy and Society: An Outline of Interpretive Sociology.

Ed. G. Roth and C. Wittich. Berkeley. CA: University of California Press. 1954.

Referensi

Dokumen terkait

Observasi pada siklus II terhadap pelaksanaan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) tindakan ini dimaksudkan untuk mengukur keberhasilan langkah-langkah pembelajaran

Kedua adalah pada tahun 2030, mengakhiri segala bentuk malnutrisi, termasuk mencapai target internasional tahun 2025 untuk penurunan stunting dan wasting pada

Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui fitur-fitur desain yang diperlukan untuk mendukung affordances sebuah taman lingkungan, sehingga desain taman lingkungan tersebut dapat

Secara umum tujuan dari penelitian ini yaitu memperoleh gambaran tentang penerapan metode pembelajaran demonstrasi terhadap hasil belajar psikomotor siswa pada

Ini menunjukkan, guru yang mampu merancang media dan sarana pembelajaran meskipun dengan alat yang sederhana tidak memerlukan biaya yang mahal, banyak

Agar-agar kering merupakan usaha makanan yang bahan dasarnya terbuat dari Rumput laut. Makanan ini untuk meningkatkan pemanfaatan pengolahan rumput laut menjadi produk yang

Syukur Alhamdulillah atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kemudahan dan kelancaran sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh

Sistem pengoperasian angkutan umum harus memperhatikan jam puncak dan jam tidak puncak sehingga untuk jam puncak dapat dioperasikan dengan waktu antara yang rendah