• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN TEOLOGIS TERHADAP UPACARA PASOLA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KAJIAN TEOLOGIS TERHADAP UPACARA PASOLA"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penulisan

Indonesia dikenal sebagai salah satu negara Kepulauan terbesar di dunia. Terdapat kurang lebih 17.504 pulau yang termasuk ke dalam wilayah kedaulatan

Negara Kesatuan Republik Indonesia menurut Deputi Kedaulatan Maritim Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, di mana 16.056 pulau telah dibakukan namanya di PBB hingga Juli 2017. Selain memiliki banyak pulau, Indonesia juga memiliki banyak kebudayaan di setiap daerah atau kepulauan. Dari setiap suku yang tersebar di setiap pulau di Indonesia, masing-masingnya memiliki keanekaragamanan. Indonesia yang kaya akan ragam seni budaya sudah semestinya Indonesia berbangga dan hendak melestarikan serta menjaga ragam seni budaya yang ada. Setiap pulau yang tersebar di Indonesia memiliki suku-suku kecil yang masih mempertahankan adat istiadat dan kebudayaannya, sebab adat merupakan cerminan dari kepribadian suatu bangsa yang merupakan penjelmaan dari jiwa bangsa yang bersangkutan sepanjang masa.1 Cerminan kepribadian berarti berkaitan dengan identitas suatu bangsa.

Upacara Pasola di Kabupaten Sumba Barat Daya – Nusa Tenggara Timur adalah salah satu kebudayaan di Indonesia yang masih dipertahankan dan dilakukan dari generasi ke generasi. Hingga saat ini upacara Pasola masih terus diadakan. Upacara Pasola adalah upacara ritual Marapu yang diselenggarakan oleh orang Sumba bagian Barat Daya untuk merayakan musim tanam padi. Selain itu, Pasola merupakan bentuk ritual untuk menghormati Marapu, mohon pengampunan, kemakmuran dan untuk hasil panen yang berlimpah. Upacara Pasola dilakukan dengan seksama dan kusyuk. Keikutsertaan masyarakat Marapu dalam upacara Pasola adalah perbuatan yang benar di mata mereka. Hal inilah

(2)

yang membedakan antara masyarakat Marapu dengan kekristenan. Dalam kekristenan, pemujaan terhadap leluhur adalah perbuatan yang menyimpang dari kebenaran Alkitab.

Berkaitan dengan upacara Pasola, ada hal-hal positif dari upacara Pasola ini yang dapat diterima atau disetujui oleh Alkitab, tetapi ada juga hal-hal negatif dari upacara Pasola yang tidak dapat diterima atau tidak disetujui oleh Alkitab. Dengan demikian, penulis akan memaparkan sekilas tentang budaya Pasola, kemudian penulis akan mengkaji mengenai budaya Pasola dari perspektif atau sudut pandang teologis.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang hendak penulis paparkan dalam paper ini ialah berkaitan dengan kajian teologis terhadap upacara Pasola dalam budaya Suku Marapu, Kab. Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur.

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan paper ini, ialah sebagai berikut:

1) Untuk memenuhi salah satu tugas akhir dari mata kuliah Teologi Perjanjian Lama 1.

2) Untuk menambah wawasan bagi penulis tentang kebudayaan suku Marapu, khususnya mengenai upacara Pasola.

(3)

BAB II

KAJIAN TEOLOGIS TERHADAP BUDAYAPASOLA DI KAB. SUMBA BARAT DAYA–NUSA TENGGARA TIMUR

A. Selayang Pandang tentang Upacara Pasola

Propinsi Nusa Tenggara Timur memiliki tiga pulau besar, yakni pulau Timor, pulau Flores dan pulau Sumba. Kabupaten Sumba Barat Daya2 terletak di pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur. Kabupaten SBD mempunyai ritus Pasola yang sangat khas dengan muatan sejarah yang sudah mentradisi. Pasola adalah suatu upacara yang dilakukan untuk menyambut permulaan penanaman padi di daerah Sumba Bara Daya. Penanggalan pelaksanaan upacara ini ditentukan oleh

rato (tokoh adat yang berwewenang). Pasola merupakan bagian dari serangkaian upacara tradisional yang dilakukan oleh orang Sumba yang masih menganut agama asli yang disebut Marapu (Agama lokal masyarakat Sumba).3 Upacara Pasola bagi masyarakat Marapu tidak dilepaskan dari kisah kembara purba tiga bersaudara Ngongu Toumatutu, Yagi Waikareri, dan Ubu Dulla dari kampung Waiwuang (sebuah perkampungan adat di Wanokaka). Kisah yang kemudian merangkaikan jalin kawin mawin

Waiwungang (Wanukaka) dengan Tossi (Kodi) di mana memetaraikan ritus, “Nyale dan Pasola” yang

bagian Barat Daya dengan tujuan untuk merayakan musim tanam padi. Dalam

2 Selanjutnya disingkat “SBD”.

3 Paulus Lete Boro, Pasola, permainan ketangkasan berkuda lelaki Sumba, Nusa Tenggara Timur, Indonesia (Jakarta: Obor, 1995), 1-2.

(4)

melaksanakan upacara tersebut, ada berbagai ritual yang diadakan oleh masyarakat suku setempat. Ritual tersebut dilakukan untuk menghormati Marapu, mohon pengampunan, kemakmuran dan untuk hasil panen yang melimpah. Biasanya upacara ini dilaksanakan dalam bulan Februari. Perayaan puncak mulai 6 sampai 8 hari setelah bulan purnama. Bulan tersebut merupakan waktu di mana pantai bagian selatan menjadi tempat munculnya banyak sekali cacing nyale yang berbentu kecil. Ini adalah tanda musim Pasola dimulai.

Puncak dari upacara Pasola penunggang kuda yang lainnya. Yang menjadi lawan dalam Pasola ialah dari suku lain. Pasola tidak hanya menjadi bentuk keramaian, tetapi menjadi salah satu bentuk pengabdian dan aklamasi ketataatan kepada sang luhur. Dalam hal ini juga, upacara Pasola menjadi perekat jalinan persaudaraan antara dua kelompok yang turut dalam Pasola dan bagi masyarakat umum.

B. Kajian Teologis Terhadap Upacara Pasola

Dari pemamaparan singkat tentang upacara Pasola, maka ada dua bagian penting yang hendak penulis kaji secara teologis, yakni sebagai berikut:

Pertama yang perlu kita bahas ialah mengenai hal positif yang menurut penulis hal ini disetujui atau diajarkan di dalam Alkitab. Penelitian membuktikan bahwa salah satu esensi atau tujuan diadakannya upacara Pasola ini adalah untuk memperkokoh persatuan dan kesatuan kekerabatan dan meningkatkan silahturahmi dalam kehidupan bermasyarakat pada umumnya.4 Artinya sikap 4 Yulita Tamo Inna “Peranan Adat Pasola Sebagai Alat Pemersatu Antar Daerah di Kabupaten Sumba Barat Daya Propinsi Nusa Tenggara Timur”, dalam Jurnal Ilimah Universitas PGRI Yogyakarta, 9.

Gambar 1.2

(5)

saling mengasihi dan saling menghargai antar sesama masih terjalin dengan baik di dalam masyarakat Marapu. Hal ini merupakan pelajaran positif yang sesuai dengan pengajaran Alkitab dan diterima oleh kekristenan.

Salah satu bentuk saling mengasihi dan saling menghormati diperlihatkan dalam kisah Abraham dan Lot dalam Kejadian 13:1-18, di mana untuk menjaga persaudaraan, Abraham mengambil tindakan untuk saling berbagi tempat kediaman bersama Lot. Di ayat 8 Abraham berkata, “Janganlah kiranya ada perkelahian antara aku dan engkau, dan antara para gembalaku dan para gembalamu, sebab kita ini kerabat.” Dalam bahasa Ibrani, kata Kerabat : וונחחנננאא “anakhenu5 yang berarti “We / with ourselves”. Kata ini menunjukkan suatu kesatuan atau hubungan yang erat antara satu dengan yang lain. Hubungan kekeluargaan sangatlah penting bagi orang Ibrani. Oleh sebab itu Abraham menjaga dan memeliharanya seperti yang dikisahkan di dalam ayat tersebut.

Hal yang sama yang ditekankan oleh penulis kitab-kitab Injil. Dalam Injil Matius 22:39, Yesus mengajarkan kepada seorang ahli Taurat demikian, “37Jawab

(6)

berhubungan dengan sesamanya. Artinya persaudaraan itu sangat penting dalam kehidupan orang-orang percaya. Selanjutnya dalam 1 Yohanes 4:20 penulis menekankan bahwa, “20Jikalau seorang berkata: "Aku mengasihi Allah," dan ia

membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya.” Dalam hal ini kasih terhadap sesama harus lahir dari hati yang tulus, bukan dengan terpaksa.

Dari beberapa kajian Alkitabiah diatas, maka penulis memberi suatu pandangan bahwa upacara Pasola adalah suatu adat dalam budaya masyarakat Marapu yang cukup baik mengajarkan kasih persaudaraan yang sesuai dengan Alkitab. Walaupun pada kenyataannya masyarakat suku Marapu belum mengetahuan dan mengerti tentang Alkitab. Tujuan yang benar inilah yang perlu dipertahankan dan dilestarikan. Allah adalah kasih! Bukti kasih Allah ialah melalui pengorbanan Yesus Kristus demi menyelamatkan umat ciptaan-Nya. Oleh sebab itu setiap orang yang percaya kepada-Nya harus menghidupi kasih kepada sesama dalam kehidupannya sehari-hari.

(7)

Selanjutnya Paulus mengajarkan kepada jemaat di Korintus untuk menjauhi penyembahan berhala (1 Kor. 20:24). Ini adalah peringatan keras bagi orang-orang di Korintus untuk tidak berbangga dengan kebebasan yang mereka miliki. Berbagai praktik penyembahan berhala merupakan salah satu tantangan yang dihadapi oleh para Rasul dalam memberitakan Injil Yesus Kristus.

Berdasarkan beberapa ayat diatas, penulis mengkaji suatu pemahaman teologis, yakni pada hakekatnya Allah adalah Pencipta langit dan bumi beserta segala isinya termasuk manusia. Manusia dikatakan makhluk yang diciptakan

(8)

BAB III PENUTUP

Kesimpulan

Pada dasarnya semua kebudayaan yang ada di suatu bangsa memberikan sumbangsih yang besar bagi bangsa tersebut, khususnya dalam aspek pariwisata. Dengan beranekaragam budaya yang ada, membuat nilai atau identitas suatu bangsa semakin dipandang. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa manusia seringkali memasukkan pemahaman dan berbagai kepercayaan para leluhur ke dalam budayanya, sehingga budaya tersebut dipandang sebagai suatu hal yang mistis. Salah satunya ialah budaya Pasola.

Melalui kajian teologis ini maka penulis menyimpulkan bahwa upacara Pasola dalam kebudayaan suku Marapu, memiliki makna positif yang sejalan dengan ajaran Alkitab, yakni memelihara kasih terhadap sesama dengan menjunjung tinggi tali persaudaraan antar satu dengan yang lainnya. Tetapi disisi lain, upacara Pasola mengandung unsur-unsur mistis di dalamnya, sehingga menjadikan kebudayaan ini bertentangan dengan ajaran Alkitab, yakni pemujaan kepada roh-roh leluhur atau nenek moyang. Artinya, dalam unsur kepercayaan, upacara Pasola masih melakukan praktik penyembahan berhala. Ritual inilah yang pada akhirnya bertentangan dengan ajaran Alkitab dalam kekristenan.

Saran

(9)

bagi sesama kita dan tetaplah menjadi suratan yang terbuka bagi sesama melalui perkata dan perbuatan kita.

(10)

DAFTAR PUSTAKA

Boro, Paulus Lete. 1995. Pasola, permainan ketangkasan berkuda lelaki Sumba, Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Jakarta: Obor Publisher

Inna, Yulita Tamo “Peranan Adat Pasola Sebagai Alat Pemersatu Antar Daerah di Kabupaten Sumba Barat Daya Propinsi Nusa Tenggara Timur”, dalam Jurnal Ilimah Universitas PGRI Yogyakarta (Yogyakarta: Univ. PGRI Yogyakarta, 2015)

https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbbali/2014/12/11/pasola

Gambar

Gambar 1.2melemparkan lembing kayu kepada

Referensi

Dokumen terkait

Pembelajaran dikatakan efektif jika setelah mengalami proses pembelajaran dengan perangkat yang dikembangkan menggunakan model Group Investigation berbasis RME jika (1)

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat-Nya, penulis dapat meneyelesaikan skripsi yang berjudul

Zakat secara produktif ini bukan tanpa dasar, pendayagunaan zakat secara produktif dalam perspektif hukum Islam adalah dapat dibenarkan, sepanjang memperhatikan kebutuhan pokok

main-rpain, pak tani yang sedang mengayunkan cangkultrYa, pak sopir yang secang mengemudikan mobi1, pemain d.rama yang sedang berlakon, penari yang sedang kenunjukan

Untuk menganalisis tujuan pertama dengan melihat pada kinerja sistem agribisnis (hulu – hilir).penggemukan sapi, untuk menganalisis tujuan kedua yaitu kelayakan ekonomi

Adapun tujuan dalam penenlitian ini adalah Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh secara simultan variabel-variabel (kualitas pelayanan, kualitas produk dan harga)

Rata-rata dari hasil jumlah bakteri Coliform pada telur ayam lokal yang disimpan pada suhu kamar dan suhu chilling pada hari ke-1, 8, 15 dan 22 menunjukkan

Peserta program Jamkesmas adalah masyarakat miskin dan tidak mampu serta peserta lainnya sejumlah 76,4 juta jiwa yang tidak memiliki jaminan kesehatan dengan